A. PENDAHULUAN
Pengolahan ikan patin di Sumatra Selatan pada umumnya berbentuk makanan olahan
seperti pindangan. Pindang adalah bentuk olahan makanan tradisional yang karakteristiknya
hamper sama dengan sop Ikan. Perbedaanya, ikan berada dalam kuah perpaduan rasa
asam,pedas dan manis. Pindang patin merupakan kuliner local di Kabupaten Banyuasin yang
sangat di gemari. Namun, Pindang pantin mempunyai umur simpan terbatas sehingga akan
menemui banyak kesulitan jika ingin di bawah ke luar daerah atu pun jika ingin di simpan di
waktu lama sehingga di perlukan inovasi penanganan produk pindang patin.
Salah satu cara/ metode memperpanjang masa simpan dengan tetap mempertahankan
rasa,warna,bauh dan nilai gizi Dari produk berbahan baku protein tinggi (missal ikan) adalah
melalui proses pengolahan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi komersial) atau dikenal dengan
proses pengalengan. Moeljanto (1992), menjelasakan pengertian pengalengan sebagai proses
pengolahan pangan sebagai proses pengolahan pangan menggunakan suhu 110 – 120 °C untuk
menghindari pembusukan. Makanan dalam kaleng dapat disimpan lama dan tidak mengalami
kerusakan fisik, kimia serta biologi (Sukmadji, 1988 dalam suharwadji, 2009). Bebrapa tujuan
pengalengan bahan pangan adalah :
1. Mengemas bahan pangan sehingga dapat disimpan lama (mencapai 2 tahun) dan
lebih mudah didistribusikan (Moeljanto, 1992)
2. Mengawetkan bahan pangan dengan mencega terjadinya kerusakan kimiawi
maupun kerusakan mikrobiologi.
3. Mengisolir bahan pangan dari Pangaruh – Pengaruh yang dapat merusak selama
masa penyimpanan
4. Kerena tidak transparan maka efek dari cahaya matahari dapat di minimalkan dalam
mempengaruhi kondisi produk.
5. Meningkatkan nilai ekonomi Produk,karena pada saat pemasaran kemasan ini muda
diatur dan dipajang atau dipamerkan sedemikian rupa sehingga dapat menarik
konsumen (Sukamdji, 1988 dalam Suharwadji,2009).
Dalam upaya mengembangankan prototipe pindang patin kaleng pada sekala industri, maka di
perlukan bebrapa kajian yang di perlukan produk olahan dalam kaleng yang layak untuk sekla industri.
Karna itu BAPPEDA dan LITBANG Kabupaten Banyuasin beserta BLITBANGNOVDA Sumatra Selatan
melakukan kegiatan penelitian lanjutan untuk mempersiapkan prototipe pindang patin kaleng skala
industri. Bebrapa kajian yang diperlukan adalah analisa kelayakan produk dan produksi, lay out/tata
letak ruangan untuk proses pengalengan pindang patin, sitem perizinan , umur simpan dan persyarat
aman pangan olahan dalam kaleng ( Uji organoleptik , analisa proximat, mikrobiologi).
B. METODE PENELITIAN
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan system penyelidikan kualitas yang berdasarkan
pada pengamatan terhadap bagaimana sebuah produk yaitu pindang patin sebagi makanan tradisional
dapat di kemas dalam kaleng, factor –faktor apa yang berubah ketika proses pengalengan di terapkan,
kendala di lapngan terkait dengan penerapan teknologi di tingkat IKM. Kegiatan penelitian di lingkungan
melalui
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk mempelajari secara langsung teknologi pengalengan produk di BP@TK
LIPI Gunung Kidul.
b. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori, data – data atau informasi sebagai
bahan acuan dalam menentukan jenis kemasan dan metode pengalengan.
c. Percobaan
Percobaan dilakukan untuk mencoba membuat pindang patin dalam kaleng dari tahap
penyediaan bahan baku hingga proses pengalenga.
d. Pengujian
Pengujian proses pengalengan pindang patin di lakukan di Balai Pengembangan Proses dan
Teknologi Kimia (BP2TK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Desa (LIPI) Gunung Kidul Yogyakarta,
sedangkan uji proximat dilakukan di Balai Besar Industri Agro (BBIA), Kementrian perindustrian
di Bogor.
Secara Umum dalam kajian ini data penelitian diproleh dari :
1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca , Mempelajari dan
menganalisi bahan bacaan dan dokumen yang ada hubungannya dengan materi
2. Studi lapangan , Yaitu usaha pengumpulan data yang diperlukan langsung di lokasi kajian.
Studi lapangan dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung dengan pelaku dan
narasumber.
3. Analisa Laboratorium.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Persyaratan Perizinan dan Persyaratan Aman Pangan Untuk Prototipe Pindang Patin
Kaleng
Semua produk makanan dan minuman yang dikemas dan menggunakan lebel, yang di
jual di wilayah Indonesia baik produksi local maupun impor harus didaftarkan dan mendapatkan
nomor pendaftaran dari Badan POM, Sebelum di edarkan di pasar. Nomor pendaftaran ini
diberikan setelah dilakukan penilaian keamanan pangan, dan dipergunakan oleh Badan POM
untuk mengawasi produk yang beredar di pasaran. Untuk Produk Industri Rumah Tangga Pangan
(IRTP) nomor pendaftaran di Keluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Setempat.
Konsumen dapat mengenali makanan yang memenuhi syarat dengan cara melihat
langsung suatu langsung suatu produk yaitu :
1. Nomor pendaftaran yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (MD
atau ML diikuti angka 12 digit) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (P-iRT diikuti
angka 12 digit).
2. Lebel yang berisi keterangan mengenai makanan yang bersangkutan : nama
produk, bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak
yang memproduksi atau memasukkan makanan ke wilayah Indonesia dan batas
waktu kadaluarsa.
3. Wadah/ kemasan makanan.
4. Penampilan fisik makanan, baik bentuk, warna maupun bau.
5. Pemeriksaan kimia dan mikrobiologi
Berdasarkan hasil konsultasi dengan Badan POM Sumatra Selatan , diproleh gambaran bahwa nomor
MD bisa di keluarkan oleh BPOM Sumatra Selatan bila :
2. Prototipe Produk Pindang Patin Dalam Kaleng yang Memenuhi Standar Aman Pangan
Produk pindang patin yang dilakukan dalam penelitian ini masih dilakukan dalam sekalah laboratorium
di BP2TK LIPI Gunung Kidul , sehingga Badan POM Sumatra Selatan belum dapat mengeluarkan nomor
pendaftaran MD. Persyaratan hasil Laboratorium mengenai Analisa Proximat telah dilakukan BBAI Bogor
dapat dilihat pada Table 2 sebagai berikut :
Hasil analisa terhadap kandungan nitrit yang digunakan sebagai bahan pengawet dalam pindang patin
kaleng adalah I,37 mg/kg. Hal ini berarti konsentrasi nitrit dalam produk masi di bawah batas maksimal
kandungan nitrin yang diijinkan United State Food and Drug Agency (USFDA) yaitu sebesar 2,397 mg/kg.
Pengaturan kandungan nitrin dalam makanan olahan diperlukan karena nitrin bersifat toksin bila di
konsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Nitrin dalam tubuh dapat mengurangi masuknya oksigen ke
dalam Sel – sel atau otak.
Hasil uji konsentrasi mikrobiologis menunjukan bahwa pindang patin kaleng terdapat 0 koloni/gram
bakteri C.perfringns, sebesar < 3 APM/ garam kadar colifrom dan sebesar < I 0 koloni per gram bakteri
aerob termofilik pembentuk sporah. Hal ini berarti bahwa kandungan kapang atau jamur pada produk
pindang patin kaleng relative rendah sehingga aman dikonsumsi.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pindang patin kaleng yang telah disimpan selamah I tahun,
tidka mengalami perubahan dalam rasa, warna dan aroma. Hal ini menunjukkan bahwa pindang patin
dalam kaleng memiliki umur simpan lebih dari satu tahun. Secara keseluruhan, hasil analisa proximat
tersebut dapat digunakan untuk memproleh nomor MD dari Badan POM di Sumatra Selatan
3. Analisa Kelayakan Pindang Patin Dalam Kaleng Skala UMKM di Kabupaten Banyuasin
Aspek yang dipelajari dalam studi kelayakan adalah : aspek pasar, aspek teknis, aspek pemasaran ,
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan serta aspek financial.
D. Aspek Teknis
Pembuatan pindang paten kaleng yang dilakukan di BPPTK LIPI Gunung Kidul dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut :
a. Persiapan Bahan
Bahan utama yang dipersiapkan adalah ikan patin dan bahan tambahan lainnya dalam
kondisi segar, tidak cacat (mekanis) dan bersih. Pada tahap ini diupayakan kotaminasi
dengan udara luar dibatasi. Ikan patin dipole dari pasar local dan dipilih ikan yang masih
hidup dan segar, kemudian ikan disortasi dan preparasi dengan cara dibersihkan dan
dipotong sesuai dengan ukuran volume kaleng yang telah dipersiapkan. Bagian kepala ikan
tidak digunakan karena ukurannya terlalu besar dan dagingnya sedikit, bagian ekor tidak
digunakan karena terlalu kecil. Bumbu (bawang, kunyit, lengkuas) yang digunakan berasal
dari pasar local. Bumbu dibersihkan dan dihaluskan. Kecap yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kecap merk “Bangau”, garam halus merk “Refina” dan gula pasir merk “Gulaku”.
Pemilihan merk tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa bahan tersebut sudan
terstandarisasi pabrikan.
b. Penutup Kaleng
Penutup kaleng segera dilakukan setelah perlakuan penghampaan agar tidak terjadi
kontaminasi dengan benda asing. Penutupan kaleng dilakukan saat panas (ada uap)
sehingga udara tidak dapat masuk ke dalam kaleng.
Penutupan kaleng dapat dilakukan secara otomatis dan manual. Penutupan kaleng secara
otomatis dilakukan dengan tenaga listrik, sedangkan penutupan manual dapat digunakan
dengan pedal injak.
c. Proses Sterilisasi
Setelah pindang patin terkemas di dalam kaleng, tahap selanjutnya adalah sterilisasi.
Sterilisasi merupakan proses yang paling penting dakam proses pengalengan pangan.
Sterilisasi pindang patin dilakukan pada temperature 121 C selama 15 menit dengan
menggunakan alat yang disebut autoklaf.
d. Cooling (pendingan)
Setelah dilakukan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf maka tahap selanjutnya adalah
pendinginan (cooling). Tujuan dilakukan pendinginan adalah :
- Memberikan tindakan shock therapy terhadap bakteri thermofilik (bakteri yang tahan
suhu tinggi) sehingga mencegah kemungkinan bakteri tersebut masih aktif (bertumbuh
dan berkembang) dalam kaleng setelah proses sterilisasi.
- Menghindari over cooked