Anda di halaman 1dari 10

Salam Satu Jiwa para Pemimpin Bangsa...

Berbagai peristiwa akhir-akhir ini membuat bangsa kita


sepertinya kian kehilangan pegangan untuk keluar dari persoalan. Korupsi yang menggurita, lemahnya
penegakan hukum, kemiskinan, serta persoalan infrastruktur, dan fasilitas pelayanan public yang buruk
terus memicu amarah kita. Pemerintah bagai "televisi rusak". penonoton amat kecewa.

Indonesiaku Salah Urus..

Kita melihat hari ini hukum tegak kokoh dihadapan rakyat kecil, tetapi hukum loyo lunglai di depan
orang-orang kuat. Hukum menjadi tak berguna lagi di depan orang-orang berkuasa. Dapatlah
disimpulkan bahwa Republik Indonesia yang sering dilabeli sebagai Negara Hukum terus terjepit oleh
para pencipta hukumnya sendiri.

Melihat kondisi ini membuat kita merasa pesimis akan seperti apa bangsa kita kedepannya? Hingga
akhirnya bermuara pada satu pertanyaan, adakah pemimpin sekaligus negarawan yang mampu
membawa perubahan? Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang punya intelegensi tinggi diharapkan
mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Mahasiswa memiliki peran yang istimewa yang dikelompokkan dalam tiga fungsi :agent of change, social
control, dan iron stock. Dengan fungsi tersebut, tugas besar diemban mahasiswa yang diharapkan dapat
mewujudkan perubahan bangsa yang sudah sangat semrawut ini.

Peran mahasiswa sebagai Agent of Change :

Sebagai agen perubahan, mahasiswa bertindak bukan ibarat pahlawan yang datang ke sebuah negeri lalu
dengan gagahnya mengusir penjahat-penjahat dan dengan gagah pula sang pahlawan pergi dari daerah
tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat. Dalam artian kita tidak hanya menjadi penggagas
perubahan, melainkan menjadi objek atau pelaku dari perubahan tersebut. Sikap kritis mahasiswa sering
membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi
gerah dan cemas.

Sadar atau tidak, telah banyak pembodohan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimpin bangsa ini.
Kita sebagai mahasiswa seharusnya berpikir untuk mengembalikan dan mengubah semua ini. Perubahan
yang dimaksud tentu perubahan kearah yang positif dan tidak menghilangkan jati diri kita sebagai
mahasiswa dan Bangsa Indonesia. Namun untuk mengubah sebuah negara, hal utama yang harus
dirubah terlebih dahulu adalah diri sendiri.

Peran mahasiswa sebagai Social Control :

Hari ini korupsi semakin memprihatinkan, hukum bisa dibeli, biaya pendidikan yang mahal, serta
berbagai persoalan lainnya. Tentu hal ini tidak dirasakan bagi mereka yang berkantong tebal, akan tetapi
golongan menengah kebawah sangat merasaknnya. Inilah mengapa kita sebagai mahasiswa harus
bertindak serta berperan aktif dengan ilmu dan kemampuan yang kita miliki.

Peran mahasiswa sebagai social control terjadi ketika ada hal yang tidak beres atau ganjil dalam
masyrakat. Mahasiswa sudah selayaknya memberontak terhadap kebusukan-kebusukan dalam birokrasi
yang selama ini dianggap lasim. Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka
harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa?
Kita sebagai mahasiswa seharusnya menumbuhkan jiwa kepedulian social yang peduli terhadap
masyrakat karena kita adalah bagian dari mereka. Kepedulian tersebut tidak hanya diwujudkan dengan
demo atau turun kejalan saja. Melainkan dari pemikiran-pemikiran cemerlang mahasiswa, diskusi-
diskusi, atau memberikan bantuan moril dan materil kepada masyarakat dan bangsa kita.

Peran mahasiswa sebagai Iron Stock :

Para Pemimpin republic ini hanya berhasil membangun kekesalan rakyatnya dan menanam bibit
pesimisme. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan,
dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin siap pakai. Intinya mahasiswa itu merupakan asset,
cadangan, dan harapan bangsa untuk masa depan.

Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi,
mahasiswa telah berhasil melumpuhkan resim orde baru dan membawa Indonesia ke dalam suatu era
yang saat ini sedang bergulir, yakni era reformasi.

Bukan tidak mungkin sosok pemimpin dan negarawan yang selama ini didambakan, akan lahir dari
kampus. Cuma sistem demokrasi Indonesia saat ini lebih banyak menciptakan elit yang ingin tampil dan
membanggakan diri. Mereka mendapatkan tempat karena politick uang, sehingga memunculkan para
politisi instant.

Lantas sekarang apa yang bisa kita lakukan dalam memenuhi peran iron stock tersebut? Mahasiswa tidak
cukup jika hanya sebagai akademisi intelektual yg hanya duduk mendengarkan dosen dalam ruangan
perkuliahan. Kita harus memperkaya diri kita dengan pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun
kemasyarakatan.

Mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa seoarang calon pemimpin bangsa masa depan yang
akan menggantikan generasi yang telah ada, sehingga tidak cukup hanya dengan memupuk ilmu spesifik
saja. Perlu adanya soft skill seperti leadership, kemampuan memposisikan diri, dan sensitivitas yang
tinggi. Pertanyaannya, sebagai seorang mahasiswa, Apakah kita sudah memiliki itu semua??

Maka lengkaplah peran mahasiwwa itu sebagai pembelajar sekaligus pemberdaya yang didukung dalam
tiga peran: agent of change, social control, dan iron stock. Hingga suatu saat nanti, bangsa ini akan
menyadari bahwa mahasiswa adalah generasi yang di tunggu-tunggu bangsa ini..

Kitalah generasi itu.. Hidup mahasiswa..!! Hidup Rakyat Indonesia!!!.

http://www.gusti8official.org/2013/09/kritikan-terhadap-pemimpin-bangsa.html
• Peran dalam Memperdalam dan mengembangkan diri di dalam pembidangan keilmuan yang
ditekuninya sehingga dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab intelektualnya.
• Merupakan jembatan antara dunia teoritis dan dunia empiris dalam arti pemetaan dan pemecahan
masalah-masalah kehidupan sesuai dengan bidangnya.
• Merupakan dinamisator perubahan masyarakat menuju perkembangan yang lebih baik. (agen
perubahan).
• Sekaligus merupakan kontrol terhadap perubahan sosial yang sedang dan akan berlangsung.

Potret peran Mahasiswa dalam pentas sejarah Indonesia

Peran dan posisi mahasiswa dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan diskursus
yang menarik sepanjang dinamika kehidupan mahasiswa. Hampir menjadi kenyataan yang lazim bahwa
gerakan mahasiswa terutama di dunia ketiga memainkan peran yang sangat aktif pada posisi sentral di
dalam perubahan sosial-politik, dan hampir tak satupun penguasa di negara-negara berkembang yang
mengabaikan posisi sosial dan pentingnya representasi politik serta dampak aspirasi dari golongan muda
berpendidikan tinggi ini. Sehingga para pemerhati sosial tidak mengabaikan fungsi mereka dalam sistem
sosial politik baik di negeri maju maupun berkembang, termasuk di Indonesia.

Dalam arti yang luas, ideologi berisi tatanan nilai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pedoman
untuk menjalankan kehidupan bersama dalam rangka meraih harapan-harapan mereka. Tatanan nilai
tersebut berasal dari tradisi atau adat-istiadat dan dapat pula bersumber dari ajaran agama.

Untuk memahami perkembangan kehidupan ideologi mahasiswa, yang harus diperhatikan adalah arus
perubahan dan pergeseran fokus peranan mahasiswa dari tahapan proses yang satu kepada proses
lainnya. Perubahan intensitas aktifitas ideologi mahasiswa dipergunakan sebagai petunjuk untuk
memahami pergeseran fokus peranan tersebut. Banyak predikat yang disandang mahasiswa kaitannya
dengan ideologi yang diperjuangkan, horison mahasiswa yang menempatkan pada posisi strategis inilah
yang mungkin menjadikan fungsinya sebagai agent of social change dan man of analysis, menjadi jargon
yang dimitoskan.

Dalam kurun waktu sejarah gerakan mahasiswa yang strategi dan menonjol dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Pertama, terjadi pada kurun waktu 1910-an sampai dengan 1930, kedua pada era 1960-
an.

Peran ideologi mahasiswa tahun 1910-an sampai dengan 1930-an terfokus pada peran penggagas, yaitu
menysun, menafsirkan serta memulasikan pemikiran tentang segenap aspek kehidupan bermasyarakat
yang berasal dari masyarakat asing dan masyarakat sendiri menjadi ideologi yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakatnya sendiri. Mahasiswa dari generasi Soetomo 1910-an dan generasi
Soekarno-Hatta 1920-an, adalah pemikir-pemikir yang meletakkan dasar ideologi nasiolnalisme bagi
bangsa Indonesia di kemudian hari. Nasionalisme merupakan fokus dari keseluruhan ideologi yang
digagaskan oleh mahasiswa 1910-1930-an.

Pada tahun 1940-an gerakan mahasiswa mengalami pergeseran peran, peran penggagas tidak lagi
menonjol. Gerakannya lebih terfokus pada sebagai pendukung dan penerap dari ideologi yang sudah
ada. Dekade 1950-an dunia mahasiswa kembali disegani, sekalipun kemandirian dan peran sebagai
penggagas semakin menipis. Hal ini di latarbelakangi oleh dominannya peran politik profesional didalam
kehidupan politik. Politisi sipil yang dominan saat itu berasal dari tokoh politik yang mengalami sosialisasi
politik tahin 1910, 1930-an di kampus dalam dan luar negeri (Eropa). Pada era ini kampus sebagai
lembaga lembaga pendidikan tinggi terbelenggu pengaruh politisi dari partai politik sebagai kekuatan
dominan. Akibatnya, kampus dan mahasiswa mengikuti pola persaingan antar partai dan terpecah
berdasarkan politik aliran.

Perjalanan Indonesia era 1910-an sampai 1950-an, menempatkan kekuatan sipil yang berasal dari kaum
intelektual (mahasiswa) sebagai sumber kepemimpinan bangsa yang dominan. Akan tetapi sejak yahun
1960-an kekuatan militer muncul sebagai suatu sumber kepemimpinan bangsa yang dominan. Fungsi
parpol bersama ormas pengikutnya sebagai sumber kepemimpinan merosot bersama penurunan peran
politiknya. Namun yang perlu dicatat dalam sejarah gerakan mahasiswa, pada era 1960-an peran
ideologi mahasiswa meningkat tajam. Gerakan idiologi masa ini, melahirkan angkatan 1966. Dekade
1960-an dengan angkatan 1966-nya telah membentuk identitas sosial mahasiswa sebagai sebuah
kekuatan sosial politik. Persepsi dan konsepsi tentang peran sosial ini, terbentuk dan menguat sejalan
dengan tegaknya hegemoni pemerintahan orde baru.

Di satu sisi lahirlah Orde Baru seiring dengan kehendak gerakan mahasiswa, sehingga gerakannya
mendapat dukungan kekuatan-kekuatan establishment (ABRI). Disisi lain arus perubahan menuju
terbentuknya keuatan orde baru sebenarnya berangkat dari keinginan militer dan teknorat untuk lebih
memerankan diri dalam konstalasi kehidupan bangsa dan negara setelah melihat kebobrokan dan
kegagalan kekuatan sipil pada pemerintahan demokrasi terpimpin. Keinginan militer ini diwujudkan
dalam Doktrin Dwi Fungsi ABRI diaman ABRI disamping sebagai kekuatan HANKAM juga memiliki peran
sosial politik.

Lakon yang dimainkan mahasiswa angkatan 66 berada dalam panggung sejarah yang romantis, di
dalamnya terjadi aliansi segitiga yang harmonis antara militer, teknokrat, dan mahasiswa. Ketiganya
merupakan bagian lapisan elit intelegensia yang bakal mengobarkan gagasan modernisasi. Dengan kata
lain disamping militer teknokrat, mahasiswa juga dipercaya sebagai agen modernisasi atau
pembangunan.

Dekade 1970-an aliansi ini pecah akibat berubahnya orientasi dan strategi pemerintahan orde baru. Cita-
cita awal gerakan orde baru sudah tidak sesuai dengan idealisme dan ideologi mahasiswa. Akibatnya,
hampir sepanjang era 1970-an terjadi protes, kritik, petisi, selebaran dan lobi yang diarahkan kepada
pemerintahan orde baru. Gerakan ini bermuara pada persoalan demokrasi, peran militer, dan
pembangunan ekonomi. Akibatnya gerakan mahasiswa semakin berhadapan dengan kekuatan represif,
yang mengutamakan stabilitas nasional dalam upaya menjaga kelangsungan pembangunan nasional.
Pada gilirannya gerakan mahasiswa mengalami kemerosotan yang sangat tajam, yang belum pernah
terjadi dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. depolitisasi dan deparpolisasi, melalui penerapan NKK
(Normalisasi Kehidupan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kampus) menjadi senjata pamungkas
hegemoni Orba terhadap kehidupan mahasiswa. Lalu kepada mahasiswa yang melanggar NKK/BKK
diberikan sanksi akademik yang berat, mulai dari skorsing sementara atau terbatasnya sampai kepada
pemecatan bahkan dipenjarakan.

Dekade 1980-an adalah masa-masa mandul peran mahasiswa dalam kancah sosial-politik karena
perannya dipersempit dalam peran profesional saja. Dalam masa-masa ini terjadi proses-proses
penggugatan dan penyadaran terhadap peran sosial-politik mahasiswa. Upaya ini tampak berbuah ketika
pada era 1990-an angin perubahan di dalam diri mahasiswa mulai berhembus, yang berujung pada
munculnya generasi reformasi pada tahun 1990-an akhir ini.
----------------------------------------------------------------------------------------
Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana mahasiswa selalu menjadi motor penggerak
perubahan. Namun hanya sedikit rakyat Indonesia yang dapat merasakan dan mempunyai kesempatan
memperoleh pendidikan hingga ke jenjang ini karena system perekomian di Indonesia yang kapitalis
serta biaya pendidikan yang begitu mahal sehingga kemiskinan menjadi bagian hidup rakyat ini . Adapun
peran mahasiswa dalam kehidupan sosial mastarakat yaitu :

Peran moral

Mahasiswa yang dalam kehidupanya, tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik dan
telah meninggalkan amanah dan tanggung jawabnya sebagai kaum terpelajar. Jika hari ini kegiatan
mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura – hura dan kesenangan), lebih suka mengisi waktu luang
mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu tentang peruban di negeri ini, dan jika hari ini
mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival musik dan kompetisi (entertainment) dengan alasan
kreatifitas, dibanding memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan mengalihkan
kreatifitasnya pada hal – hal yang lebih ilmiah dan menyentuh kerakyat, maka mahasiswa semacam ini
adalah potret “generasi yang hilang “yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.
Peran sosial

Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial.
Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara
menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa tidak bisa melihat
penderitaan orang lain, tidak bisa melihat poenderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas
dan di biarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan bantuan
baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya. Betapa peran sosial mahasiswa jauh
dari pragmatisme ,dan rakyat dapat merasakan bahwa mahasiswa adalah bagian yang tak dapat
terpisahkan dari rakyat, walaupun upaya yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah
dan dengan gencar dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan
problematika ummat yang terjadi.

Peran Akademik

Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun
agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa mahasiswa adalah insan
akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti
ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah
semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah .
Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan
komonitas yang lain ,peran ini menjadi symbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga
keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegalan akademik telah terjadi maka segeralah
bangkit,”nasi sudah jadi bubur maka bagaimana sekarang kita membuat bubur itu menjadi “ bubur ayam
spesial “. Artinya jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk
mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah di dunia dan akhirat.

Peran politik

Peran politik adalah peran yang paling berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai presseur
group ( group penekan ) bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim merancang
sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini. Pada masa ordebaru di mana
daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda pemikiran dengan pemerintah langsung di cap
sebagai kejahatan terhadap negara. Pemerintahan Orba tidak segan-segan membumi hanguskan setiap
orang-orang yang kritis dan berseberangan dengan kebijakan pemerintah yang melarang keras
mahasiswa beraktifitas politik. Dan kebijakan ini terbukti ampuh memasung gerakan – gerakan
mahasiswa yang membuat mahasiswa sibuk dengan kegiatan rutinitas kampus sehinngga membuat
mahasiswa terpenjara oleh system yang ada.
Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan pada diri kita yang memegang
label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan.

http://peran-mahasiswa.blogspot.co.id/
Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan aktif kemahasiswaan yang ada
di dalam maupun di luar perguruan tinggi dilakukan untuk meningkatkan
kecakapan dan peningkatan, intelektualitas, kapabilitas dan kemampuan
kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal
perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.
Ketika meneropong gerakan pemuda khususnya mahasiswa di Indonesia abad
ke-19, seperti di awal tahun 1908 sosok pemuda bernama Budi Utomo mampu
menghembuskan setiap nafasnya untuk membangkitkan semangat pemuda.
Sosoknya menjadi wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur
pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-
pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan
refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa
yang ditampilkannya. Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang
bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi
Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air.

Persatuan dalam kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan


aktivis pemuda itulah, akhirnya munculnya generasi baru pemuda Indonesia
yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah
Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta
pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia
(PPPI). Bahkan kemerdekaan Negara Indonesia pun tak lepas dari peran
pemuda dan mahasiswa, salah satu peran angkatan muda 1945 yang
bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain
dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan
mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan
kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
Sejarah yang tak akan pernah hilang dari gerakan mahasiswa yaitu Gerakan
1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya “KKN” (korupsi, kolusi dan
nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan
mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya.

Lalu, saat ini. Mengapa mahasiswa yang dahulu dengan gemilang


menyingkirkan rezim Soeharto, tidak banyak menghasilkan tokoh politik
nasional atau pimpinan negara saat ini? padahal pemuda dan mahasiswalah
yang memberikan kepemimpinan dan energi dalam setiap perubahan penting
disepanjang sejarah Indonesia serta berani tampil menjadi social control dalam
kebijakan tokoh politik nasional. Mengapa sekarang tidak?

Pertanyaan tersebut mencoba menelusuri dan mencari apa yang terjadi


sebenarnya ketika dalam gerakan mahasiswa atau pemuda di era reformasi ini.
[Dahulu] para mahasiswa bersama rakyat yang telah berhasil melengserkan
Soeharto setelah 32 tahun memimpin pada mei 1998, tidak mampu turut
menyingkirkan orang-orang dalam lingkaran orde baru saat ini. Mereka tidak
menghasilkan tokoh populis yang menuntun agenda besar revolusi nasional
bersama rakyat. Akibatnya gerakan mobilisasi massa yang begitu besar, yang
telah dibangun lama dibajak oleh tokoh konservatif dan tokoh figure yang tak
banyak membuat perubahan dan hanya menciptakan pencitraan. Sehingga
agenda reformasi tak mampu mendorong perubahan besar, karena masih tetap
bergentayangan dan ketergantuan di pusat-pusat pengambilan keputusan.

[Hari ini] Setelah hampir 18 tahun masa reformasi, banyak sekali kegundahan
rakyat terhadap aktivisme gerakan Mahasiswa. Mitos mahasiswa sebagai agent
of change menjauh dari realita yang ada. Para mahasiswa lebih senang dan
bangga jadi juru tepuk tangan di acara-acara TV atau duduk manis di pusat
perbelanjaan atau di tempat nongkong modern yang begitu gemerlap dan jauh
dari kesulitan hidup rakyat kecil. Di sana mereka dapat leluasa berbicara
tentang artis idola, film populer serta trend atau mode pakaian terbaru, dan tak
lupa mencibir setiap kali ada demo yang memacetkan jalan atau tak terima
ketika upah buruh naik yang membuat para buruh dapat hidup layak. Di sisi
yang lain gerakan mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan cenderung
tersandera dengan isu-isu elit dan virus merah jambu yang menyetir media
massa nasional. Peran mahasiwa sebagai Agent of change, Iron Stock, Social
Control dan Moral Force menjadi pertanyaan besar saat ini. Mereka seringkali
terjebak pada romantisme masa lalu, seperti seorang ABG yang ditinggal
kekasihnya kemudian gagal move-on. Prestasi bagi mereka adalah ketika
berhasil membuat event besar dengan mendatangkan artis papan atas. Kalau
begitu apa bedanya mahasiswa dengan event organizer (EO)? Coba hitung
berapa banyak organisasi mahasiswa yang tetap berada di rel awalnya untuk
mengasah para intelektual mudanya yang mampu memperjuangkan kehidupan
rakyat dan mengkritisi penguasa? Tidak banyak, namun itu benar adanya.

Jelas sudah landasan hukum yang seharusnya gerakan kritis mahasiswa itu
tetap membara, berikut saya akan memaparkan point penting dalam
berpendapat :

 Undang-Undang Dasar 1945


Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
Pasal 28 E
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia.
 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan
pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada
suatu pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima
dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja
dan tanpa memandang batas-batas wilayah.
 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23
(2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan
atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan
memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,
termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan
pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih,
efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik
Pasal 19
1. Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa diganggu.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat;
hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan
memberikan informasi dan ide apapun, tanpa memperhatikan
medianya, baik secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam
bentuk seni, atau melalui media lainnya, sesuai dengan pilihannya.
 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal 1 ayat (1)
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan
sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2 ayat (2)
Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas
menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi
manusia yang secara tegas dan secara hukum telah dijamin dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Kemerdekaan menyatakan pendapat
tersebut merupakan perwujudan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kita ini negara demokratis, bukan negara otoriter. Kemerdekaan
menyampaikan pendapat tersebut sangat penting untuk dijamin karena
merupakan sarana warga negara untuk mempertahankan hak asasinya ataupun
menuntut haknya sebagai rakyat, yang seharusnya dipenuhi oleh negara kita,
serta mengawasi jalannya pemerintahan serta memberikan saran dan
rekomendasi terhadap segala kebijakan yang ada apabila tidak
mensejahterakan rakyat Indonesia.

Karena logika sederhana berfikir kita sebagai mahasiswa adalah ketika perasaan
rakyat termaktub dalam setiap hati mahasiswa, ketika rakyat susah maka
mahasiswa merasakanya. Sesungguhnya mahasiswa itu adalah rakyat, jika
terdapat peraturan internal dari suatu instansi, universitas, ataupun perusahaan
yang melarang penyampaian pendapat di depan umum, tentunya peraturan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Gerakan mahasiswa juga harus belajar dari perjuangan gerakan mahasiswa


pada masa sebelumnya. Mereka harus bersikap tegas dan taktis dengan
berbagai kajian dan tidak hanya riuh dengan selebrasi politik pada zaman politik
modern di era kepemimpinan Revolusi Mental saat ini. Tidak hanya bergerak
dalam dunia maya seperti dengan gerakan petisi online, akan tetapi bergerak
dalam aksi nyata dengan melakukan bentuk pernyataan sikap. Artinya, gerakan
mahasiswa selain berkutat dengan teori, mereka harus turun ke massa rakyat
melalui strategi live-in dengan melakukan aktivitas sosial-politik demi
menciptakan kesadaran politik pada massa dan keyakinan atas kekuatannya.
Melakukan berbagai kajian dan membentuk media propaganda seperti Koran
dan Media online menjadi penting untuk memperkuat argumen dan memperluas
kesadaran massa khususnya menjadi pencerdasan untuk Rakyat Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang masih terjerat dalam cukong dan penguasa asing
khususnya china. Membuat hutang kian merajalela, negara kita bengkak dan
penuh luka yang sudah jelas adanya namun tidak ada kesadaran untuk
mengobatinya. Karena jaminan dari negara asing yang meyakinkan pemerintah
kita saat ini agar Ekonomi negara Indonesia tetap stabil, membuat
ketergantungan politik. Maritim yang di unggulkan pada era ini juga belum
terlihat taringnya.

MAHASISWA, itulah satu kata yang penuh arti, makna dan harapan untuk
menerjemahkan perubahan dalam tatanan negara Indonesia [Hari ini] dan
[Nanti]. Mereka yang dapat turut membantu perjuangan rakyat dengan
membentuk blok historis melalui peranya sebagai Agent of change, Iron Stock,
Social Control dan Moral Force. Dan hal utama adalah untuk menghidupkan
kembali “Perjuangan untuk menjaga kedaulatan Negara Republik Indonesia
dalam era Revolusi Mental saat ini”.

Hidup Mahasiswa !!! Hidup Rakyat Indonesia !!!

http://unjkita.com/napak-tilas-gerakan-mahasiswa-dalam-era-pemerintahan-reformasi-revolusi/

Anda mungkin juga menyukai