Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Mutu Pangan, Vol.

1(1): 65-73, 2014


ISSN 2355-5017

Pemenuhan Regulasi Pelabelan Produk


Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Bogor
Fulfillment of Food Labeling Regulations Requirements for
Small Medium Enterprises (SMEs) Products in Bogor
Wiwit Arif Wijaya dan Winiati P Rahayu

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Abstract. This research was aimed to evaluate the degree of fulfillment of food product labels
requirements by Small Medium Enterprises (SMEs) in Bogor compared with existing regulations (Indo-
nesian Act Number 18 of 2012). Samples were chosen from three major SMEs products in Bogor, which
were flour products; grains and tubers products and softdrink and powdered beverages. Four groups of
elements were tested: (1) technical labeling, (2) content format, (3) minimum information displayed, and
(4) prohibited information. The results showed the level of fulfillment for those three types of products were:
(1) technical labeling: 44, 45, and 73%, (2) format content: 75, 80, and 60%, (3) minimum information: 69,
64, and 66%; and 4) the level of fulfillment of not give prohibited information: 99, 100, 96%, respectively.
The average level of fulfillment for those three types of products were 72, 72, and 74%, respectively. This
low level of fulfillment showed that further development of SMEs is needed, especially about food labelling
criteria according to the existing regulations.

Keywords: Label, level of fulfillment, regulations, SMEs

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pemenuhan label produk Industri Rumah
Tangga Pangan (IRTP) di Bogor dibandingkan dengan regulasi yang berlaku (UU RI No. 18 Tahun 2012).
Sampel dipilih dari produk IRTP yang merupakan jenis tiga produk terbanyak di Bogor, yaitu tepung dan
hasil olahannya; hasil olahan biji-bijian dan umbi; dan minuman ringan dan minuman serbuk. Terdapat
4 kelompok unsur label yang diuji: (1) teknis pencantuman label, (2) tulisan pada label, (3) keterangan
minimum pada label, dan 4) keterangan yang dilarang pada label. Hasil penelitian menunjukkan tingkat
pemenuhan ketiga jenis produk tersebut secara berturut-turut: (1) teknis pencantuman label sebesar 44,
45, dan 73%, (2) tulisan pada label sebesar 75, 80, dan 60%, (3) keterangan minimum pada label sebesar
69, 64, dan 66%, dan pemenuhan untuk tidak mencantumkan keterangan yang dilarang pada label (4)
ke- terangan yang dilarang pada label sebesar 99, 100, dan 96%. Tingkat pemenuhan pelabelan rata-rata
untuk ketiga jenis produk tersebut secara berurut-turut adalah 72, 72, dan 74%. Rendahnya tingkat peme-
nuhan pelabelan menunjukkan bahwa masih diperlukannya pembinaan lebih lanjut terhadap IRTP, terlebih
mengenai kriteria pelabelan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Kata kunci: IRTP, label, regulasi, tingkat pemenuhan

Aplikasi Praktis: Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan bagi Dinas Kese-
hatan kota Bogor ataupun lembaga terkait lainnya dalam merencanakan program pembekalan yang lebih
baik kepada pelaku Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) mengenai materi regulasi pelabelan kemasan
pangan. Dengan pembekalan tersebut pihak produsen akan mampu menerapkan pelabelan yang baik dan
benar pada kemasan produk pangannya sesuai peraturan yang berlaku dan konsumen mendapat informasi
yang benar mengenai pangan terkemas dengan cara membaca informasi yang ada pada label.

PENDAHULUAN pada, atau merupakan bagian dari kemasan. Pemberian


label mempunyai berbagai fungsi, diantaranya: (1) mem-
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 69 Ta- berikan informasi tentang isi produk yang diberi label
hun 1999 yang dimaksud dengan label pangan adalah tanpa harus membuka kemasan, (2) berfungsi sebagai
keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang di- hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang pro-
sertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan duk tersebut, terutama hal-hal yang tak kasat mata atau
tak dapat diketahui secara fisik, (3) memberi petunjuk
Korespondensi: wini_a@hotmail.com yang tepat kepada konsumen sehingga diperoleh fungsi
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

produk yang optimum, (4) sebagai sarana periklanan bagi 𝑁𝑁


produsen, dan (5) memberi “rasa aman” pada konsumen n=
(1 + 𝑁𝑁𝑒𝑒 2 )
(Wijaya 1997). Label pangan merupakan sarana dalam
kegiatan perdagangan pangan yang memiliki arti penting, Keterangan: n = ukuran sampel total; N = ukuran populasi
sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi total; e = persen kelonggaran ketidaktelitian (10%) (Gay
mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat et al. 2006).
adalah benar dan tidak menyesatkan. Di Indonesia, pera- Jumlah sampel yang digunakan pada tiap kategori pan-
turan terbaru tentang pelabelan pangan terdapat dalam gan yang terpilih ditentukan secara proporsional sebagai
UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. berikut.
Industri rumah tangga pangan (IRTP) merupakan 𝑁𝑁𝑁𝑁
salah satu industri kecil menengah yang memproduksi 𝑛𝑛𝑛𝑛 = ×n
𝑁𝑁
pangan olahan dalam kemasan berlabel. Menurut Perka
BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012, IRTP
Keterangan: nk = ukuran sampel kategori; Nk = ukuran
adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di
populasi kategori.
tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan ma-
nual hingga semi otomatis. Di Kota Bogor, jumlah IRTP Sampel yang berupa produk IRTP dikumpulkan dari
yang mendaftar untuk mendapatkan nomor P-IRT sema- beberapa tempat seperti pasar, toko, dan warung yang
kin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011 terdapat tersebar di wilayah Bogor. Pemilihan tempat pengam-
147 IRTP, tahun 2012 terdapat 198 IRTP, dan tahun 2013 bilan sampel ditentukan secara acak. Pengambilan sampel
terdapat 201 IRTP yang mendaftar (Dinkes 2013a). Per- dilakukan secara purposive (berdasarkan pertimbangan
masalahan umum yang ditemui pada produk IRTP adalah tertentu), yaitu dipilih produk yang telah mencantumkan
mengenai pencantuman label pada kemasannya yang nomor P-IRT dalam label kemasannya atau produk yang
masih belum sesuai dengan peraturan pelabelan yang ber- telah mencantumkan nama dan alamat produsen secara
laku. Sebelumnya sudah terdapat penelitian mengenai jelas sehingga dapat ditelusuri.
pemenuhan regulasi pelabelan, yaitu label pada produk mi-
numan sari buah (Maradhika 2012) dan label pada produk Analisis data
olahan daging (Hikmatiyar 2013). Namun belum terdapat Content analysis yang dilakukan meliputi informasi
penelitian mengenai pemenuhan regulasi pelabelan yang yang terdapat pada label kemasan produk IRTP. Selan-
secara khusus menyorot produk IRTP. Penelitian ini ber- jutnya dilakukan analisis data dengan cara membanding
tujuan untuk mengevaluasi tingkat pemenuhan peraturan kan kesesuaian hasil informasi yang didapat dari hasil
label oleh produk pangan yang dihasilkan oleh IRTP, pengamatan label produk pangan dengan UU RI No. 18
khususnya label pada tiga jenis produk yang terbanyak Tahun 2012 dan PP RI No. 69 Tahun 1999. Komponen
beredar di Bogor, yaitu produk tepung dan hasil olahan- label seperti teknis pencantuman label, tulisan pada la-
nya; produk hasil olahan biji-bijian dan umbi; dan produk bel, keterangan minimum pada label, dan keterangan
minuman ringan dan minuman serbuk. yang dilarang dicantumkan pada label disebut sebagai
kelompok unsur label. Tiap kelompok unsur label terse-
BAHAN DAN METODE but terdiri dari beberapa bagian yang disebut unsur label.
Pada kelompok unsur keterangan minimum pada
Bahan label terdiri dari 9 unsur label, yaitu: (1) nama produk,
Bahan yang dijadikan obyek penelitian adalah pro- (2) daftar bahan, (3) berat bersih/ isi bersih, (4) nama dan
duk IRTP yang beredar di Bogor. alamat produsen, (5) pernyataan halal, (6) kode produksi,
(7) tanggal kedaluwarsa, (8) nomor P-IRT, dan (9) asal
Pengumpulan data usul bahan pangan tertentu. Unsur keterangan yang dila-
Penelitian diawali dengan permintaan data dari Di- rang dicantumkan pada label terdiri dari 7 unsur label,
nas Kesehatan Kota Bogor. Data yang diminta adalah yaitu: (1) keterangan yang tidak benar dan menyesatkan,
data mengenai jumlah IRTP dan jumlah produk pangan (2) pangan dapat berfungsi sebagai obat, (3) pencantuman
yang telah mendapatkan nomor P-IRT di Kota Bogor. nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan,
Data tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam (4) keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi lebih
menentukan jenis beserta jumlah produk IRTP yang di- unggul dari produk pangan lain, (5) keterangan pangan
jadikan sebagai sampel uji. Produk IRTP dikelompokkan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat
dalam 16 kategori pangan berdasarkan Perka BPOM RI tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya se-
No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012. Selanjutnya bagian menggunakan bahan baku alamiah, (6) keterangan
dipilih 3 kategori pangan dengan jumlah produk IRTP pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat
terbanyak yang kemudian dijadikan sebagai sampel uji. dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dan (7) klaim
Jumlah sampel total yang digunakan dalam penelitian di- kesehatan atau klaim gizi.
hitung dengan menggunakan rumus Slovin (Umar 2005) Hasil analisis tersebut selanjutnya dihitung tingkat
sebagai berikut. pemenuhan persyaratan label tiap unsur, tingkat peme-
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

nuhan persyaratan label tiap kelompok unsur dan tingkat hol, (6) air minum dalam kemasan, (7) pangan lain yang
pemenuhan rata-rata dari masing-masing jenis produk. wajib memenuhi syarat SNI, dan 8) pangan lain yang di
tetapkan oleh Badan POM (Dinkes 2013b).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknis Pencantuman Label
Kategori Produk IRTP Kota Bogor Dalam PP RI No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor menyatakan Iklan Pangan telah diatur mengenai kriteria pemenuhan
bahwa sampai akhir bulan September 2013 terdapat se- syarat kelompok unsur teknis pencantuman label. Kriteria
banyak 546 IRTP yang telah mendapatkan SPP-IRT dan tersebut diantaranya adalah label dicantumkan pada, di
terdapat 745 (N) produk yang telah mendapatkan nomor dalam, atau di kemasan pangan, dan terletak pada sisi ke-
P-IRT. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa masan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca, serta
IRTP yang memproduksi lebih dari satu jenis produk label tidak mudah lepas dari kemasan, luntur ataupun
pangan. Kategori dari produk tersebut dapat dilihat pada rusak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak label
Gambar 1. pada produk IRTP bervariasi. Letak label terbanyak ada-
Produk IRTP terbanyak di Bogor adalah tepung dan lah yang tercetak langsung pada kemasan (76%), diikuti
hasil olahannya (31%), diikuti oleh hasil olahan biji-biji- dengan label yang tercetak pada kertas yang diletakkan di
an dan umbi (13%), dan minuman ringan dan minuman sisi bagian dalam kemasan (untuk kemasan transparan)
serbuk (10%). Jumlah sampel total yang digunakan dalam (21%), dan label yang tercetak pada kertas yang kemudi-
penelitian ini adalah 90 (n) sampel. Proporsi sampel un- an ditempelkan pada bagian luar kemasan (3%).
tuk produk tepung dan hasil olahannya adalah 55 sampel, Tingkat pemenuhan kelompok unsur teknis pencan-
produk hasil olahan biji-bijian dan umbi adalah 20 sam- tuman label untuk produk : tepung dan hasil olahannya,
pel, dan produk minuman ringan dan minuman serbuk hasil olahan biji-bijian dan umbi, serta minuman ringan
adalah 15 sampel. dan minuman serbuk berturut-turut adalah sebesar 44, 45,
Pembagian 16 kategori pangan pada produk IRTP dan 73%. Contoh pelanggaran yang paling sering dilaku-
berbeda dengan 16 kategori pangan pada umumnya (pro- kan adalah pencantuman salah satu komponen label,
duk dengan nomor MD/ML atau pada CODEX). Terdapat yaitu tanggal kedaluwarsa yang mudah rusak atau luntur
beberapa jenis pangan yang tidak boleh diproduksi oleh (60%) apabila digosok menggunakan jari. Terdapat juga
IRTP, di antaranya adalah: (1) susu dan hasil olahannya, pelanggaran pencantuman kode produksi dan tanggal
(2) daging, ikan unggas dan hasil olahannya yang memer- kedaluwarsa pada stiker yang ditempelkan secara terpisah
lukan proses atau penyimpanan beku, (3) pangan kaleng pada kemasan produk (38%), sehingga mudah dikelupas
berasam rendah, (4) pangan bayi, (5) minuman beralkho- dan lepas dari kemasan. Terdapat juga label (2%) yang

Gambar 1. Jenis produk IRTP di Kota Bogor


Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

ukurannya terlalu kecil jika dibandingkan dengan ukuran dan bahasa Mandarin (3%). Sebagian besar penggunaan
kemasan produk yang bersangkutan, sehingga menyu- bahasa asing dalam label kemasan pada ketiga jenis
litkan konten label untuk dibaca dengan jelas. Tingkat produk ditemukan pada penulisan keterangan tentang
pemenuhan kelompok unsur teknis pencantuman label kedaluwarsa (best before, expired date). Selain itu, pada
beserta jenis pelanggarannya untuk tiap jenis produk produk tepung dan hasil olahannya penggunaan baha-
dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan 4. sa asing juga ditemukan pada penulisan nama produk
(sweet bread, cassava roll), keterangan tentang berat/ isi
bersih (net weight), dan unsur keterangan klaim gizi atau
Label mudah
lepas dari
kesehatan (gluten free, high fiber, high vitamin, dietary
kemasan
fibres). Unsur keterangan klaim gizi atau kesehatan dalam
Label mudah
luntur
ataupun
bahasa asing ini banyak ditemui pada produk minuman
rusak
ringan dan minuman serbuk (20%), oleh karenanya ting-
Label sulit
untuk dilihat
ataupun
kat pemenuhan kelompok unsur tulisan pada produk ini
dibaca
mempunyai nilai yang paling kecil (60%) dibandingkan
dengan produk lainnya (75 dan 80%).
Gambar 2. Tingkat pemenuhan teknis pencantuman label
produk tepung dan hasil olahannya Huruf dan angka yang digunakan pada label harus
jelas dan mudah dibaca serta proporsional dengan luas
permukaan label. Pengecualian terhadap ketentuan pela-
Label mudah
belan diberikan kepada produk pangan yang kemasannya
lepas dari
kemasan terlalu kecil, sehingga secara teknis sulit memuat seluruh
Label mudah
luntur
keterangan yang diwajibkan sebagaimana berlaku bagi
ataupun
rusak produk pangan lainnya. Namun, produk pangan tersebut
Label sulit
untuk dilihat
harus dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar
ataupun
dibaca yang memungkinkan untuk memuat keterangan yang di-
cantumkan (Perka BPOM RI No. HK.03.1.5.12.11. 09955
Tahun 2011).
Gambar 3. Tingkat pemenuhan teknis pencantuman label
produk hasil olahan biji-bijian dan umbi
Keterangan Minimum Label
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat pe-
menuhan kelompok unsur keterangan minimum label
untuk produk tepung dan hasil olahannya sebesar 69%,
hasil olahan biji-bijian dan umbi sebesar 64%, dan mi-
numan ringan dan minuman serbuk sebesar 66%. Tidak
terpenuhinya syarat kelompok unsur keterangan mini-
mum label terjadi karena tidak terdapatnya satu atau lebih
keterangan minimum label (keterangan minimum tidak
tercantum pada label) dan atau karena keterangan mini-
mum yang ada tidak sesuai dengan kriteria pemenuhan
Gambar 4. Tingkat pemenuhan teknis pencantuman label syarat kelompok unsur (keterangan minimum tercantum
produk minuman ringan dan minuman serbuk pada label namun tidak sesuai kriteria pemenuhan) (Per-
ka BPOM RI No. HK. 03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012).
Tulisan pada Label Data mengenai perbandingan tingkat pemenuhan dari tiap
Tingkat pemenuhan kelompok unsur tulisan pada keterangan minimum label pada ketiga jenis produk di-
label untuk produk tepung dan hasil olahannya, olahan tunjukkan pada Gambar 5.
biji-bijian dan umbi, serta minuman ringan dan minuman Produk pangan diberi label dengan nama atau ke-
serbuk secara berturut-turut adalah 75, 80, dan 60%. terangan yang akurat, misalnya minuman jus buah harus
Terdapat beberapa produk yang belum memenuhi syarat mengandung buah asli. Jika ternyata hanya mengandung
tulisan pada label karena terdapat penggunaan bahasa aroma buah dan tidak mengandung buah asli, maka pada la-
asing serta terdapat pula penggunaan huruf selain huruf bel perlu dinyatakan ‘minuman rasa buah’ (FSANZ 2013).
latin. Dalam PP RI No. 69 Tahun 1999 pasal 15 dinyatakan Nama produk pada label kemasan pangan IRT semuanya
bahwa “Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak (100%) telah memenuhi peraturan yang berlaku. Kriteria
dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan pemenuhan syarat unsur untuk nama produk yaitu nama
huruf Latin”. Pernyataan yang sama juga tercantum pada produk dicantumkan pada bagian utama label dan nama
UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada pasal 97 yang digunakan harus menunjukkan sifat atau keadaan
ayat 3. yang sebenarnya. Pencantuman nama produk IRTP sama
Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan baha- dengan pencantuman nama produk pangan olahan secara
sa asing yang ditemukan adalah bahasa Inggris (24%) umum, yaitu terdiri dari nama jenis dan nama dagang.
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

66
Rata-rata
Rata-rata 64
69

93
Asal Asal
usulusul
bahan pangan
bahan tertentu
pangan tertentu 100
100

87
Nomor
NomorP-IRT
P-IRT 90
93

40
Tanggal
Tanggalkedaluwarsa
kedaluwarsa 55
60

40

Unsur Label
l
e Kode
Kode produksi
produksi 5
b
a 15
L
r
u
s 33
n
U Pernyataan
Pernyataanhalal
halal 25
38

67
Nama
Nama & alamatprodusen
& alamat produsen 50
64

80
Berat bersih/
Berat isiisi
bersih/ bersih
bersih 90
80

54
Daftar
Daftar bahan
bahan 60
71

100
Nama
Nama produk
produk 100
100

0 10 20
30 40 50 60 70 80 90 100
Tingkat Pemenuhan (%)
Minuman segar dan minuman serbuk
Hasil olahan biji-bijian dan umbi
Tepung dan hasil olahannya

Gambar 5. Tingkat pemenuhan keterangan minimum label

Nama jenis harus disesuaikan dengan daftar 16 kategori jumlah pangan olahan yang terdapat di dalam kemasan
pangan IRTP (Perka BPOM RI No. HK.03.1.23.04.12. atau wadah. Pencantuman berat bersih/isi bersih memi-
2205 Tahun 2012). Pencantuman nama produk memiliki liki tingkat pemenuhan yang cukup tinggi untuk ketiga
tingkat pemenuhan yang sangat baik karena daftar ka- jenis produk. Ketidaksesuaian yang ditemukan adalah ti-
tegori pangan memudahkan produsen menetapkan nama dak dicantumkannya berat bersih/isi bersih (13%), serta
produk dari produk yang didaftarkannya. terdapat produk yang dalam pencantuman tidak sesuai
Daftar bahan biasanya ditemukan di bagian belakang dengan kriteria pemenuhan syarat unsur (4%). Pada pro-
kemasan produk. Pencantumannya dilakukan secara ber- duk tepung dan hasil olahannya serta produk minuman
urutan (sesuai dengan berat bahan). Ini berarti bahwa ringan dan minuman serbuk ditemukan sejumlah produk
ketika pangan diproduksi bahan pertama yang tercantum yang dalam pencantuman berat bersihnya tidak menggu-
memiliki proporsi jumlah bahan terbesar dan yang ter- nakan satuan metrik, melainkan menggunakan satuan pcs
akhir tercatat memiliki proporsi lebih kecil dibandingkan (pieces) atau ‘buah’.
dengan bahan lainnya (FSANZ 2013). Pada pencantuman Pencantuman nama dan alamat produsen dari semua
daftar bahan dari ketiga jenis produk terdapat beberapa jenis produk sebenarnya sudah dilakukan oleh produ-
produk yang tidak memenuhi. Masih banyak produk yang sen IRTP. Namun tingkat pemenuhan nama dan alamat
belum mencantumkan daftar bahan dalam label kema- produsen tergolong rendah karena pencantuman alamat
sannya (31%). Selain itu juga terdapat sebagian produk produsen yang belum lengkap. Pencantuman alamat
(7%) yang dalam pencantuman daftar bahannya tidak produsen yang benar adalah dicantumkannya informasi
sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur, yaitu alamat produsen sedemikian rupa sehingga alamat pro-
pencantuman daftar bahan yang tidak lengkap (terdapat dusen tersebut dapat ditelusuri lokasinya. Pada sebagian
kalimat ‘dan lain-lain’ atau ‘dan bahan lainnya’ dalam besar produk (40%) yang ditemui ternyata hanya men-
daftar bahan). Pencantuman daftar bahan yang digunakan cantumkan nama kota atau daerah. Dalam Perka BPOM
pada label wajib menggunakan nama lazim yang leng- RI No. HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 dinyatakan
kap dan tidak berupa singkatan. Selain itu pencantuman bahwa alamat perusahaan paling sedikit mencantumkan
daftar bahan yang digunakan didahului dengan tulisan nama kota, kode pos dan Indonesia, kecuali jika nama dan
‘komposisi’, ‘daftar bahan’, ‘bahan yang digunakan’ atau alamat perusahaan tersebut tidak terdaftar pada direktori
‘bahan-bahan’ (Perka BPOM No. HK. 03.1.23.04.12.2205 kota atau buku telepon tempat perusahaan tersebut ber-
Tahun 2012). domisili, maka harus mencantumkan alamat perusahaan
Berat bersih atau isi bersih adalah pernyataan pada la- secara jelas dan lengkap, termasuk nama jalan.
bel yang memberikan keterangan mengenai kuantitas atau Pernyataan halal merupakan pernyataan yang wa-
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

jib dicantumkan apabila produsen mengklaim bahwa duksi (68%). Ditemukan juga produk yang pencantuman
produk yang dihasilkannya adalah halal. Dalam label kode produksinya tidak sesuai dengan kriteria peme-
kemasan pangan, pernyataan halal dicantumkan dengan nuhan unsur (12%), yaitu sudah tercantum tulisan ‘kode
pencantuman logo halal yang tersertifikasi MUI. Hasil produksi:’ atau ‘tanggal produksi:’ namun tidak dilanjut-
pengamatan menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kan dengan keterangan kode produksi yang memadai.
pernyataan halal untuk ketiga jenis produk tergolong Tingkat pemenuhan kode produksi tertinggi terdapat pada
rendah. Selain terdapat produk yang tidak mencantumkan produk minuman ringan dan minuman serbuk (40%), dan
logo halal, terdapat pula produk yang menggunakan logo terendah terdapat pada produk olahan biji-bijian dan umbi
halal selain yang bertuliskan MUI. Pada produk tepung dan (5%). Rendahnya tingkat pemenuhan kode produksi di-
hasil olahannya dan produk minuman ringan dan minuman mungkinkan karena produsen tidak mengerti secara jelas
serbuk, rendahnya tingkat pemenuhan pernyataan halal fungsi pencantuman kode produksi. Dalam kasus tertentu,
(38%) sebagian besar karena digunakannya logo halal seperti dalam kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan
yang tidak terdapat tulisan MUI (36%). Pada produk pangan, keberadaan kode produksi dapat mempermudah
olahan biji-bijian dan umbi rendahnya tingkat pemenuhan proses penelusuran penyebab KLB sehingga identifikasi
pernyataan halal (25%) sebagian besar disebabkan karena produk terduga dapat dilakukan dengan lebih cepat.
tidak dicantumkannya logo halal apapun (65%). Gambar Keterangan kedaluwarsa menjelaskan batas akhir
6 menunjukkan contoh logo halal yang digunakan pada suatu pangan olahan dijamin mutunya selama penyim-
beberapa label kemasan. Tidak terpenuhinya pencantuman panannya mengikuti petunjuk yang diberikan produsen.
logo halal dimungkinkan karena produsen tidak mengerti Tingkat pemenuhan tanggal kedaluwarsa pada ketiga jenis
dengan jelas mengenai prosedur mendapatkan sertifikasi produk memiliki tingkat pemenuhan yang rendah (produk
halal. Sebelum mendapatkan Sertifikat Halal (SH), tepung dan hasil olahannya sebesar 60% dan produk hasil
produsen diharuskan menyusun Manual SJH. Sistem olahan biji-bijian dan umbi sebesar 55%), terutama untuk
Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi produk minuman ringan dan minuman serbuk (40%). Se-
yang disusun, diterapkan, dan dipelihara untuk mengatur lain ditemukan produk yang tidak mencantumkan tanggal
bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia, kedaluwarsa (38%), terdapat pula beberapa produk yang
dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan sudah mencantumkan tanggal kedaluwarsa namun tidak
proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur (11%),
MUI (SK LPPOM MUI No. SK 13/Dir/LPPOM MUI/ yaitu pencantuman tanggal kedaluwarsa tanpa didahului
III/13 Tahun 2013). kalimat ‘baik digunakan sebelum’ atau ‘baik sebelum’.
Rendahnya tingkat pemenuhan tanggal kedaluwarsa di-
mungkinkan karena produsen tidak mengetahui cara
penentuan masa kedaluwarsa yang tepat bagi produknya.
Terdapat beberapa metode penentuan waktu kedaluwar-
sa yang sesuai untuk produk IRTP, diantaranya adalah
dengan uji sensori, metode kadar air kritis, metode Arrhe-
nius, model Heiss-Eichner, dan model Rudolph (Rahayu
dan Arpah 2003)
Sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur, pada
produk pangan yang masa kedaluwarsanya kurang dari
tiga bulan, tanggal kedaluwarsa dicantumkan secara leng-
kap, yaitu tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa atau
dapat juga dicantumkan tanggal dan bulan kedaluwar-
sanya (tanpa tahun). Pada produk pangan yang masa
kedaluwarsanya lebih dari 3 bulan cukup dicantumkan
Gambar 6. Logo halal MUI (a) (SK LPPOM MUI No. SK bulan dan tahun kedaluwarsa. Keterangan kedaluwarsa
10/Dir/LPPOM MUI/XII/07 Tahun 2007) dan logo halal lain dapat dicantumkan terpisah dari tulisan ”baik digunakan
yang dijumpai pada kemasan (b, c, d) sebelum”, namun harus disertai dengan petunjuk tempat
pencantuman tanggal kedaluwarsa, contohnya seperti:
Kode Produksi merupakan kode yang dapat mem- ”Baik digunakan sebelum, lihat bagian bawah kemasan”
berikan penjelasan mengenai riwayat suatu produksi atau ”Baik digunakan sebelum, lihat pada tutup botol”.
pangan olahan yang diproses pada kondisi dan waktu yang Selain itu, produk roti dan kue yang mempunyai masa
sama. Kode produksi dapat dicantumkan dalam bentuk simpan kurang dari atau sama dengan 24 jam tidak perlu
nomor bets atau dapat disertai dengan atau berupa tanggal mencantumkan keterangan tanggal kedaluwarsa (Perka
produksi. Tingkat pemenuhan kode produksi untuk ketiga BPOM RI No. HK.03.1.5. 12.11.09955 Tahun 2011).
jenis produk mempunyai nilai paling rendah jika diban- NSWFA (2013) menjelaskan bahwa label pangan
dingkan dengan unsur minimum label yang lain. Banyak memiliki tanda penanggalan yang memberikan informa-
ditemukan produk yang tidak mencantukan kode pro- si tentang masa simpan produk pangan. Semua produk
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

pangan dengan umur simpan kurang dari dua tahun harus dengan bahan tambahan pangan. Produk tepung dan ha-
ditandai dengan tanggal. Namun untuk produk pangan sil olahannya serta produk olahan biji-bijian dan umbi
kalengan, seperti kacang panggang, dapat tidak ditandai memiliki tingkat pemenuhan 100%. Hal ini disebabkan
karena produk tersebut dianggap aman dan kualitasnya produk tersebut tidak termasuk dalam produk dengan asal
dapat terjaga selama dua tahun atau lebih. usul bahan pangan tertentu, sehingga tidak ada sebab-se-
Pernyataan ‘Gunakan pada tanggal’/use by bab yang mewajibkan pencantuman keterangan tersebut
menunjukkan bahwa pangan harus dikonsumsi sebelum (Hikmatiyar 2013).
atau dibuang setelah tanggal yang tercantum. Pangan Keterangan mengenai asal usul bahan pangan tertentu
mungkin tidak aman untuk dikonsumsi walau tidak banyak yang paling banyak terdapat dalam produk IRTP adalah
berubah penampakannya karena nutrisi dalam pangan keterangan tentang cara penyimpanan dan cara penyajian
sudah terdekomposisi atau terdapat mikroba dalam jumlah produk. Cara penyimpanan wajib dicantumkan apabila
melebihi batas. Pangan yang melewati tanggal ‘Gunakan produk tersebut akan mengalami perubahan mutu tertentu
pada tanggal’ dilarang untuk diperjualbelikan. Pernyatan ketika tidak disimpan dengan metode penyimpanan
lain adalah ‘Baik digunakan sebelum’/best before, yang tertentu. Sebagai contoh produk roti basah jika disimpan
menunjukkan bahwa pangan masih aman dikonsumsi pada suhu ruang akan tahan selama 2 hari dan jika
setelah tanggal tersebut selama tidak rusak, memburuk, disimpan pada suhu dingin (≤10oC) akan tahan selama 4
atau mengalami perubahan fisik tertentu. Tanggal ‘Baik hari. Cara penyajian wajib dicantumkan apabila produk
digunakan sebelum’ hanya menunjukkan bahwa produk tersebut memerlukan langkah penyajian tertentu untuk
tersebut mungkin telah kehilangan beberapa kualitas dikonsumsi. Sebagai contoh produk minuman serbuk
setelah tanggal tersebut terlewati. Pangan masih dapat jahe instan yang memerlukan air hangat sebanyak 150
diperjualbelikan secara legal meskipun telah melewati mL untuk penyajiannya. Pangan yang memerlukan atau
tanggal ‘Baik digunakan sebelum’ (selama mereka mempunyai saran penyajian atau saran penggunaan dapat
tidak rusak, memburuk atau mengalami perubahan fisik mencantumkan gambar bahan pangan lainnya sesuai
tertentu). Perubahan fisik tertentu yang dimaksud dapat dengan petunjuk/saran penyajian atau petunjuk/ saran
berupa perubahan warna, rasa, tekstur, atau aroma (NSW penggunaan, disertai dengan tulisan ”saran penyajian”
FA 2013). Hal ini dimungkinkan karena konsumen di (Perka BPOM RI No HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun
negara tersebut telah teredukasi dengan baik mengenai 2011).
mutu dan keamanan pangan, sehingga dianggap mampu Selain cara penyimpanan dan cara penyajian,
untuk menentukan sendiri mutu pangan yang akan ditemukan pula produk yang menggunakan bahan
dikonsumsi. tambahan pangan (BTP) dalam daftar bahan yang
Hasil pengamatan pada nomor izin edar menunjuk- digunakannya. Produk yang menggunakan BTP ditemukan
kan bahwa tingkat pemenuhan nomor P-IRT tergolong pada produk minuman ringan dan minuman serbuk, yaitu
tinggi, terutama untuk produk tepung dan hasil olahannya adanya penggunaan bahan-bahan seperti siklamat, dan
(93%). Ditemukan sedikit produk yang tidak mencantum- benzoat. Pencantuman BTP tersebut tidak sesuai dengan
kan nomor P-IRT dalam label kemasannya (8%). Selain kriteria pemenuhan syarat unsur yang menyatakan bahwa
itu juga ditemukan produk yang mencantumkan nomor keterangan tentang BTP wajib mencantumkan tulisan,
sertifikat PKP (Penyuluhan Keamanan Pangan) dalam la- nama golongan, serta nama kode internasional yang
bel kemasannya (2%), yang dalam hal ini dianggap tidak dimilikinya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka
sesuai dengan kriteria pemenuhan syarat unsur. penulisan BTP yang benar adalah ‘pemanis siklamat’ atau
Berdasarkan Perka BPOM RI No. HK.03.1.23.04. ‘pengawet natrium benzoat’ (PP RI No. 69/1999, Pasal
12.2205 Tahun 2012, di dalam SPP-IRT produsen akan 43).
mendapat 2 sertifikat, yaitu Sertifikat Penyuluhan Kea-
manan Pangan (PKP) dan Sertifikat Pangan Industri Keterangan yang Dilarang pada Label
Rumah Tangga (P-IRT). Sebelum tahun 2004, sertifikat Produk IRTP dilarang untuk mencantumkan segala
untuk produsen berupa Sertifikat Penyuluhan (SP). Un- bentuk klaim kesehatan atau klaim gizi. Keterangan lain
tuk selanjutnya diperbarui menjadi Sertifikat Produksi yang dilarang dicantumkan adalah keterangan yang tidak
Industri Rumah Tangga. Adapun Prosedur untuk memper- benar dan menyesatkan, pangan dapat berfungsi sebagai
oleh SP-IRT adalah: (1) pengajuan permohonan dengan obat, mencantumkan nama dan lembaga yang mengana-
mengisi form yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Ka- lisis produk pangan, keterangan pangan mengandung zat
bupaten atau kota setempat, dan (2) Persyaratan bahwa gizi lebih unggul dari produk pangan lain, keterangan
pemilik/penanggung jawab memiliki Sertifikat Penyulu- pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan
han Keamanan Pangan (Dinkes 2013b). dibuat tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau
Asal usul bahan pangan tertentu adalah keterangan hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah, dan
yang wajib dicantumkan pada label apabila produk yang keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pa-
bersangkutan merupakan produk pangan iradiasi, pangan ngan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi.
rekayasa genetika, pangan sintesis yang dibuat dari ba- Umumnya semua sudah memenuhi ketentuan
han baku alamiah, pangan olahan tertentu, atau pangan tersebut, kecuali pada produk tepung dan hasil olahan-
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

Gambar 7. Tingkat pemenuhan pelabelan

nya masih ditemukan label yang mencantumkan klaim rendah (Sofiandari 2013). Selain itu, rendahnya penga-
kesehatan atau klaim gizi (5%), yaitu mencantumkan wasan dari Dinas Kesehatan juga memberikan pengaruh
pernyataan ‘Gluten Free’ dan ‘High Fiber’. Pada produk yang cukup penting akan terjadinya pelanggaran yang
minuman ringan dan minuman serbuk ditemukan label terjadi (Maradhika 2012). Pemberian sanksi yang tegas
yang mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi pada produsen diperlukan untuk mengurangi beredarnya
(27%), yaitu mencantumkan pernyataan ‘High Vita- produk dengan label kemasan yang tidak sesuai.
mins’, ‘Dietary Fiber’, ‘Caffeine Free’, dan ‘Mengandung
Antioksidan’. KESIMPULAN

Tingkat Pemenuhan Pelabelan Rata-rata Tiga produk IRTP di Kota Bogor terbanyak adalah
Perbandingan tingkat pemenuhan kelompok unsur tepung dan hasil olahannya (31%), hasil olahan biji-biji-
label dari ketiga jenis produk serta tingkat pemenuhan pe- an dan umbi (13%), dan minuman ringan dan minuman
labelan rata-ratanya dapat dilihat pada Gambar 7. Secara serbuk (10%). Tingkat pemenuhan untuk kelompok
keseluruhan tingkat pemenuhan rata-rata untuk ketiga unsur teknis pencantuman label ketiga jenis produk terse-
jenis produk hampir sama dan tergolong rendah. Hal ini but secara berturut-turut adalah 44, 45, dan 73%, untuk
menunjukkan bahwa masih minimnya pengetahuan IRTP kelompok unsur tulisan pada label adalah 75, 80, dan
tentang regulasi pelabelan yang berlaku. Menurut Septian 60%, untuk kelompok unsur keterangan minimum label
(2013), pengetahuan mengenai peraturan pelabelan oleh adalah 69, 64, dan 66%, dan untuk kelompok unsur tidak
IRTP sebagian besar informasinya didapatkan dari Dinas memuat keterangan yang dilarang pada label adalah 99,
Kesehatan. 100, dan 96%. Tingkat pemenuhan pelabelan rata-rata ke-
Pada saat IRTP akan mengedarkan produknya, tiga jenis produk tersebut secara berturut-turut adalah 72,
produsen harus mendapatkan Sertifikat Penyuluhan Ke- 72, dan 74%. Rendahnya tingkat pemenuhan pelabelan
amanan Pangan. Sertifikat ini diberikan kepada pemilik/ menunjukkan bahwa masih diperlukannya pembinaan
penanggungjawab yang telah lulus mengikuti Penyuluhan lebih lanjut terhadap IRTP, terlebih mengenai kriteria pe-
Keamanan Pangan dengan hasil evaluasi minimal nilai labelan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
cukup. Salah satu materi Penyuluhan Keamanan Pangan
tersebut adalah tentang peraturan perundang-undangan di DAFTAR PUSTAKA
bidang pangan dan persyaratan label dan iklan pangan.
Dengan demikian harusnya IRTP sudah memiliki bekal [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pera-
pengetahuan yang cukup mengenai persyaratan pelabelan. turan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label Nomor HK. 03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang
kemasan pangan dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta (ID).
Meskipun IRTP sudah memiliki pengetahuan mengenai [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pera-
persyaratan pelabelan, namun tingkat kesadaran IRTP un- turan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
tuk mematuhi regulasi pelabelan yang berlaku tergolong Nomor HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata
Jurnal Mutu Pangan, Vol. 1(1): 65-73, 2014

Laksana Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta (ID). Maradhika V. 2012. Kajian Pemenuhan Syarat Label Mi-
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pera- numan Sari Buah (Kemasan Siap Minum) di Beberapa
turan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. Pasar Swalayan Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Insti-
HK. 03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman tut Pertanian Bogor.
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah [NSWFA] New South Wales Food Authority. 2013. Food
Tangga. Jakarta (ID). Labels. New South Wales, Australia.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pera- Pemerintah RI. 1999. Peraturan Pemerintah Republik In-
turan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI donesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Nomor HK 03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Pangan. Jakarta (ID).
Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tang- Pemerintah RI. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indo-
ga. Jakarta (ID). nesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
[Dinkes] Dinas Kesehatan. 2013a. Laporan Tahunan Dinas dan Gizi Pangan. Jakarta (ID).
Kesehatan Kota Bogor Tahun 2013. Bogor (ID). Pemerintah RI. 2012. Undang-undang Republik Indonesia
[Dinkes] Dinas Kesehatan. 2013b. Perijinan Makanan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta (ID).
dan Minuman. http://dinkes.slemankab.go.id/periji- Rahayu WP dan Arpah. 2003. Penuntun Teknis: Penetapan
nan-makanan-dan-minuman. [2013 Nov 7]. Kedaluwarsa Produk Industri Kecil Pangan. Departemen
[FSANZ] Food Standards Australia New Zealand. 2013. Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertani-
Food Labels: What do they mean. Australia (AU). an. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gay LR, Mills GE, Airasian P. 2006. Educational Research: Septian J. 2013. Kondisi dan Persepsi Industri Rumah Tang-
Competencies for Analysis and Applications. New Jersey ga Pangan (IRTP) Tentang Label Kemasan Pangan (Studi
(US): Prentice Hall. Kasus di Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Per-
Hikmatiyar AF. 2013. Kajian Pemenuhan Regulasi Pelabelan tanian Bogor.
Produk Olahan Daging di Beberapa Pasar di Kota Bogor Sofiandari H. 2013. Kajian Keamanan Produk Berbasis
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tepung pada Industri Rumah Tangga (IRTP) di Jawa
[LPPOM MUI] Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. 2007. Surat Umar H. 2005. Metode Penelitian: Untuk Skripsi dan Tesis
Keputusan LPPOM MUI Nomor: SK 10/Dir/LPPOM Bisnis. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
MUI/XII/07 tentang Logo LPPOM MUI. Jakarta (ID). Wijaya CH. 1997. Pelabelan Pangan: Peran, Tujuan, Tata
[LPPOM MUI] Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Cara, dan Persyaratan. Bogor (ID): TPG-Fateta IPB..
dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. 2013. Surat JMP02-14-001 - Naskah diterima untuk ditelaah pada 14 Februari 2014.
Keputusan LPPOM MUI Nomor: SK 13/Dir/LPPOM Revisi makalah disetujui untuk dipublikasi pada 25 Maret 2014. Versi On-
line: http://jurnalmutupangan.com/index1.php?view&id=9
MUI/III/13 tentang Ketentuan Sistem Jaminan Halal. Ja-
karta (ID).

Anda mungkin juga menyukai