Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN ANTARA LAMANYA MENDERITA DIABETES

MELLITUS TIPE 2 DENGAN FUNGSI KOGNITIF DI GRHA


DIABETIKA SURAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Sarjana


Pada Jurusan Fisioterapi S1 Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun oleh :
Reni Fitriani
J120130047

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

1
 


 
 

ii 
 
 

iii 
 
HUBUNGAN ANTARA LAMANYA MENDERITA DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DENGAN FUNGSI KOGNITIF
DI GRHA DIABETIKA SURAKARTA

ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, atau kedua-duanya. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronik
yang prevalensinya tinggi di Indonesia. Laporan PERKENI tahun 2015
menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi kelima dunia.
Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lamanya menderita
diabetes mellitus tipe 2 dengan fungsi kognitif dan adanya variabel
perancudukungan keluarga.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien diabetes
mellitus tipe 2 di GRHA Diabetika Surakarta sebanyak 218 orang. Sampel
ditentukan denganpurposive sampling yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi
sebanyak 110 orang. Mini Mental Stage Examination (MMSE) digunakan sebagai
isntrumen mengumpulkan data. Data di uji dengan dengan uji statistik Korelasi
Product Moment Test dan Spearman Rank Test.
Hasil : Hasil uji korelasi product moment test hubunganantara lama menderita
diabetes mellitus dengan fungsi kognitif menunjukan p-value=0,0001 yang berarti
bahwa terdapat hubungan antara 2 variabel tersebut. Sedangkan uji spearman
rank testuntuk hubungan antara dukungan keluarga dengan fungsi kognitif
menunjukan p-value=0,0001 yang berarti bahwa terdapat hubungan antara 2
variabel tersebut.
Kata Kunci : Lamanya menderita diabetes mellitus tipe 2, Dukungan Keluarga,
Fungsi Kognitif, MMSE.

ABSTRACT

Background : diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases with


characterised of hyperglycemia that occurs due to abnormal insulin secretion,
insulin action, or both. Type 2 diabetes mellitus is a chronic disease that is highly
prevalent in Indonesia. PERKENI report in 2015 showed that Indonesia was the
world’s fifth position.

Objective : The study aimed to determine the relationship of the duration of type 2
diabetes mellitus with cognitive and the confounding variables of family support.

Method : the research design methode is observational study with cross sectional
approach.The population of this study were patients with type 2 diabetes mellitus
in GRHA Diabetic Surakarta as many as 218 people. The sample was determined
by purposive sampling as many as 110 people. The Mini Mental Stage (MMSE)

1
was used instrument to collect data. Data were tested by Korelation Product
Moment Test and Spearman Rank Test.

Result : The result of correlation study by Correlation Product Moment Test is a


relationship between duration of type 2 diabetes mellitus with cognitive function
shows p-value=0,0001 which means that there is relationshipbetween two
variables.While the result of correlation study by Spearman Rank Test is a
relationship between family support with cognitive function shows p-value=
0.0001 which means that there is a relationship between two variables.

Keywords : duration of diabetes mellitus type 2, cognitive function, family


support, MMSE.

1. PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah defek sekresi insulin, dimana
pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan glukosa plasma yang normal, sehingga terjadi hiperglikemia
yang disebabkan insensitifitas seluler akibat isulinn (Corwin, 2009).
Prevalensi diabetes melitus(DM) di indonesiatahun 2015 menurut
Perkumpulan Endokrinologi (PERKENI) telah mencapai 9,1 juta orang,
sehingga menjadi peringkat ke 5 teratas diantara negara-negara lainnya, untuk
prevalensi DM di Jawa Tengah DM Tipe I sebesar 0,06 % dan DM Tipe II
0,55 % (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Sedangkan
Prevalensi DM di Surakarta terdapat DM Tipe 1 sebanyak 3.001 kasus dan
Tipe II sebanyak 46.741 (Dinas Kesehatan Surakarta, 2014). Di PADIMAS
tercatat pada tahun 2016 penderita DM Tipe 2 yang bergabung berjumlah 218
orang, tahun per tahun semakin bertambah jumlah penderita DM Tipe 2 ini.
Konsekuensi dari peningkatan angka kejadian Diabetes Mellitus
adalah meningkatnya masalah kesehatan lain akibat komplikasi yang
ditimbulkan, salah satunya penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif
merupakan kemampuan melakukan atensi, registrasi, memori, kalkulasi,
mengingat kembaili (recall), bahasa, pertimbangan, membaca dan menulis
serta kemampuan visuospasial (Saunderajen,2010).
Lamanya menderita DM tipe 2 mempengaruhi penurunan fungsi
kognitif. Pasien DM tipe 2 yang tidak mengkonsumsi obat memiliki resiko

2
penurunan fungsi kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mengkonsumsi obat seperti hipoglikrmik oral dengan durasi < 10 tahun
(Logroscini et al., 2004).
Gangguan fungsi kognitif dapat diukur dengan menggunakan Mini
Mental State Examination (MMSE). MMSE adalah Pemeriksaan fungsi
kognitif meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis,
visuospasial, visuoperseptual. MMSE adalah salah satu screening yang
berguna untuk mengetahui adanya disfungsi kognisi (PERDOSSI, 2007).

2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional, desain one shoot test. Penelitian ini
dilakukan di GRHA Diabetika Surakarta dan dilaksanakan pada bulan
Desember 2016-Januari 2017. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penderita DM Tipe 2, sedangkan untuk sampel diambil dengan cara
purposive sampling yang berjumlah 110 sesuai dengan kriteria inklusi dan
ekslusi penelitian.Penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan Uji
Kolmogorov-Sminovsedangkan untuk uji korelasi menggunakan Uji Korelasi
Pearson Product Moment dan Uji Rank Spearman.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Karakteristik responden menurut jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan. Perempuan lebih beresiko menderita diabetes karena
secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh
yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premestrual syndrome), pasca-
menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah
terakumulasi akibat proses hormonal tersebut (Irawan, 2010).
Karakteristik responden yang mengalami penurunan fungsi kognitif
lebih banyak di derita oleh responden dengan tingkat pendidikan
SMP/Sederajad ke bawah. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi mempunyai resiko lebih rendah terjadinya penurunan fungsi kognitif,

3
karena dengan proses pendidikan yang berjalan terus-menerus seseorang akan
cenderung mempunyai kemampuan dalam uji fungsi kognitif. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pengalaman hidup yang di
laluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang akan
terjadi (Tamher, 2009).
Karakteristik responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 yang
mengalami gangguan fungsi kognitif paling banyak pada golongan umur 57-
62 tahun. Pertambahan umur menjadi salah satu faktor resiko terjadinya
penurunan fungsi kognitif, karena otak mengalami beberapa perubahan
seirirng bertambahnya umur. Diantaranya sel mitokondria yang terjadi
kerusakan diakaibatkan karena pembentukan flek di sekitar area otak yang
akan berpengaruh terhadap peningkatan inflamasi (Yuniati, 2004).
Karakteristik responden yang mengalami diabetes mellitus tipe 2
paling banyak tidak mempunyai riwayat hipertensi yaitu sebanyak 65 orang,
dan yang mempunyai riwayat hipertensi juga terdapat 45 orang dengan
hipertensi terkontrol.Menurut Waldstein (2001) hubungan hipertensi dengan
fungsi kognitif terdapat kecenderungan semakin tinggi tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik maka semakin rendah fungsi kognitifnya.
Laporan penelitian bahwa tekanan darah sistolik meningkat di usia
pertengahan beresiko terjadinya penyakit alzheimer, hal ini menyebabkan
fungsi kognitif menurun pada seseorang.
Menurut hasil penelitian jumlah responden yang mengalami diabetes
mellitus tipe 2 berdasarkan pekerjaannya paling banyak responden tidak
bekerja. Hal ini dikarenakan responden yang di jadikan sampel rata-rata
sudah lansia, sehingga kebanyakan sudah tidak bekerja lagi. Responden yang
sudah tidak bekerja lebih banyak yang mengalami gangguan kognitif
dibandingkan dengan yang masih bekerja. Hal itu dikarenakan saat bekerja
ada aktifitas fisik lebih banyak yang dilakukan dibandingkan dengan yang
tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan
rumah tidak membutuhkan tenaga berat. Diketahui bahwa aktifitas fisik dapat

4
menghambat atau memperlambat kemunduran fungsi alat tubuh yang
disebabkan bertambahnya umur (Azizah, 2011).
Karakteristik responden yang paling banyak tidak menderita riwayat
penyakit lain. Hanya beberapa responden yang menderita saluran pencernaan,
jantung, asma, vertigo dan lain-lain. Hal tersebut akan berpengaruh tehadap
penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang di deritanya dan beberapa penyakit
juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif.
Salah satunya seperti penyakit payah jantung yang terjadi di kalangan
usia lanjut yang dikaitkan dengan gangguan fungsi kognitif, skor MMSE
lebih rendah dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri yang lebih berat
(Heckman, 2007), selain itu di kalangan usia lanjut berpenyakit jantung ,
mereka yang menderita payah jantung mempunyai fungsi kognitif lebih
rendah (Trojano, 2003). Riwayat payah jantung dikaitkan dengan peningkatan
resiko demensia, termasuk demensia alzheimer dan CIND (Cognitive
Impairment No Dementia) (Qiu, 2006). Kaitan ini bisa disebabkan oleh
adanya faktor resiko bersama seperti aterosklerosis dan hipertensi
(Cukierman, 2005).
Semakin lama menderita diabetes mellitus tipe 2 maka kemampuan
working memory semakin menurun dan mengalami perburukan yang
signifikan dalam kecepatan menyelesaikan tugas dan fungsi eksekutif yang
merupakan bagian dari working memory.Penurunan fungsi kognitif sudah
dimulai sejak pasien terdiagnosa diabetes mellitus tipe 2 bahkan pasien yang
usia muda dengan rata-rata usia 46 tahun telah terjadi penurunan konsentrasi
daya ingat. Diabetes mellitus tidak hanya beresiko terhadap terjadinya
kemunduran fungsi kognitif, tetapi juga meningkatkan progresivitas suatu
kemunduran kognitif menjadi demensia (Gatlin, 2012).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rosebud
menyebutkan bahwa durasi dan derajad keparahan yang diukur dengan
komplikasi pada penderita diabetes dan jenis terapi yang diperoleh mungkin
penting dalam patofisiologi terjadinya gangguan kognitif pada penderita
diabetes. Sebaliknya late onset diabetes, durasi yang pendek atau diabetes

5
terkontrol mempunyai dampak yang lebih ringan (Rosebud et al., 2008).
Lama menderita DM berhubungan dengan penyakit makrovaskuler serebral
yang lebih besar. Secara klinis didapatkan infark serebri dan infark subklinis
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Durasi yang lebih lama
mungkin juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif yang lebih
buruk, namun untuk menentukan akurasi lama menderita DM merupakan hal
yang sulit karena DM mungkin ada selama beberapa tahun sebelum
terdiagnosis.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al.,(2011)
yang melakukan penelitian pada penderita DM lanjut usia di semarang
dengan hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama menderita
DM dengan status kognitif dengan rerata durasi 12,4 tahun.Dari hasil
penelitian responden yang mengalami gangguan fungsi kognitif rata-rata
mempunyai dukungan keluarga yang rendah, sehingga dukungan keluarga ini
sangat berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Penyakit Diabetes Mellitus tipe
2 ini akan diderita seumur hidup, sehingga diharapkan penderita mampu
melakukan perawatan diri (self care) dengan membentuk perilaku yang
relevan terhadap penyakitnya untuk menghindari ketidakstabilan kadar
glukosa darah yang dapat menimbulkan komplikasi yang lebih parah
(Gonder, 2008). Perilaku self care bagi penderita DM meliputi: perilaku
aktifitas fisik (olahraga), perilaku pengaturan diet, perilaku dalam mengontrol
kadar glukosa darah, perilaku pengobatan, serta perilaku pencegahan
komplikasi (American Association of Diabetic Educator, 2003).
Mematuhi serangkaian tindakan self care secara rutin yang akan
berlangsung seumur hidup pada dasarnya merupakan tantangan yang besar
dan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Perasaan jenuh dan bosan dapat
muncul setiap saat yang menyebabkan penderita DM tidak lagi disiplin dalam
melakukan tindakan self care. Sehingga, dukungan keluarga sangat
dibutuhkan untuk membantu agar penderita DM tipe 2 memiliki keyakinan
dan kemampuan untuk melakukan tindakan self care (Tamara, 2014).

6
Dukungan keluarga dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan
fungsi keluarga dalam membantu penderita DM tipe 2 supaya mampu
beradaptasi dan mematuhi tindakan self care melalui empat dimensi yaitu
dimensi emosional, dimensi penghargaan, dimensi intrumental dan dimensi
partisipasi (Hensarling, 2009).

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lamanya
menderita diabetes mellitus dengan pasien diabetes mellitus tipe 2 di
GRHA Diabetika Surakarta dengan adanya faktor perancu dukungan
keluarga.
4.2 Saran
a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini petugas kesehatan
hendaknya dapat dan mampu mendeteksi gangguan fungsi kognitif
sehingga dapat mencegah kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe
2 yang memburuk.
b. Diharapkan dengan adanya penelitian ini petugas kesehatan dapat
mengajarkan pola hidup sehat pada pasien diabetes dan dapat
mengontrol gula darahnya.
c. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang hal ini karena penelitian
dengan memasukan faktor perancu lainnya masih banyak yang belum
di teliti, dan dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi.
d. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan mengkhususkan sampel yang
akan diteliti, sehingga tidak ada faktor perancu dari kriteria sampel
yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA
American Association of Diabetic Educator.. (2003). Standards for outcomes
measurement of diabetes sel-management education.The Diabetes
Educator. Vol: 29, Number 5.
Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

7
Corwin, Elizabeth J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
Cox & Gonder. (2008). Major developments in behavioral diabetes research. J.
Consult Clin Psychol 1992, 60(4):628-638.
Cukierman, T., Gerstein, H.C., Williamson, J.D. 2005. Cognitive Decline and
Dementia in Diabetes Systematic Overview of Prospective Observational
Studies.Diabetologia; 48(12): 2460-2469
Dinas Kesehatan Surakarta. 2014. Buku Profil Kesehatan Kota Surakarta tahun
2014. Surakarta: Dinas Kesehatan Surakarta.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2013. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Gatlin. PK 2012. Severity of type 2 diabetes mellitus. Working memory and self
care (Doctoral Dissertation. The University of Arizona).
http://www.search.proquest.com
Heckman GA, Patterson CJ, Demers C, St.Onge J, Turpie ID, McKelvie RS.
Heart failure and cognitive impairment: Challenges and
opportunities.Clinical Intervention in Aging 2007; 2(2): 209-218.
Hensarling, J. (2009). Development and psychometric testing of Hensarling’s
diabetes family support scale, a dissertation. Degree of Doctor of
philosophy in the Graduate School of the Texa’s Women’s University.
Diakses sari www.proquest.com pada tanggal 8 Desember 2010
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas
2007). Thesis Universitas Indonesia.
Logroscino, G., Kang, J. H., Grodstein, F. 2004. Prospective study of type 2
diabetes and cognitive decline in women aged 70-81 years.British
Medical Journal. 129: 22-6
Nugroho, F. A., 2011. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Kognitif
pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Lanjut Usia. Universitas
Diponegoro. Karya Tulis Ilmiah.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).,2015. Konsensus
Pengelolaan dan Penegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta
Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Alwi
I. Setiati S, Setyohadi B, Simandibrata M, Sudoyo AW, editor. Buku Ajar
ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Ed ke-5. Jakarta: Interna Publishing:
2009. Pp.1880-3
Qiu C, Winblad B, Marengoni A, Klarin I, Fastbom J, Fratiglioni L Heart failure
and risk of dementia and Alzheimer disease: a population-based cohort
study.Arch Intern Med. 2006;166(9): 1003-1008.

8
Roberts, Rosebud., dkk. 2008. Association of Duration and Severity of Diabetes
Mellitus with Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. Online diakses
pada 1 Mei 2016.
Saunderajen (2010). “Pengaruh Sindroma Metabolik Terhadap Gangguan Fungsi
Kognitif”., Master thesis, Univ. Diponegoro. Semarang: 12 agustus 2011.
Tamara, E. (2014). “Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”.
1 (2):1-7.
Tamher, S dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.
Trojano L, Antonelli, Incalzi R, Acanafora D, Picone C, Mecocci P, Rengo F.
2003. Congestive Heart Failure Italian Study Investigators. Cognitive
impairment: a key feature of congestive heart failure in the elderly.J
Neurol. 2003;250(12):1456-1463.
Wijoto, Poerwadi, T. 2011. Gangguan Neurobehavior. Dalam: Machfoed, M.H.,
Hamdan, M., Machin, A., Wardah, R.I., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Saraf. Airlangga Universiy Press. Surabaya. P. 49-80.
Yuniati F dan Riza M. 2004. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan
mengingat dan konsentrasi pada usia lanjut di Indonesia tahun 2004.
Jurnal pembangunan manusia. Volume. 2.

Anda mungkin juga menyukai