Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pemfigoid bulosa (PB) adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh
adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada
pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3)
pada epidermal basement membrane zone.1,2,3,5

2.2 Etiologi
Etiologinya adalah autoimunitas, namun penyebab yang menginduksi
produksi autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui. 1,5

2.3 Epidemiologi
Pemfigoid Bulosa paling sering terjadi pada usia tua. Biasanya mengenai
usia 60-80 tahun dengan puncak kejadian pada usia 80 tahun. Merupakan jenis
penyakit bulosa autoimun yang paling umum ditemukan. Isidennya tidak
berbeda pada laki-laki dan perempuan. Angka kejadiannya diketahui mencapai
7:1.000.000 di Jerman dan Prancis, di Skorlandia terdapat lebih kurang 16
kasus per juta orang hidup setiap tahun. Data rekam medik departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
menunjukkan sebanyak tida kasus PB yang dirawat inap pada tahun 2011.2,4

2.4 Patogenesis
Pemfigoid Bulosa merupakan hasil interaksi terhadap PBAG1 dan PBAG2
pada hemidesmosom. Antigen P.B merupakan protein yang dapat terdapat pada
hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian
B.M.Z. (basement membrane zone) epitel gepeng berlapis. fungsi
hemidesmosom adalah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom.1,2,5

2
3

Terdapat 2 jenis antigen P.B. yaitu antigen dengan berat molekul 230 kD
disebut PBAg1 (P.B. Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2
atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan daripada PB180.1,5
Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik
dan alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan
sehingga terjadi pemisahan epidermis dan dermis. Akibat adanya reaksi
autoantibodi terhadapt PBAG1 dan PBAG2 akan menyebabkan aktivasi
komplemen dan kemotaksis leukosit serta terjadinya degranulasi sel mast.
Produk-produk hasil degranulasi sel mast akan menyebabkan kemotaksis
eosinofil. Akibat beberapa proses tersebut akan menyebabkan timbulnya
bula1,2,5
Autoantibodi pada P.B. terutama IgG1, kadang kadang ditemukan lgA yang
menyertai lgG. lsotipe IgG yang utama adalah IgG1 dan IgG4, yang melekat
pada komplemen hanya lgG1. Hampir 70% penderita memiliki autoantibodi
terhadap B.M.Z dalam serum dengan kadar yang tidak sesuai dengan keaktivan
peyakit, jadi berbeda dengan pemfigus.1,2

2.5 Gejala Klinis


Keadaan umumnya baik, sakit ringan, sering dimulai dengan gejala
prodromal eruption berupa urtikaria dan papul. Kelainan kulit terutama terdiri
atas bula dapat vesikel, berdinding tegang, sering disertai eritema. Tempat
predileksi ialah di ketiak, lengan bagian fleksor, dan lipat paha. Jika bula-bula
pecah terdapat daerah erosif yang luas, tetapi tidak bertambah seperti pada
pemfigus vulgaris. Mulut dapat terkena kira-kira pada 20% kasus.1,2,5

Gambar 2.1 Bullous Pemphigoid2


4

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Histopatologi
Kelainan yang dini ialah terbentuknya celah diperbatasan dermis-epidermis.
Bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama ialah eosinofil, namun
dapat juga ditemukan limfosit dan sel-sel polinuklear yang tersebar didalam
dermis.1,5

Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun
seperti pita di B.M.Z. (Basement Membrane Zone).1,5

2.7 Diagnosis Banding


Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis
herpetiformis. Pada pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur,
generalisata, letak bula intraepidermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.
Pada dermatitis hipertiformis, sangat gatal, ruam yang utama adalah vesikel
berkelompok, terdapat IgA tersusun granular.1,2

2.7.1Pemfigus Vulgaris
Epidemiologi
Pemfigus vulgaris (PV) merupakan bentuk yang tersering dijumpai
(80% semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat
mempengaruhi semua bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis
seksual sama. Selama kehamilan usia panjang (dekade ke-4 dan 5), tetapi
juga bisa juga mengenai usia, termasuk anak.1,2,5

Etiologi
Pemfigus adalah penyakit autoimun, karena pada serum penderita
ditemukan autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (obat-
induced pemphigus), misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Pemfigus
5

yang diinduksi oleh obat dapat berbentuk pemfigus foliaseus (termasuk


pemfigus eritem atosus) atau pemfigus vulgaris. Pemfigus foliaseus lebih
sering timbul dibandingkan dengan pemfigus vulgaris. Pada pemfigus ter-
sebut, secara klinis dan histologis mirip pemfigus yang sporadik,
pemeriksaan imunofluoresensi langsung pada kebanyakan kasus positif,
sementara pemeriksaan imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira
70% yang positif. Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplasma, baik
yang jinak maupun yang maligna, dan disebut sebagai pemfigus
paraneoplastik Pemfigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan
penyakit autoimun yang lain, misal nya lupus eritematosus sistemik,
pemfigoid bulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.1,2,5

Patogenesis
Semua bentuk pemfigus memiliki sifat yang sangat khas, yaitu:
1) Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantosis)
2) Adanya antibodi lgG terhadap antigen determinan yang ada pada
permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.1,2,5

Lepuh pada P.V. reaksi autoimun terhadap antigen PV Antigen ini


menjadi transmembran glikoprotein dengan berat molekul 160 kD untuk
pemfigus foliaseus dan berat molekul 130 kD untuk pemfigus vulgaris
yang terjadi pada permukaan sel keratinosit. Target antigen pada P.V.
yang hanya dengan lesi oral adalah desmoglein 3, sedangkan yang dengan
lesi oral dan kulit is desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada pemfigus
foliaseus target antigennya adalah desmoglein 1.1,2,5
Desmoglein salah satu komponen des-mosom. Komponen yang lain,
misalnya desmacagakin, plakoglobin, dan desmokolin. Fungsi desicom
meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang ada pada
kulit dan mukosa. Pada penderita dengan penyakit yang aktif nempunyai
antibodi subklas IgG1 dan lgG4, tetapi yang patogenetik adalah lgG4.
6

Pada pemfigus dan ada faktor genetik, secara umum dengan HLA-
DR4.1,2,5

Gejala Klinis
Keadaan umum penderita buruk. Penyakit dapat menjadi otak yang
mengarah atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, termasuk erosi
yang berdiri membentuk krusta, sering disebut sebagai dermatitis dengan
infeksi sekunder. Tempat ini bisa langsung berbulan-bulan sebelum
munculnya bulan generalisata.1,2,5
Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yaitu
selaput lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esofagus, uretra, vulva,
dan serviks. Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum
diagnosis pasti ditegakkan. Lesi di mulut ini dapat meluas dan dapat
mengeluarkan pada saat penderita makan oleh karena rasa nyeri.1,2,5
Bula yang muncul berdinding kendur, mudah pecah dengan lepas
kulit terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan
di atas kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang
tampak normal atau yang eritemato dan generalisata. Tanda Niklosky
positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara Mengetahui tanda
tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan menggeser kulit diantara
dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan
bula, maka bula akan meluas karena cairan yang didalamnya mengalami
tekanan. 1,2,5
Pruritus memang lazim pada pemfigus, tetapi sering sering
mengeluh pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah dengan
kehilangan hiperpigmentasi atau hiperpigmentasi dan praktis tanpa
jaringan parut.1,2,5
7

Gambar 2.2 Pemphigus Vulgaris2

Histopatologi
Pada perbedaan histopatologik diperoleh bula Intraepidermal
suprabasal dan sel-sel epitel yang akan dilewatkan pada dasar yang
menyebabkan percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk
menentukan sel-sel akantolitik, tetapi tidak diagnostik masa lalu untuk
penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan elektron
elektron dapat menemukan bahwa permuluhan dan patologis yang
perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosom
dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder.1,2,5

Imunologi
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi interseluler
tipe IgG dan C3. Pada tes imunofluoresensi tidak langsung didapatkan
antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang pertama lebih terpercaya daripada
yang kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama
meskipun penyakitnya telah membaik.1,2,5
8

Antibodi pemfigus in rupanya sangat spesifik untuk pemfigus. Kadar


titernya umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurunkan
dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.1,2,5

2.7.2Dermatitis Herpetiformis (Morbus Duhring)


Definisi
Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan
residif, ruam bersifat poli- morfik terutama berupa vesikel, tersusun
berkelompok dan simetrik serta disertai rasa sangat gatal.1,2,5

Etiologi
Etiologinya belum diketahui pasti.1,2,5

Patogenesis
Pada D.H. tidak ditemukan antibodi lgA terhadap papila dermis
yang bersirkulasi dalam serum. Komplemen diaktifkan melalui jalur
alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat sangat kemotaktik terhadap neutrofil.
Sebagai antigen mungkin ialah gluten, dan masuknya antigen mungkin
di usus halus, sel efektornya ialah neutrofil. Selain gluten juga yodium
dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan eksa asi. Tentang hubungan
kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum jelas diketahui.1,2,5

Gejala klinis
Dermatitis herpetiformis mengenai anak dan dewasa. Perbandingan
pria dan wanita 3:2, terbanyak pada umur dekade ketiga. Mulainya
penyakit biasanya perlahan-lahan, perjalanannya kronik dan residi
Biasaya berlangsung seumur hidup, remisi spontan terjadi pada 10-15%
kasus. Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat
predileksinya ialah di punggung, daerah sakrum, bokong, daerah
ekstensor di lengan atas, sekitar siku, dan lutut. Ruam berupa eritema,
papulo-vesikel, dan vesikel/bula yang berkelompok dan sistemik.
9

Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh karena itu disebut herpetiformis
yang berarti seperti herpes zoster Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun
arsinar atau sinsinar. Dinding vesikel atau bula tegang.1,2,5

Gambar 2.3 Dermatitis Herpetiformis2

Kelainan intestinal
Pada lebih daripada 90% kasus D.H. didapati spektrum
histopatologik yang menunjukkan enteropati sensitif terhadap gluten
pada yeyunum dan ileum. Kelainan yang didapat bervariasi dari infiltrat
mononuklear (limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi vili
yang minimal hing ga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar.
Sejumlah 1/3 kasus disertai steatorea. Dengan diet bebas gluten kelainan
tersebut akan membaik.1,2,5

Histopatologi
Terdapat kumpulan neutrofil di papil dermal yang membentuk
mikroabses neutrofilik. Kemu- dian terbentuk edema papilar, celah
subepider- mal, dan vesikel multiokular dan subepidermal. Terdapat pula
eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.1,2,5
10

Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah tepi terdapat hipereosinofilia, dapat melebihi 40%.
Demikian pula di cairan vesikel atau bula terdapat banyak eosinofil (20-
90%).1,2,5

Imunologi
Imunoglobulin yang dominan ialah IgA yang terdapat pada papil
dermal berbentuk granular di kulit sekitar lesi dan kulit normal, hal ini
merupakan tes yang baku untuk menegakkan diagnosis D.H. Juga terapat
C3. Pada D.H. terdapat predisposisi genetik berupa ditemukannya HLA-
B8 pada 85% kasus dan HLA-DQw2 pada 90% kasus. 1,2,5

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Pempigoid Bulosa


Pemfigoid Pemfigus Dermatitis
Bulosa Vulgaris Hipertiformis
Etiologi Disangka Autoimun Belum jelas
autoimun
Usia Biasanya usia 30-60 tahun Anak atau
tua dewasa
Keluhan Biasanya tidak Biasanya tidak Sangat gatal
gatal gatal
Kelainan kulit Bula berdinding Bula berdinding Vesikel
tegang kendur, krusta berkelompok,
bertahan lama berdinding
tegang
Tanda Nikolski - + -
Predileksi Perut, lengan Biasanya Simetrik:
fleksor, lipat generalisata tengkuk, bahu,
paha, tungkai lipat ketiak,
medial posterior, lengan
11

ekstensor, daerah
sakrum, bokong
Kelainan mukosa 10-40% 60% Jarang
mulut
Histopatologi Celah ditaut Bula Celah
dermal- intraepidermal, subepidermal,
epidermal, bula akantoliss terutama
subepidermal, neutrofil
terutama
eosinofl
Imunofluoresensi IgG seperti pita IgG dan IgA granular di
langsung di membran komplemen di papila dermis
basal epidermis
Enteropati - - +
Peka glutein - - +
HLA - - B8, DQw2
Terapi Kortikosteroid Kortikosteroid DDS
(prednison) 40- (prednison 60- (Diaminodifenil
60 mg sehari 150 mg) sehari, sulfon) 200-300
sitostatik mg sehari

2.8 Tatalaksana
Terapi pada PB bertujuan menyembuhkan lesi kulit dan mukosa dengan
cepat dan menekan rasa gatal sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Sebagian besar pasien mengalami remisi dalam lima tahun. Pasien PB
sebagian besar berusia lanjut yang sering mendapatkan berbagai obat sehingga
berisiko tinggi untuk terjadi efek samping. Pilihan terapi terbaik bersifat
menekan gejala dengan efek samping obat minimal.4,6
Selama empat puluh tahun kortikosteroid telah digunakan sebagai antibodi
andalan PB. Efek samping imunomodulator kortikosteroid mempercepat
12

supresi pembentukan lepuh pada PB. Dosis prednison 40-60 mg sehari, dengan
0,5-1 mg/kgBB/hari efektif untuk mengurangi gejala klinis dalam tiga minggu.
Jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan secara perlahan-lahan. Dosis
diturunkan dalam periode 6-9 bulan. Sebagian besar kasus dapat disembuhkan
dengan kortikosteroid saja.1,4
Efek samping kortikosteroid sistemik meningkat seiring dengan
peningkatan dosis meliputi diabetes melitus, hiertensi, obesitas, psikosis,
gangguan mata, ulkus peptikum, dan osteoporosis.4,6
Kortikosteroid topikal kelas super poten efektif dalam pengobatan PB.
Dilaporkan bahwa pengobatan pasien PB dapat dilakukan dengan pemberian
krim klobetasol propionat 0,05% yang diaplikasikan dua kali sehari pada lesi
PB, kemudian dikurangi setelah terjadi perbaikan klinis. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa penggunaan krim klobetasol propionat 0,05% sama
efektif dengan prednison oral dalam mengobati PB derajat sedang dan parah.
Efek samping kortikosteroid topikal antara lain atrofi kulit, striae,
telangiektasis, purpura, hirsutisme, hipertrikosis, dan hipopigmentasi.4,6
Jika dengan kortikosteroid belum tampak perbaikan, dapat dipertimbangkan
pemberian sitostatik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid. Cara dan
dosis pemberian sitostatik sama seperti pada pengobatan pemfigus.1,6
Obat lain yang dapat digunakan ialah DDS dengan dosis 200-300 mg sehari,
seperti pada pengobatan dermatitis hipertiformis, bila sel infiltratnya lebih
banyak neutrofil. Pengobatan kombinasi tetrasiklin (3x500 mg sehari)
dikombinasikan dengan niasinamid (3x500 mg sehari) memberi respon yang
baik pada sebagian kasus, terutama yang tidak berat. Bila tetrasiklin merupakan
kontraindikasi dapat diberikan eritromisin.,1,6
Pemfigoid bulosa dianggap sebagai penyakit autoimunitas, oleh karena itu
memerlukan pengobatan yang lama. Sebagian penderita akan mengalami efek
samping kortikosteroid sistemik. Untuk mencegahnya dapat diberikan
kombinasi tetrasiklin/eritromisisn dan niasinamid setelah penyakitnya
membaik. Efek samping kedua obat tersebut lebih sedikit daripada
kortikosteroid sistemik.1,6
13

2.9 Prognosis
Kematian jarang dibandingkan dengan pemfigus vulgaris. Pada PB dapat
terjadi remisi spontan tanpa membutuhkan terapi. Apabila terjadi kekambuhan
dapat dikontrol dengan pemberian kortikosteroid topikal. 1,2,5

Anda mungkin juga menyukai