Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL PENELITIAN

KOMPLIKASI PENDERITA SIROSIS HATI DI


RSUD KOJA

PERIODE AGUSTUS-NOVEMBER 2017

Imelda

102014030

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab oleh berkat dan
rahmat-Nya proposal penelitian ini dapat terselesaikan.
Proposal yang berjudul “Komplikasi Penderita Sirosis Hati di RSUD
Koja” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
sarjana kedokteran pada Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Suzanna Ndraha, SpPD-KGEH, FINASIM sebagai
pembimbing penelitian di Departemen Penyakit Dalam RSUD Koja. Penulis juga
berterima kasih kepada DR. dr. Mardi Santoso, DTM&H, SpPD-KEMD,
FINASIM, FACE selaku Dekan dan Kepala Bagian Departemen Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari proposal
penelitian ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun agar
penelitian ini dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Penulis berharap proposal
penelitian ini dapat diterima dan selanjutnya penelitian ini dapat dilakukan.

Jakarta, Maret 2017

Penulis
Lembar Pengesahan

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL

Judul : Komplikasi Penderita Sirosis Hati di RSUD KOJA


Penyusun : Imelda
NIM : 102014030
Pembimbing I : dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH
Pembimbing II : dr. Marshell Tendean, SpPD
Tanggal Ujian :

Jakarta, Maret 2017


Disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Suzanna Ndraha, SpPD, KGEH dr. Marshell Tendean,SpPD

Mengetahui,
Manager PSSK
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana

dr. Ernawaty Tamba, MKM


BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Sirosis hati merupakan keadaan dimana terjadinya kerusakan pada hati dan
fungsinya. Secara sederhana, sirosis hati dapat dikatakan sebagai penyakit hati
tingkat akhir yang terjadi ketika jaringan parut atau fibrosis menggantikan
jaringan hati yang sehat.1 Sirosis ditimbulkan dari berbagai mekanisme kerusakan
pada hati yang menyebabkan terjadinya reaksi nekro inflamasi dan mekanisme
perbaikan luka. Secara histologi, sirosis hati dikarakteristikkan sebagai regenerasi
difus nodular yang dikelilingi oleh septa fibrotik padat dengan menghilangnya
beberapa parenkim dan kolapsnya struktur hati, bersama-sama membentuk
distorsi dari vaskularisasi hepatik.2
Secara global, sirosis hati bertanggung jawab terhadap lebih dari satu juta
kematian pada tahun 2010 yang setara dengan 2% dari total mortalitas di dunia
pada tahun yang sama.3 Berdasarkan data WHO (World Health Organization)
pada tahun 2012 mengatakan bahwa kasus sirosis hati sebagian besar terjadi pada
usia di atas 20 tahun dan 20%-30% kasus disebabkan oleh tingginya konsumsi
alkohol. Data kejadian sirosis hati yang tercatat di WHO (World Health
Organization) 2012 menyatakan bahwa lebih banyak penderita pria (52.7%)
dibandingkan dengan wanita (16.6%) dan sebagian besar kasus diakibatkan dari
sekuele hepatitis.3 Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B terbesar kedua di asia tenggara setelah myanmar dengan 28 juta
penduduk terinfeksi dan 14 juta penduduk mengalami infeksi kronik yang dapat
menyebabkan sirosis hati.4 Kematian yang diakibatkan dari hati sirosis merupakan
sesuatu yang harus diperhatikan pasalnya jumlah kematian secara global akibat
sirosis hati meningkat cukup signifikan sejak tahun 1980 (1.54% mortalitas
global) hingga tahun 2010 (1.98% mortalitas global) dengan mortalitas pria dua
kali wanita.5
Pasien dengan sirosis hati biasanya memiliki beragam keluhan tergantung dari
tingkat keparahan sirosis dimana sirosis bersifat dini atau terkompensasi, adanya
hipertensi portal serta kegagalan fungsi hati akibat proses kronik aktif.2 Sebagian
pasien dengan sirosis hati yang terkompensisasi sempurna asimptomatis sehingga
pada umumnya mereka tidak mengetahui mengenai penyakitnya sebelum
melakukan pemeriksaan menyeluruh. Akan tetapi, bisa juga timbul keluhan yang
tidak khas seperti merasa badan tidak sehat, kurang semangat untuk bekerja, rasa
kembung, mual, mencret kadang sembelit, tidak selera makan, berat badan
menurun, otot-otot melemah, dan rasa cepat lelah.2,3,4 Keluhan yang timbul baik
itu sedikit atau banyak tergantung dari luasnya kerusakan pada parenkim hati.
Apabila timbul kuning pada kulit maka dipastikan sedang terjadi kerusakan sel
hati. Tetapi, jika sudah masuk ke dalam fase dekompensasi maka gejala yang
timbul bertambah dengan gejala dari kegagalan fungsi hati dan adanya hipertensi
portal.2,6
Sirosis hati kerap kali menimbulkan berbagai komplikasi yang turut
mempengaruhi tingkat morbiditas dan mortalitas pada kasus tersebut. Beberapa
komplikasi tersering dari sirosis hati adalah hipertensi portal, asites serta
pendarahan varises.2 Sirosis hati yang disertai hipertensi portal dikarakteristikan
sebagai adanya peningkatan resistensi vaskular pada hati disertai dengan kontraksi
aktif dari sel myofibroblast pada hati. Asal dari sel myofibroblast tersebut adalah
sel stelata hepatik aktif (HSCs). Aktivasi dari HSC(Hematopoetic Stem Cell)
menyebabkan mekanisme perbaikan luka, produksi zat kolagen, kontraksi sel dan
menstimulasi reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1R) pada sistem RAS (Reticular
Activating System) yang mengembangkan gejala hipertensi portal.2,7 Asites
merupakan komplikasi sering dari sirosis dan berasosiasi dengan prognosis yang
buruk. Saat asites mencapai tingkat lanjut pasien akan mengalami
ketidaknyamanan pada abdomen serta terganggunya sistem pernapasan sehingga
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Asites merupakan lanjutan komplikasi
dari hipertensi portal dimana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik dalam
sinusoid hati yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga peritoneum.8
Pendarahan varises terutama varises esophagus juga merupakan salah satu
komplikasi lanjutan dari hipertensi portal dan berasosiasi dengan tingginya
mortalitas pada setiap episode.9
Beberapa komplikasi lain juga ditemukan pada pasien dengan sirosis hati
walaupun secara statistik tidak sesering komplikasi hipertensi portal, asites dan
pendarahan varises. Komplikasi tersebut diantaranya adalah hepatik ensefalitis
dimana pasien mengalami gejala berupa gangguan kognitif terkait dengan
sirosis10, trombosis vena portal pada pasien sirosis dekompensata11, dan gagal
ginjal akut yang merupakan salah satu komplikasi paling parah yang dialami oleh
pasien sirosis dan biasanya sudah didahului oleh komplikasi pendarahan varises
dan peritonitis bakterial spontan.12

b. Rumusan Masalah
Angka mortalitas sirosis hati cukup tinggi jika disertai komplikasi dan faktor-
faktor lain yang memperberat keadaan penyakit ini. Hipertensi portal, asites dan
pendarahan varises merupakan komplikasi tersering penderita sirosis hati. Akan
lebih baik jika komplikasi tersebut dapat dicegah sehingga akan menekan
mortalitas. Data mengenai hal ini belum tercatat secara pasti khususnya di
Indonesia. Pada proposal ini akan dilakukan evaluasi mengenai komplikasi yang
timbul pada pasien sirosis hati di RSUD Koja. Tujuannya agar dapat mencegah
dan mengurangi mortalitas pada pasien sirosis hati.

c. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana karakteristik pasien sirosis hati yang mengalami komplikasi
di RSUD Koja?
2. Bagaimana proporsi dari komplikasi pasien sirosis hati di RSUD Koja?
3. Apa saja jenis komplikasi yang ditimbulkan dari sirosis hati pada pasien
rawat inap di RSUD Koja?
d. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien sirosis hati yang mengalami
komplikasi di RSUD Koja
2. Untuk mengetahui proporsi pasien sirosis hati yang mengalami
komplikasi di RSUD Koja
3. Untuk mengetahui jenis komplikasi yang ditimbulkan dari sirosis hati di
RSUD Koja

e. Hipotesis Penelitian
Peneliti hendak mendeskripsikan pengamatan di lapangan tanpa menguji
hipotesis, karena peneliti tidak merumuskan hipotesis deskriptif dan hanya
mengutarakan rumusan masalah deskriptif yang akan dijawab dengan
menggunakan data kuantitatif.

f. Manfaat Penelitian
a. Bila diketahui jenis komplikasi dan karakterikstik yang ditimbulkan dari
sirosis hati di RSUD Koja akan memberikan data epidemiologi sirosis hati
serta gambaran fisik sirosis hati di RSUD Koja
b. Bila diketahui proporsi pasien sirosis hati yang mengalami komplikasi di
RSUD Koja akan memberikan data kepada peneliti selanjutnya mengenai
komplikasi dari sirosis hati di Indonesia

g. Keaslian Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang pertama kali dilakukan di RSUD Koja.
Sebelumnya penelitian serupa belum pernah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2 persen
dari berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Unit
fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang
beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia
mengandung 50.000 sampai 100.000 lobulus. Hati memiliki beberapa fungsi,
yaitu tempat metabolisme nutrisi makro (karbohidrat, lemak, dan protein), tempat
penyimpanan besi dan vitamin, pembentuk faktor koagulasi, pembentuk empedu,
serta metabolisme berbagai hormon dan obat-obatan.13

Hati letaknya sebagian besar pada region hipokondrika dekstra,


epogastrika dan sebagian kecil di hipokondrika sinistra. Batas atas hati berada
sejajar denga ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri. Berat pada pria dewasa antara 1,4-1,6 kg (1/36 berat
badan), pada wanita dewasa antara 1,2-1,4 kg. Panjang kanan-kiri pada dewasa
normal 15 cm, tinggi bagian terkanan 15-17 cm, dan tebal 12-15 cm. Warna
permukaannya coklat kemerahan serta konsistensinya padat kenyal. Mempunyai 5
permukaan yaitu fasies superior, fasies dekstra, fasies anterior, fasies posterior,
dan fasies inferior. Fasies superior, dekstra, anterior dan posterior disebut juga
sebagai fasies diafragmatika. Peralihan antara fasies anterior dan fasies inferior
merupakan pinggiran tajam yang disebut margo inferior. Hati mempunyai lobus
dekstra dan sinister. Lobus dekstra dibagi menjadi segmen anterior dan posterior
oleh fisura segmentalis dekstra sedangkan lobus sinister dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Ligamentum falsiformis berjalan
dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.13

Peritoneum hampir menyelubungi seluruh permukaan hati kecuali suatu


daerah telanjang (bare area) pada fasies posterior hepatik dan pada tempat dimana
terjadi duplikatur yang menjadi ikat hati seperti ligamentum falsiforme hepatis
yang menggantungkan hati ke diafragma dan dinding perut depan, Ligamentum
koronari hepatis yang menggantungkan hati ke puncak diafragma, ligamentum
triangularis hepatis yang menggantungkan hati ke diafragma kanan, dan
diafragma kiri, omentum minus yang menghubungkan porta hepatis, serta fisura
sagitalis sinistra bagian belakang dengan kurvatura minor ventrikuli dan pars
superior duodeni.14

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai


lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan hexagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk
kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari
lobulus.Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan
sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan
cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid
dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan
melawan invasi bakteri dan agen toksik.Selain cabang-cabang vena porta dan
arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, terdapat juga saluran
empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat
kecil yang disebut sebagai kanalikuli, yang berjalan ditengah lempengan sel hati.
Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang
bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar sehingga
membentuk duktus koledokus.1
2.1.2 Gambaran Umum Sirosis Hati
Sirosis merupakan manifestasi stadium akhir dari penyakit hati
kronik progresif. Hal ini dikarakteristikkan dengan hilangnya parenkim
hati, pembentukan septa fibrous dan nodul abnormal yang akhirnya
menyebabkan distorsi arsitektur yang normal, anatomi vaskuler normal
serta mikrosirkulasi.15
Di negara barat penyebab dari sirosis hati yang tersering akibat
alkohol sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak
dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C
(30-40%), dan penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa
etiologi dari sirosis hepatis antara lain Virus hepatitis (B,C,dan D),
Alkohol (alcoholic cirrhosis), Kelainan metabolik (hemokromatosis,
penyakit Wilson, defisiensi alpha-1-antitripsin, galakstosemia dan
tironemia), kolestasis, gangguan imunitas, toksisitas obat (metotreksat,
amiodaron, dan INH), sumbatan saluran vena hepatika dan kriptogenik.2
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain
kematian sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis
hepatis pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan
oleh berbagai macam faktor. Sebagai respon terhadap kematian sel-sel
hepatosit, maka tubuh akan melakukan regenerasi terhadap sel-sel yang
mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung
kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena
sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan
III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian
lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi
pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses
ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang
dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular
tekanan tinggi, beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus,
perpindahan protein antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.17
Pada penelitian D’Amico et al., 16
yang mengkombinasikan dua penelitian
besar dengan melibatkan 1649 pasien, terdapat empat stadium klinis atau
sirosis hati, yang dapat membedakan gambaran klinis dan mempunyai
prognosis yang berbeda. Tiap stadium didefiniskan dengan ada tidaknya
komplikasi sirosis yang telah disetujui berdasarkan konferensi konsensus
Baveno IV, yaitu :16
1. Stadium 1 dikarakteristikkan dengan tidak adanya varises
esofagus dan asites. Pasien mempunyai angka mortalitas 1% per
tahun. Pasien sirosis stadium 1 yang berkembang menjadi
stadium lebih tinggi didapatkan 11,4% per tahun; 7% karena
perkembangan varises dan 4,4% karena perkembangan tanpa
varises.
2. Stadium 2 dikarakteristikkan dengan adanya varises esofagus
tanpa asites dan perdarahan. Pasien mempunyai angka mortalitas
3,4% per tahun. Pasien pada stadium ini umumnya akan menjadi
stadium yang lebih tinggi karena perkembangan asites (6,6% per
tahun) atau dengan perkembangan perdarahan variseal sebelum
atau saat perkembangan asites (4% per tahun).
3. Stadium 3 dikarakteristikkan dengan adanya asites dengan atau
tanpa varises esofagus pada pasien tanpa riwayat perdarahan.
Angka mortalitas pada stadium ini 20% per tahun, lebih tinggi
signifikan dibandingkan dua stadium sebelumnya. Pasien pada
stadium ini dapat menjadi stadium 4 dengan adanya perdarahan
(7,6% per tahun).
4. Stadium 4 dikarakteristikkan dengan adanya perdarahan
gastrointestinal dengan atau tanpa asites. Angka mortalitas 1
tahun pada pasien stadium ini adalah 57% (hampir separuh dari
kematian terjadi dalam 6 minggu dari episode awal perdarahan).
D’ Amico et al., 16 membagi stadium 1 dan 2 menjadi sirosis kompensata
sedangkan stadium 3 dan 4 digolongkan dalam sirosis dekompensata.
Prognosis sirosis hati
Ada tidaknya komplikasi menentukan prognosis pasien sirosis hati. Pada
pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, bila
tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Harapan hidup 10
tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47 %, sedangkan pada sirosis
dekompensata hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.16

Skor Child Pugh


Skor CP yang pertama kali diperkenalkan tahun 1973, merupakan
modifikasi dari skor Child-Turcotte Pugh (CTP), yaitu dengan
mengganti variabel status nutrisi dengan waktu prothrombin.2. Skor CP
awalnya digunakan untuk stratifikasi pasien yang menjalani pembedahan
pirau untuk dekompresi portal.14

Tabel 1. Klasifikasi Child Pugh14


Nilai
Parameter
1 2 3
Asites Tidak ada Ringan Sedang
Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3
Albumin (g/dL) >3,5 2,8 sampai 3,5 <2,8
Waktu protombin
Pemanjangan 1-3 4-6 >6
waktu protombin
(detik)
INR < 1,7 1,7-2,3 >2,3
Ensefalopati Tidak ada Derajat 1-2 Derajat 3-4

Dari tabel diatas, skor Child A bila didapatkan skor 5-6, Child B 7-9 dan
Child C 10-15.14
Variabel-variabel yang tercakup dalam skor CP sering dianggap sebagai
fungsi sintesis (albumin dan protrombin) dan eliminasi (bilirubin) dari
liver. Albumin juga tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi sintesis hati tapi
juga adanya klirens atau pengeluaran transvaskuler, misalnya pada sepsis
dan asites. Bilirubin juga akan meningkat pada insufisiensi ginjal,
hemolisis dan sepsis; dimana hal-hal tersebut jarang dijumpai pada
pasien sirosis hati. Penurunan indeks prothrombin dapat berhubungan
dengan adanya aktivasi koagulasi, dimana penyebab utamanya adalah
sepsis. Ensefalopati metabolik juga dapat dipresipitasi oleh insufisiensi
ginjal atau sepsis. Variabel-variabel seperti albumin, bilirubin,
prothrombin dan ensefalopati menunjukkan dapat berasal dari spektrum
yang lebih luas dibandingkan murni dari fungsi liver.14

Skor MELD
Skor MELD merupakan modifikasi dari skor risiko yang digunakan pada
pasien yang menjalani transjugular intrahepatic portosystemic shunt
(TIPS). Pada tahun 2001 skor MELD pertama kali digunakan Malinchoc
et al.,(2000) untuk menghitung severitas penyakit liver dan risiko
mortalitas pada pasien yang sedang menunggu dilakukannya
transplantasi hati. Skor MELD telah diuji validitasnya dengan data yang
diperoleh dari kelompok pasien yang berbeda, yaitu pasien yang dirawat
dengan penyakit hati dekompensasi dan pasien sirosis non kolestatik
yang menjalani rawat jalan. Kedua kelompok tersebut dilakukan analisis
akurasi dalam memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan
menggunakan concordance statistic (statistik-c) yang ekuivalen dengan
kurva area under receiver-operating characteristic (AUROC). Pada
kelompok pasien yang dirawat dengan penyakit hati dekompensasi, skor
MELD dapat memprediksi mortalitas dalam 3 bulan dengan 0,87
dibandingkan 0,84 untuk skor CP. Pada kelompok pasien rawat jalan
dengan sirosis non kolestatik diperoleh 0,80.14

Didapatkan data prevalensi mengenai karakteristik pasien sirosis hati


berdasarkan hubungannya dengan gender dan Child Pugh yang
dilakukan pada 2009 didapatkan data prevalensi menurut pengukuran
MAMC terdapat 20 orang yang menderita malnutrisi pada pria dan 5
orang wanita. Terdapat perbedaan malnutrisi yang cukup signifikan
antara pria dan wanita. Pada kelompok umur malnutrisi, 10 orang
terdapat pada kelompok umur < 40 tahun,12 orang pada kelompok umur
40-60 tahun, dan 3 orang pada kelompok usia >60 tahun. Tidak terdapat
perbedaan yang cukup signifikan pada kelompok usia. 18

2.1.3 Komplikasi Sirosis Hati dan Penatalaksanaannya


Sirosis hati yang berjalan lama akan menimbulkan berbagai komplikasi
yang akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas dari sirosis hati itu
sendiri. Komplikasi pada pasien sirosis hati lebih sering terjadi pada pria
dan usia lanjut. Sebuah studi menunjukkan kecenderungan komplikasi
pada pasien sirosis hati terjadi pada pria (75%% Vs 25%%) dan usia
diatas 60 tahun (62.5% Vs 37.5%).19 Beberapa komplikasi yang akan di
bahas dalam proposal ini adalah :
1. Hipertensi Porta
Hipertensi porta adalah komplikasi mengganggu yang dihasilkan dari
obstruksi aliran darah portal khususnya pada kasus sirosis hati.
Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik hingga peningkatan tekanan
portal dapat menyebabkan hipertensi porta pada kasus sirosis hati.7,19
Meskipun data epidemiologi masih belum tersedia secara pasti, hipertensi
portal dapat dinyatakan sebagai salah satu komplikasi yang sering
ditemukan dan menyebabkan sindrom pada pasien dengan sirosis hati
yang dikarakterisasikan dengan peningkatan gradien tekanan vena hepatik
diatas 5mmHg.19 Hipertensi portal pada pasien sirosis hati
dikarakteristikan sebagai adanya peningkatan resistensi vaskular pada hati
disertai dengan kontraksi aktif dari myofibroblast pada hati. Asal dari
myofibroblast tersebut adalah sel stelata hepatic aktif (HSCs). Aktivasi
dari hemopoetic stem cell (HSC) menyebabkan mekanisme penyembuhan,
produksi zat kolagen, kontraksi sel dan menstimulasi reseptor angiotensin
II tipe 1 (AT1R) pada sistem reticular activating system (RAS) yang
mengembangkan gejala hipertensi portal.2,7 Selain itu, aktivasi
hemopoetic stem cell (HSC) memegang peran mayor dalam mensintesis
komponen matriks ekstraselular salah satunya adalah Protease Activated
Reseceptor (PARs) yang merupakan anggota dari kelompok G-protein
coupled receptor. Protease Activated Resecptor (PAR) teridiri dari
Protease Activated Resecptor 1 (PAR1), Protease Activated Resecptor 3
(PAR3), dan Protease Activated Reseceptor 4 (PAR4) yang dapat
diaktivasi oleh trombin dan Protease Activated Resecptor 2 (PAR2) yang
diaktivasi oleh faktor Xa dan tripsin. Pada hati yang mengalami injuri
kronik seperti sirosis, produksi Protease Activated Resecptor (PAR)
meningkat sehingga meningkatkan pula zat aktivator seperti trombin dan
faktor Xa sehingga menyebabkan terjadinya formasi trombus dan oklusi
dari vena kecil di hati dan sinusoid yang menyebabkan distorsi vaskular
dan hilangnya jaringan parenkim sehingga terjadi peningkatan resistansi
vaskular didalam hati yang berujung pada hipertensi portal.23 Pada pasien
dengan sirosis hati, terjadi juga penurunan produksi/biovailibility dari
nitrit oxide (NO) dikarenakan adanya inhibisi dari enzyme endothelial NO
synthase (eNOS) oleh caveolin-1 yang kadarnya meningkat pada pasien
sirosis hati. Berfungsi sebagai zat pelebar pembuluh darah, penurunan
nitrit oxide (NO) menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah
yang juga dapat meningkatkan resistensi vaskular intrahepatik.19

Gambar 1. Sirosis hati menghasilkan peningkatan resistansi vaskular didalam hati sehingga
menyebabkan peningkatan gradien tekanan vena porta yang biasa disebut dengan hipertensi
portal. Hipertensi portal menyebabkan respon diluar hati berupa sindrom sirkulasi
hiperdinamik dimana terjadi penurunan MAP(mean arterial pressure), resistensi vaskular
sistemik dan meningkatnya indeks kardiak yang akan berhubungan dengan terjadinya asites
dan varises esopagus.18
Hipertensi portal yang signifikan secara klinis dan dapat menimbulkan
keluhan terjadi apabila gradien tekanan dari porta hepatik ≥10mmHg.21
Ketika tekanan porta hepatik melebihi 10mmHg maka pasien akan
mengalami pembentukan varises esopagus dan saat tekanannya melebihi
12mmHg maka pasien akan mengalami resiko pendarahan akibat
pecahnya varises.21,22 Gejala lain yang tercatat muncul pada pasien
dengan hipertensi portal adalah adanya pembuluh darah kolateral pada
dinding usus, splenomegali dan trombositopenia. Dapat juga dilihat
adanya spider angiomata dan ginekomastia.10 Hipertensi porta dapat
diukur dengan mengukur gradien tekanan vena hepatika dengan
menggunakan prosedur invasif. Apabila pasien alergi terhadap kontras,
memiliki riwayat aritmia jantung, atau trombositopenia pasien tidak boleh
melakukan pengukuran hepatic venous pressure gradient (HVPG)
sehingga dapat dilakukan prosedur non invasif seperti ultrasonografi yang
akan memperlihatkan adanya rata-rata aliran portal <12cm/s, diameter
vena portal >13mm dan nampaknya kolateral portosistemik.21,22

Gambar 2. (kiri) gambaran spider nevi/spider angiomata pada pasien


yang mengalami sirosis hati disertai hipertensi porta. (kanan) gambaran temuan
USG(ultrasonografi) pada pasien dengan hipertensi porta yang menunjukkan
pelebaran diameter pembuluh darah disertai dengan adanya pembuluh darah
kolateral.22
Penanganan hipertensi porta meliputi penggunaan beberapa obat yang
dipercaya dapat menurunkan gejala maupun mengembalikan kondisi dari
hipertensi porta terkait dengan mekanisme terjadinya penyakit ini.
Berdasarkan mekanisme terjadinya hipertensi portal akibat penurunan
produksi nitrit oxide (NO), maka simvastatin dan beta bloker dapat
digunakan untuk mengatasi hipertensi portal.19,23 Simvastatin dipercaya
dapat meningkatkan produksi nitrit oxide (NO) pada sel endotel sinusoid
sehingga dapat menurunkan tekanan vaskular intrahepatik. Penelitian
yang dilakukan oleh Flores, dkk menunjukkan bahwa setelah mengamati
pasien hipertensi portal selama 3 bulan menggunakan simvastatin
40mg/hari terjadi penurunan tekanan hepatic venous gradient pressure
(HVPG) secara signifikan hingga 20% batas normal atau <12mmHg
setelah pengobatan dibandingkan dengan plasebo (p=0.036).19 Beta
bloker diyakini dapat menurunkan tekanan porta dengan menurunkan
curah jantung dan vasokontriksi pada pembuluh spanknik apabila
digunakan dalam dosis maksimal dapat menurunkan tekanan porta secara
signifikan dalam pemakaian minimal 1 bulan (p<0.05).23 Sedangkan,
terkait dengan mekanisme munculnya hipertensi porta akibat
meningkatnya trombin dan faktor koagulasi Xa, maka penggunaan anti
koagulan seperti rivaroxaban yang mengahambat faktor Xa secara
langsung maupun hatiin yang memiliki efek anti Xa dan anti trombin
dapat dipertimbangkan. Sebuah penelitian menunjukkan penggunaan
rivaroxaban 20mg/kg/hari dalam waktu 2 minggu dapat menurunkan
tekanan porta tanpa mengubah aliran darah porta akibat menurunnya
stress oksidatif dan meningkatnya bioavalibilitas nitrit oxide (NO) serta
memperbaiki disfungsi endotelial (p=0.001).20
2. Pendarahan Varises Gastroesophageal
Varises esophagus merupakan salah satu komplikasi lanjutan dari
hipertensi porta pada pasien sirosis. Ketika pasien dengan hipertensi porta
tekanan portanya sudah mencapai 10 mmHg maka pasien sudah memiliki
resiko untuk terbentuknya varises esopagus, sedangkan ketika tekanan
melebihi 12 mmHg kemungkinan untuk varises tersebut pecah dan
mengalami pendarahan menjadi tinggi.21,22 Pada penderita sirosis hati
yang mengalami hipertensi portal, akan terbentuk pembuluh darah
kolateral portosistemik yang membagi darah portal ke sirkulasi sistemik
tanpa melewati hati. Kolateral yang paling sering terbentuk adalah varises
gastroesopageal yang merupakan pembuluh darah yang rentan terhadap
kebocoran darah dan pecah sehingga menyebabkan pendarahan traktus
gastrointestinal bagian atas. Selain munculnya varises gastroesopageal,
kolateral ini juga memungkinkan lewatnya berbagai substansi seperti
obat, racun, hormon, produk bakteri, amonia ke sirkulasi sistemik padahal
seharusnya substansi tersebut masuk ke hati, hal ini bertanggung jawab
atas terjadinya komplikasi lain seperti ensefalopati hepatik, peritonitis
bakterial atau bahkan sepsis.24 Terbentuknya kolateral terjadi akibat
adanya perubahan tekanan portal yang pertama kali dideteksi oleh
vaskular mikrosirkulasi usus diikuti oleh arteri pada sirkulasi splanknik.
Vaskular tersebut membentuk beberapa faktor angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan placental growth factor (PIGF)
yang memulai terbentuknya kolateral portosistemik.19,24 Hal ini diketahui
dari adanya penelitian yang menunjukkan penurunan pembentukan
kolateral portosistemik sebesar 18%-78% dengan pemberian anti
VEGFR2 dan anti PIGF.19
Perkembangan dari varises gastroesopageal pada pasien sirosis hati
terjadi dengan laju 7% per tahun dengan laju jumlah pendarahan pada 1
tahun pertama setelah diagnosis adalah sekitar 12% (5% untuk varises
kecil hingga 15% untuk varises besar). Kejadian varises gastroesopageal
dan pendadrahan akibat rupturnya varises tersebut merupakan suatu hal
yang letal yang harus mendapatkan penanganan serius.25 Beberapa
medikamentosa digunakan dengan tujuan untuk mengurangi tekanan
portal seperti beta bloker non-selektif untuk memberikan efek
vasokontriksi pada splanknik, nitrat dan simvastatin untuk meningkatkan
penghantaran nitrit oxide (NO), serta angiotensin-converting enzyme
(ACE)-inhibitor dan angiotensin receptor blockers (ARB) untuk
memblokade renin angiotensin aldosterone system (RAAS). Terapi ini
diharapkan dapat mencegah pecahnya varises esophageal dengan
mengontrol tekanan porta.25,26 Terapi definit yang ditujukan langsung
terhadap varises gastroesopageal itu sendiri adalah prosedur endoskopi
yang dugunakan untuk meletakkan pita elastik pada varises (ligasi
varises) atau menginjeksikan agen sclerosis pada varises atau
menginjeksikan bahan pelekat jaringan (obturasi varises).25 Penanganan
dari pendarahan akut varises esopagus dilakukan dengan menanam atau
memasangkan stent pada esopagus selama 7 hari. Pendarahan akan
berhenti langsung setelah stent dipasang hingga di lepas.26

Gambar 3. Gambar dari endoskopi saat melakukan penanganan varises


esopagus. A. pendarahan dari esophageal tanpa hemostatis setelah dilakukan ligasi
dengan pita elastik. B. esopagus langsung setelah pemasangan stent. C. esopagus 7
haru setelah pemasangan stent c. esopagus setelah pelepasan stent. Sudah tidak
nampak pendarahan26

3. Asites
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga
peritoneum.. Pada penderita penyakit hati, cairan merembes dari
permukaan hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sperti
hipertensi portal, menurunnya kemampuan pembuluh darah untuk
menahan cairan, tertahannya cairan oleh ginjal, perubahan dalam berbagai
hormon dan bahan kimia yang mengatur cairan tubuh.21 Hipertensi portal
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam sinusoid hati dan menyebabkan
masuknya cairan ke dalam rongga peritoneum, selain itu trombosis vena
hepatik akut menyebabkan hipertensi portal setelah sinusoidl, biasanya
berhubungan dengan asites. Sel endotel sinusoidal membentuk pori-pori
membran ekstrim yang hampir sepenuhnya permeabel terhadap
makromolekul, termasuk protein plasma. Sebaliknya, kapiler splanknikus
memiliki ukuran pori 50-100 kali lebih rendah dari sinusoid hepatik.
Akibatnya, gradien tekanan onkotik trans-sinusoidal dalam hati hampir nol
ketika dalam sirkulasi splanknikus yaitu 0,8-0,9 (80% -90% dari
maksimum).19 Gradien tekanan onkotik seperti ujung ekstrim pada efek
spektrum minimal terhadap perubahan konsentrasi albumin plasma
tersebut terhadap pertukaran cairan transmikrovaskular. Oleh karena itu,
konsep lama yang menyatakan asites dibentuk sekunder terhadap
penurunan tekanan onkotik adalah palsu, dan konsentrasi albumin plasma
memiliki pengaruh kecil pada laju pembentukan asites.21 Hipertensi portal
sangat penting terhadap perkembangan asites, dan asites jarang terjadi
pada pasien dengan gradien vena portal hepatik <12 mmHg. Sebaliknya,
insersi dari samping ke sisi portacaval shunt menurunkan tekanan portal
sering menyebabkan resolusi dari asites.19,21,22 Perkembangan
vasokonstriksi ginjal pada sirosis yang terkomplikasi hipertensi porta
adalah sebagian respon homeostatis yang melibatkan peningkatan aktivitas
simpatik ginjal dan aktivasi sistem renin-angiotensin untuk menjaga
tekanan darah selama vasodilatasi sistemik. Sirosis dikaitkan dengan
peningkatan reabsorpsi natrium baik pada tubulus proksimal dan tubulus
distal. Peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus distal adalah karena
peningkatan konsentrasi aldosteron di sirkulasi. Peningkatan reabsorbsi
natrium secara bersamaan akan meningkatkan reabsorpsi cairan sehingga
menyebabkan terjadinya asites pada pasien sirosis.27
Penanganan pasien dengan asites meliputi istirahat karena pada
pasien dengan sirosis dan asites, asumsi postur tegak dikaitkan dengan
aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik,
pengurangan di tingkat filtrasi glomerulus dan ekskresi natrium, serta
respon menurun terhadap diuretik. Efek ini bahkan lebih mencolok dalam
hubungan dengan latihan fisik moderat. Data ini sangat menyarankan
bahwa pasien harus diobati dengan diuretik saat istirahat.27,28 Pasien juga
dianjurkan untuk meretriksi konsumsi garam dengan melakukan diet
garam. Diet garam harus dibatasi, 90 mmol/hari (5,2 g) garam dengan
menerapkan pola makan tidak tambah garam dan menghindari makanan
olahan.29 Untuk pendekatan medikamentosa, pasien dengan asites diterapi
dengan tujuan mengeluarkan cairan dari rongga peritoneum sehingga obat-
obatan diuretik menjadi pilihan pengobatan. Spironolakton merupakan
antagonis aldosteron, bekerja terutama pada tubulus distal untuk
meningkatkan natriuresis dan mempertahankan kalium. Spironolakton
adalah obat pilihan di awal pengobatan asites karena sirosis. Dosis harian
inisial 100 mg bisa ditingkatkan sampai 400 mg untuk mencapai
natriuresis adekuat. Furosemid adalah diuretik loop yang menyebabkan
tanda natriuresis dan diuresis pada subyek normal. Hal ini umumnya
digunakan sebagai tambahan untuk pengobatan spironolacton karena
keberhasilan rendah bila digunakan sendirian pada sirosis. Dosis awal
furusemid adalah 40 mg/hari dan umumnya meningkat setiap 2-3 hari
sampai dosis tidak melebihi 160 mg/hari.27,28 Tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi asites adalah terapi parasintesis yaitu dengan
menarik keluar cairan yang berada di rongga peritoneum. Apabila dengan
paracintesis asites masih berulang maka dapat dilakukan Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS) dengan tujuan mengurangi
tekanan portal sehingga asites dapat dikurangi.29

Gambar 4. Gambaran mekanisme terjadinya asites pada pasien dengan sirosis hati
kronik. 27
4. Anemia
Belum ada definisi yang memuaskan untuk menggambarkan tentang anemia
pada penyakit hati. Pada sirosis hati anemia dijumpai merupakan kombinasi
dari hipervolemia masa hidup eritrosit yang memendek, perdarahan dan
berkurangnya kemampuan sumsum tulang untuk membentuk eritrosit.30
Anemia timbul apabila pemecahan/ pengeluaran eritrosit lebih besar daripada
pembentukan atau pembentukannya sendiri yang menurun. Oleh karenanya
anemia dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:
o Perdarahan (pengeluaran eritrosit yang berlebihan).
o Pemecahan eritrosit yang berlebihan (hemolisis)
o Pembentukan eritrosit yang berkurang.
Patogenesis anemia pada sirosis hati sepenuhnya belum dimengerti.
Walaupun itu sehubungan dengan kelemahan fungsi hati, tidak nampak
hubungan paralel antara derajat anemia dengan derajat kerusakan dan lamanya
penyakit hati. Biasanya berbagai faktor dapat menimbulkan anemia dimana
faktor-faktor ini bisa bekerja sendiri-sendiri atau berkombinasi.
Faktor-faktor itu adalah 30 :
- Penyakit kronis hatinya sendiri
- Hipervolemia
- Kehilangan darah
- Defisiensi zat besi
- Defisiensi asam folat
- Hipersplenisme
- Hemolitik
Peranan dari penyakit kronis hatinya sendiri
Hati merupakan organ yang penting untuk menghasilkan asam amino
esensial yang diperlukan untuk hemopoesis. Pada penyakit hati kronis,
kemampuan ini akan berkurang sehingga berakibat proses hemopoesis akan
terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya anemia. Walaupun demikian
hemoglobin mempunyai prioritas yang tinggi untuk menggunakan protein
sehingga hanya pada keadaan malnutrisi berat gangguan hemopoesis oleh
karena kekurangan/ketiadaan protein bisa terjadi.31
Pada sirosis hati bisa dijumpai anemia defisiensi besi yang biasanya sekunder
terhadap adanya perdarahan, misalnya dari varises esofagus yang pecah.
Walaupun demikian kadar besi plasma dan derajat saturasi diatur oleh hati
yang selain tempat penyimpanan besi, juga merupakan organ yang
menghasilkan transferin. 30
Pada sirosis hati, dimana alkohol merupakan penyebab kerusakan hati, maka
alkohol juga memiliki efek toksik langsung terhadap sumsum tulang. 30
1. Hipervolemia
Volume darah sering meningkat pada penderita sirosis hati, terutam dengan
asites. Volume darah rata-rata meningkat 15% lebih tinggi dari normal dan ini
cenderung memperbesar prevalensi dan derajat anemia. Hipervolemia ini bisa
parsial dan kadang-kadang total dihitung dari rendahnya Hb dan eritrosit pada
darah tepi 5-7. Besarnya hipervolemia dihubungkan dengan hipertensi portal,
bukan berdasarkan ada atau tidaknya asites. 32
2. Kehilangan darah
Perdarahan pada sirosis hati sering disebabkan pecahnya varises esofagus.
Perdarahan dapat juga disebabkan oleh ulkus peptikum atau hemoroid, sintesis
faktor pembekuan yang menurun, trombositopenia akibat hiperplenisme,
meningkatnya aktifitas fibrinolisis, DIC dan pembentukan yang abnormal
fibrinogen (disfibrinogenemia). Perdarahan dapat bersifat akut dengan
gambaran morfologi darah normokrom, normositik. Tidak dapat
dikesampingkan adanya faktor-faktor perdarahan yang tersembunyi yang
dapat menyebabkan penurunan besi total dalam tubuh, maka cadangan besi
yang ada pada hati akan dimanfaatkan secara maksimal sampai suatu saat
cadangan besi akan habis, maka secara klinis baru tampak penderita pucat
oleh karena defisiensi besi. 30
3. Defisiensi asam folat
Salah satu fungsi hati adalah tempat penyimpanan asam folat. Asam folat ini
akan dimetabolime menjadi bentuk aktif sebagai tetrahidrofolat. Asam folat
yang aktif berfungsi sebagai co-enzim dalam proses pendewasaan sel eritrosit
di sumsum tulang. Pada sirosis yang disebabkan oleh alkohol dapat terjadi
gangguan intake asam folat yang berlama-lama dan diikuti oleh keadaan
kerusakan jaringan hati. Maka metabolisme asam folat akan terganggu
sehingga timbul anemia megaloblastik. Pada sirosis hati, kebutuhan asam folat
meningkat, sedangkan kemampuan metabolisme asam folat menurun dan
peningkatan pengeluaran asam folat melalui urin meningkat. Disisi lain intake
asam folat sendiri tidak mencukupi dari makanan sehari-hari pada penderita
sirosis hati. Megabloblastik anemia dijumpai 10-20% penderita sirosis hati
terutama yang alkoholik. 30
4. Hipersplenisme
Pada sirosis hati dengan hipertensi portal, selalu terjadi splenomegali. Jandl.
dkk menduga limpa yang membesar memegang peranan yang penting dalam
penangkapan dan penghancuran eritrosit. Ini terbukti dengan lebih pendeknya
masa hidup eritrosit pada penderita dengan splenomegali dari pada yang tidak
mengalami splenomegali. Dengan memakai 51Cr red cell survival telah
dibuktikan adanya penangkapan eritrosit yang berlebihan oleh limpa pada
beberapa penderita. Tetapi pada umumnya penangkapan oleh limpa adalah
normal walaupun masa hidup eritrosit memendek. Pada beberapa penderita,
splenektomi akan diikuti oleh perbaikan proses hemolitik, tetapi pada
penderita yang lain, splenektomi hanya memberikan efek yang sedikit. Ga
mbaran darah tepi dari hipersplenisme bisa dijumpai salah satu atau kombinasi
anemia, lekopenia dan trombositopenia. 30
5. Hemolitik
Masa hidup eritrosit bervariasi antara 100-120 hari. Pada penyakit hati
alkoholik, masa hidup eritrosit cenderung menurun. Alasan mengapa terjadi
penurunan umur eritrosit ini, belum sepenuhnya dimengerti. Penelitian telah
membuktikan bahwa dijumpai perbaikan masa hidup eritrosit, jika
ditansfusikan ke orang normal, sehingga diduga faktor hemolitik berada di
ekstrakorpuskular. Walaupun unsur hemolitik ekstrakorpuskular berperanan
pada anemia oleh karena penyakit hati, tetapi gambaran klinis yang khas dan
gambaran hematologis dari anemia hemolitik tidak selalu dijumpai. Pada
sirosis hati dijumpai perubahan yang khas dari membran lipid eritrosit.
Dimana rasio kolesterol dan fosfolipid (CP ratio) membran eritrosit berubah
dan sebagai akibatnya dijumpai berbagai kelainan morfologi eritrosit, seperti
makrosit tipis, target sel dan spur sel. Tidak ada bukti bahwa kelainan itu
menyebabkan pemendekan umur eritrosit. Pada kegagalan fungsi hati berat,
penimbunan kolesterol dalam membran eritrosit tanpa penimbunan lesitin,
mengakibatkan terbentuknya spur sel. Spur sel (akantosit) berhubungan
dengan hemolisis, masa hidup eritrosit memendek dan menandakan penyakit
hati yang berat serta mempunyai prognosa yang buruk. Pada sirosis hati
dengan peningkatan asam empedu, dijumpai aktivitas enzim lesitin cholesterol
acyl transferase (LCAT) terganggu. Ini menyebabkan rasio kolesterol dan
lesitin membran eritrosit berubah, sehingga kekenyalan membran eritrosit
menjadi kaku, mudah terjadi skuesterisasi di limpa dan terjadi hemolisis.
Pada sirosis hati dapat dijumpai abnormalitas metabolisme eritrosit, yang
menyebabkan umur eritrosit lebih pendek. Stimulasi aktivitas pentosa fosfat
menurun. Ini menyebabkan glutation tidak stabil dan cenderung membentuk
Heinz-bodies. Abnormalitas metabolisme ini, membuat sel sensitif terhadap
oksidasi hemolisa. Kelainan metabolisme eritrosit lain yang dijumpai pada
sirosis adalah hipofosfatemia dengan penurunan ATP eritrosit dan sebagai
akibat terjadi hemolisis. 32

5. Hepatoma
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)
merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder
adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar
(metastasis) ke hati.33

Gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati


primer/utama adalah sakit perut dan pembengkakan perut, suatu hati yang
membesar, kehilangan berat badan, dan demam. Sebagai tambahan, kanker-
kanker hati dapat menghasilkan dan melepaskan sejumlah unsur-unsur,
termasuk yang dapat menyebabkan suatu peningkatan jumlah sel darah merah
(erythrocytosis), gula darah yang rendah (hypoglycemia), dan kalsium darah
yang tinggi (hypercalcemia).

Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang
merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah
faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnyaadalah virus hepatitis B dan
C.

Manifestasi Klinik Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup


oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Pada
permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, malah banyak tanpa keluhan.
Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang
sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah :33

i. Keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa


bengkak di perut kanan atas
ii. Nafsu makan berkurang,
iii. Berat badan menurun, dan rasa lemas.

• Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan


cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam,
demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari
dubur, dan lain-lain. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan
harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan..Pemeriksaan Alfa Feto
Protein(AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit
hepatoma ini Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed Tomographic
Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk
menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor.33
2.2 Kerangka Teori

Pasien Sirosis
Hati

Kompensata Dekompensata

Jenis Karakteristik
Komplikasi Pasien

Hipertensi
Usia
Portal

Pendarahan
Jenis Kelamin
Varises

Asites

Ensefalopati
Hepatikum

Anemia

Hepatoma
2.3 Kerangka Konsep

Kompensata
Pasien Sirosis
Karakteristik
Hati
Dekompensata
Jenis
Komplikasi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan cross-sectional dimana peneliti akan melakukan pengumpulan
data pada satu saat tertentu, yang dalam hal ini bukan berarti semua subjek
diamati tepat pada satu saat yang sama, tetapi pengumpulan data pada
setiap subjek hanya dilakukan satu kali saja.

3.2 Subjek dan Sampel Penelitian


3.2.1 Variabilitas Populasi
Target populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien sirosis hati di
RSUD Koja. Populasi sampel yang digunakan adalah semua pasien sirosis
hati di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja Jakarta selama Agustus 2017 -
November 2017. Sampel penelitian adalah pasien sirosis hati pada populasi
sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

3.2.2 Kriteria Subjek

h. Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel45 yaitu :

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

Semua pasien sirosis hati yang berusia 20-70 tahun

Semua pasien sirosis hati yang dirawat jalan dan dirawat inap

Semua pasien sirosis hati yang sadar penuh atau dalam kondisi baik

.
i. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2002).

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah :

Semua pasien sirosis hati yang tidak sadarkan diri atau dalam keadaan sakit
fisik dan kejiwaan.
Semua pasien sirosis hati yang menolak untuk dijadikan informan.

i. Besaran Sampel
Tidak membutuhkan besaran sampel karena pada penelitian ini tidak
merepresentasikan seluruh populasi dari mana sampel diambil.

3.2.4 Teknik penentuan sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara
berurutan yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah pasien yang
diperlukan terpenuhi.

3.3 Variabel Penelitian


3.3.1 Identifikasi Variabel
a. Sirosis hati kompensata
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Jenis komplikasi
e. Child pugh
3.3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur

Sirosis Hati penyakit hati Konsens Sirosis hati dekompensata -Ya Kategorik
Kompensata tingkat akhir us ditunjukkan dengan -Tidak al
yang terjadi Baveno kriteria dari konferensi
ketika jaringan IV konsensus Baveno IV,
parut atau yaitu stadium 1 yang
fibrosis dikarakteristikkan dengan
menggantikan tidak adanya asites dan
jaringan hati varises esofagus dan
yang sehat stadium 2 yang
tanpa adanya dikarakteristikkan dengan
gejala klinis. adanya perdarahan varises
esofagus tanpa adanya
asites dan pendarahan.
Diagnosis sirosis hati
kompensata ditegakkan
berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
(laboratorium dan USG
abdomen).
Sirosis Hati Kegagalan Konsens Sirosis hati dekompensata -Ya Kategorik
Dekompens fungsi hati us ditunjukkan dengan -Tidak al
ata dengan adanya Baveno kriteria dari konferensi
gejala klinis IV konsensus Baveno IV,
yang menonjol yaitu stadium 3 yang
dan komplikasi dikarakteristikkan dengan
yang jelas. adanya asites dengan atau
tanpa varises esofagus
pada pasien tanpa riwayat
perdarahan dan stadium 4
yang dikarakteristikkan
dengan adanya perdarahan
gastrointestinal dengan
atau tanpa asites.
Diagnosis sirosis hati
dekompensata ditegakkan
berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
(laboratorium dan USG
abdomen). Pada penelitian
ini kriteria dekompensata
ditunjukkan dengan Child
B dan C atau skor CP ≥ 7.

Usia merupakan Wawanc Ditetapkan berdasarkan Numerik


usia pasien ara tanggal kelahiran dalam
saat pertama satuan tahun
kali
didiagnosis
menderita
komplikasi
sirosis hati,
yang
dinyatakan
dalam satuan
tahun

Jenis sifat fenotipe Wawanc Informasi dari pasien a. Laki- Kategori


Kelamin seseorang ara laki. kal
yang b.
didapatkan Pere
berdasarkan mpu
formulir isian an
penelitian
Pendarahan Pendarahan Anamne -Adanya hematemesis -Ya Kategorik
Varises akibat sis dan melena -Tidak al
Gastroesofa pecahnya endosko - Ligasi Endoskopi
geal pembuluh pi
darah vena di
esofagus
bagian bawah
Asites Meningkatnya Pemerik -USG Abdomen -Ya Kategorik
cairan saan -Tidak al
intraperitoneal fisik dan
USG
Ensefalopati suatu kelainan Anamne -Pernah terdiagnosa sirosis -Ya Kategorik
Hepatikum dimana fungsi sis hati -Tidak al
otak - Kesadaran menurun
mengalami tanpa ditemukan penyebab
kemunduran lainnya
akibat zat-zat
racun di dalam
darah, yang
dalam keadaan
normal
dibuang oleh
hati.
Anemia berkurangnya Pemerik - Secara Klinis -Ya Kategorik
jumlah sel saan Kadar Hb < 10 -Tidak al
darah merah fisik (Lee GR, 2007)
atau - Kadar Ht
kandungan
hemoglobin di
dalam darah.

Hepatoma Tumor ganas Pemerik -USG : adanya tumor -Ya Kategorik


hati primer saan usg dihati > 2cm -Tidak al
yang berasal
dari hepatosit
Child Pugh Kriteria yang Pemerik melihat hasil pemeriksaan -Child Pugh Kategorik
digunakan saan laboratorium yaitu: A al
untuk menilai Penunja Albumin -Child Pugh
prognosis ng Bilirubin B
pasien sirosis Masa protombin -Child Pugh
hati Asites C
Ensefalopati
3.4 Bahan dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari formulir isian
penelitian pada penderita sirosis hati di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Koja Jakarta dari periode Agustus 2017 – November 2017. Data yang diambil
dari formulir isian penelitian meliputi nama, umur , jenis kelamin, jenis
komplikasi, dan penatalaksanaan komplikasi.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja
Jakarta dengan mengambil data pasien sirosis hati yang tercatat pada bulan
Agustus 2017 – November 2017.

3.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilaksanakan sebagai
berikut :
1. Pengajuan izin ethical clearance untuk prosedur penelitian yang akan
dilakukan kepada Komisi Etika Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.
2. Peneliti mengajukan permintaan surat pengantar dari bagian akademik
Program Studi Pendidikan Dokter FK Ukrida untuk dapat melakukan
penelitian di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja Jakarta.
3. Peneliti akan melakukan pengisian formulir isian penelitian yang dibantu oleh
koas Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja dalam periode Agustus 2017 – November
2017.
4. Peneliti akan mengumpulkan formulir isian penelitian pada akhir periode
Agustus 2017 – November 2017
5. Peneliti akan melihat karakteristik pasien sirosis hati dengan komplikasi sejak
Agustus 2017 – November 2017 yang tercantum pada formulir isian penelitian
dan menentukannya sebagai sampel jika memenuhi kriteria inklusi.
6. Peneliti mencatat data karakteristik pasien sirosis hati dengan komplikasi
pada Agustus 2017 – November 2017 ke dalam form penelitian, berupa nama,
umur , tipe sirosis hati, jenis kelamin, jenis komplikasi, dan riwayat
penatalaksanaan komplikasi.

3.7 Alur Penelitian

Populasi Target:
Pasien Sirosis Hati di RSUD Koja

Populasi Sampel
Pasien Sirosis hati dengan komplikasi di bagian Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Koja

Data Formulir isian penelitian pasien:


Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Sampel Penelitian

Pencatatan Data dari hasil penelitian

Analisis Data Dengan SPSS

Laporan Akhir Penelitian


3.8 Cara Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang dikumpulkan berasal dari data primer melalui data
formulir isian penelitian berisikan nama, umur , tipe sirosis hati, jenis kelamin,
jenis komplikasi, dan riwayat penatalaksanaan komplikasi. Data yang terkumpul
kemudian dicatat dan diolah secara manual. Prosedur pengolahan data yang
dilakukan melalui tahap cleaning (melakukan pembersihan data), editing
(menyunting data), coding (membuat lembaran kode), dan entering
(memasukkan data ke dalam tabel).
Peneliti kemudian menggunakan software SPSS 16.0 untuk menganalisis data
yang telah dikumpulkan secara statistik deskriptif. Hasil pencatatan akan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi frekuensi untuk
menggambarkan karakteristik pasien sirosis hati dengan komplikasi dan
variabel-variabel yang mempengaruhinya.

3.9 Masalah Etika


Akan dimintakan kaji etik dari Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FK UKRIDA.
Penelitian ini diawali dengan memberi penjelasan kepada pasien yang menjadi
subjek penelitian. Data pasien yang dipergunakan dijaga kerahasiaannya.

3.10 Jadwal Penelitian


Direncanakan dalam 10 minggu Agustus 2017-November 2017
Kegiatan Agustus September Oktober November

Proposal √
Pengumpulan data √ √ √
Pengolahan Data √
Analisis Data √
Publikasi √

1. Proposal
a. Membuat judul
b. Membentuk tim
c. Mengumpulkan literature
d. Membuat Pendahuluan
e. Membuat Tinjauan Pustaka
f. Membuat Metoda Penelitian
g. Membuat Anggaran
2. Pengumpulan Data
a. Memilih mahasiswa asisten peneliti
b. Mengkoordinasikan kegiatan penelitian dengan internis di Koja
c. Melatih mahasiswa untuk mengumpulkan data
d. Membagi tugas mahasiswa untuk menjaring pasien di Poli Penyakit Dalam
dan Instalas Gawat Darurat RS Koja
e. Mendata semua pasien yang masuk kriteria inklusi
f. Mengambil hasil laboratorium
3. Pengolahan Data
a. Menginput data kedalam bentuk excel
b. Memproses data dengan menggunakan SPSS 20
c. Melakukan konsultasi dengan pakar statistik
4. Analisis Data
a. Membuat tabulasi hasil penelitian
b. Melakukan konsultasi dengan pakar tropik-infeksi
c. Membuat artikel penelitian
5. Publikasi
a. Menetapkan jurnal ilmiah kedokteran untuk publikasi artikel
b. Mengirim artikel

Daftar Pustaka
1. Background Media Information : Fast fact about liver diease. The
International Liver Congress 2016: 1-4
2. Tsochatziz Immanuel, Basch Jaime, Burroughs Andrew. Liver
Cirrhosis. The Lancet 2014: 2-8
3. Indicator Code Book : Global Information System on Alcohol and
Helath. WHO; 2014: 2-6
4. InfoDATIN Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI.
Kemenkes: 2014;4-7
5. Mokdad Ali, Lopez Alan, Sharaz Saied, dkk. Liver Cirrhosis
mostality in 187 countries between 1980 and 2010 : a Systematic
Analysis. BMC Medicine 2014; 12:145
6. Wang Sheng, Fan Jian, Zhang Zheng, et al. The Global Burden of
Liver Disease : The Major Impact. Hepatology 2014: 2100-3
7. Klie Sabine, Rick Johanna, Lehmann Jennifer, dkk. Janus Kinase 2
relates directly to portal hypertension and to complications in rodent
and human cirrhosis. Gut 2015; 10:1–12
8. Sarna Moinak, Yachha Kumar, Bhatia Vijayalaksmi, et al. Safety,
Complication and Outcome of Large Volume Paracentesis with
Severe Ascites due to Liver Disease. Journal of Hepatology 2015: 9-
15
9. Waidman Oliver, Brunner Friederike, Herrmann Eva, et al.
Macrophage activation is a prognostic parameter for variceal
bleeding and overall survival in patients with liver cirrhosis. Journal
of Hepatology. 2013vol. 58; 956–961
10. Vilstrup hendrik, Amodio Piero, Bajaj Jasmohan, et al. Hepatic
Encepalophaty in Chronic Liver Disease : Practice Guideline by the
American Association for the Study of Liver Disease and the
European Association for the Study of the Liver. Hepatology 2014; 6-
8
11. Qi Xingshun, Han Guohung, Fan Daiming. Management of Portal
Vein thrombosis in liver cirrhosis. Nature 2014: 435-8
12. Belcher Justin, Tsao Gudalpee, Sanyal Arun, et al. Association of
AKI with Mortality and Complications in Hospitalized Patients with
Cirrhosis. Hepatology 2013: 754-5
13. Kusumobroto, H. O. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Hati, Edisi Kesatu. Jakarta: jaya Abadi: 2007.h.335-45

14. Hiedelbaugh, J. J., dan M. Sherbondy. Cirrhosis and Chronic Liver


Failure. Am Fam Physician 2006; 74:767-76
15. Dancygier, H. Liver Cirrhosis in Clinical Hepatology. Principles and
Practice of Hepatobiliary Diaseases. Volume 2. 2006.
16. D ́Amico, G.; Garcia- Tsao, G. & Pagliaro, L. Natural history and
prognosticindicators of survival in cirrhosis: A systematic review of
118 studies. Journal ofHepatology 2007; 44(1):131-7
17. Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview. Febuari, 2017
18. Iwakiri Yasuko. Pathophysiology of portal Hypertension. Clinical
Liver Disease. 2014; 18: 281–91
19. Flores Priscila, Soldan Monica, Santos Cassano, et al. Three months of
simvastatin therapy vs placebo for severe portal hypertension in
cirrhosis : A randomized controlled trial. Digestive and Liver Disease
Elsevier: 2015.h.14-13
20. Vilaseca Marina, Garcia Hector, Lafoz Erica, et al. The anticoagulant
Ribaroxaban lowers portal hypertension in cirrhotic rats mainly by
deactivating hepatic stellate cells. Hepatology 2015;7
21. Bolognesi Massimo, Pascoli Marco, Sacedoti David. Clinical role of
non invasive aassessment of portal hypertension. World J Gastroenterol
2017; 23(1): 1-10
22. Lemoine Caroline, Superina Ricardo. Portal Hypertension.
Fundamentals of Pediatric Surgery. 2017;16
23. Hobolth L, Bendsten F, Gluud LL. Caverdiol versus non selective beta
blocker for portal hypertension. Cochrane Library. 2015;8-5
24. Fernandez Mecedes, Meijas Marc, Pras Garcia, dkk. Pathogenesis of
Portal Hypertension : Extrahepatic Mechanism. Current Journal of
Hepatology. 2016;721-720
25. Tsao Garcia, Bosch Jaime. Management of varices and variceal
hemprrhage in cirrhosis. The New England Journal of Medicine.
2010; 362;9
26. Dechene A, El Fouly , Bechman LP, dkk. Acute Management of
refractory Variceal Bleeding in liver Cirrhosis by Self-Exoannding
Metal Stents. Digestion. 2012;85:185–191
27. Salerno Francesci, Guevara Moonida, Bernardi Mauro, dkk.
Refractory ascites : pathogenesis, definition and therapy of severe
complication in patients with cirrhosis. Liver International. 2010;939-
938
28. Bruce A Runyon. Introduction to the revised American Association
for the Study of Liver Disease practice guideline Management of
Adults Patients with Ascitis Due to Cirrhosis 2012. Official Journal
of The American Association for the Study of Liver Disease.
201;1652
29. Rossle Martin, Gerbes Alexander. TIPS for the treatment of
refractory ascites, hepatorenal syndrome and hepatic hydrothorax : a
critical update. Recent Advances in Clinical Practice. 2010;59:988-
1000
30. Lee GR. The anemias associated with renal disease, liver disease,
endocrine disease, and pregnancy. In : Lee GR et al eds. Wintrobe’s
clinical hematology.10thed. Philadelphia. Lippincott Williams &
Wilkins. 2007; 1503-6.
31. Firkin F, Penington D, Chesterman C, Rush B. Liver diseases.
Anaemia in systemic disorders; diagnosis in normochromic
normocytic anaemias. In : de Gruchy?s clinical haematology in
medical practice. 5th ed. Delhi, Oxford University Press 2007; 110-
12.
32. Supandiman I. Anemia pada penyakit hati dalam: buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. edisi ketiga.2008; 517-18
33. Mackenzie JD. Hepatocellular carsinoma. Diunduh dari
www.brighamrad.harvard.edu. Mei, 2017
34. Ennaifer R, Elleuch N, Romdhane H. Refractory ascites in cirrhosis:
prevalnce and predictive factrors. In: J Liver. 3th volume. Tunisia:
Tunisia university of tunis el manar:2014.p.162-166.
35. Lovena A, Miro S, Efrida. Karakteristik pasien sirosis hepatis di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 2017; 6(1):
5-12.
36. Qua CS, Goh KL. Liver cirrhosis in malaysia: peculiar epidemiology
in a multiracial asian country. In: Journal of Gastroenterology and
Hepatology: 2011; (26): 1333-4
37. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. In: National institutes of
health. Boston: Harvard medical school: 2009.p.1-22.
38. Stiphany, Hiswani, Jemadi. Karakteristik penderita sirosis hati rawat
inap di RSUP Dr Pirngadi Medan tahun 2010-2011. Diunduh dari
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/view/375/263 (25
Oktober 2017)
39. Samonakis DN, Koulentaki M, Coucoutsi C. Clinical outcome of
compensated and decompensated cirrhosis: a long term study. In:
World journal of hepatology. 6th volume. USA: Baishideng
Publishing Group: 2014.p.504-514.
40. Star P, Raines D. Cirrhosis : diagnosis, management, and
prevention. In: American family physician. 84th volume. Lousiana:
Lousiana state univesity health sciences:2011.p.1354-1359.
41. Karnath B. Stigmata of chronic liver disease. In: Hospital physician.
Texas: University of Texas medical branch: 2013.p.14-15.
42. Heidelbaugh JJ, Bruderly M. Diagnosis and Evaluation, Cirrhosis
and chronic liver failure: part I diagnosis and evaluation. In:
American family physician. 74th volume. Michigan: University of
michigan medical school:2007.p.762-762.
43. Heidelbaugh JJ, Bruderly M. Diagnosis and Evaluation, Cirrhosis
and chronic liver failure: part II complication adnd treatment. In:
American family physician. 74th volume. Michigan: University of
michigan medical school:2007.p.762-762.
44. Ndraha S, Simadibrata M. Child pugh C and male gender were
related to nutritional status of liver cirrhosis patients in Koja hospital
Jakarta. 2009.
LAMPIRAN 1
Penjelasan kepada subyek penelitian
KOMPLIKASI PENDERITA SIROSIS HATI DIRSUD KOJA PERIODE
JULI- NOVEMBER 2017

(untuk dibaca, dimengerti dan ditanda tangani oleh penderita yang bersedia ikut
dalam penelitian)

Kami berharap kesediaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian


yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien sirosis hati yang mengalami
komplikasi dan jenis komplikasi yang ditimbulkan dari sirosis hati sebagai
predikator proporsi pasien sirosis hati yang mengalami komplikasi di RSUD Koja
Jakarta.

Sirosis hati merupakan keadaan dimana terjadinya kerusakan pada hati dan
fungsinya. Sirosis hati dibagi menjadi dua yaitu sirosis hati kompensata dan
dekompensata.

Sirosis hati kompensata merupakan kerusakan hati yang terjadi tanpa disertai
gejala klinis sedangkan sirosis hati dekompensata merupakan kerusakan hati yang
terjadi yang ditandai dengan adanya gejala klinis yang jelas atau komplikasi yang
menyertainya diantaranya adalah adanya cairan abnormal di rongga perut dengan
atau tanpa perdarahan saluran cerna, penurunan kesadaran karena penyakit hati,
serta pembengkakan dan komplikasi lainnya yang bisa terjadi.

Tim peneliti mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam penelitian


ini. Penelitian ini akan dilakukan dengan jangka waktu yang sudah ditentukan.
Dimana nantinya Tim peneliti akan mengambil data dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan tanda vital, pemeriksaan darah dan ultrasonografi (USG) perut
bapak/ibu/saudara.
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk mengundurkan
diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun sanksi apapun.
B. Prosedur Penelitian
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk Anda simpan, dan
satu untuk untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah:
1. Anda harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang data identitas
pribadi,riwayat penyakit yang saat ini sedang anda alami, penyakit lain
yang saat ini juga sedang diderita atau yang berhubungan dengan penyakit
anda, obat- obatan yang sedang atau pernah dikonsumsi serta riwayat
penyakit keluarga.
2. Anda akan menjalani pemeriksaan fisik, tanda vital, pengukuran tinggi
badan, berat badan, lingkar perut.
3. Peneliti akan melihat data laboratorium (kadar trombosit, albumin, Hb,
Leukosit, PT, bilirubin) dan ultrasonografi (USG) perut yang
Bapak/Ibu/Saudara/i bawa (untuk pasien yang berobat jalan di poliklinik)
atau yang dilakukan di bangsal (untuk pasien yang dirawat inap).

C. Kewajiban subyek penelitian


Sebagai subyek penelitian, Bapak/Ibu/Saudara/i berkewajiban mengikuti aturan
atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas,
Bapak/Ibu/Saudara/i bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Risiko dan Efek Samping dan Penanganannya
Penelitian ini membutuhkan data pemeriksaan penunjang yaitu data laboratorium
(kadar trombosit, albumin, Hb, Leukosit, PT, bilirubin) dan ultrasonografi (USG)
perut. Bapak/Ibu/Saudara/i berobat jalan maupun rawat inap, pemeriksaan
laboratorium dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RSUD Koja Jakarta.
Pemeriksaan laboratorium akan dilakukan dengan pengambilan sampel darah
vena sebanyak 10 cc. Risiko dari pengambilan sampel darah vena adalah
perdarahan, memar dan rasa nyeri. Sedangkan pelaksanaan ultrasonografi (USG)
perut dapat dilakukan oleh subbagian Gastroenterohepatologi, di bagian Radiologi
RSUD Koja maupun hasil USG dari rumah sakit lain.
E. Manfaat
Keuntungan langsung yang Bapak/Ibu dapatkan adalah anda mendapatkan
penjelasan tentang hasil laboratorium dan ultrasonografi abdomen yang dilakukan
untuk memberikan gambaran prognosis perjalanan penyakit Bapak/Ibu. Peneliti
tidak memberikan souvenir atau imbalan apapun kepada Bapak/Ibu.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan
dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
G. Pembiayaan
Pemeriksaan laboratorium (kadar trombosit, albumin, Hb, Leukosit, PT, bilirubin)
dan ultrasonografi (USG) perut merupakan pemeriksaan rutin pada penderita
sirosis hati. Bila ada kekurangan data pemeriksaan penunjang sedangkan data
tersebut dibutuhkan untuk data penelitian maka biaya pemeriksaannya akan
ditanggung oleh peneliti.
H. Informasi Tambahan
Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
maka dimohon kesediaannya untuk menandatangani informed consent.
Bapak/Ibu/Saudara/i diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum
jelas sehubungan dengan penelitian ini.
Hormat saya,

Imelda
(Peneliti)
LAMPIRAN 2
FORMULIR ISIAN PENELITIAN
KOMPLIKASI PENDERITA SIROSIS HATI DIRSUD KOJA PERIODE
JULI- NOVEMBER 2017

1. IDENTITAS
Nomor urut : Jenis
Laki-laki / Wanita
kelamin
Nama : Nomor :
telepon
Berat Badan : Tinggi :
Badan
Umur : tahun

a. Kelompok usia <40 tahun


b. Kelompok usia 40-60 tshun

c. Kelompok usia >60 tahun


Alamat :

Jenis Perawatan Rawat Jalan / Rawat Inap

Lama perawatan :

2. DATA PASIEN
Sklera :

Kesadaran pasien :

Keluhan Utama :

Stigmata Sirosis Hati

a) Spider Nevi b) Edema


c) Ikterus d) Eritema Palmaris
e) Vena Kolateral

Predisposisi / Komorbid

b. Riwayat Penyakit Hati/


a. Diabetes Melitus
Alkohol/ Tidak tahu
Jenis Sirosis :

a. Dengan Komplikasi b. Tanpa Komplikasi

Status Gizi menggunakan IMT :

Koreksi Asites/Edema:
Asites/ Edema saja : - 5%
Asites dengan Edema : - 10%
BB Koreksi : BB dengan
:
asites/edema – koreksi edema

IMT : BB/TB2 :

Kategori Indeks Massa Tubuh


IMT Status Gizi
<17,0 Gizi kurang
17,0-18,5 Gizi kurang
18,5-25,0 Gizi baik
25,0-27,0 Gizi lebih
27,0 Gizi lebih
Komplikasi:
a. Anemia :
 (Hb<10) tanpa
hematemesis melena
b. Hepatoma
 (Hb < 10) dengan
hipersplenisme dan
splenomegali
c. Asites d. Ensefalopati Hepatikum

e. Pendarahan varises esofagus


3. LABORATORIUM
Hasil pada tanggal/bulan/tahun:

Hemoglobin PT

Leukosit Trombosit

GDS Bilirubin Total

Albumin

4. USG ABDOMEN
Deskripsi

Sirosis Hati Ada / Tidak Ada

Hepatoma Ada nodul SOL / Tidak ada

Asites Ada/ Tidak Ada

5. Skor Child Pugh


Nilai
Parameter
1 2 3
Asites Tidak ada Ringan Sedang
Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3
Albumin (g/dL) >3,5 2,8 sampai 3,5 <2,8
Waktu protombin
Pemanjangan 1-3 4-6 >6
waktu protombin
(detik)
INR < 1,7 1,7-2,3 >2,3
Ensefalopati Tidak ada Derajat 1-2 Derajat 3-4

Child Pugh A : 5-6


Child Pugh B : 7-9
Child Pugh C :10-15

Tergolong Skor Child Pugh : A / B / C


LAMPIRAN 3
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :.................................................
Umur :.................................................
Jenis kelamin :.................................................
Alamat :.................................................
Nomor telpon :.................................................
Pekerjaan :.................................................

1. Saya telah mendengar penjelasan dan mengerti mengenai manfaat


penelitian : KOMPLIKASI PENDERITA SIROSIS HATI
DIRSUD KOJA PERIODE JULI- NOVEMBER 2017.
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun, dengan sukarela saya
menyatakan bersedia ikut serta dalam peneltian ini
3. Saya tidak berkeberatan apabila hasil penelitian ini di publikasikan
untuk kepentingan IPTEDOK( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kedokteran).
4. Bila saya merasa dirugikan dalam hal kesehatan saya atau apapun,
maka saya dapat keluar dari penelitian ini tanpa ikatan apapun

Demikian surat pertanyaan ini saya buat, tanpa paksaan atau tekanan dari
siapapun.
Jakarta, ........... 2017
Yang memberi penjelasan

Nama : Nama :
Tanda tangan : Tanda tangan :

Anda mungkin juga menyukai