Anda di halaman 1dari 38

KAJIAN PENERAPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN

(IKM “JENANG JAKET ASLI”)

Disusun oleh :
Kelompok 2
Dhila Wina K A2B022005
Istyani Fitria Noorzantika A2B022002
Popi Nurhopipah A2B022008

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2022
DAFTAR ISI

Halaman
I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
A. Profil IKM .......................................................................................................... 3
B. Produk Pangan yang Dihasilkan ........................................................................ 3
C. Orientasi Pasar ................................................................................................... 4
D. Proses Produksi .................................................................................................. 4
II. METODOLOGI ................................................................................................. 6
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 6
B. Alat dan Bahan ................................................................................................... 6
C. Metode Pengambilan Data ................................................................................. 6
III. KAJIAN TERHADAP PENERAPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN ..... 7
A. Aspek Good Manufacturing Practices (GMP) ................................................... 7
B. Analisis Bahaya .................................................................................................. 8
C. Bahaya Potensial (CCP) ................................................................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 33
I. PENDAHULUAN

A. Profil IKM

IKM yang memproduksi jenang jaket makanan khas Banyumas ini


memiliki nama Jenang Jaket Asli dengan pemilik Ibu Daryanti. Usaha ini
didirikan pada tahun 1990 yang bertempat di Jl. Adipati Mersi No. 68, Mersi,
Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53112.
Pada tahun 1990 hinga tahun 2000 an, Ibu Daryanti masih hanya menjajakan
jenang jaket, namun sejak tahun 2000 ke atas, ia juga menjajakan beberapa
makanan khas Banyumas yang cocok untuk dijadikan buah tangan. Toko
Jenang Jaket Asli Ibu Daryanti kini menjadi pusat oleh-oleh dengan berbagai
jajanan.

B. Produk Pangan yang Dihasilkan

Jenis produknya adalah makanan tradisional khas dari Banyumas yaitu


“Jenang Jaket Asli” yang di produksi oleh salah satu home industri milik ibu
Daryanti yang berlokasi di Mersi, Purwokerto Jawa Tengah. Jenang Jaket ini
sangat spesifik dan sulit ditemukan di kota-kota lainnya di Indonesia karena
kemasannya dibungkus kecil-kecil oleh plastik yang menyerupai jaket.
Makanan ini dapat dikonsumsi sebagai makanan kecil ataupun hidangan
dealam suatu hajatan dan acara-acara tertentu ataupun sebagai oleh-oleh bagi
wisatawan yang berkunjung ke Purwokerto. Apabila ada warga Banyumas
dan sekitarnya yang memiliki hajatan baik acara resepsi mantenan, sunatan,
ataupun syukuran, Jenang Jaket ini senantiasa menjadi menu wajib yang harus
ada. Bahkan ada semacam kesepakatan yang sudah turun-temurun, bahwa
acara hajatan belum komplit apabila tidak menghidangkan jenang jaket.
C. Orientasi Pasar

Jenang Jaket Asli ini dipasarkan dengan cara menjual ditoko milik
sendiri langsung kepada pembeli dan juga home industri ini mensupply
produk jenang jaket kepada toko-toko yang menjual oleh-oleh khas Banyumas
yang ada disekitar Purwokerto.untuk meningkatkan nilai jualnya, Jaket Jenang
Asli diproduksi dalam dua variant yaitu jenang yang menggunakan wijen atau
jenang jaket wijen dan jenang yang tidak menggunakan wijen atau jenang
jaket asli/polos. Jenang polos Rp14.000,00 per bungkus dan Jenang yang
menggunakan wijen Rp16.000,00 per bungkus.

D. Proses Produksi

Proses produksi adalah rangkaian kegiatan terpadu dan berjalan terkait


dengan pengolahan sumber daya berupa masukan (input) menjadi produk
(output) dalam jangka waktu penyelesaian tertentu. Sistem produksi yang
dilakukan dengan baik dan berkesinambungan akan menghasilkan produk
bermutu dengan tingkat produktivitas, efisiensi, dan efektivitas yang tinggi.
Proses produksi yang dilakukan dari bahan baku hingga menjadi produk jadi
terdiri dari beberapa tahapan proses, dimana tahapan tersebut berurutan dari
awal hingga akhir.
Proses produksi jenang jaket tidak jauh beda dengan produksi jenang
lainnya. Jenang jaket asli yang berada di Jl. Adipati Mersi No.68 ini
menggunakan empat bahan utama yaitu tepung beras ketan, gula merah,
kelapa, dan air. Proses pengolahan dimulai dari kelapa yang diparut dan
diperas sehingga diperoleh santan. Santan kemudian dicampurkan dengan
tepung beras ketan, lalu dididihkan. Gula merah dicairkan dan diaduk-aduk
hingga kadar airnya sedikit berkurang. Apabila kadar airnya sudah sedikit
berkurang, gula tersebut dimasukkan ke dalam tepung beras yang sudah
dicampur dengan santan. Semua adonan tersebut diaduk-aduk sampai bahan
tercampur secara merata dan terbentuk adonan yang kalis. Adonan yang telah
kalis, kemudian didiamkan selama kurang lebih satu hari di atas nampan,
kemudian dipotong-potong sesuai ukuran.
Proses pengemasan dilakukan di ruangan yang terpisah dari ruang
pengolahan. Pengemasan dilakukan secara manual tanpa alat mesin maupun
timbangan. Setiap satu bungkus jenang berisi 16 bungkusan kecil untuk sekali
makan. Bungkusan kecil tersebut dikemas tanpa timbangan atau dilakukan
secara manual dan takarannya di kira-kira
II. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu
Kunjungan dilaksanakan pada hari Rabu, 7 September 2022 pada
pukul 14.00-15.30
2. Tempat
Kunjungan dan pengamatan dilakukan di home industri Jenang Jaket
Asli yang bertempat di Jl. Adipati Mersi No. 68, Mersi, Kec. Purwokerto
Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53112.

B. Alat dan Bahan

1. Alat
• Kertas
• Bolpoin
2. Bahan
• Materi
• Formulir

C. Metode Pengambilan Data

1. Wawancara
Melakukan wawancara langsung dengan pemilik home industri Jenang
Jaket Asli terkait manajemen mutu dan keamanan pangan.
2. Observasi
Melihat secara langsung proes pembuatan Jenang Jaket Asli dan
kebersihan alat yang digunakan selama proses produksi.
III. KAJIAN TERHADAP PENERAPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN

A. Aspek Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP merupakan suatu pedoman bagi industri terutama industri yang terkait
dengan pangan, kosmetik, farmasi dan peralatan medis untuk meningkatkan mutu
hasil produksinya terutama terkait dengan keamanan dan keselamatan konsumen
yang mengkonsumsi atau menggunakan produk-produknya. Dalam penerapannya,
GMP sangat erat hubungannya dengan Hazard Analysis & Critical Control
Control Points (HACCP). Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
secara luas akan berakibat pada banyak aspek yang berhubungan dengan hygienis
karyawan perusahaan maupun sanitasi pada proses produksi. Sebab yang
diutamakan dari penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) di lapangan
adalah agar tidak terjadi kontaminasi terhadap produk selama proses produksi
terjadi, sehingga produk yang sampai ke konsumen merupakan produk yang aman
untuk dikonsumsi. (Agustin, 2020)
Good Manufacturing Practice (GMP) atau biasa disebut cara produksi pangan
yang baik (CPPB) merupakan pedoman yang memperlihatkan aspek keamanan
pangan bagi Industri Rumah Tangga (IRT) untuk memproduksi pangan agar
bermutu, aman dan baik untuk dikonsumsi. Berdasarkan Undang- Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 111 Ayat (1) menyatakan bahwa makanan
dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standart atau
persyaratan kesehatan dengan demikian dalam Udang-Undang tersebut tersirat
bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
dilarang untuk diedarkan. Peraturan tersebut sesuai dengan tujuan dari GMP, yaitu
memberikan prinsip dasar keamanan pangan bagi IRT dalam penerapan CPPB-
IRT agar dapat menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu sesuai
dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun intenasional
Rudiyanto (2016)
GMP termasuk dari salah satu bagian dalam sistem Hazard Analysis Critical
Control (HACCP) yang berfungsi untuk meminimalkan bahkan menghilangkan
masalah mutu pangan yang dapat disebabkan oleh beberapa fakor seperti biologis,
fisis dan kimia. Bagi industri kecil hingga industri menengah, penerapan GMP
berguna untuk mendapatkan sertifikat P-IRT. Good Manufacturing Practice
mencakup 14 aspek yang terdiri dari lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan
peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan,
pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan, penarikan
produk dan pelaksanaan pedoman. (Rizki S. R., 2019)

B. Analisis Bahaya

Analisis bahaya merupakan proses pengumpulan dan penilaian informasi


mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya, untuk
menentukan yang mana berdampak nyata terhadap keamanan pangan danharus
ditangani dengan rencana HACCP (Thaheer, 2005). Bahaya ialah suatu
kemungkinan terjadinya masalah atau risiko secara fisik, kimia, dan biologi
dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesahatan pada
manusia. Resiko bahaya yang mungkin timbul dari suatu proses produksi
meliputi bahaya fisik, bahaya kimia, dan bahaya biologi.
1. Bahaya Fisik
Bahaya fisik adalah bahaya karena adanya cemaran–cemaran fisik
seperti benda-benda asing yang dapat membahayakan manusia jika termakan,
sepertipecahan gelas, pecahan logam, paku, potongan kawat, serikil, stapler
dan benda lainnya. Bahaya fisik terdiri dari benda-benda asing yang
mencemari bahanpangan pada berbagai tahap pengolahan, misalnya selama
pemanenan, penanganan, proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan,
distribusi hingga penyajian pada konsumen. Beberapa benda yang mungkin
terdapat di dalam bahan pangan dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Benda-benda asing yang mungkin terdapat di dalam bahan pangan


Benda Asing Sumber
Pecahan gelas Botol, wadah lampu, peralatan pengolahan
Potongan kayu Pohon, ranting, kotak katu, bahan bangunan
Kerikil Dari lingkungan, bangunan
Logam Dari lapangan, kawat, mesin pengolahan, pekerja
Serangga Dari lapangan, ruang penyimpanan (gudang)
Bahan insulasi Bahan bangunan
Potongan tulang Dari lapangan, proses pengolahan
Plastik Dari lapangan, bahan pengemas, pekerja
Bagian tubuh (kuku, Pekerja
rambut, dsb)
Sisik, kulit Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan

Berbagai benda asing yang mengkontaminasi produk pangan olahan


jelas dapat menimbulkan bahaya, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.
Apabila konsumen menyadari hal tersebut, tentu tidak akan menerima produk
yang tercemar dengan beberapa benda asing.

2. Bahaya Kimia
Bahaya kimia adalah berupa cemaran bahan-bahan kimia beracun
yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit jika termakan olah
manusia, seperti residu pestisida, logam berbahaya, racun yang secara alami
terdapat dalam bahan pangan, dan cemaran bahan kimia lainnya. Bahaya
kimia berbahaya yang mungkin terdapat pada produk pangan dibedakan
dalam dua kelompok, yaitu (1) bahan kimia yang terbentuk secara alami pada
bahan pangan, (2) bahan kimia yang ditambahkan ke dalam bahan pangan
baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja.
Produk pangan yang mengandung lemak pada umumnya akan
mengalami reaksi-reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat mempengaruhi
cita rasa ataupun menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan
ketengikan. Reaksi hidrolisis minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan
kerusakan lemak atau minyak terjadi karena terdapat sejumlah air dalam
minyak atau lemak. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen pada minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai
dengan pembentukan radikal bebas dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya
ialah terurainya hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam
lemak bebas. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan rasa dan bau
tengik pada minyak tersebut. Ketengikan (Rancidity) terbentuk oleh aldehida
bukan peroksida. Jadi kenaikan peroxide value (PV) hanya indikator bahwa
minyak sebentar lagi akan berbau tengik.
Bahan kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dengan maksud dan tujuan tertentu,
seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan penampakan. Bahan tambahan yang tidak
sengaja ditambahkan, yaitu bahan pangan yang tidak mempunyai fungsi
dalam makanan tersebut terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah
sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,
pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau
kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
bahan mentah atau penganganannya yang masih terus terbawa ke dalam
makanan yang akan dikonsumsi.
Keracunan makanan, selain disebabkan karena mikroorganisme dapat
disebabkan karena bahan kimia. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat
kimia ini akan memberikan efek berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlah
zat kimia yang masuk ke dalam tubuh (Yuliarti, 2007). Umumnya gejala yang
ditimbulkan oleh pangan berkaitan dengan gangguan pencernaan dan gejala
sakit perut, demam, sakit kepala, diare, mual dan muntah-muntah. Penyakit
degeneratif seperti jantung koronenr, hipertensi, diabetes dan sebagainya
dapat disebabkan konsumsi pangan sumber karbohidrat, lemak, gula, dan
garam secara berlebihan.

3. Bahaya Biologi
Bahaya biologi yaitu berupa bakteri, virus, parasit yang dapat
menyebabkan sakit baik secara infeksi maupun intoksikasi. Gangguan
kesehatan berupa infeksi terjadi karena mengkonsumsi produk yang
mengandung mikroorganisme patogen, sedangkan intoksikasi terjadi karena
mengkonsumsi makanan yang mengandungracun (toksin) dari
mikroorganisme. Adanya bahaya mikrobiologis dapat terjadi karena adanya
mikroorganisme telah ada di dalam bahan atau karena kontaminasi dari luar
selama proses pengolahan.
Beberapa bakteri patogen yang berbahaya dan sering mencemari
makanan, yaitu Salmonella sp, Clostridium sp, dan Shigella sp. Bakteri-
bakteri seperti Salmonella sp dan Shigella sp dapat menyebabkan penyakit
menular dan mudah mengkontaminasi makanan yang kurang terjamin
sanitasinya, sedangkan Clostridium sp dan Pseudomonas dapat menghasilkan
toksin yang berbahaya. Selain bakteri, terdapat mikroorganisme lain seperti
kapang yang dapat menghasilkan racun yang disebut mitoksin. Salah satu
mitoksin yang dikenal adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh kapang
Aspergilus flavus pada kacang tanah.
Makanan yang disukai manusia pada umumnya juga disukai oleh
mikroorganisme. Makanan yang telah terkontaminasi mikroorganisme akan
mengalami penguraian, sehingga dapat mengurangi nilai gizi dan cita rasa
makanan, bahkan dapat menyebabkan sakit sampai meninggal. Menurut SNI
01-2986-1992, Kapang adalah mikroorganisme multiseluler dan mempunyai
benang-benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut meselium,
berkembangbiak menjadi spora. Contoh miselium adalah serat putih seperti
kapas yang tumbuh pada tempe. Kebanyakan kapang bersifat anaerob (tidak
membutuhkan oksigen bebas tuntuk pertumbuhan), penyetaraan asam basa
untuk pertumbuhannya sekitar pH 2 sampai pH 9. Kisaran suhunya 10 °C-30
°C, dan beberapa spesies mampu tumbuh di bawah atau di atas kisaran ini.
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dan beberapa
dapat menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang
kekebalannya kurang. Seperti halnya bakteri, kapang dapat menimbulkan
penyakit, yaitu infeksi oleh kapang (mikosis) dan keracunan (mikotoksikosis)
akibat tertelannya hasil metabolisme beracun (toksin).
Kapang yang memproduksi mikotoksin terutama jenis Aspergillus sp,
Penicillium sp, dan Fusarium sp. Kapang juga mempunyai struktur yang
disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan
merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana.
Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi
substrat dan lingkungan yang baik spora dapat bergerminasi dan tumbuh
menjadi struktur kapan yang lengkap. Satu struktur kapang dapat dihasilkan
beratus-ratus sporayang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian
tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dibawah
mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang
berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi kapang.
Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung
dari jenis kapangnya. Oleh karena itu, pertumbuhan kapang pada pangan
mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang
menunjukkan adanya spora kapang atau berjamur.selain dapat menyebabkan
kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga bermanfaat karena
digunakan dalam proses fermentasi pangan.

C. Bahaya Potensial (CCP)

Critical Control Point (CCP) merupakan langkah atau prosedur dimana


tindak pengawasan dilaksanakan untuk mengeliminasi, mencegah atau
memperkecil hazard sampai pada tingkat yang tidak membahayakan.
Menitikberatkan pada pengawasan, faktor kunci yang dapat mempengaruhi
keamanan dan kualitas pangan, maka petugas pengawas produsen maupun
konsumen dapat menjamin terhadap tingkat keamanan pangan (Febriana, 2009).
Penetapan bahaya dan resiko ada 2 tahap, yaitu analisis bahaya dan penetapan
kategori resiko bahaya. Analis bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk
pangan dan bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan untuk menentukan
risiko terhadap bahaya biologi, kimia, dan fisik. Setelah diketahui adanya titik
bahaya dalam alur proses, selanjutnya dilakukan penentuan titik kendali kritis
(TKK). Pada tahap ini semua tahapan proses diidentifikasi.
Penggunaan pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP adalah dengan
menjawab pertanyaan secara beruntun. Jawaban atau keputusan untuk masing-
masing operasi pada diagram proses dicatat pada lembar identifikasi CCP.
Jawaban harus dikaitkan dengan masing-masing penyebab potensi bahaya yang
teridentifikasi contoh pertanyaan 1. Apakah proses ini mengandung bahaya
signifikan? Bila jawabannya TIDAK, ikuti panah selanjutnya. Apabila
jawabannya YA, lanjutkan ke pertanyaan kedua. Pertanyaan 1 harus
diinterpretasikan dengan baik oleh operator. Jawaban yang diberikan dapat
menentukan cara pengendalian potensi bahaya yang teridentifikasi, baik pada
tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam industri pangan tersebut.
Jelaskan jawaban dalam kolom yang sesuai pada lembar identifikasi CCP. Jika
upaya pengendalian tidak ada (pada tahap ini maupun tahap yang lain di dalam
proses), maka tim HACCP dapat mengusulkan modifikasi proses agar dapat
mengendalikan potensi bahaya ini. Modifikasi ini harus dapat diterima tim dan
diterima oleh departemen atau perusahaan.
Pemahaman ini sangatlah mendasar, contoh CCP antara lain pemasakan,
pengendalian formulasi, pendinginan atau pengemasan.
a) Pemasakan
Bahan mentah yang digunakan sering kali mengandung patogen.
Pengawasan pada saat penerimaan merupakan titik pengendalian kritis,
tergantung pada asal dan penggunaan produk tersebut. Jika ada satu atau lebih
tahapan selama pengolahan misalnya pemasakan yang dapat menghilangkan
atau mengurangi sebagian besar potensi bahaya biologis, maka pemasakan
akan menjadi CCP.
b) Pengendalian formulasi bisa menjadi CCP
Beberapa bahan baku dipengaruhi pH atau Aw makanan sehingga
dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Serupa dengan hal tersebut,
penambahan garam menciptakan lingkungan yang selektif untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
c) Pendinginan bias menjadi CCP pada produk tertentu seperti jenang
Penurunan suhu secara cepat pada makanan yang diolah dengan
pemanasan adalah proses yang sangat penting. Pemanasan dapat mensterilkan
produk dan mengurangi beban bakteri hingga tingkat tertentu, namun spora
yang dapat bertahan terhadap proses pemanasan akan tumbuh jika proses
pendinginan tidak tepat atau tidak cukup dingin selama penyimpanan.
Pengemasan pangan siap saji sangat sensitif terhadap mikroorganisme.
Praktek-praktek higienis tertentu mungkin harus dianggap sebagai CCP
(Febriana, 2009).
Dalam dunia pangan, batas kritis didefinisikan sebagai batas ambang atau
dengan kata lain sebagai sebuah kriteria yang memisahkan antara yang dapat
diterima dengan yang tidak dapat diterima. Nilai batas kritis harus dispesifikasi
dan divalidasi untuk masing-masing CCP. Ada beberapa hal, lebih dari satu batas
kritis harus diterapkan pada suatu tahapan tertentu. Tahapan ini harus
memungkinkan untuk dibuat pada masing-masing CCP dari satu atau beberapa
batas kritis, berikut pengawasannya yang menjamin pengendalian CCP. suatu
batas kritis adalah kriteria yang harus diperoleh dengan cara pengendalian yang
berhubungan dengan CCP. batas kritis tersebut dapat berupa suhu, waktu, dan
sebagainya. Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemikian
rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas
kritis terlampaui (Febriana, 2009).
Batas kritis dapat berupa serangkaian faktor seperti suhu, waktu, dimensi
fisik produk, aktivitas air, kadar air, pH, dan sebagainya. Batas kritis juga bisa
berupa parameter sensoris seperti kenampakan (deteksi wadah yang rusak) dan
tekstur. Batas kritis telah ditentukan selanjutnya akan ditulis pada dokumen
rencana HACCP bersama dengan deskripsi tahapan proses, angka CCP dan
deskripsi potensi bahaya. Batas kritis dapat berhubungan dengan satu atau
beberapa karakteristik fisik, kimia, mikrobiologis atau dari hasil pengamatan
selama proses. Batas kritis akan memenuhi peraturan pemerintah, standar
perusahaan atau data ilmiah yang lain (Febriana, 2009).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aspek Good Manufacturing Practices (GMP)


GMP secara luas berfokus dan berakibat pada banyak aspek, baik aspek
proses produksi maupun proses operasi dari personelnya sendiri. Yang diutamakan
dari GMP adalah agar tidak terjadi kontaminasi terhadap produk selama proses
produksi hingga informasi produk ke konsumen sehingga produk aman
dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen. Termasuk dalam pengendalian GMP
adalah faktor fisik (bangunan, mesin, peralatan, transportasi, konstruksi pabrik,
dll), faktor higienitas dari personel yang bekerja dan faktor kontrol operasi
termasuk pelatihan dan evaluasi GMP Berikut merupakan elemen-elemen yang
diperiksa dalam pemeriksaan sarana produksi pangan di Industri Rumah Tangga
Jenang Jaket Asli :
1. Lokasi dan Lingkungan Produksi
Lokasi dan lingkungan produksi menjadi hal yang paling mendasar
dalam pengolahan suatu bahan pangan. Pasalnya elemen ini menjadi tempat
untuk setiap kegiatan dari mulai mengolah sampai memasarkan. Lokasi dan
lingkungan produksi yang baik adalah lokasi yang terawat, bersih dan tidak
berdebu. Kodisi di sekitar lokasi dan lingkungan produksi pada industri rumah
tangga ini tergolong dalam kategori minor. Lokasi di luar ruang produksi
masih terawat, dan tidak terlalu kotor, namun ditemukan kekurangan seperti
atap yang berdebu.
2. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas yang digunakan sebagai tempat produksi sudah
cukup baik. Ruang pada industri rumah tangga ini termasuk ke dalam kategori
ketidaksesuaian yang minor karena ruang yang digunakan untuk produksi
cukup luas, mudah untuk dibersihkan dan hanya digunakan sesuai dengan
proses yang sedang dilakukan seperti ruang yang hanya khusus untuk
pengolahan. Ruangan yang digunakan untuk proses produksi luas karena
produksi menggunakan tungku dan wajan yang besar. Namun, pada industri
rumah tangga tersebut kebersihan untuk lantai, dinding, dan langit-langit
memiliki ketidaksesuaian yang mayor, karena masih terdapat beberapa
kekurangan seperti dinding dan langit-langit yang kotor dan berdebu. Selain
itu untuk ruang pencucian peralatan besar tidak memiliki batas atau sekat
berupa tembok, sehingga pada saat tertentu lantai dapat menjadi basah dan
licin, namun lantai bersih dari lendir. Selain itu, ventilasi, pintu, dan jendela
termasuk ke dalam kategori minor karena ventilasi udara, jendela dan pintu
cukup bersih dan terawat.
3. Peralatan Produksi
Peralatan produksi menjadi bagian yang sangat penting dalam proses
pengolahan suatu produk, karena peralatan yang digunakan dapat menentukan
mutu suatu produk tersebut. Berdasarkan hal tersebut, permukaan peralatan
yang kontak langsung dengan pangan di industri rumah tangga ini termasuk
ke dalam kategori minor karena peralatan yang digunakan lebih banyak
berbahan kayu atau tanah liat, sedangkan alat dengan bahan besi yang kontak
langsung dengan bahan tidak berkarat. Peralatan yang digunakan dalam
proses produksi termasuk kategori dengan ketidaksesuaian yang minor,
dimana peralatan tersebut masih terpelihara, bersih, dan dapat menjamin
efektifnya sanitasi karena peralatan selalu dicuci dan dikeringkan di tempat
yang bersih. Tersedianya alat ukur yang digunakan untuk menimbang berat
bersih bahan atau isi bersih suatu produk memiliki ketidaksesuain dengan
kategori mayor, karena industri rumah tangga ini hanya menggunakan
timbangan dongkrak yang digunakan untuk mengukur berat bahan yang akan
diproduksi dan alat tersebut masih teliti. Namun pada saat pengemasan indutri
ini tidak menggunakan timbangan atau hanya mengandalkan perkiraan untuk
mengukur berat produknya.
4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air
Suplai air atau sarana penyediaan air di industri rumah tangga ini
sudah cukup baik. Air yang digunakan untuk proses produksi atau kegiatan
lainnya tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan produksi, dimana air yang berasal dari sumur selalu tersedia
meskipun datang musim kemarau, sehingga kebutuhan air termasuk kategori
dengan ketidaksesuaian yang minor. Air yang digunakan juga berasal dari
suplai yang bersih dan jernih. Kegiatan produksi yang dilakukan sehari-hari
menggunakan jenis air bersih yang berasal dari sumur yang digunakan untuk
produksi maupun proses pencucian bahan hingga peralatan. Sehingga suplai
air bersih di industri rumah tangga ini sudah tergolong baik dan juga termasuk
ke dalam kategori ketidaksesuaian yang minor juga.
5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi
Sarana untuk pembersihan atau pencucian bahan pangan, peralatan,
perlengkapan dan bangunan tersedia, namun tempat pembersihan peralatan
yang terbuka dan dekat dengan tempat produksi. Sehingga sarana untuk
pembersihan tersebut termasuk ke kategori dengan ketidaksesuaian yang
mayor. Elemen lainnya dari pemeriksaan ini adalah sarana cuci tangan. Sarana
cuci tangan di industri rumah tangga ini termasuk kategori minor karena
sarana cuci tangan tersedia, dilengkapi dengan sabun. Fasilitas lainnya yaitu
sarana toilet yang bersih terawat dan tertutup sehingga memiliki
ketidaksesuaian yang minor. Jarak toilet dengan tempat produksi cukup jauh
sehingga dapat menghindari kontaminasi yang terbawa dari toilet. Sarana
lainnya adalah tempat pembuangan sampah, dimana tempat pembuangan
sampah pada industri rumah tangga ini memiliki ketidaksesuaian yang minor,
karena tempat pembuangan sampah tersebut ditutup oleh genting sehingga
dapat meminimalkan penyebaran asap pada saat pembakaran sampah dan
sampah yang dibakar hanya sampah rumah tangga.
6. Kesehatan dan Higiene Karyawan
Kesehatan dan higiene karyawan memerlukan pengawasan secara
berkala, khususnya karyawan yang bekerja di bagian produksi.
Ketidaksesuaian karyawan mengenai kebersihan termasuk kategori serius,
karena ada karyawan bagian produksi pangan yang tidak merawat kebersihan
badannya seperti tidak mengenakan alas kaki, selain itu pada saat produksi
juga ada karyawan yang kedapatan sedang merokok.
Karyawan tidak mengenakan pakaian kerja dimana karyawan hanya
mengenakan pakaian kaos sehari-hari dan ada karyawan yang memakai
perhiasan pada saat membungkus produk, sehingga ketidaksesuaian tersebut
termasuk ke kategori serius karena ditakutkan akan menimbulkan kontaminasi
dari pakaian dan perhiasan yang digunakan. Selanjutnya, pada saat produksi
karyawan mencuci tangan dengan bersih sewaktu mulai mengolah pangan,
sesudah menangani bahan mentah, atau bahan/alat yang kotor, dan sesudah ke
luar dari toilet/jamban. Akan tetapi, karyawan tidak menggunakan sarung
tangan ketika proses produksi seperti mengaduk olahan dengan alat berbahan
kayu, sehingga dari aspek kebersihan tangan karyawan memiliki
ketidaksesuaian dengan kategori mayor.
Aspek selanjutnya, ada karyawan bekerja dengan perilaku yang kurang
baik (seperti makan dan minum), karena di sekitar tempat produksi tersebut
disediakan makanan/minuman yang memungkinkan karyawan dapat makan
dan minum pada saat proses produksi, sehingga aspek tersebut termasuk
kategori dengan ketidaksesuaian yang serius karena dapat mengakibatkan
pencemaran produk pangan. Aspek terakhir pada elemen pemeriksaan ini
yaitu adanya penanggungjawab higiene karyawan, dimana penanggungjawab
higiene tersebut dilakukan oleh Ibu Daryanti sendiri selaku pemilik industri
rumah tangga Jaket Jenang Asli. Sehingga aspek penanggungjawab higiene
masuk ke dalam kategori dengan ketidaksesuaian yang minor.
7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi
Pemeliharaan serta program higiene dan sanitasi yang dilakukan terdiri
dari pemeliharaan alat dengan cara pembersihan dilakukan setiap hari setelah
proses produksi. Pada proses pembersihan dilakukan dengan bahan kimia
pencuci yang ditangani dengan baik dan digunakan sesuai prosedur serta
disimpan di dalam wadah dengan label, sehingga bahan kimia yang digunakan
masuk ke kategori minor. Program sanitasi dan higiene perusahaan dilakukan
secara berkala dan dipantau setiap hari oleh penanggung jawab perusahaan,
sehingga termasuk ke dalam kategori minor. Masih terdapat beberapa hewan
di sekitar produksi yang masih berkeliaran contohnya kucing. Sehingga hal ini
masuk kedalam ketidaksesuaian yang serius. Aspek yang terakhir adalah
sampah dilingkungan dan diruang produksi segera dibuang. Pada industri
rumah tangga ini sampah yang dihasilkan segera diproses dengan cara dibakar
untuk limbah plastik atau sampah yang tidak bisa di daur ulang, sedangkan
untuk limbah cair dibuang ke saluran yang telah dibuat. Dari uraian tersebut
proses pengolahan sampah masuk ke dalam kategoti minor hal ini
dikarenakan sampah diolah dan dipergunakan dengan baik sehingga tidak
merusak dan mengotori atau mengontaminasi produk pangan.
8. Penyimpanan
Aspek penyimpanan pertama berdasarkan hasil pemeriksaan, bahan
pangan dan bahan pengemas di industri rumah tangga ini tidak disimpan
secara bersama-sama dengan produk akhir dalam satu ruangan penyimpanan.
Bahan tersebut disimpan di tempat yang berbeda, bersih, tidak lembap dan
tidak gelap serta tidak diletakkan di lantai maupun menempel di dinding.
Sehingga berdasarkan letak penyimpanan bahan, ketidaksesuainnya masuk ke
dalam kategori minor. Penyimpanan peralatan produksi yang sudah
dibersihkan termasuk kedalam kategori ketidaksesuaian minor, karena
peralatan yang sudah dibersihkan setelah digunakan ketika proses produksi
disimpan ditempat yang terpisah dengan bahan lainnya dan juga tempat
penyimpanan peralatan produksi ini bersih sehingga meminimalisir terjadinya
kontaminasi pada peralatan yang sudah bersih.
9. Pengendalian Proses
IRTP tidak memiliki catatan menggunakan bahan baku yang sudah
rusak, bahan berbahaya, dan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai
dengan persyaratan penggunaannya dinilai dalam ketidaksesuaian minor. Hal
ini karena IRTP pada produk ini memiliki catatan, menggunakan bahan baku
yang baik, tidak berbahaya dan menggunakan bahan tambahan pangan (BTP)
yang sesuai, BTP yang digunakan yaitu vanili.
Aspek selanjutnya IRTP tidak mempunyai atau tidak mengikuti bagan
alir produksi dinilai ketidaksesuaian minor karena IRTP mengikuti bagan alir
produksi pangan. Selanjutnya, IRTP tidak menggunakan bahan kemasan
khusus untuk pangan, aspek ini dinilai ketidaksesuaian minor karena IRTP
menggunakan bahan kemasan untuk pangan, yang dapat menjaga keamanan
pangan dari kontaminan dari luar.
Aspek selanjutnya, BTP tidak diberi penandaan dengan benar, aspek
ini dinilai ketidaksesuaian minor karena BTP yang digunakan adalah vanili
dan diberi penandaan dengan benar. BTP yang digunakan dalam proses
produksi termasuk dalam BTP yang aman konsumsi dan biasa digunakan
untuk bahan pangan.
Aspek yang terakhir dari elemen ini alat ukur/ timbangan untuk
mengukur/menimbang BTP tidak tersedia atau tidak teliti, aspek tersebut
dinilai memiliki ketidaksesuaian yang serius karena dalam tempat produksi
tidak ditemui adanya timbangan yang dapat digunakan untuk menimbang BTP
yang akan dicampur kedalam bahan pangan. Namun demikian, BTP yang
digunakan adalah BTP yang aman untuk bahan pangan dan penggunaannya
tidak melebihi batas yang ditentukan.
10. Pelabelan Pangan
Label pangan tidak mencantumkan daftar bahan yang digunakan, berat
bersih/ isi bersih dan masa kadaluarsa aspek ini dinilai memiliki
ketidaksesuaian dengan kategori serius. Hal ini dikarenakan label pangan
hanya mencantumkan nama produk, nama dan alamat IRTP dan nomor P-IRT
tetapi tidak mencantumkan daftar bahan yang digunakan, berat bersih/ isi
bersih, masa kadaluarsa dan kode produksi. Jika diperhatikan, kode produksi
dan tanggal kadaluarsa penting untuk dicantumkan dalam label produk untuk
mengetahui apakah pangan yang dihasilkan masih layak konsumsi atau tidak.
Aspek kedua dari elemen ini yaitu label mencantumkan klaim
kesehatan atau klaim gizi, dalam aspek ini dinilai ketidaksesuaian serius
karena label tidak mencantumkan label gizi dalam kemasan.
11. Pengawasan oleh Penanggung Jawab
IRTP tidak mempunyai penanggung jawab yang memiliki Sertifikat
Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) aspek ini dinilai dalam ketidaksesuaian
minor karena IRTP mempunyai penanggung jawab yang memiliki sertifikat
Penyuluhan Keamanan Pangan, dan sertifikat tersebut diperbaharui setiap 5
tahun sekali.
IRTP tidak melakukan pengawasan internal secara rutin, termasuk
monitoring dan tindakan koreksi, aspek ini dinilai dalam ketidaksesuaian
minor karena IRTP pada produk ini melakukan pengawasan internal secara
rutin, termasuk monitoring dan tindakan koreksi yang dilakukan setiap hari.
12. Penarikan Produk
Keamanan produk merupakan hal yang sangat penting dan harus
diberikan perhatian lebih karena sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen
apabila produk pangan yang dikonsumsi tidak aman. Dalam hal tersebut,
industri rumah tangga ini termasuk kategori ketidaksesuaian minor, karena
pemilik IRTP setiap hari melakukan pemeriksaan terhadap produk dan
melakukan penarikan produk pangan yang tidak aman setiap 5 hari menjelang
batas aman konsumsi produk jenang jaket tersebut.
13. Pencatatan dan Dokumentasi
Dalam menjalankan produksi pengolahan pangan tingkat rumah
tangga juga harus memiliki dokumen produksi. Dalam hal tersebut, industri
rumah tangga ini termasuk kategori ketidaksesuaian minor, karena sudah
memiliki dokumen untuk izin produksi dari kantor dinas daerah setempat.
Selain itu, untuk kemutakhiran, akurasi dan penyimpanan dokumen, industri
rumah tangga ini termasuk kategori ketidaksesuaian minor, karena sudah
memiliki dokumen yang mutakhir, akurat, tertelusur, dan disimpan minimal
selama dua kali umur dari produk pangan tersebut.
14. Pelatihan Karyawan
Dalam meningkatkan kesadaran mengenai keamanan pangan dari
karyawan, perlu dilakukan upgrading ataupun pelatihan karyawan mengenai
keamaan pangan yang dilakukan oleh staff yang ahli dibidangnya. Dalam hal
tersebut, industri rumah tangga ini termasuk kategori ketidaksesuaian mayor
karena kedatangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang melakuan
sosialisasi mengenai keamanan pangan kepada karyawan yang ada di industry
rumah tersebut.

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di industri rumah tangga jenang


jaket “Jaket Asli” yang berada di Jl. Adipati Mersi No. 68 (Pojok Lapangan Mersi)
Kecamatan Purwokerto Timur, industri ini memiliki beberapa ketidaksesuaian
dalam penggunaan sarana produksinya. Pemeriksaan menemukan kategori
ketidaksesuaian yang minor sebanyak 23, kategori ketidaksesuaian mayor
sebanyak 5, kategori ketidaksesuaian serius sebanyak 7, dan tidak ditemukan
kategori ketidaksesuaian yang kritis. Berdasarkan jumlah ketidaksesuaian yang
ditemukan, maka dapat diketahui bahwa IRTP ini termasuk kedalam IRTP level
IV. Sehingga, IRTP ini harus melakukan audit internal dengan frekuensi setiap
hari.

B. Analisis Bahaya
Analisis bahaya pada pangan dapat diidentifikasi dari bahan bakunya. Pada
bahan baku jenang dapat diidentifikasi potensi bahaya yang mungkin terjadi, yaitu
tepung beras ketan, gula merah, santan kelapa, dan air yang akan diuraikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Identifikasi Potensi Bahaya Pada Bahan Baku Jenang
No Bahan Bahaya Penyebab Penting tidaknya Tindakan
baku bahaya Peluang Keparaha Penting/tid pengendalian
(T/S/R) n (T/S/R) ak (T/S/R)
1. Tepung Fisik: Kesalahan T S T -Perbaikan
beras kontamina penanganan penanganan
ketan si benda dan dan
asing penyimpana penyimpanan
(kerikil, n bahan tepung beras
pasir) baku ketan.
R S T -Menyimpan
Biologi: Kutu yang tepung beras
kutu ada pada ketan
beras ketan ditempat
yang kering
dan tertutup
dan tidak
terlalu lama
disimpan.
Kimia: Kapang T S T -Memilih
racun yang racun, tepung beras
kapang, residu ketan yang
residu pestisida bebas
pestisida yang pestisida dan
terkandung kontrol
pada beras pemasok dan
ketan sortasi pada
saat
penerimaan
bahan baku
2. Gula Fisik: Kesalahan T S T Kontrol
merah kontamina penanganan pemasok dan
si benda dan sortasi pada
asing penyimpana saat
(kerikil, n bahan penerimaan
manggar) baku bahan baku,
Kimia: penyaringan
Pengawet Pada T S T gula setelah
(natrium pembuatan dicairkan
metabisulf gula merah Perhatikan
it) dalam
pemilihan
gula merah
3. Santan Biologi: Kesalahan T S T Kontrol
kelapa kapang/ja penanganan pemasok,
mur dan penanganan
Aspergillu penyimpana dan
s sp. n bahan penyimpanan
baku ditempat
kering
4. Air Biologi: Sumber air T S R Pengecekan
cemaran dekat mutu air,
E.coli dengan perebusan
cemaran air,
pemberian
saringan pada
saluran air.
Keterangan : T (tinggi), S (sedang), R (rendah)
Pada tepung beras ketan bahaya fisik dapat berupa benda-benda asing seperti
kerikil, pasir dan debu berasal dari kesalahan penggilingan dan pengemasan yang
tidak hati-hati oleh pemasok. Bahaya biologi dari tepung beras ketan berupa
adanya kapang dan kutu pada beras ketan, hal ini dapat dicegah dengan
mengontrol pemasok, pemilihan mutu/kualitas ketan yang baik, pengecekan secara
visual saat akan digunakan, dan memperhatikan tempat penyimpanan (tidak
lembap).
Pada air bahaya fisik dapat berupa adanya benda asing (kotoran atau debu),
sedangkan bahaya biologi dapat ditimbulkan yaitu cemaran mikroba (E.coli), hal
tersebut dapat dicegah dengan melakukan pengecekan mutu air setiap akan
produksi, dilakukan sterilisasi pada air, dan pemberian filter atau penyaring pada
saluran air.
Pada gula merah bahaya fisik yang dapat ditimbulkan yaitu adanya benda-
benda asing pada gula jawa seperti yang setiap kali ditemui yaitu manggar (bunga
kelapa) yang terikut dalam gula merah dan benda asing seperti kerikil atau residu
dari pembuatan gula merah. Bahaya fisik dapat ditangani dengan cara menyaring
gula merah setelah dilakukan pencairan/pemasakan, dan mengontrol pemasok
untuk memastikan kualitas gula merah yang akan digunakan. Bahaya kimia dari
gula merah adalah pengawet natrium metabisulfit. Hal ini perlu mendapatkan
perhatian karena senyawa sulfit termasuk senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
manusia. Hal tersebut dapat dikendalikan dengan cara memilih kualitas jenis gula
yang baik (coklat tua) dan menyimpan gula merah ditampat kering dan tertutup.
Pemilihan jenis kelapa yang akan didapatkan santannya akan mempengaruhi
rasa pada produk akhir sehingga perlu diperhatikan. Semakin tua kelapa semakin
banyak minyak yang dihasilkan. Bahaya fisik yang dapat ditimbulkan buah kelapa
yaitu adanya benda asing seperti serpihan kecil tempurung kelapa, serabut kelapa,
dan lainnya. Bahaya biologi berupa kapang dan jamur. Hal ini dapat dicegah
dengan tindakan lebih hati-hati dalam proses pengupasan kelapa, pemarutan,
sampai pemerasan santan kelapa agar benda-benda asing tidak terikut masuk.
Selain itu, mengontrol pemasok, pemilihan kelapa yang tepat, penyimpanan kelapa
ditempat yang kering (tidak lembap), dan peyimpanan santan kelapa di tempat yang
bersih dan pada suhu kurang dari 25°C.
Dari semua potensi bahaya, Jenang Jaket Mersi ini kemungkinan adanya
residu atau kerikil pasir pada gula merah, kutu pada tepung beras, dan mikroba
pada santan kelapa. Menurut Puspitawangi, et al. (2014), bahaya potensial belum
tentu semuanya memberikan dampak penting. Perlu diketahui bahwa pemastian
signifikansi bahaya perlu dilakukan untuk meringankan pekerjaan lebih lanjut
untuk penentuan titik kendali kritis (CCP). Hanya bahaya signifikan saja yang
akan dianalisis lanjut ke dalam pohon keputusan.
Tabel 3. Identifikasi potensi bahaya pada proses pembuatan jenang
Tahapan Proses Identifikasi Bahaya Tindakan Pencegahan
Pencairan gula Fisik: kontaminasi sisa Penyaringan gula merah
merah manggar (bunga kelapa), cair
pasir
Pencampuran bahan Biologi: kontaminasi udara Pekerja mencuci tangan
dan pekerja hingga bersih serta
menggunakan masker.
Pemasakan Fisik : kontaminasi benda Pekerja memakai atribut
asing (rambut, debu) seperti masker dan
Kimia: cemaran logam penutup kepala.
dari alat masak Pengaturan suhu panas
yang digunakan
Pendinginan Biologi : kontaminasi Pendinginan dilakukan
mikroorganisme dari pada kondisi ruangan yang
lingkungan steril dan bebas dari
kontaminasi sehingga
cemaran dapat
diminimalkan
Pengemasan Fisik: kontaminasi benda Pengecekan secara visual
asing (debu, stapler, saat proses pengemasan,
rambut) pekerja menggunakan
Biologi : kontaminasi dari masker, penutup kepala
pekerja serta alas kaki, mencuci
tangan dan kaki dengan
sabun sebelum melakukan
pengemasan

Pada Tabel 3 tersebut didapatkan potensi bahaya yang dapat terjadi selama
proses pembuatan jenang. Potensi bahaya fisik karena adanya cemaran benda
asing seperti, kerikil, manggar, pasir, debu, rambut, dan stapler. Potensi bahaya
biologi yaitu kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan apabila penyimpanan
yang kurang tepat, dan kontaminasi mikroorganisme dari pekerja berupa cemaran
yang terbawa karena pekerja tidak menjaga kebersihan dirinya seperti tidak
mencuci tangan dengan sabun saat akan melakukan pemasakan. Serta potensi
bahaya kimia yaitu cemaran logam dari alat pemasakan yang digunakan, sehingga
perlu pengendalian suhu agar logam tidak mengkontaminasi produk.
Menurut Puspitawangi, et al. (2014), bahaya potensial belum tentu semuanya
memberikan dampak penting. Perlu diketahui bahwa pemastian signifikansi
bahaya perlu dilakukan untuk meringankan pekerjaan lebih lanjut untuk penentuan
titik kendali kritis (CCP). Hanya bahaya signifikan saja yang akan dianalisis lanjut
ke dalam pohon keputusan.

C. Penentuan CCP
Proses pengolahan jenang jaket di kelurahan Mersi yaitu persiapan bahan
baku, perlakuan awal (pencairan gula merah), pencampuran (tepung beras ketan,
gula merah cair, santan), pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Berdasarkan
pada proses pengolahan tersebut dapat diketahui bahwa titik kritis pengolahan
dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Penentuan titik kendali kritis bahan baku
Bahan baku Potensi bahaya CCP Batas kritis Pengendalian
Gula merah Terdapat sisa Bukan Tidak ada cemaran Menyaring gula
manggar dan CCP fisik (sisa manggar, setelah
kerikil kecil pasir dan sebagainya) pemasakan
Tepung Terdapat kutu Bukan Tidak terdapat kutu Pengecekkan
ketan CCP pada tepung ketan, tepung secara
warna tepung putih visual pada saat
tepung akan
digunakan
Santan Kontaminasi CCP Maksimal 1-2 jam Disimpan pada
kelapa mikroorganisme sebelum digunakan tempat yang
(Pranowo, 2009) bersih dan pada
suhu kurang dari
25°C

Bahan baku pembuatan jenang adalah gula merah, tepung ketan dan santan.
Berdasarkan Tabel 4, pada bahan baku pembuatan jenang didapatkan satu titik
kritis yaitu pada santan. Santan termasuk CCP karena terdapat potensi bahaya
yang dapat membahayakan kesehatan manusia karena mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme. Potensi bahaya kontaminasi mikroorganisme ini dapat dicegah
dengan cara penyimpanan bahan pada tempat yang bersih dan diletakan pada
ruangan yang suhunya kurang dari 25°C. Pada gula merah dan tepung ketan bukan
CCP karena berdasarkan diagram pertanyaan (Lampiran 1) tidak terdapat potensi
bahaya yang dapat membahayakan konsumen.
Tabel 5. Penentuan titik kendali kritis proses
Tahapan Potensi bahaya CCP Batas kritis Pengendalian
proses
Pencairan Terdapat sisa Bukan Tidak ditemukan Menyaring gula
gula merah bunga CCP cemaran fisik setelah pemasakan
(manggar), pasir (sisa manggar,
pasir dan
sebagainya)
Pencampuran Kontaminasi CCP Pekerja tidak Pekerja harus mencuci
bahan mikroorganisme mengenakan tangan dengan sabun
dari pekerja atribut prosedur sebelum melakukan
keamanan pangan pengolahan serta
yaitu tidak menggunakan masker
mengenakan dan penutup kepala
masker, penutup serta memakai alas
kepala dan alas kaki
kaki
Pemasakan Cemaran logam CCP Pemasakan Pengaturan suhu
berat dari alat selama 4 jam pemanasan
dengan suhu
antara 85°C-90°C
(Pranowo, 2009)
Pendinginan Kontaminasi CCP Didinginkan Pendinginan dilakukan
mikroorganisme selama 12 jam pada kondisi ruangan
dari lingkungan dengan suhu yang steril dan bebas
ruang pendingin dari kontaminasi
maksimal 10°C sehingga kemungkinan
(Pranowo, 2009) cemaran dari
lingkungan dapat
diminimalkan
Pengemasan Kontaminasi CCP Pekerja tidak Pekerja harus
mikroorganisme mengenakan menggunakan masker,
dari pekerja atribut prosedur penutup kepala serta
keamanan pangan alas kaki, mencuci
yaitu tidak tangan dan kaki
mengenakan dengan sabun sebelum
masker, penutup melakukan
kepala dan alas pengemasan
kaki
Cemaran fisik Penggunaan Penggunaan kemasan
seperti stepler stepler berpotensi plastik dengan
pada saat bahaya sehingga menggunakan sealer
membungkus pengemasan harus saat pengemasan
diganti
menggunakan
sealer

Secara umum, proses pengolahan jenang jaket di kelurahan Mersi yaitu


perlakuan awal (pencairan gula merah), pencampuran (tepung beras ketan, gula
merah cair, santan), pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Berdasarkan Tabel
5, pada tahapan proses pengolahan jenang jaket terdapat empat CCP yaitu pada
tahap pencampuran bahan, pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Tahap
pencampuran bahan dan pengemasan termasuk CCP karena akan menimbulkan
potensi bahaya kontaminasi mikroorganisme dari pekerja. Potensi bahaya perlu
dilakukan pengendalian yaitu pekerja harus menggunakan masker, penutup kepala
serta alas kaki, mencuci tangan dan kaki dengan sabun sebelum melakukan proses
pengolahan produk. Tahap pemasakan termasuk CCP karena akan menimbulkan
potensi bahaya cemaran logam berat dari alat pemasaknya. Potensi bahaya ini
perlu dilakukan pencegahan secara signifikan untuk mengurangi bahaya tersebut.
Pengendalian bahaya dapat dilakukan dengan cara mengatur suhu pemasakan
25°C-90°C dan waktunya selama 4 jam. Tahap pendinginan termasuk CCP karena
pada produk tertentu seperti jenang, penurunan suhu secara cepat pada makanan
yang diolah dengan pemanasan adalah proses sangat penting. Pemanasan dapat
mensterilkan produk dan mengurangi bakteri hingga tingkat tertentu, namun spora
yang dapat bertahan selama pemanasan akan tumbuh jika proses pendinginan yang
tidak tepat atau tidak cukup dingin selama penyimpanan.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
1. Industri Rumah Tangga Jenang Jaket “Jaket Asli” memiliki kategori
ketidaksesuaian yang minor sebanyak 24, mayor sebanyak 7, serius
sebanyak 6, dan tidak memiliki ketidaksesuaian dengan kategori kritis.
IRTP Jenang Jaket “Jaket Asli” termasuk kedalam level IV, sehingga harus
melakukan audit internal dengan frekuensi setiap hari.
2. Potensi bahaya pada bahan baku dan proses pembuatan jenang
teridentifikasi bahaya fisik (kerikil, manggar, debu, rambut, pasir, stepler),
bahaya kimia (pengawet kimia nira kelapa, logam dari alat masak), dan
bahaya biologi (E.coli dari air, kapang/jamur Aspergillus sp.).
3. Pada pengolahan jenang jaket Mersi ditemukan critical control point pada
bahan baku yaitu santan dengan batas kritis maksimal 1-2 jam sebelum
digunakan, dan pada proses pengolahan yaitu proses pencampuran bahan,
pemasakan, pendinginan serta pengemasan.
B. Rekomendasi
1. Lingkungan produksi sebaiknya dijaga kebersihannya, tidak membiarkan
hewan berkeliaran di sekitar tempat produksi, sehingga produk yang
dihasilkan bersih dan terhindar dari kontaminan seperti mikroba.
2. Sebaiknya tempat pencucian peralatan diberi sekat berupa tembok agar air
tidak membasahi lantai dan lantai tidak menjadi licin.
3. Sebaiknya sarana seperti pintu, ventilasi, jendela, atap yang berdebu
dibersihkan secara rutin.
4. Sebaiknya disediakan alat ukur untuk menimbang BTP, produk yang akan
dikemas, sehingga beratnya sesuai dengan yang diinginkan.
5. Sebaiknya lebih ditekankan lagi kepada karyawan agar menggunakan
pakaian kerja yang baik, merawat kebersihan badan, menggunakan
masker, penutup kepala, alas kaki dan mencuci tangan dengan sabun.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, M. 2020. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) Pada Usaha


Pembuatan Bawang Goreng (STUDI KASUS PADA IKM JAKARTA PUSAT).
Jurnal KALIBRASI - Karya Lintas Ilmu Bidang Rekayasa Arsitektur, Sipil,
Industri. 3(1):37–46. Retrieved from
https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/teknik/article/view/640

Puspitawangi, D., Haryo, S., & Rani, R. 2014. Pengembangan Usaha Ekspor Pada
Perusahaan Jenang Kudus Kharisma dengan Implementasi HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Points) dan Dampaknya Terhadap Aspek Kelayakan
Investasi. Industrial Engineering Online Journal, 3 (2): 1-9.

Rudiyanto, H. 2016. The Study of Good Manufacturing Practices (GMP) and Good
Quality Wingko Based on SNI-01-4311-1996. Jurnal Kesehatan Lingkungan.
8(2):148. http://doi.org/10.20473/jkl.v8i2.2016.148-157

Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control


Point). (Edisi Pertama). PT Bumi Aksara, Jakarta.

Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi,


Yogyakarta.
Lampiran 1. Penentuan titik kendali kritis untuk bahan baku, formulasi dan tahapan
proses.

Untuk setiap bahan baku


Pertanyaan 1.
Apakah bahan baku mengandung bahaya pada tingkat yang dapat membahayakan
konsumen

Ya Tidak
Pertanyaan 2.
Apakah setiap pengolahan, termasuk penanganan yang benar oleh konsumen
menjamin hilang atau berkurangnya bahaya sehingga aman?

Ya Tidak
Pertanyaan 3.
Apakah ada resiko kontaminasi ulang oleh peralatan atau produk lain yang tidak
dapat dikendalikan?

Ya (CCP) Tidak
Untuk formulasi bahan
Apakah formulasi/struktur produk akhir penting dalam mencegah bahaya sampai
tingkat yang membahayakan?

Ya (CCP) Tidak
Untuk setiap tahapan proses
Apakah proses ini mengandung bahaya signifikan?

Tidak (Bukan CCP)


Ya Modifikasi tahapan

Apakah ada tindakan pencegahan


Tidak
untuk bahaya yang diidentifikasi ?

Ya Apakah ada tindakan pencegahan


untuk bahaya yang diidentifikasi ?

Tidak

Apakah tahapan ini dimaksudkan


untuk mengurangi bahaya ?

Ya (CCP) Tidak
Apakah ada kemungkinan terjadi bahaya atau kontaminan
sehingga bahaya meningkat sampai tingkat yang tidak
aman?

Ya Tidak (Bukan CCP)

Apakah terdapat tahapan proses berikutnya


yang dapat menghilangkan bahaya?

Ya (Bukan CCP) Tidak ( CCP)


Lampiran 2. Dokumentasi proses pembuatan jenang

Lampiran
Lampiran 3. Dokumentasi kondisi home industry Jenang Jaket
Lampiran 4. Dokumentasi kunjungan

Anda mungkin juga menyukai