Anda di halaman 1dari 45

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM)

4.1.1. Pengawasan Pre-Market

Pengawasan pre-market merupakan tindakan preventif terhadap keamanan


produk pangan sebelum produk tersebut beredar di masyarakat dengan melakukan
penilaian pada saat produk tersebut didaftarkan di Badan POM (registrasi
produk). Data yang dikaji dalam penelitian merupakan data sekunder hasil
pengawasan pre-market yaitu jumlah produk pangan terdaftar MD dan ML tahun
2006-2010 sehingga kriteria dan tata laksana penilaian mengacu pada Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.
00/05.1.2569 tahun 2004 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk
Pangan. Aturan ini kemudian direvisi menjadi Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor : HK. 03.1.5.12.11.09956 tahun 2011 tentang Tata
Laksana Pendaftaran Pangan Olahan yang mulai diberlakukan sejak diundangkan
pada tanggal 12 Desember 2011.

Pasal 42 pada PP No. 28 tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka


pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan olahan baik yang
diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat
persetujuan pendaftaran. Surat persetujuan pendaftaran diperoleh dengan cara
melakukan pendaftaran produk pangan untuk dilakukan penilaian keamanan,
mutu, dan gizi pangan.

Pendaftaran dilakukan oleh produsen, importir dan atau distributor pangan


di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM, Gedung D lantai 3 Jakarta Pusat.
Waktu pendaftaran pada hari kerja (Senin s.d. Jum’at). Kewajiban pendaftaran
produk pangan sesuai pula dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan pasal 30 yaitu dalam rangka peredaran pangan
18

bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan perundang-undangan


yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia, pada Label pangan yang bersangkutan harus dicantumkan
Nomor Pendaftaran Pangan.

Penilaian untuk memperoleh nomor pendaftaran disebut penilaian keamanan


pangan. Klasifikasi penilaian produk pangan (pelayanan pendaftaran) dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu pelayanan pendaftaran umum, pelayanan pendaftaran cepat
(ODS=One day service) dan pelayanan perubahan produk. Alur proses pelayanan
pendaftaran umum dan cepat dapat dilihat pada Lampiran 1 dan alur proses
pelayanan perubahan produk pada Lampiran 2.

Pelayanan Pendaftaran Umum

Pelayanan pendaftaran umum yaitu pelayanan penilaian produk dan


keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 45 (empat
puluh lima) hari kerja. Pelayanan diberlakukan terhadap produk beresiko tinggi
dan produk baru yang belum pernah mendapatkan nomor pendaftaran.

Produk pangan yang didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara


lain produk pangan yang diperuntukkan bagi golongan tertentu seperti produk
makanan bayi, produk pangan diet khusus, produk pangan yang mempunyai
manfaat tertentu karena kandungan zat aktif yang ada di dalamnya dan produk
pangan yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi, klaim fungsi zat gizi
ataupun klaim kesehatan pada label produknya. Contoh produk pangan yang dapat
didaftarkan pada pelayanan pendaftaran umum antara lain MPASI, biskuit untuk
bayi, dan susu formula bayi.

Pelayanan Pendaftaran Cepat

Pelayanan pendaftaran cepat (ODS) adalah pelayanan penilaian dan


keputusan hasil penilaian produk pangan dilaksanakan dalam waktu 5 (lima) hari
kerja. Layanan penilaian dilakukan terhadap produk pangan beresiko rendah dan
produk sejenis yang pernah mendapatkan nomor pendaftaran. Produk pangan
yang dapat didaftarkan pada pelayanan pendaftaran cepat dapat dilihat pada
19

Lampiran 3. Produk pangan yang didaftarkan tidak boleh mencantumkan klaim


baik klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi maupun klaim kesehatan. Sejak
tanggal 1 Maret 2012, pendaftaran pangan olahan untuk produk beresiko rendah
dapat dilakukan secara elektronik melalui web Badan POM sesuai dengan
pengumuman No HM. 03.03.51.02.12.0222.

Pelayanan Perubahan Produk

Pelayanan perubahan produk yaitu pelayanan penilaian terhadap produk


pangan yang akan melakukan perubahan data produk. Pelayanan diberlakukan
bagi produk pangan yang telah mendapatkan nomor persetujuan pendaftaran yang
telah diperolehnya menjadi berubah atau berganti.

Perubahan yang dapat diajukan antara lain perubahan nama perusahaan,


perubahan nama importir atau distributor, perubahan informasi nilai gizi,
perubahan dan atau penambahan klaim, perubahan nama dagang, perubahan
desain kemasan, perubahan dan/atau penambahan berat/isi bersih, perubahan
komposisi, dan perubahan untuk kepentingan promosi dalam waktu tertentu.
Penilaian perubahan produk dilaksanakan dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja.

Produk pangan yang memperoleh Nomor Pendaftaran Produk Pangan harus


memenuhi kriteria tentang keamanan, jaminan mutu, gizi, serta keterangan dan
atau pernyataan pada label. Kriteria tentang keamanan yaitu yang meliputi batas
maksimum cemaran mikroba, cemaran kimia, cemaran fisik dan cemaran bahan
berbahaya lainnya. Kriteria tentang jaminan mutu yaitu dinilai dari proses
produksi sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).

Kriteria tentang gizi yaitu sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


antara lain informasi nilai gizi dan angka kecukupan gizi. Sedangkan keterangan
dan atau pernyataan pada label yaitu label harus benar dan tidak menyesatkan,
baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta mencantumkan sekurang-kurangnya keterangan
tentang nama produk, berat bersih atau isi bersih, dan nama dan alamat pihak
yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
20

Proses pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran


rangkap 2 (dua) kepada Badan POM untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan
dokumen dan penetapan biaya sesuai dengan jenis produk pangan. Kelengkapan
dokumen yang diserahkan pada saat pendaftaran yaitu formulir pendaftaran
(terdiri dari Formulir A, B dan C) yang telah diisi dengan benar dan lengkap
(Lampiran 4), contoh produk pangan, serta rancangan label berwarna dan brosur
bila ada.

Kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan pendaftar dalam


berkas pendaftaran dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu persyaratan administrasi,
persyaratan teknis dan persyaratan tambahan. Persyaratan administrasi terdiri
dari (1) fotokopi KTP pendaftar, (2) surat pernyataan bermaterai tentang
kebenaran dan keabsahan dokumen pendaftaran serta jaminan keamanan, mutu
dan gizi serta label pangan olahan, (3) fotokopi ijin usaha industri (IUI) atau tanda
daftar industri (TDI) dari Kementerian/Dinas Perindustrian atau Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM/BKPMD), (4) hasil pemeriksaan sarana produksi dari
Balai Besar/Balai POM setempat, (5) surat persetujuan pendaftaran produk
pangan asli (untuk pelayanan ulang), dan (6) fotokopi surat persetujuan
pendaftaran produk pangan sejenis (untuk pelayanan cepat).

Persyaratan teknis terdiri dari (1) daftar bahan yang


digunakan/komposisi diurutkan dari jumlah yang terbanyak, (2) proses produksi
atau sertifikat HACCP/ISO 22000, (3) informasi masa kadaluarsa, (3) hasil
analisa produk akhir asli dari lab terakreditasi atau lab pemerintah, dan (5)
rancangan label berwarna. Keterangan pada label harus dicantumkan dalam
Bahasa Indonesia, dan bagian utama sekurang-kurangnya memuat : nama dagang,
nama jenis/produk, berat/isi bersih, bobot tuntas (jika ada), nama dan alamat pihak
yang memproduksi, dan nomor pendaftaran BPOM RI MD. Bagian utama/bagian
lain terdiri dari komposisi atau daftar bahan yang digunakan (diurutkan dari
jumlah bahan terbanyak), kode produksi, baik digunakan sebelum, petunjuk
penyimpanan, penggunaan, peringatan dan keterangan lain (jika perlu), dan tabel
informasi nilai gizi (wajib dicantumkan untuk produk berklaim).
21

Persyaratan tambahan terdiri dari : (1) surat kuasa untuk melakukan


pendaftaran (apabila yang mendaftarkan bukan pimpinan perusahaan); (2)
penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal bahan (bahan yang berasal
dari hewani atau nabati), status GMO (jagung, kentang, kedelai, tomat), dan
kandungan kloramfenikol dalam madu; (3) fotokopi surat kerjasama pengemas
kembali/berlisensi/pengguna merek/makloon/model (jika diperlukan); (4) fotokopi
sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat
bubuk, gula rafinasi); (5) fotokopi sertifikat merek; (6) fotokopi sertifikat organik
(jika mencantumkan tulisan/logo organik); (7) fotokopi nomor kontrol veteriner
(NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); (8) surat
persetujuan pencantuman tulisan halal pada label (jika mencantumkan tulisan/logo
halal); (9) Fotokopi SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah)/surat kerjasama
dengan PDAM (untuk AMDK); dan (10) data pendukung produk berklaim (jika
diperlukan).

Untuk pendaftaran pelayanan umum baru dan ulang, berkas pendaftaran


rangkap dua dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah
untuk produk makanan dan minuman, map warna biru untuk produk pangan
fungsional, hasil rekayasa genetika dan bahan tambahan pangan, dan map warna
hijau untuk produk pangan olahan tertentu.

Untuk pendaftaran pelayanan cepat, berkas pendaftaran rangkap dua


dimasukkan ke dalam map kertas ukuran polio; map warna merah untuk produk
minuman dan BTP, dan map warna biru untuk produk makanan. Untuk
pendaftaran pelayanan cepat ulang, berkas pendaftaran rangkap dua dimasukkan
ke dalam map kertas ukuran polio berwarna merah.

Bukti pembayaran atas biaya pendaftaran produk pangan disertakan pada


berkas pendaftaran yang diserahkan kepada Badan POM untuk dilakukan
penilaian. Besaran biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah No. 48 tahun 2010 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNPB) yang berlaku pada Badan POM.
22

Pendaftar diberikan surat pengantar pembayaran bank yang ditunjuk dengan


menggunakan formulir P1 (Lampiran 5). Berkas pendaftaran yang telah
memenuhi ketentuan dilakukan penilaian keamanan, mutu dan gizi serta label
sesuai dengan tingkat resikonya. Penilaian terhadap berkas dilakukan oleh Tim
Penilai Produk Pangan Badan POM dan dapat dibentuk pula Komite Nasional
Penilai Produk Pangan yang melibatkan tenaga ahli di bidang keamanan, mutu
dan gizi serta label pangan. Petugas yang melakukan penilaian berkas pendaftaran
dinamakan petugas evaluator pangan.

Pembentukan tugas dan fungsi Tim Penilai dan atau Komite Nasional
Penilai Produk Pangan ditetapkan oleh Kepala Badan POM. Berdasarkan
rekomendasi Penilai, Kepala Badan memberikan keputusan selambat-lambatnya
60 hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas pendaftaran yang lengkap dan
benar.

Keputusan Kepala Badan dapat berupa persetujuan, permintaan tambahan


data atau penolakan. Produk pangan yang mendapat persetujuan akan memperoleh
nomor pendaftaran produk pangan dengan menggunakan formulir P2 (Lampiran
6) disertai rancangan label yang disetujui. Nomor pendaftaran produk dalam
negeri diberi tanda BPOM RI MD dan nomor pendaftaran pangan produk impor
diberi tanda BPOM RI ML.

Untuk produk pangan yang diperlukan penambahan data, pendaftar akan


diberitahukan secara tertulis tentang persyaratan tambahan data yang harus
dipenuhi dengan menggunakan formulir P3 (Lampiran 7). Persyaratan tambahan
data dapat berupa hasil pemeriksaan atau pengujian oleh Balai Besar atau Balai
Pengawas Obat dan Makanan atas informasi yang disampaikan oleh pendaftar.
Keputusan terhadap pendaftaran dengan tambahan data akan ditetapkan selambat-
lambatnya sejak pemberitahuan secara tertulis disampaikan. Sedangkan keputusan
terhadap penolakan pendaftaran akan diberitahukan secara tertulis kepada
pendaftar disertai dengan alasan penolakan. Formulir yang digunakan yaitu
formulir P4 (Lampiran 8).
23

Perubahan produk pangan dapat dilakukan pendaftar sepanjang perubahan


tersebut tidak mengubah nomor pendaftaran pangan. Permohonan perubahan
produk pangan diajukan secara tertulis kepada Kepala Badan menggunakan
formulir P5 (Lampiran 9). Perubahan produk pangan dapat dilakukan setelah 3
bulan sejak tanggal persetujuan.

Pendaftar dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala


Badan untuk melakukan dengar pendapat berkaitan dengan keberatannya terhadap
hasil penilaian produk pangan dari Tim Penilai dan atau Komite Nasional Penilai
Produk Pangan. Permohonan diajukan paling lama 15 hari kerja sejak tanggal
pemberitahuan hasil penilaian produk pangan.

Permintaan peninjauan kembali terhadap pendaftaran yang ditolak dapat


diajukan pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan, diajukan selambat-
lambatnya 1 bulan setelah penolakan dan dapat dilakukan sebanyak 1 kali.
Peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan atau data yang sudah
pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pendaftar yang pendaftarannya
ditolak karena alasan keamanan, mutu dan gizi serta label produk pangan, dapat
mengajukan kembali pendaftarannya setelah ada bukti-bukti ilmiah terbaru paling
cepat 3 bulan setelah tanggal surat penolakan.

Surat persetujuan pendaftaran berlaku 5 tahun selama masih memenuhi


ketentuan yang berlaku. Apabila telah habis masa berlakunya maka wajib
dilakukan pendaftaran ulang. Untuk penyerahan label siap edar dilakukan
selambat-lambatnya 3 bulan setelah persetujuan pendaftaran.

Produk pangan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat


dilakukan penilaian kembali oleh Kepala Badan apabila ditemukan hal-hal yang
tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendaftar
wajib menarik produk pangan dari peredaran jika produk pangan tersebut
dilakukan penilaian kembali.

Kepala Badan dapat membatalkan surat persetujuan pendaftaran apabila


terjadi salah satu dari hal-hal berikut ini : a) atas permintaan produsen, importir
dan atau distributor yang mengajukan permohonan penilaian keamanan produk
24

pangan, b) produk pangan yang beredar tidak sesuai dengan data yang disetujui
pada waktu memperoleh surat persetujuan pendaftaran, c) produk pangan yang
dipromosikan menyimpang dari ketentuan yang berlaku, d) produk pangan tidak
diproduksi atau diimpor lagi, e) ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, f) nama dagang yang digunakan
telah terdaftar secara sah oleh pihak lain pada instansi yang berwenang, g)
berdasarkan penelitian dan atau pemantauan setelah beredar, produk pangan tidak
memenuhi kriteria yang diharuskan, h) tidak melaksanakan kewajiban, i) izin
industri pangan untuk memproduksi, izin importir, dan atau izin distributor
dicabut, dan j) pemilik surat persetujuan pendaftaran melakukan pendaftaran di
bidang produksi atau distribusi produk pangan. Pembatalan surat persetujuan
pendaftaran produk pangan dilakukan oleh Kepala Badan menggunakan formulir
P6 (Lampiran 10).

4.1.2. Pengawasan Post-Market

4.1.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan


Sesuai dengan lingkup tugasnya Badan POM melakukan pengawasan
terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan oleh Balai
Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin terhadap sarana yang produknya
terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(SP/PIRT). Penentuan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada
Balai Besar/Balai POM setempat.

Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan yang dilakukan oleh


Badan POM mengacu pada pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB).
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor
75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik (Good Manufacturing Practices) dan Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

Pemeriksaan sarana produksi pangan bertujuan untuk mendorong


dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh produsen sesuai dengan
25

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar masyarakat tidak dirugikan


oleh peredaran produk yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah
persaingan yang tidak sehat antar produsen. Selain itu bertujuan untuk
memperoleh data keadaan sarana produksi pangan yang diperiksa, sehingga data
tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk peningkatan cara produksi pangan
dan atau dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah tindak
lanjutnya. Untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan sarana produksi pangan,
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM menyusun petunjuk teknis
pemeriksaan sarana produksi pangan dan untuk penilaian menggunakan petunjuk
penilaian CPMB Sarana Produksi Pangan Form A (Lampiran 11).

Formulir penilaian CPMB terdiri dari lembar data umum dan data khusus.
Form A ini dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1) kelompok A mengenai data
umum, 2) kelompok B mengenai data khusus, 3) kelompok C merupakan daftar
pengecekan CPMB sarana produksi pangan, 4) kelompok D mengenai hasil
penilaian, dan 5) kelompok E adalah lembar saran-saran, baik saran administratif,
saran fisik maupun saran operasional.

Daftar pengecekan CPMB sarana produksi pangan yang ada di kelompok C


terdiri dari Sub kelompok mengenai 1) sikap dan wawasan pimpinan perusahaan
mengenai sistem pengawasan mutu, 2) kondisi sanitasi dan hygiene bangunan,
fasilitas dan sanitasi, 3) sanitasi dan kesehatan serta tindak tanduk karyawan, dan
4) cara penanganan dan pengolahan bahan pangan (GMP). Keseluruhan aspek
tersebut akan dinilai dan apabila tidak memenuhi syarat (sesuai dengan
pertanyaan (negatif/defect/deficiency) maka pemberian tanda X pada kolom yang
tersedia yaitu pada kolom MN (Minor), MJ (Major), SR (Serius) atau KT (Kritis).
Pemberian tanda  (tick) pada kolom OK apabila kenyataan yang ada di lapangan
dilakukan dengan benar berlawanan dengan pernyataan negatif pada kolom aspek
yang dinilai.

Apabila pada kenyataannya ada aspek pertanyaan yang tidak diberlakukan


maka diberi tanda tb (tidak diberlakukan) pada kolom keterangan dan aspek
tersebut tidak dikenakan penilaian. Apabila ada dua pilihan tanda X dalam setiap
nomor aspek yang dinilai, maka jika penyimpangannya dinilai ringan sebelah kiri
26

yang dilingkari dan jika penyimpangannya dinilai berat maka sebelah kanan yang
dilingkari.

Kelompok D merupakan hasil penilaian, digunakan untuk menentukan


tingkat (rating) kelayakan sarana produksi pangan berdasarkan penyimpangan
yang ada dengan menggunakan standar pada tabel 1. Kelompok E adalah lembar
saran-saran, baik saran administratif, saran fisik maupun saran operasional. Daftar
pengecekan CPMB harus ditandatangani oleh petugas penilai dari instansi yang
berwenang dan pimpinan unit pengolahan atau petugas lain yang ditunjuk.
Tabel 1. Tingkat/rating kelayakan sarana produksi
Tingkat Jumlah penyimpangan
(rating) MN MJ SR KT
(minor) (Major) (Serius) (Kritis)
A (Baik sekali) 0-6 0-5 0 0

B (Baik) ≥7 6-10 1-2 0

atau tb ≥ 11 0 0

C (Kurang) tb ≥ 11 3-4 0

D (Jelek) tb tb ≥5 ≥1

Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A


terdiri dari 23 grup, mulai dari group A sampai dengan group W. Unsur-unsur
yang dinilai dari group tersebut yaitu pimpinan; sanitasi lokasi dan lingkungan:
fisik; sanitasi lingkungan: pembuangan/limbah; sanitasi lingkungan : infestasi
burung, serangga, atau binatang lain; pabrik-umum; pabrik-ruang pengolahan;
fasilitas pabrik; pembuangan limbah di pabrik; operasional sanitasi di pabrik;
binatang pengganggu-serangga dalam pabrik; peralatan produksi; pasokan air;
sanitasi dan hygiene karyawan; gudang biasa (kering); gudang beku, dingin
(apabila digunakan); gudang kemasan produk; tindakan pengawasan; bahan
mentah dan produk akhir; hasil uji; tindakan pengawasan; sarana
pengolahan/pengawetan; penggunaan bahan kimia; bahan, penanganan dan
pengolahan.
27

Hasil pemeriksaan sarana produksi dilaporkan oleh Balai Besar/Balai POM


ke Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan dengan
menggunakan Form RA yaitu formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana
produksi makanan dan minuman (Lampiran 12). Untuk hasil pemeriksaan sarana
produksi pangan MD, sarana yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah
sarana produksi pangan yang mendapat nilai B, sedangkan yang mendapat nilai C
dan K dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Berbeda halnya dengan
pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan (IRTP), sarana yang
dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat
nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi
syarat (TMS).

Petugas Balai Besar/Balai POM yang melakukan pemeriksaan sarana


produksi pangan adalah petugas pengawas pangan. Untuk menjamin kualitas
sumberdaya manusia (SDM) yang melakukan pengawasan produk pangan yang
beredar, Badan POM menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengawas pangan
secara berjenjang. Tenaga pengawas pangan yang telah mengikuti pelatihan
penjenjangan tersebut dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food
Inspector/NFI).

Semakin banyaknya sarana produksi pangan skala industri rumah tangga


(IRTP) yang tersebar di Indonesia, mengakibatkan sangat sulit untuk melakukan
pengawasan terhadap seluruh sarana produksi. Untuk mengatasi hal tersebut
Badan POM memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan
dengan cara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih
petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan
bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT yang disebut District Food
Inspector (DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang tersebar di seluruh
Indonesia yaitu sebanyak 169 orang NFI dan 1,829 DFI (Susanti, 2010).
28

4.1.2.2. Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan


Pemeriksaan sarana distribusi pangan dilakukan oleh Balai Besar/Balai
POM yang ada di Indonesia. Pemeriksaan bertujuan untuk melindungi konsumen
dari kemungkinan beredarnya pangan yang tidak memenuhi syarat yang mungkin
dapat merugikan atau membahayakan kesehatan dikarenakan cara distribusi
pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Kegiatan pengawasan sarana distribusi sesuai dengan Instruksi Presiden


Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan
Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/MEN.KES/PER/XII/76 tentang
Produksi dan Peredaran Makanan, dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.1455 tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan.

Pemeriksaan sarana distribusi dilakukan untuk melihat kesesuaian cara


distribusi pangan dengan baik (CDPB) pada sarana distribusi pangan. Sasaran
pemeriksaan yaitu seluruh badan usaha atau perorangan yang mengedarkan
pangan antara lain distributor, toko, supermarket, hipermarket, swalayan, warung,
kios, dan pasar tradisional.

Pemeriksaan mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan sarana distribusi


pangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi
Bidang Pengawasan Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM. Kegiatan
pemeriksaan dilakukan oleh petugas pengawas pangan. Aspek yang diperhatikan
oleh petugas pengawas pangan antara lain peragaan produk pangan; peragaan
produk beku dan produk dingin, termasuk kontrol suhu yang dilakukan;
penempatan produk pangan dan non pangan; penyimpanan produk di gudang,
terutama cara penyimpanan produk yang mudah rusak, ketentuan khusus pada
label produk; produk yang dicurigai menggunakan bahan tambahan yang dilarang
digunakan pada pangan, serta produk kadaluarsa, rusak dan tanpa ijin edar.

Terdapat 11 grup (A s.d. K) pada formulir laporan pemeriksaan Form B


(Lampiran 13) yang menjadi acuan penilaian antara lain pimpinan; sanitasi;
29

infestasi; bangunan/ruangan; perlengkapan peragaan; gudang biasa; gudang


dingin; perlengkapan administrasi; pengawasan penanganan; ketentuan khusus;
dan produk yang TMS (diuraikan data produk pada lampiran). Tindakan yang
dilakukan pada saat pemeriksaan dapat berupa pembinaan; pengambilan sampel;
pemanggilan resmi; perintah pengembalian; penyegelan produk, penyitaan produk
dan pemusnahan produk. Hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan dilaporkan
kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan dan Bahan Berbahaya Badan POM dengan menggunakan Form RB
secara berkala setiap triwulan.

4.1.2.2. Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar


Salah satu kegiatan pengawasan keamanan pangan yang dilakukan oleh
Badan POM yaitu dengan melakukan pengawasan terhadap produk pangan yang
beredar dengan cara pengambilan sampel produk (sampling) dan pengujian
produk di laboratorium untuk melihat kesesuaian produk pangan yang diedarkan.
Pengawasan dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan
POM melalui Balai Besar/ Balai POM di seluruh Indonesia. Kewenangan Badan
POM dalam melakukan sampling pangan sesuai dengan PP No 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan pasal 45 yang berisi :

(1) Badan berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan


gizi pangan yang beredar
(2) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), badan berwenang untuk :
a) mengambil contoh pangan yang beredar dan/atau
b) melakukan pengujian terhadap contoh pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) butir a
(3) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b :
a) untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti
oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian,
perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan
kewenangan masing-masing;
30

b) untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh


instansi yang bertanggung jawab di bidang perikanan,
perindustrian atau Badan sesuai dengan bidang tugas dan
kewenangan masing-masing;
c) untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan
d) untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan
dan pangan siap saji disampaikan kepada dan
ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pengambilan sampel produk (sampling) dilakukan di sarana produksi


pangan dan atau sarana distribusi pangan. Pengambilan sampel produk harus
mewakili seluruh kelompok produk yang akan diuji. Oleh karena itu, sampling
memerlukan perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang komprehensif dan
aplikatif agar data yang diperoleh benar, absah, dan valid. Pedoman standar
sampling pangan secara umum mengacu pada General Guidelines on Sampling
(CAC/ GL 50-2004) yang disusun oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).

Pedoman ini dibuat untuk memastikan bahwa prosedur sampling yang


sahih dan valid digunakan dalam rangka menguji produk pangan. Faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan dalam melakukan sampling adalah tujuan
pengambilan sampel, kemampuan analisis laboratorium, metode analisis yang
akan dilakukan, metode pengambilan sampel yang akan dipilih dan jumlah
sampel.

Kegiatan sampling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kualitas


pengujian. Untuk melakukan pengujian diperlukan laboratorium yang mampu
mendeteksi dan secara kuantitatif menguji besaran bahaya dalam pangan.
Pelayanan analitik ilmiah merupakan komponen yang penting dalam sistem
pengawasan pangan. Pelayanan ini diberikan oleh laboratorium analitik.
Laboratorium harus mempunyai sarana yang memadai dan analis yang kompeten
untuk bidang pengujian yang dibutuhkan. Selain itu laboratorium harus mampu
mengembangkan metode analisis yang baru untuk menguji food safety measures
(seperti hazard) yang baru muncul (emerging).
31

Badan POM melakukan sampling pangan rutin sebagai bentuk


pengawasan terhadap produk pangan yang beredar untuk menjamin masyarakat
dari peredaran produk pangan yang beresiko terhadap kesehatan, produk pangan
cacat atau dengan mutu substandard dan atau mengandung unsur penipuan.
Pelanggaran keamanan pangan meliputi penggunaan bahan kimia yang dilarang
untuk pangan, penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) melebihi batas
maksimal, pangan mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik) dan penggunaan
bahan baku yang mengandung cemaran (kimia, mikroba, fisik).

Prioritas produk untuk sampling rutin yaitu produk dengan kriteria : produk
yang mempunyai kemungkinan resiko tinggi dan banyak diminati masyarakat,
sebagai tindak lanjut dari suatu produk yang terbukti TMS berdasarkan hasil
sampling sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari hasil inspeksi sarana produksi
yang belum menerapkan CPMB dan program nasional (fortifikasi) (Gartini 2009).
Pelaksanaan sampling sekurang-kurangnya satu tahun sekali dilakukan pada
sarana produksi maupun sarana distribusi.

4.2. Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM


4.2.1. Implementasi Pengawasan Pre-Market
Pengawasan pre-market dilakukan pada saat registrasi produk terhadap
kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh produsen/distributor/importir
pangan. Produk pangan olahan yang telah dinilai dan memenuhi persyaratan akan
diberikan surat persetujuan pendaftaran produk pangan yang di dalamnya terdapat
nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran produk pangan adalah nomor yang
diberikan untuk pangan olahan dalam rangka peredaran pangan yang terdiri dari
12 (dua belas) digit dan dalam setiap digit berisi kode dari produk tersebut.

Pendaftaran produk pangan MD dan ML diklasifikasikan berdasarkan


kategori pangan. Pada tahun 2006 s.d. 2010 jumlah produk pangan terdaftar
dengan nomor pendaftaran MD sebanyak 22,967 produk dan 16,947 produk
dengan nomor pendaftaran ML (Gambar 2). Produk dengan nomor pendaftaran
MD tahun 2006-2010 yang terbanyak pada kategori pangan 14 (minuman, tidak
termasuk susu) dan produk dengan nomor pendaftaran ML yang terbanyak pada
kategori pangan 6 (serealia dan produk serealia).
32

Gambar 2. Jumlah produk pangan terdaftar di Badan POM tahun


2006-2010

Hasil keputusan penilaian produk selain persetujuan untuk memperoleh


nomor pendaftaran, dapat pula berupa penolakan produk dikarenakan tidak
memenuhi/tidak sesuai dengan persyaratan saat registrasi. Gambar 3
memperlihatkan jumlah produk MD dan ML tahun 2010 yang ditolak pada saat
pendaftaran yaitu sebanyak 184 produk (8 produk MD dan 176 produk ML).
Pendaftar yang berkasnya tidak memenuhi persyaratan, berkas pendaftaran
dikembalikan untuk dilengkapi atau berkas ditolak dengan alasan keamanan
pangan.
Pengawasan pre-market berkaitan dengan mutu pelayanan yang diberikan
oleh petugas evaluator pangan pada saat melakukan penilaian produk. Menurut
Ratminah (2009) dari keseluruhan unsur penilaian indeks kepuasan masyarakat
(IKM) yang dilakukan di unit pelayanan Badan POM Pusat yang terdiri dari unsur
prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan,
tanggung jawab petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan
pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas,
kewajaran biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan
dan keamanan lingkungan unit penyelenggara layanan maupun sarana yang
digunakan; unsur yang memperoleh nilai A (sangat baik) adalah unsur kepastian
33

biaya pelayanan, sedangkan unsur yang mendapat penilaian mutu pelayanan C


(kurang baik) terdapat pada unsur prosedur pelayanan, kecepatan pelayanan dan
kepastian jadwal pelayanan.

Gambar 3. Jumlah produk MD dan ML yang ditolak tahun 2010

Berdasarkan data registrasi produk tahun 2006-2010, bahwa selama


periode 5 tahun pengawasan jumlah produk yang terdaftar sebanyak 30
produk/hari. Jumlah ini cukup besar, sehingga diperlukan jumlah SDM petugas
penilai pangan yang memadai sehingga sistem pengawasan yang dilakukan
menjadi efektif dan efisien.

Selain melakukan pengawasan pre-market pada produk MD dan ML, Badan


POM juga berperan dalam melakukan pembinaan terhadap Industri Rumah
Tangga Pangan (IRTP) bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat.
Pembinaan yang dilakukan Badan POM yaitu pembinaan keamanan pangan
melalui penyuluhan keamanan pangan dalam rangka Sertifikasi Produksi Pangan
IRTP (SPP-IRT).

Berdasarkan data yang dilaporkan Balai POM/Balai Besar POM di 26


provinsi di Indonesia, jumlah IRTP yang ada di provinsi tahun 2003-2010 yaitu
sejumlah 33,796 IRTP. Dari jumlah tersebut IRTP yang mengikuti penyuluhan
34

keamanan pangan dalam rangka sertifikasi produksi pangan IRTP (SPP-IRT)


sejumlah 20,906 (61.86%), dengan nomor PIRT yang telah diterbitkan Dinas
Kesehatan sebanyak 14,621 (43.26%). Data tersebut menunjukkan bahwa IRTP
yang sudah memperoleh nomor PIRT masih sangat rendah (< 50%). Rendahnya
perolehan nomor PIRT ini kemungkinan salah satunya tidak terpenuhinya
persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik-Industri Rumah Tangga (CPPB-
IRT) dengan hasil penilaian pemeriksaan sarana produksi minimal cukup.

4.2.2. Implementasi Pengawasan Post-Market


4.2.2.1. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan
Pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan terhadap sarana
produksi pangan MD, sarana produksi PIRT dan sarana produksi pangan tidak
terdaftar (TTD).

a. Pemeriksaan sarana produksi MD


Berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2006 s.d 2010
terhadap 2,421 sarana produk MD terdaftar (dari total produk terdaftar 22,967
produk), sarana produksi MD yang diperiksa sebesar 10.54%. Jumlah sarana
produksi MD yang diperiksa masih rendah meskipun pengawasan produk MD
merupakan wewenang dan tanggung jawab Badan POM. Hal ini berkaitan dengan
anggaran dana yang tersedia. Dari 2,421 sarana produksi pangan, jumlah sarana
yang memperoleh nilai B sebanyak 455 sarana, nilai C sebanyak 1,380 sarana dan
nilai K sebanyak 586 sarana (Gambar 4). Pemeriksaan sarana produksi juga
dilakukan terhadap 160 sarana produksi pangan tidak aktif, namun tidak
dijumlahkan dalam total sarana produksi yang diperiksa dan tidak dilakukan
penilaian MS dan TMS.

Sarana produksi yang memperoleh nilai B dikategorikan sebagai sarana


produksi yang memenuhi syarat (MS) dan yang memperoleh nilai C dan K
dikategorikan sebagai sarana produksi yang tidak memenuhi syarat. Jumlah sarana
produksi yang memenuhi syarat (MS) kurun waktu 2006 s.d 2010 untuk sarana
produksi produk MD yaitu 455 sarana produksi (18.79%) dan sarana produksi
yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 1,966 sarana produksi (81.21%).
Berdasarkan hasil penilaian tersebut sarana produksi pangan yang tidak
35

memenuhi persyaratan cukup besar (81.21%) padahal untuk memperoleh nomor


pendaftaran MD, salah satu persyaratan saat registrasi yaitu harus melampirkan
hasil pemeriksaan sarana produksi dengan nilai minimal B (memenuhi syarat).
Hal ini menunjukkan bahwa sarana produksi MD tersebut belum mampu
memenuhi persyaratan CPMB dan seharusnya belum bisa memperoleh nomor
pendaftaran MD karena persyaratannya CPMB-nya tidak terpenuhi.

Gambar 4. Jumlah sarana produksi produk pangan MD yang diperiksa tahun


2006-2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang

Berdasarkan kajian yang dilakukan Susanti (2010), dari 5 (lima) komponen


utama CPMB (grup F: pabrik dan ruang pengolahan, grup J: pabrik/binatang
perusak/serangga, grup K: peralatan, grup L: suplai air, dan grup M: higiene
perorangan) komponen yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah grup
F (pabrik-ruang pengolahan) dan grup M (sanitasi dan hygiene karyawan).

Penyimpangan pada pabrik-ruang pengolahan diantaranya adalah


kebersihan lantai, dinding dan langit-langit, serta konstruksinya yang tidak sesuai
dengan persyaratan sehingga sulit dibersihkan. Sedangkan penyimpangan
terhadap hygiene perorangan diantaranya disebabkan tidak adanya petunjuk yang
jelas tentang hygiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan
hygiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku
36

karyawan (makan dan minum di ruang produksi) dan tidak memakai masker
selama melakukan kegiatan produksi.

b. Pemeriksaan sarana produksi IRTP

Hasil pemeriksaan sarana produksi untuk produk dengan nomor pendaftaran


PIRT terhadap 6,132 sarana produksi produk pangan terdaftar untuk periode tahun
2006 s.d 2010 adalah sebagai berikut: sarana produksi yang memperoleh nilai B
sebanyak 330 sarana, nilai C 3,432 sarana, dan nilai K sebanyak 2,380 sarana
(Gambar 5).

Kategori penilaian sarana produksi PIRT tidak sama dengan sarana produksi
MD. Untuk sarana produksi PIRT, nilai B dan C dikategorikan sebagai sarana
yang memenuhi syarat (MS) yaitu sebesar 61.35% dan nilai K sebagai sarana
yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 38.81%. Terdapat 326 sarana yang
tidak aktif sehingga tidak dilakukan penilaian.

Gambar 5. Jumlah sarana produksi produk PIRT yang diperiksa tahun 2006-
2010 dan hasil penilaian B =baik, C=cukup, K=kurang

Masih banyaknya sarana dengan kategori K (tidak memenuhi syarat) untuk


nomor pendaftaran PIRT, menunjukkan masih kurangnya pemenuhan persyaratan
CPMB terhadap sarana produksi PIRT. Menurut Susanti (2010), terdapat (4)
empat komponen CPMB yang termasuk dalam 5 grup utama yang sering tidak
37

dipenuhi oleh sarana produksi skala IRTP yaitu ruang pengolahan, hygiene
perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, dan peralatan produksi.

c. Pemeriksaan sarana produksi tidak terdaftar (TTD)

Pemeriksaan sarana produksi dilakukan pula terhadap produk pangan tidak


terdaftar (TTD) atau tanpa ijin edar (TIE) (Gambar 6). Pemeriksaan ini
dimaksudkan sebagai bentuk pengawasan terhadap produk pangan yang tidak
terdaftar/tanpa ijin edar sehingga dapat diketahui sejauh mana pemenuhan CPMB-
nya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 2,973 sarana produksi pangan yang
tidak terdaftar, sebanyak 2,856 sarana produksi yang dilakukan penilaian dan
sisanya sebanyak 117 sarana tidak dilakukan penilaian karena termasuk sarana
produksi pangan tidak aktif.

Gambar 6. Jumlah sarana produksi pangan tidak terdaftar (TTD) yang


diperiksa tahun 2006-2010 dan hasil penilaian B=baik,
C=cukup, K=kurang

Sebagian besar sarana produksi yang diperiksa memperoleh nilai K yang


berati tidak memenuhi syarat (TMS) dengan persentase 50.70%. Hal ini
disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
persyaratan CPMB masih sangat rendah, sehingga perlu adanya peningkatan
upaya pembinaan tidak hanya terhadap produsen industri pangan tidak terdaftar
38

tetapi juga terhadap produsen industri rumah tangga pangan (IRTP) dan produsen
produk MD.

Tindak lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi yang memperoleh nilai


K (Kurang) dan termasuk sarana TMS, Balai Besar/Balai POM melakukan
tindakan peringatan/teguran dan pembinaan dengan melibatkan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.

4.2.2.2. Pemeriksaan sarana distribusi pangan

Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi pangan tahun 2006-2010


dari 26 Balai Besar /Balai POM menunjukkan bahwa jumlah sarana distribusi
yang diperiksa sebanyak 28,079 buah. Sebanyak 6,044 sarana distribusi
memperoleh nilai B (21.52%), 14,224 sarana distribusi memperoleh nilai C
(50.66%) dan sisanya sebanyak 7,811 sarana distribusi memperoleh nilai K
(27.82%) (Gambar 7). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar
sarana distribusi memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan total nilai B dan
C sejumlah 20,268 sarana (72.18%), sedangkan untuk sarana yang tidak
memenuhi ketentuan persyaratan CDPB dengan nilai K sejumlah 7.811 sarana
(27.82%).

Gambar 7. Jumlah sarana distribusi pangan yang diperiksa tahun 2006-2010


dan hasil penilaian B=baik, C=cukup, K=kurang
39

Berdasarkan parameter temuan/pelanggaran terhadap sarana distribusi yang


dinilai Kurang (K) yang merupakan produk TMS tahun 2006-2010, sebanyak
2370 sarana distribusi menjual pangan kadaluarsa (Gambar 8). Pangan kadaluarsa
yaitu pangan/makanan yang telah lewat tanggal kadaluarsa. Tanggal kadaluarsa
merupakan batas akhir pangan/makanan yang dijamin mutunya sepanjang
penyimpanan mengikuti petunjuk yang diberikan produsen (Depkes RI 1996).
Tindak lanjut terhadap temuan meliputi pembinaan, pemusnahan, pengamanan
produk tidak memenuhi syarat, peringatan dan peringatan keras.

Gambar 8. Hasil pengawasan sarana distribusi tahun 2006-2010 berdasar


parameter temuan pada produk yang TMS

Selain sebagai kegiatan rutin, pemeriksaan sarana distribusi juga dilakukan


untuk kasus tertentu. Dalam rangka intensifikasi pengamanan pasar menjelang
Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 misalnya, Badan POM melakukan pengawasan
terhadap 1482 sarana distribusi pangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
1482 sarana distribusi pangan tersebut, 963 (64.98%) memenuhi ketentuan
perundangan dan 519 (35.02%) sarana tidak memenuhi ketentuan
(www.kominfonewscenter.com 2011).

Parameter temuan untuk produk yang tidak memenuhi syarat pada


pengawasan sarana distribusi terdiri dari penggunaan bahan berbahaya yang
dilarang penggunaannya pada pangan yaitu formalin dan borak, ditemukannya
40

pangan rusak, pangan kadaluarsa, label yang tidak sesuai dengan ketentuan,
produk tanpa penandaan khusus, minuman keras tanpa ijin, pangan tanpa ijin edar
(illegal) dan lain-lain (penggunaan pewarna bukan untuk pangan dan penggunaan
BTP yang melebihi batas maksimum).

4.2.2.3. Sampling dan pengujian produk pangan yang beredar

Total sampel produk yang diuji tahun 2006 s.d 2010 sebanyak 88,077
sampel produk yang terdiri dari produk pangan MD (41,355 sampel), ML (1,665
sampel), PIRT (24,355 sampel) dan sampel TTD (20,702 sampel). Persentase MS
dan TMS dari keseluruhan sampel MD, ML, PIRT dan TTD seperti pada Gambar
9 dan 10. Rata-rata persentase sampel produk yang MS tahun 2006-2010 yaitu
sebesar 82.66% dan sampel produk yang TMS sebesar 17.34%.

Jumlah sampel produk yang memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi
syarat (TMS) menurut nomor pendaftaran periode tahun 2006—2010 dapat dilihat
pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 9. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang


memenuhi syarat (MS) tahun 2006-2010
41

Gambar 10. Persentase hasil pengujian produk pangan yang beredar yang
tidak memenuhi syarat (TMS) tahun 2006-2010

Gambar 11. Persentase jumlah sampel produk yang memenuhi syarat


(MS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010
42

Gambar 12. Persentase jumlah sampel produk yang tidak memenuhi syarat
(TMS) berdasarkan nomor pendaftaran tahun 2006-2010

Total hasil pengujian sampel produk MD tahun 2006-2010 yang memenuhi


syarat (MS) sebanyak 38,184 sampel (92.33%) dan TMS 3,171 sampel (7.67%),
sampel produk ML yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,336 sampel (80.24%)
dan TMS 329 sampel (19.76%), sampel produk SP-PIRT yang memenuhi syarat
sebanyak 20,191 sampel (82.90%) dan TMS 4,164 sampel (17.10%), dan produk
tidak terdaftar yang memenuhi syarat sebanyak 13,094 sampel (63.25%) dan TMS
sebanyak 7,608 sampel (36.75%). Sebagian besar sampel produk yang diuji
memenuhi syarat, baik untuk sampel produk MD, ML, SP-PIRT maupun produk
tidak terdaftar.

Pada 15,272 sampel produk yang TMS dilakukan pengujian laboratorium


terhadap parameter uji (Gambar 13). Berdasarkan hasil pengujian sampel produk
tahun 2006-2010, sebesar 22.25% (4,022 sampel) menggunakan BTP pemanis
sakarin dan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan, 10.67% (1,928
sampel) menggunakan pengawet benzoat melebihi batas maksimal yang diijinkan,
7.98% (1,433 sampel) menggunakan bahan berbahaya formalin, 8.19% (1,480
sampel) menggunakan bahan berbahaya borak, 10.28% (1,858 sampel)
menggunakan pewarna bukan makanan rhodamin B dan methanol yellow, 21.02%
43

(3,800 sampel) terindikasi cemaran mikroba, dan 19.60% (3,543 sampel)


dikarenakan faktor lain-lain.

Gambar 13. Hasil pengujian produk yang tidak memenuhi syarat


(TMS) berdasarkan parameter uji tahun 2006-2010

Penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat)


melebihi batas maksimal yang diijinkan. Hal ini berarti penggunaan pemanis
buatan dan pengawet tidak dengan takaran yang benar. Penggunaan umumnya
hanya berdasarkan rasa sensori saja. Berdasarkan hasil kajian Jarwati (2009), jenis
pemanis buatan yang yang paling banyak digunakan secara tunggal pada produk
pangan IRTP di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2004-2007 adalah aspartam,
siklamat dan sorbitol.

Parameter uji untuk penggunaan BTP yang berlebih yaitu pemanis buatan
(sakarin dan siklamat) dan pengawet (benzoat), bahan berbahaya yaitu formalin
dan boraks, uji pewarna bukan untuk makanan yaitu rhodamin B dan methanil
yellow, uji cemaran mikroba yaitu Angka Lempeng Total, MPN coliform dan
Angka Kapang-Khamir, sedangkan parameter uji lain-lain terdiri dari kadar abu,
kadar air, bobot tuntas, label dan BTP yang belum diijinkan. Pengujian cemaran
mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji
mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum
44

mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam petunjuk teknis
sampling rutin produk pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan Badan POM.

Untuk melakukan pengujian sampel produk tentunya di dukung oleh


kemampuan laboratorium dalam melakukan pengujian semua parameter uji.
Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk yang
beredar di Indonesia. Agar mampu melaksanakan perlindungan kepada
masyarakat secara optimal diharapkan seluruh laboratorium Badan POM
mempunyai kemampuan dasar minimal yang sama. Selain itu beberapa
laboratorium dapat dirancang sebagai laboratorium rujukan dengan kemampuan
spesifik. Pengembangan laboratorium Badan POM diarahkan untuk memenuhi
standar minimal peralatan, bangunan, dan SDM laboratorium agar dapat menguji
semua produk yang beredar. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan POM telah
mengeluarkan Standar Minimal Laboratorium sesuaidengan Keputusan Kepala
Badan POM Nomor HK. 00.05.21.4978 tentang Standar Minimum Laboratorium
Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM.

4.3. Kajian Implementasi Sistem Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan


POM

4.3.1. Pengawasan Pre-Market

Berdasarkan implementasi pengawasan pre-market yang dilakukan pada


saat pendaftaran produk, aspek kelengkapan persyaratan dokumen yang
dilampirkan pada saat registrasi produk menjadi hal yang penting dalam
menjamin keamanan pangan sebelum produk memperoleh nomor pendaftaran dan
diedarkan di masyarakat. Selain itu keberhasilan fungsi pengawasan pre-market
sangat ditentukan oleh kompetensi petugas penilai pangan yang menangani
langsung proses penilaian. Kompetensi yang dimiliki petugas disesuaikan dengan
lingkup dan tanggung jawab yang diembannya dalam melakukan penilaian
produk. Evaluasi terhadap proses pendaftaran produk pangan (registrasi) pada
pengawasan pre-market dapat dilihat pada Tabel 2.
45

Tabel 2. Evaluasi proses pendaftaran produk pangan sebagai pengawasan


pre-market
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

1 Lokasi Direktorat Penilaian Lokasi pendaftaran sudah jelas


Keamanan Pangan,
Deputi Bidang
Pengawasan
Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya,
BPOM, Gedung D
lantai 3 Jakarta Pusat

2 Frekuensi/waktu Tergantung pendaftar, Frekuensi dan waktu kapan akan


pada melakukan pendaftaran tergantung
hari kerja (Senin- pada pendaftar dilakukan pada hari
Jum’at) dan jam kerja

3 Acuan Keputusan Kepala Acuan sudah jelas.


Badan Pengawas Obat
dan Makanan Pada tahun 2011 direvisi menjadi
Republik Indonesia Peraturan Kepala Badan
Nomor : HK. Pengawas Obat dan Makanan
00/05.1.2569 tentang Nomor : HK. 03.1.5.12.11.09956
Kriteria dan Tata tahun 2011 tentang Tata Laksana
Laksana Penilaian Pendaftaran Pangan Olahan,
Produk Pangan tahun mulai diberlakukan sejak
2004 diundangkan pada tanggal 12
Desember 2011.
4 Piranti Kelengkapan Kelengkapan persyaratan harus
persyaratan dipenuhi untuk memperoleh nomor
(administrasi, teknis, pendaftaran MD atau ML
tambahan)

5 Pelaksana Petugas penilai pangan Kompetensi dan jumlah petugas


Direktorat PKP penilai pangan harus memadai
sesuai dengan lingkup dan tanggung
jawab yang diembannya

6 Skala prioritas Berdasarkan Tidak ada skala prioritas, first in


pelayanan pendaftaran first out

Faktor penting keberhasilan dalam pengawasan pre-market yaitu aspek


kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran yang diajukan pendaftar saat registrasi.
Kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran tersebut dipersyaratkan dapat
menjamin keamanan produk yang didaftarkan sebelum produk tersebut beredar di
masyarakat yang berarti harus berkaitan dengan keamanan pangan. Evaluasi
46

terhadap berkas/dokumen yang dilampirkan pada saat pendaftaran dapat dilihat


pada Tabel 3.

Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang


berkaitan dengan keamanan pangan

No Aspek Terkait Kajian


keamanan
pangan
(KP)*

Persyaratan Administrasi

1 Fotokopi KTP pendaftar

2 Surat pernyataan bermaterai

3 Fotokopi ijin usaha industri


(IUI) atau tanda daftar
industri (TDI)

4 Hasil pemeriksaan sarana Terkait KP Tergantung sistem jaminan


produksi dari Balai yang diberlakukan oleh Balai
Besar/Balai POM setempat Besar/Balai POM

Format penilaian sama untuk


seluruh Balai Besar/Balai POM

Diperlukan SDM yang


kompeten dalam bidang
keamanan pangan

5 Surat persetujuan
pendaftaran produk pangan
asli (untuk pelayanan ulang)

6 Fotokopi surat persetujuan


pendaftaran produk pangan
sejenis (untuk pelayanan
cepat).

Persyaratan teknis

No Aspek Terkait Kajian


Keamanan
Pangan
(KP)*

1 Daftar bahan yang Terkait KP Cukup jelas


digunakan/komposisi
diurutkan dari jumlah yang Berkaitan juga dengan mutu
terbanyak dan gizi pangan
47

Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang


berkaitan dengan keamanan pangan

No Aspek Terkait Kajian


keamanan
pangan
(KP)*

2 Proses produksi atau Terkait KP Tergantung sistem jaminan


sertifikat HACCP/ISO institusi lain dalam proses
22000 sertifikasi

3 Informasi masa kadaluarsa Pencantuman informasi


menjadi sangat penting untuk
memberikan jaminan mutu
pada saat produk sampai ke
tangan konsumen

4 Hasil analisa produk akhir Terkait KP Tidak cukup jelas


asli dari lab terakreditasi dicantumkan apa yang
atau lab pemerintah dianalisa pada produk akhir

Perlu adanya kejelasan apa


yang harus dianalisa untuk
produk akhir terkait dengan
keamanan pangan

Diperlukan lebih dari satu


hasil data analisa untuk
memastikan keamanan
pangan

5 Rancangan label berwarna

Persyaratan tambahan

No Aspek Terkait Kajian


keamanan
pangan
(KP)*

1 Surat kuasa untuk


melakukan pendaftaran
(apabila yang mendaftarkan
bukan pimpinan
perusahaan)

2 Penjelasan untuk bahan- Terkait KP Diperlukan penjelasan


bahan tertentu antara lain : keamanan pangan tentang
asal bahan (bahan yang bahan-bahan tertentu yang
berasal dari hewani atau digunakan dalam produk yang
nabati), status GMO didaftarkan
(jagung, kentang, kedelai,
tomat), dan kandungan
48

Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang


berkaitan dengan keamanan pangan

No Aspek Terkait Kajian


keamanan
pangan
(KP)*

kloramfenikol dalam madu;

3 Fotokopi surat kerjasama


pengemas
kembali/berlisensi/pengguna
merek/makloon/model (jika
diperlukan

4 Fotokopi sertifikat SNI Terkait KP Tergantung sistem jaminan


(untuk produk AMDK, institusi lain
tepung terigu, garam
beryodium, coklat bubuk, Jejaring antar institusi dan
gula rafinasi) jaminan bahwa sistem SNI
sudah dapat menjamin
keamanan pangan

5 Fotokopi sertifikat merek

6 Fotokopi sertifikat organik Tidak cukup jelas kaitannya


(jika mencantumkan dengan keamanan pangan
tulisan/logo organik)
Perlu adanya informasi apakah
ada pengujian terkait
keamanan pangan untuk
memperoleh sertifikat

Tergantung sistem jaminan


institusi lain

7 Fotokopi nomor kontrol Terkait KP Tergantung sistem jaminan


veteriner (NKV) rumah institusi lain
pemotongan hewan (RPH)
(untuk produk asal hewan) Kepastian jaminan apakah
sistem NKV sudah baik terkait
keamanan pangan

8 Surat persetujuan
pencantuman tulisan halal
pada label (jika
mencantumkan tulisan halal
pada label (jika
mencantumkan tulisan/logo
halal)

9 Fotokopi SIPA (Surat Izin


Pengambilan Air
49

Tabel 3. Evaluasi terhadap kelengkapan dokumen saat pendaftaran yang


berkaitan dengan keamanan pangan

No Aspek Terkait Kajian


keamanan
pangan
(KP)*

Tanah)/surat kerjasama
dengan PDAM (untuk
AMDK);

10 Data pendukung produk Terkait KP Tidak cukup jelas data yang


berklaim (jika diperlukan). dimaksud. Perlu adanya
penjelasan lebih lanjut
mengenai data apa yang
dimaksud dan kategorisasi
terkait KP

Berdasarkan Tabel 3 untuk kelengkapan persyaratan administrasi yang


berkaitan langsung dengan aspek keamanan pangan yaitu persyaratan hasil
pemeriksaan sarana produksi dari Balai Besar/Balai POM setempat. Sarana
produksi dipersyaratkan memperoleh nilai minimal B untuk dapat memperoleh
nomor pendaftaran MD atau ML.

Pemeriksaan sarana produksi diantaranya mencakup penilaian terhadap


penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Sistem yang
dibangun untuk pemeriksaan sarana produksi mengacu pada petunjuk teknis
pemeriksaan sarana produksi yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan Badan POM RI. CPPB merupakan pondasi terwujudnya
keamanan pangan. Untuk menjamin bahwa hasil penilaian terhadap sarana
produksi telah menerapkan CPPB maka diperlukan petugas penilai yang kompeten
dalam bidang keamanan pangan sehingga hasil pemeriksaan benar-benar dapat
dipertanggung jawabkan.

Untuk aspek persyaratan teknis, dokumen yang berkaitan dengan keamanan


pangan yaitu kelengkapan dokumen daftar bahan yang digunakan/komposisi
diurutkan dari jumlah yang terbanyak dan proses produksi/sertifikat HACCP/ISO
22000. Daftar bahan yang digunakan atau komposisi produk berkaitan dengan
jenis dan sifat produk pangan dengan tingkat resiko keamanannya (ringan, sedang
50

atau tinggi). Sedangkan untuk proses produksi/sertifikat HACCP/ISO 22000


merupakan bukti bahwa industri telah melakukan sertifikasi berkaitan dengan
penerapan keamanan pangan. Dokumen sertifikat HACCP/ISO 22000 dikeluarkan
oleh instansi lain sehingga perlu adanya jaminan bahwa sertifikat yang
dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan dalam menjamin keamanan pangan.
Instansi yang melakukan sertifikasi merupakan instansi yang kredibel dan dapat
dipercaya. Dalam hal ini perlu adanya jejaring yang baik antar Badan POM
dengan instansi lain.

Dokumen kelengkapan pada persyaratan tambahan yang berkaitan dengan


keamanan pangan yaitu penjelasan untuk bahan-bahan tertentu antara lain : asal
bahan (bahan yang berasal dari hewani atau nabati), status GMO (jagung,
kentang, kedelai, tomat), dan kandungan kloramfenikol dalam madu; fotokopi
sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam beryodium, coklat
bubuk, gula rafinasi); fotokopi nomor kontrol veteriner (NKV) rumah
pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); dan data pendukung
produk berklaim (jika diperlukan).

Perlu adanya penjelasan untuk bahan-bahan tertentu yang digunakan pada


produk untuk menjamin keamanannya. Penjelasan keamanan asal bahan pangan
yang digunakan (untuk pengental, pengemulsi, enzim, minyak, lemak, dan lain-
lain), status GMO untuk bahan pangan kedelai, jagung, kentang, dan tomat dari
pabrik asal (lokal atau impor) disertai surat pernyataan dari importir/distributor
tentang status GMO, serta surat pernyataan tidak mengandung kloramfenikol
untuk pangan yang mengandung madu.

Untuk fotokopi sertifikat SNI (untuk produk AMDK, tepung terigu, garam
beryodium, coklat bubuk, gula rafinasi) dan fotokopi nomor kontrol veteriner
(NKV) rumah pemotongan hewan (RPH) (untuk produk asal hewan); jaminan
keamanan pangan berkaitan dengan institusi lain yang mengeluarkan sertifikat
tersebut. Institusi yang terlibat memberikan jaminan bahwa sertifikasi yang
diberikan dapat menjamin keamanan pangan produk yang dimaksud. Jejaring
yang baik perlu dikembangkan antar Badan POM dan institusi lain yang
melakukan sertifikasi sehingga pangan dapat terjamin keamanannya. Untuk data
51

pendukung produk berklaim, data yang dimaksud tidak cukup jelas, sehingga
kaitannya dengan keamanan pangan diperlukan kejelasan data yang dimaksud dan
kategorisasinya terkait dengan keamanan pangan.

4.3.1. Pengawasan Post-Market


a. Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan
Pada pengawasan post-market pemeriksaan sarana produksi pangan telah
disusun petunjuk teknis dan formulir penilaian serta formulir hasil pemeriksaan
yang secara substansi telah mencakup aspek-aspek yang diperlukan dalam
pemenuhan cara produksi pangan yang baik (CPPB). Berdasarkan implementasi
sistem tersebut menunjukkan masih rendahnya cakupan pemeriksaan untuk sarana
produksi MD (10.54%) yang merupakan area kewenangan Badan POM dengan
produk yang memenuhi syarat (MS) sebesar 18.79%. Pemeriksaan sarana
produksi cenderung banyak dilakukan terhadap sarana produksi industri rumah
tangga pangan (IRTP) yang berada di catchmen area Balai Besar/Balai POM
setempat dan industri pangan yang tidak terdaftar (TTD). Peningkatan kerja sama
perlu dilakukan Badan POM dengan PEMDA setempat dalam hal pengawasan
dan pembinaan IRTP.

Penetapan prioritas pemeriksaan sarana produksi diserahkan kepada Balai


Besar/Balai POM setempat (belum dilakukan prioritas secara nasional),
berdasarkan kasus yang terjadi dan disesuaikan dengan anggaran. Sarana produksi
yang dipilih sedemikian rupa sehingga dapat mewakili keseluruhan produksi
pangan yang ada di wilayah Balai Besar/Balai POM setempat.

Petugas pengawas pangan memiliki peranan yang sangat penting dalam


melaksanakan pemeriksaan sarana ini. Luasnya cakupan area pemeriksaan
memerlukan jumlah pengawas pangan dan kompetensi yang memadai yang
dimiliki petugas pengawas pangan. Evaluasi terhadap pemeriksaan sarana
produksi pangan pada pengawasan post-market dapat dilihat pada Tabel 4.
52

Tabel 4. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana


produksi pangan tahun 2006-2010
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

1 Lokasi Sarana produksi pangan • Sasaran pemilihan sarana


(MD dan IRTP) produksi tidak cukup jelas
terdaftar dan tidak • Perlu adanya prioritas
terdaftar di 26 Balai pemilihan sarana
Besar/Balai POM (misalnya berdasarkan
kategori risiko) dan dititik
beratkan pada
pemeriksaan sarana
produksi MD yang
merupakan kewenangan
Badan POM
• Bekerjasama dengan
PEMDA setempat untuk
pemeriksaan sarana
produksi IRTP
• Sarana produksi pangan
yang terdaftar lebih
diutamakan
2 Frekuensi/waktu Rutin sesuai jadwal Jelas
yang disusun Balai
Besar/Balai POM
setempat, dilaporkan
setiap triwulan kepada
Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan
3 Acuan • Peraturan Menteri Acuan sudah cukup jelas.
Perindustrian Pedoman CPPB yang
Republik Indonesia dikeluarkan oleh Menteri
nomor 75/M- Perindustrian merupakan
IND/PER/7/2010 pedoman umum dalam
tentang Pedoman memproduksi pangan olahan
Cara Produksi yang merupakan acuan bagi
Pangan Olahan yang industri pengolahan pangan,
Baik (Good pembina industri pengolahan
Manufacturing pangan dan pengawas mutu
Practices) dan keamanan pangan olahan.
• Keputusan Kepala
Badan Pengawas Sedangkan pedoman CPPB-
Obat dan Makanan IRT yang dikeluarkan Kepala
Republik Indonesia Badan merupakan acuan
nomor CPPB untuk IRT sebagai
HK.00.05.5.1639 panduan bagi penyelenggara
tentang Pedoman SPP-PIRT dan panduan bagi
Cara Produksi Penyuluh Keamanan Pangan
Pangan yang Baik (PKP) dan DFI dalam
untuk Industri melakukan pengawasan dan
Rumah Tangga pembinaan IRTP
53

Tabel 4. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana


produksi pangan tahun 2006-2010
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

(CPPB-IRT)
• Petunjuk teknis
pemeriksaan sarana
distribusi
4 Piranti • Petunjuk penilaian Secara substansi sudah
penerapan CPMB mencakup aspek-aspek
Sarana Produksi penerapan CPMB (sudah
Pangan Form A: baik)
kelompok A s.d.
• Form RA :
rekapitulasi hasil
pemeriksaan sarana
produksi makanan
dan minuman
5 Pelaksana Petugas pengawas • Evaluasi terhadap jumlah
pangan tingkat petugas pengawas pangan
nasional (NFI) dan (NFI maupun DFI) apakah
tingkat daerah (DFI) sudah mencukupi untuk
area pengawasan industri
yang luas
NFI mengawasi industri
pangan MD sedangkan
DFI mengawasai IRTP.
• Peningkatan kompetensi
petugas pengawas pangan
NFI maupun DFI
6 Skala prioritas Prioritas • Disesuaikan dengan
pemeriksaan sarana anggaran
produksi diserahkan • Perlu adanya penyusunan
kepada Balai prioritas pemeriksaan
Besar/Balai POM sarana produksi pangan
setempat dan atau • Penyusunan anggaran
secara mendadak berdasarkan prioritas yang
berdasarkan kasus disusun
yang terjadi

b. Pemeriksaan Sarana Distribusi Pangan

Tabel 5 menunjukkan evaluasi terhadap pengawasan post-market yang


dilakukan Badan POM yaitu pada pemeriksaan sarana distribusi pangan. Kegiatan
ini dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM di Indonesia secara rutin dan
dilaporkan setiap triwulan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
54

Badan POM RI. Penentuan jenis sarana distribusi yang diawasi ditentukan oleh
Balai Besar/Balai POM masing-masing, belum ada program prioritas pemeriksaan
jenis sarana distribusi rutin secara nasional pertahunnya.

Jumlah sarana distribusi yang diawasi disesuaikan dengan anggaran yang


dimiliki Balai Besar/Balai POM setempat dan belum diketahui apakah telah
dilakukan secara random sehingga mewakili jumlah sarana distribusi yang
terdaftar. Pengawasan secara nasional (operasi khusus) dilakukan menjelang
peristiwa tertentu misalnya menjelang Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru.

Dalam melaksanakan pengawasan, Balai Besar/Balai POM mempunyai


piranti secara nasional yang telah disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Pangan Badan POM RI. Piranti ini berupa petunjuk teknis pemeriksaan sarana
distribusi yang dilengkapi dengan borang/formulir penilaian dan formulir
rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana distribusi yang dilaporkan setiap triwulan
kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM RI yang secara
substansi piranti ini telah memenuhi aspek-aspek Cara Distribusi Pangan yang
Baik (CDPB).

Hasil pemeriksaan sarana distribusi tahun 2006-2010 menunjukkan sebagian


besar (72.18%) sarana distribusi telah memenuhi ketentuan Cara Distribusi
Pangan yang Baik (CDPB) dengan nilai B dan C sejumlah 20,268 sarana.
Pengawasan dan pembinaan terhadap distributor perlu dilakukan supaya terjadi
peningkatan nilai hasil pemeriksaan dan menekan jumlah produk yang TMS yang
ditemukan di sarana distribusi.

Petugas pengawas pangan merupakan unsur yang penting untuk


keberhasilan fungsi pengawasan ini. Evaluasi terhadap jumlah petugas di seluruh
Balai Besar/Balai POM perlu dilakukan mengingat luasnya area pengawasan
sehingga jumlah petugas harus memadai. Selain itu perlu adanya peningkatan
kompetensi petugas sehingga mendukung keberhasilan fungsi pengawasan ini.
55

Tabel 5. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana


distribusi pangan tahun 2006-2010
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

1 Lokasi Sarana distribusi pangan Belum ada prioritas


(distributor, toko, lokasi/tempat sarana
supermarket, hipermarket, distribusi yang menjadi
swalayan, warung, kios, dan sasaran dalam
pasar tradisional) yang ada pelaksanaan pemeriksaan
di wilayah Balai sarana distribusi
Besar/Balai POM di 26
provinsi Belum dikaitkan dengan
produk yang diuji untuk
kegiatan pengawasan
sampling rutin

2 Frekuensi/waktu Rutin sesuai jadwal yang Jelas


disusun Balai Besar/Balai
POM setempat, dilaporkan
setiap triwulan kepada
Direktorat Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan

3 Acuan • Instruksi Presiden Jelas


Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1991
tentang Peningkatan
Pembinaan dan
Pengawasan Produksi
dan Peredaran Makanan
Olahan

• Peraturan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
329/MEN.KES/PER/XI
I/76 tentang Produksi
dan Peredaran Makanan

• Peraturan Kepala Badan


Pengawas Obat dan
Makanan Republik
Indonesia Nomor
HK.00.05.23.1455
tahun 2008 tentang
Pengawasan Pemasukan
Pangan Olahan.

4 Piranti • Petunjuk teknis Secara substansi sudah


pemeriksaan sarana memenuhi aspek-aspek
56

Tabel 5. Evaluasi pengawasan post-market pada pemeriksaan sarana


distribusi pangan tahun 2006-2010
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

distribusi pangan Cara Distribusi Pangan


• Petunjuk penilaian yang Baik (CDPB)
pemeriksaan Sarana
Distribusi Pangan Form
B: kelompok A s.d. K
• Form RB : rekapitulasi
hasil pemeriksaan
sarana distribusi pangan
5 Pelaksana Petugas pengawas • Evaluasi terhadap jumlah
pangan petugas pengawas
pangan apakah sudah
mencukupi untuk area
pengawasan yang luas
• Peningkatan kompetensi
petugas pengawas
pangan
6 Skala prioritas Prioritas pemeriksaan • Disesuaikan dengan
sarana distribusi anggaran
diserahkan kepada Balai • Perlu adanya
Besar/Balai POM penyusunan prioritas
setempat dan atau secara pemeriksaan sarana
mendadak berdasarkan distribusi pangan
kasus yang terjadi • Penyusunan anggaran
berdasarkan prioritas
yang disusun

c. Sampling dan Pengujian Produk Pangan yang Beredar

Kegiatan sampling dan pengujian produk pangan yang beredar dilaksanakan


oleh Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia dengan menurunkan petugas
pengawas pangan ke lapang. Pengambilan sampel dilakukan pada saat
pemeriksaan sarana produksi maupun sarana distribusi, namun belum ada
harmonisasi data yang diperoleh dengan data hasil pemeriksaan sarana produksi
maupun sarana distribusi sehingga belum terlihat kesinambungan antara 3
kegiatan pengawasan post-market ini.

Skala prioritas untuk rencana sampling tahunan belum dilakukan secara


nasional terutama untuk sampling pangan rutin. Jenis pangan untuk pengawasan
pangan rutin disesuaikan dengan Balai Besar/Balai POM setempat. Evaluasi
57

pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan pengujian produk pangan


yang beredar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Evaluasi pengawasan post-market pada kegiatan sampling dan


pengujian produk pangan yang beredar
No Aspek Uraian Evaluasi/Kajian

1 Lokasi Sampling dilakukan Sampling dilakukan berdasarkan


di wilayah Balai skema yang sudah disusun oleh
Besar/Balai POM di BPOM. Pengambilan sampel
26 provinsi di pada saat pemeriksaan sarana
Indonesia produksi dan sarana distribusi

2 Frekuensi/waktu Sampling pangan Jelas


rutin : minimal 1
tahun sekali

3 Acuan PP No 28 tahun 2004 Jelas


tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi
Pangan pasal 45

4 Piranti Metode pengujian Jelas


mengacu pada SNI
dan petunjuk teknis
yang disusun oleh
Direktorat Inspeksi
dan Sertifikasi
Pangan Badan POM
RI
5 Pelaksana Petugas pengawas Jelas
pangan di Balai
Besar/Balai POM di
Indonesia
6 Skala prioritas Rencana sampling • Belum ada skala prioritas
tahunan untuk secara nasional pertahunnya
pengawasan rutin untuk jenis dan jumlah sampel
pangan yang disampling
• Perlu adanya kesesuaian
dengan kegiatan pemeriksaan
sarana produksi dan sarana
distribusi
• Perencanaan sampling
disesuaikan dengan tujuan
sampling
58

4.3. Rekomendasi dan Indikator Kinerja untuk Perbaikan Sistem


Pengawasan Keamanan Pangan oleh Badan POM

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi pegawasan pre-market


dan post-market yang dilakukan oleh Badan POM maka untuk perbaikan sistem
pengawasan keamanan pangan tersebut disusun beberapa rekomendasi dan
indikator kinerja sesuai dengan tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem


pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan
POM
Sistem Faktor-faktor Rekomendasi Indikator Kinerja
pendukung
sistem

Pre-Market : Petugas penilai Perlu adanya Jumlah petugas penilai


Registrasi Produk pangan pada saat peningkatan kinerja pangan yang memadai
registrasi produk terkait dengan sesuai dengan
perbaikan mutu kompetensinya
pelayanan (pada
unsur kecepatan
pelayanan).

Kelengkapan Peningkatan jejaring Jumlah kerjasama


dokumen dengan instansi lain dengan instansi lain
persyaratan yang berkaitan dengan dalam rangka
diperlukan terkait sistem sertifikasi sosialisasi sistem
keamanan produk sertifikasi yang up to
pangan date

Pendaftaran Peningkatan Waktu proses


pelayanan cepat ketepatan waktu penilaian untuk
= 5 hari, dalam proses pelayanan cepat ≤ 5
pelayanan umum penilaian hari, pelayanan umum
= 45 hari, dan ≤ 45 hari, dan
pelayanan pelayanan perubahan
perubahan produk ≤ 15 hari
produk = 15 hari

Pendaftaran Penyediaan fasilitas Tersedianya fasilitas


secara on line konsultasi on line konsultasi on line di
melalui web berkenaan dengan situs Badan POM
untuk produk registrasi produk
resiko rendah melalui web

Salah satu syarat Perlu adanya Jumlah hasil penilaian


kelengkapan harmonisasi dengan sarana produksi
dokumen untuk kegiatan pengawasan pangan oleh Balai
59

Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem


pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan
POM
Sistem Faktor-faktor Rekomendasi Indikator Kinerja
pendukung
sistem

pendaftaran yaitu post-market Besar/Balai POM


hasil pemeriksaan sarana setempat untuk
pemeriksaan produksi pangan kelengkapan dokumen
sarana produksi pendaftaran
oleh Balai
Besar/Balai POM
setempat

Post-Market : Penentuan Perlu adanya program Proporsi sarana


Pemeriksaan prioritas secara nasional untuk produksi pangan yang
sarana produksi pemeriksaan penentuan prioritas diperiksa berdasarkan
pangan sarana produksi jenis sarana produksi prioritas per tahunnya
diserahkan pangan yang
kepada Balai diperiksa per
Besar/Balai POM tahunnya
setempat

Banyaknya Peningkatan cakupan Jumlah inspeksi yang


industri pangan wilayah pemeriksaan dilakukan
di wilayah Balai sarana produksi
Besar/Balai POM pangan
setempat

Pemeriksaan Peningkatan Jumlah petugas


dilakukan oleh kompetensi dan pengawas pangan yang
petugas kapabilitas petugas mengikuti pelatihan
pengawas pangan pengawas pangan

Pemeriksaan Adanya Jumlah penurunan


sarana produksi kesinambungan sarana produksi yang
dilakukan secara dalam pemeriksaan TMS
rutin sarana produksi dan
monitoring

Pemerintah Peningkatan Jumlah sarana


daerah berperan kerjasama dan produksi pangan IRT
dalam koordinasi dengan yang terdaftar dan
pengawasan dan pemerintah daerah memenuhi syarat (MS)
pembinaan (kabupaten/kota)
terhadap sarana dalam hal
produksi pangan pengawasan,
skala IRT penyuluhan dan
pembinaan
60

Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem


pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan
POM
Sistem Faktor-faktor Rekomendasi Indikator Kinerja
pendukung
sistem

Post-Market : Penentuan Penentuan prioritas Jumlah dan jenis


Pemeriksaan prioritas jenis sarana distribusi sarana distribusi yang
sarana distribusi pemeriksaan yang diperiksa secara diperiksa secara
pangan sarana distribusi nasional per tahunnya nasional
pangan yang disesuaikan
diserahkan dengan jumlah
kepada Balai anggaran yang
Besar/Balai POM dimiliki Balai
setempat Besar/Balai POM
setempat

Pemeriksaan Peningkatan Jumlah petugas


dilakukan oleh kompetensi dan pengawas pangan yang
petugas kapabilitas petugas mengikuti pelatihan
pengawas pangan pengawas pangan

Pemeriksaan Perlu adanya Jumlah penurunan


sarana distribusi kesinambungan sarana distribusi yang
dilakukan secara dalam pemeriksaan TMS dan peningkatan
rutin sarana distribusi jumlah sarana
pangan dan distribusi yang MS
monitoring yang sesuai dengan
CDMB

Post-Market : Pelaksanaan Untuk pengawasan Jumlah sampel dan


Sampling dan sampling satu rutin perlu adanya jenis pangan yang
pengujian produk tahun sekali, penentuan prioritas disampling yang
pangan yang pada sampling secara nasional untuk menjadi prioritas
beredar rutin tidak ada jumlah dan jenis secara nasional dan
keterangan yang pangan yang konsisten tiap
cukup jelas jenis disampling tiap tahunnya
produk yang tahunnya
disampling

Data belum Kegiatan monitoring Jumlah penurunan


menunjukkan terhadap hasil produk yang TMS tiap
adanya kegiatan sampling produk tahunnya
monitoring yang TMS setelah
dilakukan pengujian

Pengambilan Pengambilan sampel Jumlah sampel


sampel berbasiskan resiko beresiko tinggi lebih
berdasarkan (risk based sampling) banyak dari sampel
directed beresiko rendah
sampling
61

Tabel 7. Rekomendasi dan indikator kinerja untuk perbaikan sistem


pengawasan keamanan pangan yang diberlakukan oleh Badan
POM
Sistem Faktor-faktor Rekomendasi Indikator Kinerja
pendukung
sistem

terhadap produk
yang berpotensi
bermasalah
terhadap
kesehatan
konsumen

Kegiatan Perlu adanya Jumlah data sampling


sampling terpisah harmonisasi dengan yang terkait dengan
dari kegiatan kegiatan pengawasan data sarana produksi
sampling untuk pada pemeriksaan dan sarana distribusi
pengawasan pada sarana produksi dan
pemeriksaan sarana distribusi
sarana produksi
dan sarana
distribusi

Kompetensi Peningkatan kapasitas Jumlah laboratorium


laboratorium laboratorium Badan Badan POM yang
Badan POM di POM di seluruh mempunyai
seluruh Indonesia Indonesia kompetensi minimal
tidak sama satu yang sama
dengan yang
lainnya

Anda mungkin juga menyukai