KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AA Suku bangsa : Betawi
Tanggal lahir (umur) : 9 Maret 2017 (6 bulan) Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : Belum sekolah
Alamat : Jalan Kali Baru Barat
RT 06/RW 12 Jakarta Utara
1
Hubungan dengan orang tua : anak kandung
Tanggal masuk RS : 26 September 2017
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dengan ibu pasien
Tanggal : 29 September 2017, pukul 09.00
Keluhan utama :
Kejang sejak 2 jam SMRS
Keluhan tambahan :
Panas, batuk, dan pilek.
2
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
KEHAMILAN
1. Kehamilan
Perawatan antenatal : Rutin kontrol 1 bulan sekali di puskesmas mulai dari bulan
ke-3 sampai dengan 8. Lalu kontrol 1 bulan sekali mulai dari
bulan ke-8 sampai dengan 9 di RSUD Koja.
Penyakit kehamilan : Hipertensi gestasional
2. Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah sakit
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Sectio Caesarea
Penyulit : Partus lama
Masa gestasi : 39 minggu
Keadaan bayi :
o Berat badan lahir : 2100 gram
o Panjang badan lahir : 45 cm
o Lingkar kepala : Tidak diketahui
o Langsung menangis : Langsung menangis kuat
o Pucat/biru/kuning/kejang : Tidak ada
o Nilai APGAR : Tidak diketahui
o Kelainan bawaan : Tidak ada
3
Kesan : Neonatus cukup bulan, kurang masa kehamilan (NCB-KMK)
RIWAYAT PERKEMBANGAN
* Pertumbuhan gigi pertama : belum tumbuh
* Psikomotor
- Tengkurap : 4 bulan (normal: 4-6 bulan)
- Duduk : belum bisa
- Berdiri : belum bisa
* Berbicara : 6 bulan (normal : 10-12 bulan)
* Membaca dan menulis : belum bisa
* Gangguan perkembangan mental / emosi : tidak ada
Kesan : perkembangan sesuai dengan usia
4
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Umur (bulan)
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24
Hepatitis B
Polio 1 2 3
BCG 1
DTP 1 2 3
Hib
PCV
Rotavirus
Influenza
Campak
MMR
Tifoid
Hepatitis A
Varisela
HPV
Dengue
Kesan : imunisasi belum lengkap
PEMERIKSAAN FISIS
Tanggal : 29 September 2017 Jam : 09.00
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Frekuensi nadi : 144 x/menit
Frekuensi napas : 34x/menit
Suhu tubuh : 36.8 0C
Data antropometri
Berat badan : 5 kg
Tinggi badan : 60 cm
Lingkar kepala : 40,5 cm
Lingkar dada : 43 cm
Lingkar lengan atas : 12 cm
5
Interpretasi menurut CDC 2000
6
LK/U = 40,5 / 42,4 x 100% = 95,5% (lingkar kepala normal)
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
* Bentuk dan ukuran : normocephal
* Rambut dan kulit kepala : rambut hitam merata, kulit kepala cukup bersih
* Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
* Telinga : bentuk normal, penyumbatan -/-, perdarahan -/-, cairan -/-
* Hidung : simetris, deviasi septum(-)
7
* Bibir : normal, sianosis (-)
* Gigi-geligi : belum ada
* Mulut : selaput lendir normal, palatum durum dan mole terbentuk
sempurna (tak ada palatoschizis), lesi (-), abses (-), trismus (-)
* Lidah : normal
* Tonsil : T1-T1 tenang
* Faring : tidak hiperemis
Leher : tidak terdapat benjolan dan nyeri menelan
Toraks :
* Dinding toraks : bentuk simetris, vena kolateral (-), retraksi (-)
8
Anus dan rektum : tidak diperiksa
Genitalia : tidak diperiksa
Anggota gerak : ekstremitas atas kiri dan kanan normotonus, tidak terdapat
massa, kekuatan motorik baik (5/5), tidak ada edema.
ekstremitas bawah kiri dan kanan normotonus, tidak terdapat
massa, kekuatan motorik baik (5/5), tidak ada edema.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 26/09/17
* Darah tepi
Hemoglobin : 10,0g/dL (normal : 10,5-14,0)
Leukosit : 11.480/ mikroliter (normal : 6.000-14.000)
Hematokrit : 29.7% (normal : 32-42%)
Trombosit : 324.000/ mikroliter (normal : 182.000-369.000)
* Elektrolit
Na : 127 mEq/L (normal : 135-147)
K : 3.18 mEq/L (normal : 3,5-5,0)
Cl : 110 mEq/L (normal : 96-108)
Ringkasan
Pasien batuk dan pilek sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Batuk disertai dahak
tetapi tidak bisa dikeluarkan. Batuk pernah disertai dengan muntah 1x. Tidak ada keluhan
sesak nafas. Pada 1 hari SMRS, pasien mengalami demam terus-menerus. Kemudian pada 2
jam SMRS pasien mengalami kejang sebanyak 1 kali. Saat kejang, tubuh pasien kaku secara
9
umum selama kurang lebih 10 menit. Setelah kejang pasien sadar dan menangis. Saat
diperiksa, pasien tampak sakit ringan dan compos mentis, frekuensi nadi 144x/menit,
frekuensi nafas 34x/menit, dan suhu 36,80C. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan,
hanya terdapat suara nafas ronki pada kedua paru. Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan
sedikit penurunan pada hemoglobin (Hb = 10 g/dL) dan penurunan hematokrit (Ht = 29,7%).
Sedangkan pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremia (Na= 127 mEq/L) dan
hipokalemia (K= 3.18 mEq/L).
DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam sederhana
Dasar yang mendukung : Kejang didahului oleh demam dan terjadi pada usia 6 bulan (kejang
demam biasanya terjadi antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun). Kejang berlangsung
singkat (kurang dari 15 menit) dan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik tanpa
gerakan fokal serta tidak berulang dalam 24 jam.
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis
Dasar yang mendukung : Didahului oleh infeksi pada saluran nafas atas berupa demam,
batuk, dan pilek. Selain itu terdapat malaise, kejang, dan
malas minum.
Dasar yang tidak mendukung : Tidak terdapat kaku kuduk maupun tanda rangsang
meningeal lain ( Bruzinski, Kernig, Laseque)
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
10
PENATALAKSANAAN
- Kaen 1B 8 tpm
- Paracetamol drop 3 x 0,5 cc
- Berikan stesolid supp 5 mg jika kejang
- Jika sudah diberikan stesolid supp 5 mg sebanyak 2 kali dengan interval waktu 5
menit maka diberikan diazepam IV dosis 0,2 ml perlahan-lahan selama 3-5 menit.
FOLLOW UP
Tanggal 27 September 2017
S : Panas naik turun, batuk (+), pilek (+), muntah (-), mata kiri belekan,merah sejak 2 hari.
BAB 2x ampas (+).
O : HR = 116x/menit, RR = 47x/menit, temperatur = 37,80C
H2TL = 10/ 29,7/ 324.000/ 11480
Na/ K/ Cl = 127/ 3,18/ 110
GDS = 113
A : Kejang demam sederhana
P : PCT 3 x 0,75 mg
Jika kejang stesolid supp
11
Tinjauan Pustaka
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran
suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1
Internaional League Against Epilepsy (ILAE) mendefenisikan kejang demam sebagai kejang
pada bayi atau kanak-kanak dengan suhu tubuh di atas 38 0C tanpa bukti ketidakseimbangan
elektrolit akut pada infeksi susunan saraf pusat. Anak dengan kejang demam biasanya
mengalami kehilangan kesadaran, bergoyang, dan menggerakkan ekstremitas pada kedua
bagian tubuh. Sebagian besar kejang terjadi pada hari pertama demam. 2 Bila ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Anak berumur
antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam namun jarang sekali. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, mungkin terjadi infeksi
susunan saraf pusat.1
Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. 1 Adapun
puncak kejadian kejang demam terjadi pada usia 18 bulan. Sebagian besar kejang demam
adalah kejang demam sederhana dan sekitar 20-30% berupa kejang demam kompleks. Tidak
ada perbedaan yang signifikan pada insidens kejadian kejang demam antara anak laki-laki
dan perempuan.3
Klasifikasi Kejang
Kejang demam terdiri dari dua macam yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit,
bersifat umum (tonik dan atau klonik) serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sebagian kejang demam
sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri. Adapun kejang demam
kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1
sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24
jam.1
Etiologi
12
Penentuan etiologi kejang berperan penting dalam tata laksana kejang selanjutnya. Etiologi
kejang pada seorang pasien dapat lebih dari satu. Berikut adalah etiologi kejang tersering
pada anak.
Penyebab langsung dari kejang demam masih belum diketahui tetapi faktor penting yang
terkait adalah demam, epilepsi, hipoglikemia, hipokalsemia, trauma kepala, keracunan obat,
infeksi saluran nafas ataupun gastroenteritis.2
Salah satu faktor yang dapat memprovokasi kejang demam adalah faktor genetik. Adanya
riwayat keluarga dengan kejang demam ditemukan pada 25-40% kasus anak dengan kejang
demam. Jumlah kejang yang dialami oleh anak dapat memengaruhi resiko kejadian kejang
demam pada saudaranya.5
Patofisiologi
Teori sebelumnya menyatakan adanya efek langsung dari hipertermia dengan hiperventilasi
kompensatorik. Hipertermia menyebabkan terjadinya alkalosis pada otak sehingga
meningkatkan eksitabilitas neuron dan mencetuskan gejala kejang. Namun teori ini tidak
menjelaskan mengapa beberapa anak lebih rentan untuk mengalami fenomena ini
dibandingkan anak-anak lainnya. Teori yang sekarang menyatakan adanya kerentanan genetik
13
yang ditandai oleh gangguan kanal natrium, disregulasi hipotalamus dan eksitabilitas kedua
korteks dan hipokampus.6
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal,
elektroensefalografi, dan pencitraan neurologis. Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang ini
ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untuk mencari etiologi
dan komplikasi akibat kejang lama. Pemeriksaan yang dianjurkan pada kejang lama
adalah kadar glukosa darah, elektrolit darah perifer lengkap dan masa protrombin.
Jika dicurigai adanya meningitis bakterialis perlu pemeriksaan kultur darah dan kultur
cairan serebrospinal.4
Punksi lumbal
Pemeriksaan ini dapat dipertimbangkan pada pasien kejang disertai penurunan
kesadaran atau gangguan status mental, perdarahan kulit, kaku kuduk, kejang lama,
gejala infeksi, paresis, peningkatan sel darah putih, atau pada kasus yang tidak
didapatkan faktor pencetus yang jelas. Bila didapatkan kelainan neurologis fokal dan
peningkatan tekanan intrakranial, dianjurkan melakukan CT scan kepala dahulu untuk
mencegah resiko terjadi herniasi. The American Academy of Pediatrics
14
merekomendasikan bahwa pemeriksaan punksi lumbal sangat dianjurkan pada
serangan kejang pertama disertai demam pada anak usia di bawah 12 bulan karena
manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada. Pada anak usia 12-18
bulan dianjurkan melakukan punksi lumbal, sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan
punksi lumbal dilakukan jika terdapat kecurigaan adanya infeksi intrakranial
(meningitis).4 Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan punksi lumbal
tidak dilakukan secara rutin pada anak usia <12 bulan yang mengalami kejang demam
sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi punksi lumbal yaitu:
o Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
o Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
o Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis.1
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan
bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1
Pemeriksaan EEG dilakukan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform.
Hanya sindrom epilepsi yang menunjukkan kelainan EEG yang khas. Abnormalitas
EEG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang dapat berupa gelombang paku,
tajam dengan/atau tanpa gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat umum,
multifokal, atau fokal pada daerah temporal maupun frontal.4
Pencitraan neurologis
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat
indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.1
Foto polos kepala memiliki nilai diagnostik kecil meskipun dapat menunjukkan
adanya fraktur tulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma kepala dideteksi
dengan CT scan kepala. Kelainan gambaran CT scan kepala dapat ditemukan pada
pasien kejang dengan riwayat trauma kepala, pemeriksaan neurologis yang abnormal,
perubahan pola kejang, kejang berulang, riwayat menderita penyakit susunan saraf
15
pusat, kejang fokal, dan riwayat keganasan. Adapun Magnetic Resonance Imaging
(MRI) lebih superior dibandingkan CT scan dalam mengevaluasi lesi epileptogenik
atau tumor kecil di daerah temporal atau daerah yang tertutup struktur tulang misalnya
serebelum atau batang otak.4
Tata laksana
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rata-rata 4 menit) dan pada waktu pasien datang,
kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5
menit dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.1
Secara umum penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya
seperti pada gambar 1 berikut.
16
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
atau
Lorazepam 0,05-0,1 mg/kg
(IV) kecepatan <2 mg/
menit
PICU Refrakter
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Midazolam 0,2 mg/kg (IV bolus), Pentotal-tiopental 5-8 Propofol 3-5 mg/kg
dilanjutkan drip 0,02 -0,4 mg/kg/jam mg/kg (IV) (IV drip)
17
perlu diberikan antikonvulsan. Obat yang digunakan adalah diazepam oral dengan dosis 0,3
mg/kgBB/kali per oral atau rektal dosis 0,5 mg/kgBB/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg
dan 10 mg untuk berat badan >=12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam diberikan selama 48 jam pertama demam. Terdapat efek
samping berupa ataksia, iritabel dan sedasi.1
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat :
Kejang fokal
Kejang lama >15 menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis, cerebral palsy,
hidrosefalus1
Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya
tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada
kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan
18
terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Dengan
demikian penting dilakukan terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.1
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Jika seluruh faktor di atas ada kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.1
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Attila Dewanti, dkk didapatkan bahwa anak dengan
usia kejang demam pertama kali sebelum usia 12 bulan mempunyai kemungkinan mengalami
kejang demam kembali 2,7 kali lebih besar daripada anak yang mengalami kejang demam
pertama pada usia lebih dari 12 bulan, keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam
glutamat baik inotropik maupun metabotropik sebagai reseptor eksitator padat dan aktif,
sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga pada otak yang belum
matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. Corticotropin releasing hormone (CRH)
merupakan neuropeptid eksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak yang belum
matang, kadar CRH di hipokampus tinggi, berpotensi terjadi bangkitan kejang jika terpicu
oleh demam. Mekanisme homeostasis pada otak belum matang, akan berubah sejalan dengan
perkembangan otak dan pertambahan umur oleh karena pada otak belum matang neural
Na+/K+ ATP ase masih kurang. Pada otak yang belum matang regulasi ion Na+, K+, dan Ca+
+ belum sempurna sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi pasca depolarisasi dan
meningkatkan eksitabilitas neuron. Oleh karena itu pada masa otak belum matang
mempunyai eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang sehingga
pada masa ini rentan terhadap bangkitan kejang.3
Rekurensi kejang demam 3,2 kali lebih banyak pada anak dengan riwayat kejang di keluarga.
Peningkatan resiko terjadinya kejang demam terjadi pada anak yang mempunyai saudara
kandung dengan riwayat kejang demam. Keluarga dengan riwayat pernah kejang demam
19
sebagai faktor resiko untuk terjadinya kejang demam adalah kedua orang tua ataupun saudara
sekandung (first degree relative). Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait
dengan kejang demam, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetransi
autosomal dominan diperkirakan sekitar 60-80%. Bila kedua orang tuanya tidak mempunyai
riwayat pernah menderita kejang demam maka resiko terjadinya kejang demam hanyak 9%.
Apabila salah satu orang tua pasien dengan riwayat pernah kejang demam mempunyai resiko
untuk terjadi bangkitan kejang demam 20-22%. Bila kedua orang tua punya riwayat kejang
demam maka resiko meningkat mejadi 59-64%. Kejang demam diwariskan lebih banyak oleh
ibu dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.3
Pada penelitian Attila Dewanti, dkk didapatkan bahwa anak dengan suhu kurang dari 39 0C
pada saat kejang mempunyai kemungkinan 4,4 kali lebih besar mengalami rekurensi kejang
dibandingkan dengan anak yang kejang dengan suhu lebih dari 390C. Pada penelitian yang
sama juga ditemukan adanya rekurensi kejang demam 1,4 kali lebih banyak pada anak
dengan riwayat kejang demam kompleks.3
Prognosis anak dengan kejang demam sederhana sangat baik. Pencapaian intelektual normal.
Kejang demam berulang terjadi pada 30-50% anak dengan kejang demam pertama di bawah
1 tahun dan 28% anak dengan kejang demam pertama di atas usia 1 tahun. Sekitar 10% anak
dengan kejang demam berulang tiga kali atau lebih. Anak dengan kejang demam kompleks
hanya memiliki resiko7% untuk mengalami kejang demam kompleks kembali. Faktor yang
memperbesar resiko terjadinya epilepsi meliputi pemeriksaan neurologis atau perkembangan
yang abnormal, riwayat epilepsi dalam keluarga dan kejang demam kompleks. Peluang
terjadinya epilepsi 2% jika terdapat satu faktor resiko dan 10% jika terdapat dua atau tiga
faktor resiko.8 Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat
rumat pada kejang demam.1
Analisa Kasus
20
An. AA usia 6 bulan didiagnosa kejang demam sederhana sesuai dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (darah rutin, elektrolit, dan gula darah
sewaktu). Diagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan cukup dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Berdasarkan konsensus kejang demam IDAI 2016, kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial. Adapun kejang demam sederhana adalah kejang yang
berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum (tonik dan atau klonik) serta tidak berulang
dalam 24 jam. Kejang demam sederhana umumnya berlangsung kurang dari 5 menit dan
berhenti sendiri. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami demam terlebih
dahulu yang kemudian diikuti oleh kejang yang bersifat umum (tonik) sebanyak 1 kali selama
kurang lebih 10 menit. Berdasarkan pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan neurologis
fokal, kaku kuduk, maupun tanda rangsang meningeal lainnya. Hal ini menyingkirkan
diagnosis infeksi susunan saraf pusat yaitu meningitis.
Tatalaksana yang harus dilakukan adalah pemberian stesolid per rektal 5 mg (berat badan
pasien= 5 kg). Jika kejang tidak berhenti dapat diberikan 1 kali lagi dengan interval 5 menit.
Apabila kejang tidak juga berhenti, maka pasien harus dibawa ke rumah sakit untuk diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit.
Daftar pustaka
1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S. Rekomendasi
penatalaksanaan kejang demam. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2016.h.1-11.
2. Delpisheh A, Veisani Y, Sayehmiri K, Fayyazi A. Febrile seizures: etiology, prevalence and
geographical variation. Iran J Child Neurol 2014;8(3):30.
3. Dewanti A, Widjaja JA, Tjandrajani A, Burhany AA. Kejang demam dan faktor yang
mempengaruhi rekurensi. Sari Pediatri 2012;14(1):59-60.
4. Pudjidi AH, Latief A, Budiwardhana N. Buku ajar pediatri gawat darurat. Jakarta:Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2011.h.31-5.
5.Seinfeld DOS, Pellock JM. Recent research on febrile seizures: a review. J Neurol
Neurophysiol 2014;4(165):2-3
6. Khair AM, Elmagrabi D. Febrile seizures and febrile seizure syndromes: an updated
overview of old and current knowledge. Neurology Research International 2015;2015:2.
21
7. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
pelayanan medis IDAI. Jilid 1. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2010.h.152.
8. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu kesehatan anak
esensial. Singapura:Elsevier;2014.h.740-1.
22