HASIL PENELITIAN DAN TEMUAN REALISAS! PENGGUNAAN ALOKAS! DANA DESA
IDL KABUPATEB BAHYUAS! SUM-SEL MENYIMPULKAN ADA 15 MODUS KKN DD
Mulai Januari 2018, pemerintah menetapkan pola baru dalam
pemanfaatan dana desa se-Indonesia.
Alokasi dana desa bakal difokuskan ke sektor padat karya.modal
padat karya. Model cash for work, ini 15 mudus penyala gunaan DD
menurut hasil penelitian dan temuan tim petisi.co di lapangan
Kabupaten Banyuasin Sum-Sel.
Lokasi Penelitian dan Temuan Kecamatan Rantau Bayur.
1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. Ini bisa
diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan
menggunakan potensi lokal Desa. Misalnya, pengadaan bahan
bangunan di toko bangunan yang ada di Desa sehingga bisa
melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga
barang yang dibutuhkan.
2.Mempertangeung jawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan
Dana Desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.
Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasipendanaan oleh Desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karena
relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes harus terbuka agar
seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya.
3. Meminjam sementara Dana Desa untuk kepentingan pribadi
namun tidak dikembalikan. Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai
kepentingan pribadi hingga untuk membayar biaya apa saja
kepentingan Pribadi.
4. Budaya ewuh-prakewuh di Desa menjadi salah satu penghambat
pada kasus seperti ini sehingga sulit di antisipasi.
5.Pungutan atau pemotongan DD oleh oknum pejabat Kecamatan
Rantau Bayur atau Kabupaten Banyuasin Sum-Sel, Ini juga banyak
terjadi dengan beragam alasan. dari pemberian rekomendasi
pencairan sampai pengamanan dan penyusunan Laporan Penggunaan
ADD atau (SPJ) Ini berdasarkan Pengakuan secara diam diam
sejumlah Kepala Desa yang seharusnya kepala desa tidak boleh ragu
untuk melaporkan kasus seperti ini karena Desa-lah yang paling
dirugikan.
6.Membuat perjalanan Dinas fiktif Kepala Desa dan jajarannya.
Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata
lebih ditujukan utuk pelesiran saja.
7.Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat
Desa. Jika modus ini lolos maka para perangkat Desa yang honornya
digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Soalnyajika tidak, itu sama saja mereka dianggap mencicipi uang haram itu.
8. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. Ini bia
dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang
telah disusun.
9. Memungut pajak atau retribusi Desa namun hasil pungutan tidak
disetorkan ke kas Desa atau kantor pajak.Pengawas harus
memahami alur Dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini
Misalnya beberapa sungai penghasil ikan, Danau terminal, Pelabuhan
barang, Pelabuhan Tambang Batu Bara, dan Pasir (galian C) secara
prosedur ada yang di Lelang namun wang nya untuk Pribadi,Menjual
tanah adat kepada Perusahaan Perkebunan tampa ada kesepakatan
masyarakat.
10.Pembelian inventaris kantor dengan Dana Desa namun
peruntukkan secara pribadi. Lagi-lagi ewuh prakewuh menjadi salah
satu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi
pembiaran.
11. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk
kepentingan perangkat Desa. Publik harus tahu alokasi pendanaan
Dana Desa agar kasus ini tidak perlu terjadi .
12. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang
didanai Dana Desa. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah
Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor
dari luar.Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananyadibebankan dari Dana Desa.
13. Tida berjalannya struktur Pemerintahan desa di monopoli oleh
oknum Kepala Desa sehingga semuanya di akal-akali oleh Kepala
Desa Baik dana,pembagunan maupun segala urusan yang bersipat
menguntungkan makadari itu mempermuda Sang Kepala Desa untuk
melakukan kejahatan yang bersipat merugikan masyarakat desa, sala
satu contoh menunjuk Pegawai Perangkat Desa Orang2 keluarga
dekatnya (Sekdes Keponakan Kepala Desa)
14. Tidak dibayarnya atau di keluarkannya dana Pemberdayaan
Perangkat dan Lembaga Desa Oleh Kepala Desa seperti dana
Kamtipmas,PKK,Tokoh Agama,Sarana umum dll
15. MoU atau kontrak kerja Kepala Desa dan oknum Penegak Hukum
(Kecamatan,DPMD, Inspektorat,Kejaksaan dan Kepolisian) atau
Instansi yang terkait dengan tujuan mempaselitasi hukum membantu
merekayasah laporan (SPJ) Cara kotor.
Kepada Yth : Dari 15 mudus di atas ini merupakan hasil penelitian
dan temuan tim di lapangan ini la yang terjadi di Kabupaten
Banyuasin Sum-Sel.
Tempat Penelitian : Kecamatan Rantau Bayur.
Anda termasuk nomor berapa dan berapa banyak muda-mudahan
saudar/saudari tidak termasuk dari 15 mudus kejahatan KKN Dana
Desa (DD) yang Sumber dananya dari APBN Ini.
Andai Saudara/Saudari Termasuk diantara 15 mudus penyelewengandd tersebut, baik di sengaja maupum tidak sengaja.
Kami dari media Petisi.co Siap mempaselitasi saudara/saudari untuk
duduk di adili” jadi jangan salah kan kami seandainya itu terjadi
dari 15 Poin itu yang suda pasti Saudara/Saudari lakukan dan itu
terjadi di setiap desa iaitu : Poin ke 11 karna kami ada di dalam itu
Ini merupakan pemberitahuan kami dari petisi.co.
Untuk Instansi yang terkait hendaknya bisa menyikapi temuan
temuan tersebut bertujuan Perbaikan kinerja dan mental para
pelanggar pelanggar hukum siapa pun dia tetapla ia penghianat
suatu konspirasi dengan kondisi Negarah dan Bangsah seperti ini
harusnya kita sesama anak bangsah bahu membahu Gotong Royong
untuk menyelsaikan masala bangsah Indonesia yang kita Cintai ini.
Salam Nawacita
MEDIA PETISI.CO BIRO SUM-SEL
ERED,
SCN
RONI PASLAHNama Roni Paslah
Kepala Biro media Petisi.co Sum-Sel
Alokasi Dana Desa
O7 Juni 2018
PEMANTAUAN PENGGUNAAN DD
Dalam rangka pengelolaan keuangan desa, Kepala Desa
melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang
ditunjuk.
Perbuatan penyalahgunaan keuangan desa seperti penyalahgunaan
Alokasi Dana Desa merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan
oleh perangkat desa. Apabila dilakukan, maka yang bersangkutan
dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran
tertulis. Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan
tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian.
Selain itu, perbuatan tersebut juga merupakan tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“ UU 31/1999”)
sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana ada ancaman
pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang
berakibat dapat merugikan keuangan negara.
Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta kepada
Pemerintah Supra Desa (Kecamatan), mengenai obyek kegiatan serta
perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan. Dalam pelaporan
ataupun pengaduan tersebut, perlu disertai dengan penjelasan
konkrit mengenai obyek kegiatan yang menjadi dugaan tindak
penyelewengan.
Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud atas
pelaporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat
menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada
Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq. Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD/OPD) yang membidangi pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah
Kabupaten.
Jika memang masyarakat mempunyai bukti yang kuat dan dapat
dipertanggungjawabkan di muka hukum atas dugaan penyelewengan
dana desa (korupsi) dimaksud, maka masyarakat berhak melaporkanoknum tersebut kepada pihak aparat penegak hukum atas proses
tindak lanjut.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Hasil Penelitian Realisasi penggunaan Dana Desa Pada saat ini
Penelitian di lakukan di Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten
Banyuasin Sumatera Selatan.
Disimpulkan dari hasil penelitian dan temuan ada 15 modus
kejahatan KKN yang dilakukan Banyak Kepala Desa Di Kabupaten
Banyuasin Sum-Sel.
Sebelumnya, berdasarkan keterangan yang Dihimpun Tim impestigasi
media petisi.co di lapangan tentang rencana masyarakat untuk
mengambil upaya hukum, kami asumsikan penyalahgunaan Alokasi
Dana Desa (“ADD”) yakni ADD tidak sesuai dengan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang Anda maksud adalah adanya dana desa
yang diselewengkan oleh perangkat desa, sehingga perangkat desa
tersebut diduga menyalahgunakan wewenang atau diduga melakukan
korupsi atas tugasnya dalam mengelola keuangan desa.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”).
Namun ketentuan lebih lanjut secara khusus terdapat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP
60/2014”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan AtasPeraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP
22/2015") dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“PP 8/2016”).
Keuangan Desa
Kewangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.[1]
Hak dan kewajiban menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan,
dan pengelolaan Keuangan Desa[2]
Pendapatan Desa bersumber dari:[3]
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset,
swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli
Desa:
b. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
c. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
Kabupaten/Kota;
d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota;
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga;
dan10
g._lain-lain pendapatan Desa yang sah.
Alokasi Dana Desa
Menurut Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 47/2015”) yang dimaksud dengan
Alokasi Dana Desa (“ADD”) adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota ADD setiap tahun
anggaran[4]
ADD tersebut paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.[5] Dalam rangka
pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Desa melimpahkan sebagian
kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk.[6]
Bagi Kabupaten/Kota yang tidak memberikan ADD Pemerintah dapat
melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana
perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya
disalurkan ke Desa[7]
ADD dibagi kepada setiap Desa dengan mempertimbangkan:[8]
a. kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa:dan
b. jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah
Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa.
Ketentuan mengenai pengalokasian ADD dan pembagian ADD kepada
setiap Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.[9]
Penjelasan lebih lanjut mengenai dana desa dapat Anda simak dalam
artikel Pengalokasian, Penyaluran, dan Pengawasan Dana Desa.
Jadi salah satu sumber pendapatan desa adalah ADD yang
merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota. ADD tersebut paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus. Dalam rangka pengelolaan Keuangan Desa,
Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat
Desa yang ditunjuk.
Jika Perangkat Desa Menyalahgunakan ADD
Perangkat Desa terdiri atas:[10]
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan: dan
c. pelaksana teknis.
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.[11] Dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, perangkat Desa bertanggung jawab kepada12
Kepala Desa[12]
Perangkat Desa dilarang:[13]
1. merugikan kepentingan umum;
2. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota
keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
3. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau
kewajibannya;
4. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau
golongan masyarakat tertentu;
5. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
6. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima wang,
barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi
keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
7. menjadi pengurus partai politik;
8. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang:
9. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan
Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam
peraturan perundangan-undangan;
10. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum
dan/atau pemilihan kepala daerah;
11. melanggar sumpah/janji jabatan; dan
12. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.13
Perangkat Desa yang melanggar larangan tersebut dikenai sanksi
administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.[14]
Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan
tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan
pemberhentian [15]
Jadi, pada hakikatnya, dalam menjalankan tugasnya, perangkat desa
dilarang untuk menyalahgunakan wewenangnya. Bagi yang
melanggarnya, perangkat desa yang bersangkutan bisa dikenakan
sanksi administratif.
Selain itu, perbuatan tersebut dapat juga dikategorikan sebagai
tindak pidana korupsi. Untuk itu, kita merujuk pada Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(* UU 31/1999”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana
ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan
wewenangnya yang berakibat dapat merugikan keuangan negara.
Pasal 3 UU 31/1999, berbunyi:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup14
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rpt
milyar.
Hal serupa juga disebutkan dalam artikel Jokowi: Salah Kelola Dana
Desa Bisa Jadi Tersangka Korupsi sebagaimana yang kami akses dari
laman media Tempo, Presiden Joko Widodo mengingatkan para
kepala desa agar menggunakan dana desa dengan baik karena bisa
berujung menjadi tersangka korupsi. Dana desa tersebut harus
digunakan untuk pembangunan desa.
Jadi, jika itu berkaitan dengan penyalahgunaan keuangan desa
seperti penyalahgunaan ADD, maka perbuatan tersebut bisa
dikategorikan korupsi.
Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Masyarakat
Sebagaimana menurut informasi yang kami akses dalam artikel
Bagaimana Cara Melaporkan Perangkat Desa Menyelewengkan Dana
Desa-Lapor yang kami akses dari laman Sarana Pengaduan dan
Aspirasi (SaPa) Kementerian Dalam Negeri, dalam melaporkan
adanya tindak dugaan penyelewangan dana desa, masyarakat dapat
mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta kepada
Pemerintah Supra Desa (Kecamatan), mengenai obyek kegiatan serta
perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan.
b. Dalam pelaporan ataupun pengaduan tersebut, perlu disertai
dengan penjelasan konkrit mengenai obyek kegiatan yang menjadi15
dugaan tindak penyelewengan. Hal ini untuk menghindari persepsi
bahwa laporan yang dilakukan hanya didasarkan atas informasi yang
tidak utuh, atau praduga-praduga yang tidak berdasar. Oleh karena
itu, disarankan kepada masyarakat desa, dalam menjalankan fungsi
pengawasan pembangunan diwilayahnya, kiranya perlu
mengedepankan upaya-upaya dialogis, dengan meminta
penjelasan/konfirmasi mengenai indikasi terjadinya korupsi kepada
pihak yang dicurigai terlibat melakukan tindakan penyelewangan
tersebut.
c. Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud
atas pelaporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat
menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada
Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq. Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah
Kabupaten, atau jika memang masyarakat mempunyai bukti yang
kuat dan dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum atas dugaan
penyelewengan dana desa (korupsi) dimaksud, maka masyarakat
berhak melaporkan oknum tersebut kepada pihak aparat penegak
hukum atas proses tindak lanjut.
d. Pemerintah menaruh perhatian penuh terhadap praktik-praktik
tindakan korupsi maupun pungli, karena hal itu berdampak pada
kerusakan nilai-nilai sosial dan kepercayaan publik pada pemerintah.
Oleh karenanya, agar setiap tindakan atau indikasi korupsi dapat
ditangani dengan optimal, masyarakat dapat membantu dengan
memberikan informasi serta dukungan bukti-bukti yang memadai
terjadinya tindakan korupsi dimaksud.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.16
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
4] Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
sebagaimana yang diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Referensi:
‘.https://nasional.tempo.co/read/news/2017/05/18/078876462/jok
owi-salah-kelola-dana-desa-bisa-jadi-tersangka-korupsi, diakses
pada 17 Juli 2017 pukul 16.30 WIB.
2. http://sapa.kemendagri.go.id/aspirasi/20160001089, diakses
pada 17 Juli 2017 pukul 16.35 WIB.[1] Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 71 ayat (1) UU Desa
[2] Pasal 71 ayat (2) UU Desa
[3] Pasal 72 ayat (1) UU Desa
[4] Pasal 96 ayat (1) PP 47/2015
[5] Pasal 72 ayat (4) UU Desa jo. Pasal 96 ayat (2) PP 47/2015
[6] Pasal 72 ayat (5) UU Desa
[T] Pasal 72 ayat (6) UU Desa
[8] Pasal 96 ayat (3) PP 47/2015
[9] Pasal 96 ayat (4) PP 47/2015
[10] Pasal 48 UU Desa
[11] Pasal 49 ayat (1) UU Desa
[12] Pasal 49 ayat (3) UU Desa
[13] Pasal 51 UU Desa
[14] Pasal 52 ayat (1) UU Desa
[15] Pasal 52 ayat (2) UU
Dana Transer Pusat Kabupaten Banyuasin TA 2018.
(dalam ribuan rupia)
1. PPH Rp 12.587.521
2. PBB Rp62.635.375
3. CHT Rp O
4. MIGAS Rp68.763.279
5. MINERBA Rp30.023.569
6. KEHUTANAN Rp1.146.197
7. PERIKANAN Rp943.027
8. PANAS BUMI Rp 19.148
WW9. TOTAL DANA BAGI HASIL TA 2018 Rp 176.118.116.
10. DANA ALOKASI UMUM TA 2018 Rp 933.631.693.
Tl. BANTUAN
OPERASIONAL
PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN USIA DINI Rp 8.517.600.
12. TUNJANGAN
PROFESI GURU
Rp 138.630.923
13. TAMBAHAN
PENGHASILAN
GURU Rp 3.279.000
14. TUNJANGAN
KHUSUS GURU RP 6.106.225
15. BANTUAN
OPERASIONAL
KESEHATAN
16. Rp 29.244.650
17. BANTUAN
OPERASIONAL
KELUARGA
BERENCANA Rp 5.659.740
18. DANA PENINGKATAN
KAPASITAS
KOPERASI DAN
UKM Rp 5.659.740
19. DANA
PELAYANAN
18ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN Rp 0
20. DANA
PELAYANAN
ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN
21. Rp 1.858.123
22. TOTAL DAK
NON FISIK T.A.
2018 Rp 193.296.261
23. DANA
INSENTIF
DAERAH TA
2018 Rp 35.750.000
24. DANA DESA TA 2018 Rp254.673.532.
DESA DESA Di KECAMATAN RANTAU BAYUR KABUPATEN BAYUASIN SUMSEL
1. Kemang Bejalu
2 Lebung
3. Lubuk Rengas
4. Muara Abab
§. Pagar Bulan
6. Peldas
7. Penandingan
‘8. Rantau Bayur
9. Rantau Harapan
10.Sejagung
11. Semuntul
12. Sri JayaRantau
13.Sukarela
1914. Sungai Lilin
15. Sungai Pinang
16.Sungainaik
11. Talang Kemang
18. Tanjung Menang Musi
19. Tanjung Pasir
20. Tanjung Tiga
‘21. Tebing Abang
‘SALAM NAWACITA SETIA MEMBANGUN NEGERI
DOKUMEN MEDIA PETISI.CO BIRO SUMATERA SELATAN