Anda di halaman 1dari 63

1

SKRIPSI
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI
PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh:

DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013

SKRIPSI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI


PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh :

DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Strata Satu pada
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Riau

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI
PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh:
DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945

Menyetujui
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof.Dr.Ir.Usman Pato., M.Sc


NIP. 19660120 199003 1 001

Dr.Ir.Fajar Restuhadi., M.Si


NIP. 19620928 198703 1 002

Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Riau

Ketua Prgram Studi


Teknologi Hasil Pertanian

Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc

Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P

NIP. 19660120 199003 1 001

NIP. 19690911 199903 2


001

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji ujian
Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Riau
dan dinyatakan lulus pada tanggal 10 Juni 2013

No.

Nama

Jabatan

Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc.

Ketua

Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si

Anggota

Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P

Anggota

Ir. Raswen Efendi, MS

Anggota

Ir. Akhyar Ali, MP

Anggota

RIWAYAT HIDUP

Dewi Kurniati dilahirkan di Penyasawan, tanggal 11


Januari 1990. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
dari

pasangan Bapak H. Anibar Gani dan Ibu Hj.

Mardiana. Pada tahun 1996 masuk Sekolah Dasar


Muhammadiyah 002 Penyasawan dan lulus pada tahun
2002.
Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah
Muhammadiyah (MTs.M) Penyasawan Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar
dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan ke Madrasah
Aliyah Ummatan Wasathan PP. Teknologi Riau Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) diterima menjadi mahasiswa di Program Studi Teknologi
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pada bulan Juni sampai
dengan Agustus 2011 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Desa
Tanjung Emas, Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar.
Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi berjudul
Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode

Akselerasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan Dr. Ir. Fajar
Restuhadi, M.Si. Pada tanggal 10 Juni 2013 dinyatakan lulus dan berhak
menyandang gelar Sarjana Teknologi Pertanian melalui sidang terbuka Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
SHELF LIFE ESTIMATION OF INSTANT NOODLE FROM SAGO
STARCH USING ACCELERARED METHOD

By: Dewi Kurniati (0806113945)


Under Supervision by, Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. and Dr. Ir. Fajar Restuhadi,
M.Si
ABSTRACT
Shelf life is one of the requirements tht must be met before marketing of food
products. This study purpose was to determine the approximate shelf life of
instant noodles made from sago starch. Shelf life estimation was using the
accelerated method of observation for 32 days at three different temperatures
namely 35, 45 and 55 C. Parameters observed during the storage process were
the assessment of sensory level of rancidity and TBA value. Results show that a
shelf life of sago instant noodle by organoleptic assessment was 50,78 days and
the shelf life of sago instant noodle by TBA value was 75,31 days at a temperature
of 27 C. For food quality and safety the shorter shelf life period (50,78 days) was
choose as shelf life of sago instant noodle.

Keywords: sago, noodle, shelf life, accelerated method

DEWI KURNIATI (0806113945) telah melaksanakan penelitian dengan judul


Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode
Akselerasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Usman Pato., M.Sc. sebagai
pembimbing I dan Dr. Ir. Fajar Restuhadi., M.Si. sebagai pembimbing II.
RINGKASAN
Informasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib
dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman
informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan
produk pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat kondisi
produk sudah tidak layak dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan
informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang
No 18 tahun 2012 tentang Pangan pasal 97 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan
tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan (Setiawan,
2005).
Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik
produsen, konsumen, penjual dan distributor. Konsumen tidak hanya mengetahui
tingkat kesegaran dan keamanan produk, melainkan juga menjadi petunjuk bagi
perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Bagi

produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep pemasaran


produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk serta
berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang digunakan.
Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam hal
penanganan stok barang dagangannya.
Umur simpan atau masa kadaluarsa merupakan suatu parameter ketahanan
produk selama penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh
industri dalam pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu,
karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal peluncuran suatu produk
pangan, oleh karena itu metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus
metode yang paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik produk pangan yang bersangkutan.
Pendugaan umur simpan produk dapat dilakukan dengan metode
konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu
yang lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam
kondisi normal sehari-hari, namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat.
Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat karena
penentuan umur simpan ini dilakukan pada kondisi percobaan yang ekstrim (suhu
tinggi, kelembaban di atas atau di bawah kondisi normal penyimpanan) sehingga
mempercepat proses penurunan mutu produk.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan mi instan dari pati
sagu terbaik dari penelitian sebelumnya yang disimpan pada suhu 35, 45 dan
550C. Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik

ketengikan dan nilai TBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan mi
sagu instan berdasarkan uji organoleptik ketengikan adalah 50,78 hari dan
berdasarkan perhitungan nilai TBA adalah 75,31 hari. Namun untuk tujuan
keamanan dan kualitas maka dipilih waktu yang lebih singkat, jadi produk mi
sagu instan memiliki perkiraan umur simpan selama 50,78 hari pada suhu
penyimpanan 270C.

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode
Akselerasi . Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan segenap
pembantu dekan lainnya.
2. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P. dan
segenap pegawai tata usaha serta laboran Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian.
3. Dosen pembimbing I Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. sekaligus sebagai dosen
Penasehat Akademis dan dosen pembimbing II Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si.
yang senantiasa penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk,
arahan dan motivasi mulai dari penyusunan usul penelitian, pelaksanaan
penelitian hingga sampai selesainya penyusunan skripsi.
4. Kepala Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis
Hasil Pertanian yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama
menyelesaikan penelitian.

2
5. Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P, Ir. Raswen Efendi, M.S. dan Ir. Akhyar Ali, M.P.
sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang
membangun dalam perbaikan skripsi.
6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian yang telah banyak mengajar ilmu pengetahuan selama studi, beserta
staf pengelola Fakultas Pertanian atas segala bantuan, kemudahan dan
kelancaran administrasi.
7. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Anibar Gani dan Ibunda Hj. Mardiana yang
selalu memberikan doa, semangat, motivasi serta segala hal yang tak ternilai
harganya.
8. Abang dan adekku tersayang, Liberi Yuni Syahputra, S.Pd. dan Hidayati
Lestari, terima kasih atas doa dan motivasinya semoga aku menjadi
kebanggan bagi kalian semua.
9. Teman-teman THP angkatan 2008, sahabat-sahabat PTR 3G terima kasih atas
kebersamaan, kekompakan, kebahagiaan dan kekeluargaan yang telah tercipta
diantara kita.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas semua
bantuan dan kerjasamanya.
Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Pekanbaru, Agustus 2013

Dewi Kurniati

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL............................................................................................

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

vii

I. PENDAHULUAN......................................................................................

1.1.

Latar Belakang......................................................................................

1.2.

Tujuan Penelitian..................................................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................

2.1.

Tanaman Sagu.......................................................................................

2.2.

Pati Sagu...............................................................................................

2.3.

Mi Sagu.................................................................................................

2.4.

Mi Instan dan Pembuatannya................................................................

2.5.

Umur Simpan Produk...........................................................................

11

2.6.

Metode Penentuan Umur Simpan.........................................................

14

2.6.1. Extended Storage Studies...........................................................

15

2.6.2. Accelerated Storage Studies.......................................................

16

III.BAHAN DAN METODE..........................................................................

18

3.1.

Tempat dan Waktu................................................................................

18

3.2.

Bahan dan Alat......................................................................................

18

3.3.

Metode Penelitian.................................................................................

18

3.4.

Pelaksanaan Penelitian..........................................................................

19

4
3.4.1. Persiapan Bahan........................................................................

19

3.4.2. Pembuatan Mi.............................................................................

19

Pengamatan...........................................................................................

20

3.5.1. Umur Simpan..............................................................................

20

3.5.1.1. Penilaian Organoleptik .................................................

27

3.5.1.2. Analisis Bilangan TBA.................................................

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................

29

4.1.

Umur Simpan........................................................................................

29

4.1.1. Penilaian Organoleptik ..............................................................

29

4.1.2. Analisis Bilangan TBA...............................................................


V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................

31
37

5.1.

Kesimpulan...........................................................................................

37

5.2.

Saran.....................................................................................................

37

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

38

LAMPIRAN ...................................................................................................

43

3.5.

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1. Komposisi kimia pati sagu


2. Standar mutu pati sagu.
3. Standar mutu mi instan11

4. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan12


5. Kriteria mutu fisik beberapa produk pangan pada air kritis15
6. Skor rerata uji organoleptik pada berbagai suhu
7. Skor rerata nilai TBA pada berbagai suhu
8. Persamaan umur simpan ordo 0
9. Persamaan umur simpan ordo 1

10. Skema tabulasi data hasil analisis26


11. Skor rerata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat suhu dan

hari penyimpanan
12. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter ketengikan

secara organoleptik30
13. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari

penyimpanan32
14. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter pengukuran

bilangan TBA32

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Grafik hubungan antara nilai k dan 1/T....


2. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter aroma ketengikan secara
organoleptik
3. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter pengukuran bilangan TBA....

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Diagram alir pembuatan mi sagu instan.....................................................

43

2. Diagram alir pendugaan umur simpan mi sagu instan................................

44

3. Formulir uji organoleptik secara deskriptif......................................................

45

4. Skor organoleptik ketengikan (off flavor) pada berbagai tingkat suhu

selama penyimpanan..
5. Perhitungan umur simpan mi sagu berdasarkan uji sensori terhadap

tingkat ketengikan...
6. Perhitungan pendugaan umur simpan mi sagu berdasarkan pengukuran bilangan

TBA..................................................................................................................

48

7. Dokumentasi penelitian....................................................................................

49

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Informasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib
dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman
informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan
keamanan

produk

pangan

tersebut

dan

untuk

menghindari

pengkonsumsian pada saat kondisi produk sudah tidak layak dikonsumsi.


Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur simpan ini
telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012
tentang Pangan pasal 97 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal
kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan (Setiawan,
2005).
Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak,
baik produsen, konsumen, penjual dan distributor. Konsumen tidak hanya
mengetahui tingkat kesegaran dan keamanan produk, melainkan juga
menjadi petunjuk bagi perubahan citarasa, penampakan dan kandungan

2
gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan
bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam
hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan
jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor
informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang
dagangannya.
Sagu dapat digunakan sebagai bahan substitusi pangan dan bahan baku
untuk industri. Dalam industri pangan, sagu dapat diolah menjadi berbagai produk
pangan, salah satunya adalah mi. Mi merupakan makanan yang banyak digemari
masyarakat luas. Permasalahan dalam industri mi saat ini adalah bahan baku
utamanya yaitu terigu yang masih diimpor. Perlu upaya untuk mengurangi
penggunaan terigu dengan sumber karbohidrat lainnya. Sagu merupakan salah
satu sumber pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi
penggunaan tepung terigu dalam pembuatan mi.
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk
(warna, citarasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan
lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai
ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama
mutu gizi, daya cerna dan ketersediaan gizi. Mi instan yang telah diproduksi harus
diketahui umur simpannya, karena salah satu kriteria atau komponen mutu yang
penting pada komuditas pangan adalah umur simpan.
Produk-produk kering seperti mi instan dapat diduga umur simpannya
melalui metode akselerasi. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan
model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan

3
untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, produk pangan
yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang
mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan)
sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah
rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Metode
akselerasi digunakan untuk mempercepat penurunan mutu produk dengan
menyimpan produk pada kondisi ekstrim (suhu dan kelembaban yang tinggi)
sehingga penentuan umur simpan menjadi lebih singkat.
Berdasarkan karakteristik produk, untuk meningkatkan efisiensi kinerja
industri, mengurangi biaya dan waktu, metode akselerasi merupakan metode yang
tepat digunakan untuk menentukan umur simpan produk. Berdasarkan uraian
tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul Pendugaan Umur
Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi.
1.2.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan mi instan
dari pati sagu dengan metode akselerasi.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Sagu


Sagu (Metroxylon. sp.) merupakan tanaman palma penghasil pati (sumber
karbohidrat) dan menempati urutan keempat setelah ubi kayu, jagung dan ubi
jalar. Indonesia memiliki areal sekitar 1.300.00 ha atau 51,3% dari total areal sagu
dunia (Flach, 1996). Beragam jenis sagu telah diidentifikasi Kanro, dkk. (2003)
menyatakan bahwa terdapat sekitar 20 jenis sagu di Sentani dan 60 jenis di
Jayapura, Manokwari, Sorong dan Merauke.
Menurut Hengky dan Abner (2003), sagu biasanya dibagi dalam dua
golongan yaitu hanya berbunga atau berbuah sekali dan yang berbunga atau
berbuah lebih dari satu kali. Pohon sagu dapat tumbuh pada 90BB - 90BT dan
10LU - 10LS dengan ketinggian 0-100 m dpl, suhu rata-rata 25C dengan
kelembaban 90% dan curah hujan yang tinggi 200-4000 mm/tahun (Ngudiwaluyo
dan Amos, 1996 dalam Rahmiyati, 2006). Lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, agar akar napas tidak terendam,
kaya mineral dan bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak
asam (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati (Anonim,
2009). Batang tanaman sagu merupakan tempat penyimpanan pati atau
karbohidrat. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda,
tergantung pada umur dan spesies tanaman sagu, serta lingkungan tempat sagu itu
tumbuh. Semakin tua umur tanaman sagu, kandungan pati dalam empulur

5
semakin besar dan pada umur tertentu kandungan pati tersebut akan menurun
(Flach, 1983 dalam Ramadhan, 2009).
2.2. Pati Sagu
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan
komponen utama pada bebijian dan umbi-umbian. Pati merupakan bentuk penting
polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman (Suriani, 2008). Pati
merupakan butiran kecil yang disebut granula di dalam sel tanaman (Sajilata, dkk.
2006). Pati berbentuk granula atau butiran yang berwarna putih tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Ukuran dan bentuk dari granula pati berbeda untuk setiap
jenis tanaman. Granula pati tidak larut di dalam air dingin, karena molekulnya
berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan
yang mempersatukan granula pati.
Beberapa jenis sagu telah dipelajari karakteristiknya. Granula pati sagu
berbentuk oval dengan diameter 15-50 m. ukuran tersebut lebih besar dibanding
pati beras (2-13 m), pati jagung (5-25 m) atau pati terigu (3-34 m). Besarnya
ukuran granula pati membuat pati sagu relatif mudah diendapkan (Purwani, dkk.
2006). Pati sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73% (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin
maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air.
Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi maka pati bersifat kering, kurang
lengket dan mudah menyerap air. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan
pati untuk menyerap dan membengkak menjadi lebih besar karena amilosa

6
mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada
amilopektin. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan
ikatan hidrogen. Kandungan kalori, karbohidrat, protein dan lemak pati sagu
setara dengan tepung tanaman penghasil karbohidrat lainnya (Haliza dan Iriani,
2006). Komposisi kimia pati sagu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu
Komponen
Air
Protein
Abu
Lemak
Serat
Amilosa
Amilopektin

Jumlah (%)
12
0,70
0,10
3
0,20
22,97
62,11

Sumber: Anonim (2009)

Pati sagu sebagian besar berwarna putih, namun ada juga yang secara
genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat
putih pati sagu bervariasi dan seringkali berubah menjadi kecokelatan/merah
selama proses penyimpanan. Perubahan warna terjadi akibat adanya aktivitas
enzim Latent Polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi
senyawa poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dan
menghasilkan warna coklat (Purwani, dkk. 2006). Pati sagu yang diproduksi harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan, untuk melindungi konsumen dari
cemaran-cemaran tertentu yang dapat membahayakan kesehatannya. Syarat mutu
pati sagu di Indonesia telah diatur dalam SNI 01-3729-1995 yang tertera pada
Tabel 2.

7
Tabel 2. Syarat mutu pati sagu
No
1.

Kriteria Uji
Keadaan:
Bau
Warna
Rasa
Benda asing
Serangga (dalam segala bentuk
stadia dan potongannya)

2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

13.
14.

Jenis pati lain selain pati sagu


Air
Abu
Serat kasar
Derajat asam
Residu SO2
Bahan tambahan makanan

Satuan

Persyaratan

Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada

% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)
ml NaOH 1N/100g
mg/kg
-

Tidak boleh ada


Maks. 13
Maks. 0,5
Maks. 0,1
Maks. 4
Maks. 30
Sesuai SNI 01-02221995
Min. 95

Kehalusan, lolos ayakan 100


mesh
% (b/b)
Cemaran logam:
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
mg/kg
Seng (Zn)
mg/kg
Raksa (Hg)
mg/kg
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Cemaran mikroba):
mg/kg
Angka lempengan total
E. coli
Koloni/g
Kapang
APM/g
Koloni/g

Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5
Maks. 1,0 x 106
Maks. 10
Maks. 1,0 x 104

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Haryanto (2008)

2.3.

Mi Sagu
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia

khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi pertama
kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan
dinasti Han. Mi berkembang dari Cina dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan
dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai ke benua Eropa

8
(Anonim, 2008). Pada umumnya mi dibuat dari tepung terigu dan
beberapa di antaranya dari pati. Mi berbahan baku pati yang ada
di pasaran antara lain adalah soun dari tapioka, bihun dari beras,
dan mi gleser dari sagu (Purwani dan Harimurti, 2005).
Mi berbasis pati sagu sangat berbeda dengan mi dari bahan terigu.
Kekhasan mi berbasis pati adalah dibuatnya adonan dari campuran binder (berupa
pati tergelatinisasi) dengan pati mentah (native). Binder berfungsi seperti gluten
pada terigu sehingga dapat dibentuk adonan yang mudah ditangani (Haliza dan
Iriani, 2006). Mi sagu berwarna kuning, kuning kemerahan atau putih ketika
dimakan terasa kenyal dan licin. Mi yang bagus apabila dimasak tampak
transparan dan tidak mudah putus. Selain itu tidak mengakibatkan air perebusnya
keruh. Hal ini menandakan bahwa tidak banyak padatan mi yang terlepas atau
padatan yang hilang (cooking losses) relatif kecil (Purwani, dkk. 2006).
Pengolahan mi dilakukan untuk menjadikan mi sebagai salah satu pangan
alternatif pengganti nasi. Hal ini sangat menguntungkan ditinjau dari sudut
pandang penganekaragaman konsumsi pangan. Konsumsi mi dapat terus
meningkat, hal tersebut didukung oleh berbagai keunggulan yang dimiliki mi,
terutama dalam hal tekstur, rasa, penampakan dan kepraktisan penggunaannya.
Berdasarkan hal tersebut peluang usaha industri pengolahan mi, baik dalam
industri skala kecil maupun besar masih sangat terbuka luas (Munarso, 2010).
2.4. Mi Instan dan Pembuatannya
Pada prinsipnya mi dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal
beberapa jenis mi, seperti mi segar/mentah, mi basah, mi kering dan mi instan
(Astawan, 2008). Ada 3 (tiga) golongan mi berdasarkan SNI yaitu (1) Mi basah,

9
produk makanan basah yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan,
(2) Mi kering, produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan dan (3) Mi instan, mi instan dibuat dari adonan terigu sebagai bahan
utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Mi instan dicirikan dengan
adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap
dikonsumsi.
Mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari
adonan tepung terigu, tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama
dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, siap dihidangkan setelah dimasak
atau diseduh dengan air mendidih dengan adanya penambahan bumbu (Anonim,
2000). Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal ada dua macam mi instan.
Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng, menghasilkan mi instan
goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut
mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap
minyak hingga 20% selama penggorengan (Astawan, 2008).
Proses pembuatan mi melalui beberapa tahap yaitu persiapan bahan,
mixing, rolling dan noodle formation, cutting, steaming, molding, frying, cooling,
dan packaging. Proses pengadukan (mixing) semua bahan diaduk dengan mixer
menjadi satu sampai terbentuk adonan. Tujuan pencampuran bahan adalah
menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan
membentuk adonan (Wibowo, 2008). Rolling adalah pembentukan lembaran yang
tipis dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian lembaran

10
adonan dibentuk menjadi untaian mi (noodle formation). Proses selanjutnya
adalah cutting yaitu proses pemotongan untaian mi dengan ukuran tertentu. Proses
steaming adalah proses pengukusan untaian mi (Kim, 1996).
Pengukusan atau steaming bertujuan untuk memasak mi menjadi mi
masak dengan sifat fisik yang solid sehingga akan diperoleh tekstur mi yang baik
yakni lembut, lunak dan elastis (Ritantiyah, 2010). Pengukusan merupakan titik
kritis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mi sagu instan (Sugiyono, dkk.
2009). Selanjutnya proses penggorengan. Penggorengan merupakan pemberian
sejumlah panas pada suatu bahan dengan media minyak atau lemak agar bahan
tersebut menjadi matang atau setengah matang. Tujuan proses ini adalah untuk
megurangi kadar air di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinasi. Kadar air
setelah penggorengan adalah 3% sehingga mi menjadi matang, kaku dan awet
(Ritantiyah, 2010).
Berikutnya setelah penggorengan dilakukan pendinginan (Kim, 1996).
Tujuan dari proses pendinginan mi ini adalah untuk mendinginkan mi panas yang
keluar dari proses penggorengan hingga diperoleh suhu mendekati suhu kamar
sebelum dikemas. Proses terakhir adalah pengemasan (packaging), tujuan
pengemasan mi adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan terjadinya
kerusakan sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai di tangan
konsumen (Ritantiyah, 2010). Syarat mutu mi instan telah ditetapkan oleh Dewan
Standarisasi Nasional tercantum dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 013551- 2000 disajikan pada Tabel 3.

11
Tabel 3. Syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01- 3551- 2000
No
Kriteria Uji
Satuan
Standar
1

2
3
4
5
6
7
8
9

Keadaan
1.1 Tekstur
1.2 Aroma
1.3 Rasa
1.4 Warna
Benda asing
Keutuhan
Kadar Air
4.1 Proses penggorengan
4.2 Proses Pengeringan
Kadar Protein
5.1 Mie dari terigu
5.2 Mie dari bukan terigu
Bilangan Asam
Cemaran Logam
7.1 Timbal
7.2 Raksa (Hg)
Arsen (As)
Cemaran Mikroba
9.1 Angka Lempengan Total
9.2 E. coli
9.3 Salmonela
9.4 Kapang

%b/b

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Min. 90

%b/b
%b/b

Maks. 10,0
Maks. 14,5

%b/b
%b/b
mg/kg

Min. 8,0
Min. 4,0
Maks. 2

mg/kg
mg/kg
mg/kg

Maks. 2,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5

Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g

Maks. 1,0x106
<3
Negatif/25g
Maks. 1,0x103

Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (2000)

2.5. Umur Simpan Produk


Umur simpan produk pangan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
suatu produk pangan untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat
diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik. Umur
simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat
konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat
penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah, 2007). Mutu produk
pangan akan mengalami perubahan (penurunan) selama proses penyimpanan
(Herawati, 2008).

12
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan
mutu pada produk pangan

menjadi dasar dalam menentukan

titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor


utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya
perubahan mutu pangan selama distribusi, penyimpanan hingga
siap konsumsi (Herawati, 2008). Kriteria kadaluarsa beberapa
produk pangan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Kadaluarsa Beberapa Produk Pangan
Mekanisme Penurunan Kriteria
Produk
Mutu
Kadaluarsa
Teh kering
Penyerapan uap air
Peningkatan
Susu bubuk
Penyerapan uap air
kadar air
dan oksidasi
Pencoklatan dan
Makanan laut
Oksidasi dan
laju konsumsi O2
kering beku
fotodegradasi
Aktivitas air
Makanan bayi
Penyerapan uap air
Konsentrasi asam
askorbat
Makanan kering
Penyerapan uap air
Off flavorSayuran kering
perubahan warna
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Kol kering
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Tepung biji kapas
Penyerapan uap air
Konsentrasi asam
askorbat
Tepung tomat
Penyerapan uap air
Peningkatan
Biji-bijian
Penyerapan uap air
kadar air
Keju
Penyerapan uap air
Tekstur
Bawang kering
Penyerapan uap air
Pencoklatan
Buncis hijau
Penyerapan uap air
Konsentrasi
Keripik kentang
Penyerapan uap air
klorofil
dan oksidasi
Laju oksidasi
Udang kering beku Oksidasi
Laju konsumsi O2
Tepung Gandum
Penyerapan uap air
dan oksidasi
Konsentrasi
Minuman ringan
Pelepasan CO2
karoten
Konsentarsi asam
askorbat
Perubahan
tekanan
Sumber: Herawati (2008).

13
Menurut Syarief, dkk. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur
simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.
3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
4. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagain yang terlipat.
Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap
masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur
simpan tersebut dilakukan (Kusnandar, 2004). Hasil percobaan penentuan umur
simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada
kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal dan umur simpan pada
kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu
normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau
penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat
terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu
pengujian umur simpan produk (Hariyadi, 2004).
Pengendalian suhu, kelembaban dan penanganan fisik yang tidak baik
dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Salah
satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa
kadaluarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang

14
dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa yaitu: (1) nilai pustaka
(literature value), (2) distribution turn over, (3) Accelerated Shelft-Life (ASLT),
(4) consumer complaints dan (5) distribution abuse test (Hariyadi, 2004).
Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan ASLT di laboratorium, untuk
produk pangan yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, analisis
untuk menentukan umur simpan produk dilakukan sebelum produk dipasarkan,
untuk keperluan tersebut, produsen akan meramu serta memproses produk sampai
ditemukan kondisi umur simpan maksimal yang dikehendaki (Herawati, 2008).
Setelah kondisi optimal diperoleh, prototipe produk diuji coba dengan
menggunakan Accelerated Storage Studies (ASS) atau ASLT dan uji distribusi.
Berdasarkan hasil pengujian, akan diperoleh nilai umur simpan produk akhir dan
produk siap dipasarkan. Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan
produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi
sensori, analisis kimia dan fisik serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara,
2004). Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat
menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa dan tekstur) terhadap
sampel dengan skala 010 yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk
(Gelman, dkk. 1990).
2.6.

Metode Penentuan Umur Simpan


Menurut Syarief, dkk. (1989), secara garis besar umur simpan dapat

ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies,


ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur
simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya

15
dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu ESS
dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan, 1993).

2.6.1. Extended Storage Studies (ESS)


Penentuan umur simpan produk dengan ESS sering disebut sebagai
metode konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan
satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan
terhadap penurunan mutu (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu
kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan
penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis
parameter mutu yang relatif banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering
digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan
(Arpah, 2001).
Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan
cara menyimpan beberapa bungkus produk yang memiliki berat serta tanggal
produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah
dikondisikan dengan kelembaban yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap
parameter titik kritis dan atau kadar air (Herawati, 2008). Selain berdasarkan hasil
analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk
sebagaimana tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Mutu Fisik Beberapa Produk Pangan Kadar Air Kritis
Bahan Pangan
Kriteria
Biji-bijian
Tidak hancur, tidak berjamur, keras
Biskuit, produk kering
Tidak lembek
Roti tawar
Produk keras, tidak berjamur
Gula
Keras, tidak lengket
Bumbu-bumbuan
Tidak lengket, berbentuk bubuk, tidak berjamur

16
Sumber : Syarif,dkk. (1989)

3.6.2. Accelerated Storage Studies (ASS)


Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut
dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang
dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan.
Menurut Arpah (2001) salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian
relatif singkat dengan ketepatan dan akurasi yang tinggi. Kesempurnaan model
secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS)
dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang
mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain
pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak sempurnaan model dalam
mendiskripsikan sistem yang terdiri atas produk, bahan pengemas dan lingkungan
(Arpah, 2007).
Kondisi penyimpanan metode ini diatur di luar kondisi
normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan
umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000).
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan
dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi dengan
menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kadaluarsa dan
(2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius yaitu dengan
teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau ordo satu untuk
produk pangan (Arpah, 2001). Model persamaan matematika pada pendekatan

17
kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model
matematika yang sering digunakan yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model
Rudolf (1986), model Labuza (1982) dan model waktu paruh (Syarief, dkk. 1989).
Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan
parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu
untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data
sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan dan analisis pendugaan umur
simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur
simpan dengan ASS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam
distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang
bertanggung jawab (Herawati, 2008).

18
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian dan Kimia Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Oktober hingga
Desember 2012.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu, air,
Carboxy-Methyl Cellulose (CMC), garam dapur (NaCl), telur, minyak goreng,
akuades, HCl dan pelarut Thiobarbituric Acid (TBA). Kemasan yang digunakan
adalah kemasan plastik metalized (Low Density Polyethylene/LDPE).
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi, baskom, ampia,
dandang perebus, timbangan, timbangan analitik, kompor, sendok pengaduk,
loyang, spinner, oven, gelas ukur, labu, pipet tetes, kertas label, sealer destilasi,
perlengkapan organoleptik dan alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian penentuan umur simpan dilakukan terhadap perlakuan terbaik
dari penelitian sebelumnya. Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan hasil
uji organoleptik ketengikan dan nilai TBA. Tahap-tahap pendugaan umur simpan
dengan metode akselerasi adalah penyimpanan produk dan penentuan batas
kadaluarsa, penentuan ordo reaksi serta perhitungan umur simpan.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

19
3.4.1.

Persiapan Bahan

Bahan-bahan untuk pembuatan mi dipersiapkan sesuai dengan komposisi


dan perlakuan, dimulai dengan pencampuran adonan hingga menjadi mi sagu
basah kemudian ke tahap pengeringan hingga ke proses penggorengan.
3.4.2. Pembuatan Mi
Diagram alir pembuatan mi dapat dilihat dalam Lampiran 1 (Modifikasi
metode Budiyah, 2004, Fitriyani, 2004 dan Sugiyono, dkk. 2010). Hal ini
dilakukan karena tepung pati sagu tidak mengandung gluten sehingga diperlukan
bahan tambahan berupa hidrokoloid (Ashwini, dkk. 2009) dan proses pregelatinisasi adonan mi dengan cara pengukusan (Suhendro, dkk. 2000; Juniawati,
2003; Setiawan, 2005; Sholehuddin, 2005; Purwanti, 2005). Proses pengukusan
bertujuan untuk memudahkan pembentukan lembaran mi dan pencetakan mi.
Pada tahap formulasi, bahan yang digunakan untuk pembuatan mi instan
pati sagu terdiri dari pati sagu (300 gr), air (135 ml), telur (45 ml), hidrokoloid
CMC (3 gr) dan garam (3 gr). Pembuatan mi instan dimulai dengan cara
mencampur semua bahan yang terdiri dari pati sagu, CMC, garam, telur dan air
menggunakan mixer atau secara manual, sambil diaduk hingga merata sampai
terbentuk adonan. Adonan yang sudah terbentuk dimasukkan pada alat press dan
dilakukan

pelembaran-pelembaran.

Kemudian

lembaran-lembaran

adonan

dikukus selama 15 menit, kemudian didinginkan. Alat pencetak atau pemotong


dipasang dan lakukan pencetakan mi. Mi yang telah tercetak dikeringkan dalam
oven selama 1 jam dengan suhu 110C. Mi yang telah kering selanjutnya di
goreng pada suhu 150C-170C selama 5 detik, kemudian di tiriskan dengan
spinner dan di kemas.

20
3.5.

Pengamatan
3.5.1.

Umur Simpan

a. Penyimpanan produk dan penentuan batas kadaluarsa


Penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu produk.
Perubahan mutu diamati secara organoleptik oleh panelis dan di hitung nilai TBA
(Thiobarbituric Acid), produk disimpan dalam kemasan plastik metalized LDPE
(Low Density Polyethylen ) pada suhu 35, 45 dan 55C sampai ketengikan tercium
kuat (kadaluarsa). Penyimpanan produk dilakukan selama 32 hari dan setiap 4 hari
sekali tingkat ketengikan produk dianalisa melalui penilaian organoleptik dan
penentuan bilangan TBA.
Bilangan TBA awal mi sagu diukur, selain itu skor awal organoleptik
terhadap ketengikan produk ditetapkan. Skor awal organoleptik yaitu skor 5 (tidak
tengik/normal). Pengamatan organoleptik dan pengukuran bilangan TBA
dilakukan di setiap suhu penyimpanan sampai batas kadaluarsa. Batas kadaluarsa
adalah saat dimana produk mulai tidak diterima oleh panelis dengan rerata skor
tertentu. Batas skor yang ditetapkan yaitu skor 2 (mulai tengik tercium kuat). Pada
saat batas kadaluarsa dilakukan pengukuran bilangan TBA sehingga diperoleh
TBA kritis.
Pengamatan parameter organoleptik hanya dilakukan terhadap off flavor
(ketengikan) mi sebelum rehidrasi (pra rehidrasi). Uji organoleptik ini
menggunakan 30 orang panelis semi terlatih dengan menggunakan penilaian skor
1-5 (Kusnandar dan Sutrisno, 2006). Penilaian organoleptik dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
5 = Normal (tidak tengik)

21
4 = Off flavor (tengik) tercium sangat lemah
3 = Off flavor (tengik) tercium lemah
2 = Off flavor (tengik) tercium kuat
1 = Off flavor (tengik) tercium sangat kuat

b. Penentuan ordo reaksi


Penentuan ordo reaksi dilakukan setelah data perubahan mutu diperoleh
secara subjektif (organoleptik) maupun objektif (nilai TBA). Data-data hubungan
waktu penyimpanan dengan perubahan mutu diplot pada masing-masing suhu
penyimpanan (35, 45, 55C) menggunakan plot ordo nol dan ordo satu.
Persamaan regresi linier dari masing-masing data tersebut ditentukan sehingga
diperoleh ordo reaksi yang paling sesuai (dengan nilai R2 atau koefisien korelasi
mendekati 1). Nilai kemiringan (slope) yang diperoleh dari persamaan regresi
linier yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan skor ketengikan pada
tingkat suhu dinyatakan sebagai konstanta penurunan mutu (k) untuk masingmasing suhu penyimpanan.
c. Perhitungan umur simpan
Umur simpan produk pada suhu penyimpanan ditentukan dengan
menghubungkan nilai k dan nilai suhu yang telah diketahui. Nilai k yang
dihubungkan dengan suhu menggunakan persamaan Arrhenius :
k = k0e-(Ea/RT) ..
atau dalam bentuk logaritma : ln k = ln k0

( Persamaan 1)
Ea
(
)1/T.............
R

( Persamaan 2)
atau bentuk persamaan linier : y = a + bx............................... ( Persamaan 3)
dimana y = ln k; x = 1/T
A0 A t
umur simpan ordo 0:
t
=
.....................................
k
( Persamaan 4)

22

umur simpan ordo 1 :

ln ( A 0 )ln( At )
k

.............................

( Persamaan 5)
Keterangan:
t

= umur simpan (hari)

A0

= nilai mutu awal/mula-mula

At

= nilai mutu akhir/batas kadaluarsa (titik kritis)

= konstanta penurunan mutu

Ea

= energi aktivitas

= suhu mutlak (K)

= konstanta gas (1,986 kal/molK)

Penjabaran rumus berdasarkan uji organoleptik dan analisis TBA :


1. Skor rata-rata dari uji organoleptik dan TBA dimasukkan ke dalam tabel pada
berbagai tingkat suhu yang berbeda (35C, 45C, 55C).
Tabel 6. Skor rerata uji organoleptik pada berbagai suhu
Suhu
Hari
0
....
....
....
....
....
35 C

....

....

....

450C

....

....

....

....

....

....

....

....

550C

....

....

....

....

....

....

....

....

y = a + bx............................................................( Lihat Persamaan 3)


t1= 35 0C

yt1= ast1 + bst1 . Xt1

t2= 45 0C

yt2= ast2 + bst2 . Xt2

t3= 55 0C

yt3= ast3 + bst3 . Xt3

Tabel 7. Skor rerata nilai TBA pada berbagai suhu


Suhu
Hari
0
....
....
....
....
35 C

....

....

....

....

23
450C

....

....

....

....

....

....

....

....

550C

....

....

....

....

....

....

....

....

y = a + bx............................................................( Lihat Persamaan 3)

t1= 35 0C

yt1= aBt1 + bBt1 . Xt1

t2= 45 0C

yt2= aBt2 + bBt2 . Xt2

t3= 55 0C

yt3= aBt3 + bBt3 . Xt3

Keterangan :
y

= Lama Penyimpanan

= Nilai Intersep

b, k = Nilai Slope

2. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear yang menghubungkan


antara hari penyimpanan (x) dan skor rerata ketengikan atau nilai TBA (y)
untuk ordo 0 , sedangkan untuk menganalisis lama penyimpanaan pada ordo 1
dilakukan regresi antara hari penyimpanan (x) dan ln skor rerata ketengikan
atau ln nilai TBA (y) pada berbagai tingkat suhu, dari data regresi ini dapat
diketahui nilai slope ( b atau k ), intercept (a) dan korelasi (r) pada masingmasing suhu.
3. Nilai slope (k) pada masing-masing suhu dan ordo terhadap tingkat ketengikan
dan nilai TBA dimasukkan kedalam table.

Table 8. Persamaan umur simpan ordo 0


Suhu (0C)
T (K)
1/T (1/K)
35
308
0,003247

Ln k

24

45

318

0,003145

55

328

0,003049

Table 9. Persamaan umur simpan ordo 1


Suhu (0C)
T (K)
1/T (1/K)
35
308
0,003247

Ln k

45

318

0,003145

55

328

0,003049

4. Regresikan ordo 0 dan ordo 1 antara 1/T (x) dan ln k (y) sehingga didapatkan
nilai slope, intersep dan korelasi pada masing-masing ordo. Nilai korelasi (r)
yang paling besar dijadikan sebagai perhitungan umur simpan.
5. Plot nilai 1/T (sumbu x) dan ln k (sumbu y) sehingga didapat grafik laju
penurunan mutu. Hasil regresi yang diperoleh yaitu diketahuinya nilai a dan b
sehingga nilai y (ln k) dapat dihitung dan diperoleh nilai k (konstanta
penurunan mutu).

25

0
0
-1
-2
lnk
-3
-4
-5

0
ln k
Linear (ln k)

1/T

Gambar 1. Grafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T

6. Nilai k yang didapat merupakan nilai laju reaksi unit mutu perhari.
Dimasukkan ke persamaan 4 atau persamaan 5, begitu juga nilai TBA
dibandingkan sehingga didapat nilai u ur simpan (t), umur simpan yang paling
singkat merupakan batas umur simpan produk, dibandingkan dengan suhu
kamar 270C.

umur simpan ordo 0 :

t=

A0 A t
k

..............................

(Lihat

persamaan 4)
atau
ln ( A 0 )ln ( At )
umur simpan ordo 1 : t =
k
persamaan 5)

...................

(Lihat

26

Tabel 10. Skema tabulasi data hasil analisis


Suhu
(C)

35

45

55

Suhu(C
)

Perhitungan nilai k
Hari
ke
0
4
8
12
16
20

Sko
r
.
.
.
.
.
.

ln
skor
.
.
.
.
.
.

0
4
8
12
16
20

.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

0
4
8
12
16
20

.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

Ord
o

Slop
e

Interse
p

Korelas
i

b 35

a 35

r 35

b 35

a 35

r 35

b 45

b 45

a 45

a 45

r 45

35
45
55

Persamaan umur simpan ordo 0


T(K)

1/T(1/K)

ln k

Slop
e

Intersep

Korelas
i

308
318
328

0,003247
0,003145
0,003049

b 35
b 45
b 55

.
.
.

Intersep

Korelas
i

Suhu

T(K)

35
45
55

308
318
328

Persamaan umur simpan ordo 1


Slop
1/T (1/K)
k
ln k
e
b 35
0,003247
.
b 45
b
0,003145
.
b 55
0,003049
.

r 45
Perhitungan umur simpan (ordo 0 atau ordo 1)

b 55

b 55

a 55

a 55

r 55

r 55

Suhu 27C
(300K)
.
Ln k
.
k
.
umur

Suhu 35C
(308 K)
.
Ln k
.
k
.
Umur

Suhu 45C (318 K)


Ln k
k
umur

.
.
.

27

3.5.1.1. Penilaian Organoleptik


Penilaian organoleptik mengacu pada Setyaningsih, dkk. (2010). Uji
organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih untuk uji deskriptif.
Uji deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik mi instan akibat
perlakuan yang diuji terhadap aroma. Uji organoleptik dilakukan terhadap aroma
pada mi instan mentah. Sampel diletakkan dalam wadah bersih dan diberi kode
acak. Panelis diminta untuk menilai sampel pada lembaran kuesioner yang telah
disajikan. Format uji dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.5.1.2.

Analisis Bilangan TBA


Analisis bilangan TBA mengacu pada Apriyantono, dkk. (1989). Sampel

ditimbang sebanyak 10 gram dengan teliti, lalu dimasukkan ke dalam wearing


blender, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan. Sampel yang
telah dihancurkan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil
dicuci dengan 47.5 ml akuades. Selanjutnya, ditambahkan 2.5 ml HCl 4 M (atau
hingga pH menjadi 1.5). Sampel didestilasi dengan menggunakan pendingin tegak
(alat destilasi) hingga diperoleh cairan destilat sebanyak 50 ml selama 10 menit
pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam
tabung reaksi bertutup sebanyak 5 ml. Pereaksi TBA ditambahkan sebanyak 5 ml,
kemudian divorteks hingga homogen. Larutan sampel dipanaskan dalam air
mendidih selama 35 menit kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10
menit.
Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml
pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko

28
digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel
kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan
TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg sampel. Penghitungan
bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan:
Bilangan TBA = 7,8 x A528
Keterangan:
TBA = Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel)
A528 = Nilai absorbansi pada 528 nm

29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Umur Simpan

4.1.1. Penilaian Organoleptik Off Flavour (Ketengikan)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah tingkat ketengikan terhadap mi


sagu pra rehidrasi. Pengamatan organoleptik dilakukan di setiap suhu
penyimpanan (35C, 45C, dan 55C) pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan
32. Skor rata-rata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat dan hari
penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Perhitungan pendugaan umur simpan
berdasarkan uji sensori terhadap tingkat ketengikan disajikan secara lengkap pada
Lampiran 4.
Tabel 11. Skor rata-rata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat suhu
dan hari penyimpanan.
Skor rata-rata ketengikan hari keSuhu
(C)
0
4
8
12
16
20
24
28
32
35
5,0
4,9
4,7
4,3
4
3,7
3,5
3,3
2,8
45
5,0
4,8
4,5
4
3,7
3,3
3,1
2,8
2,5
55
5,0
4,6
4,2
3,8
3,4
2,9
2,7
2,2
1,9
Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4), maka nilai korelasi pada ordo
nol (R = 0,9963) lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo satu
(R = 0,9893). Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan
menggunakan ordo nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) yang
menyatakan bahwa penurunan mutu akibat oksidasi lemak yang menyebabkan
ketengikan umumnya mengikuti reaksi ordo nol. Demikian juga menurut Haryadi,
dkk. (2006), tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol salah satunya
adalah oksidasi lemak.

30
Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear
yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan skor rata-rata ketengikan pada
berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu (k) untuk
masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai suhu dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter
ketengikan secara organoleptik
Suhu
T (K)
1/T (1/K)
k
Ln k
(C)
35
308
0,003247
0,069167
-2,67124
45
318
0,003145
0,08125
-2,51022
55
328
0,003049
0,097917
-2,32364
Selanjutnya, nilai ln k dihubungkan dengan suhu penyimpanan dalam Kelvin.
Plot antara ln k dan suhu peyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.
-2.1
-2.2

-2.32

-2.3

f(x) = - 1753.87x + 3.02


R = 1
-2.51

Ln k -2.4
-2.5
-2.6

Ln k
Linear (Ln k)
-2.67

-2.7
1/T (1/K)

Gambar 2. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter ketengikan secara


organoleptik

Berdasarkan persamaan pada Gambar 2 maka dapat


diperoleh

nilai

penurunan

mutu

produk

sesuai

dengan

penyimpanan yang diasumsikan sebesar 27C. Perhitungan


pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut:

31
y

= -1753,85 x + 3,017202

Ln k = -1753,85 (1/T) + 3,017202


Ln k = -1753,85 (1/300) + 3,017202
Ln k = -2,8289647
k

= 0,059073 unit mutu per hari

Titik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat produk sudah tidak dapat diterima
dari segi ketengikan, ditetapkan sebesar 2 (Off flavor/tengik tercium kuat),
sedangkan nilai awal produk adalah 5 (normal/tidak tengik). Dengan demikian,
pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
ordo nol sebagai berikut:
Pendugaan umur simpan

(5-2) unit mutu

0,059073 unit mutu per hari


= 50,78 hari
Berdasarkan atribut ketengikan, maka produk mi sagu instan diperkirakan
mempunyai umur simpan selama 50,78 hari atau 1,69 bulan pada suhu
penyimpanan 27C.

4.1.2. Analisis bilangan TBA

Pengukuran bilangan TBA dilakukan terhadap mi sagu pra rehidrasi. Mi


sagu dibuat melalui proses penggorengan dengan menggunakan minyak sekali
pakai. Minyak yang digunakan berpengaruh terhadap umur simpan terutama
terhadap bilangan TBA. Menurut Andarwulan, dkk. (1997), nilai bilangan TBA
minyak

semakin

penggorengan.

meningkat

seiring

dengan

semakin

lamanya

waktu

32
Pengukuran bilangan TBA dilakukan pada suhu penyimpanan (35C,
45C, dan 55C) setiap hari ke- 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan 32. Hasil
pengukuran bilangan TBA dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan pendugaan
umur simpan berdasarkan bilangan TBA disajikan secara lengkap pada Lampiran
5.
Tabel 13. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari
penyimpanan
Suh
u
(C)
35
45
55

Skor rata-rata nilai TBA hari ke0


0,61
7
0,64
5
0,66
6

12

0,582

0,34
8

0,40
9
0,48
65
0,77
55

0,600
5
0,647
5

0,4
0,53
15

16

20

24

28

32

0,900
5

0,920
5

1,0325

0,779
5

0,695
5
0,818
5

0,91

1,029

1,178

0,926

1,017

1,078
5

1,143
5

1,6184

0,65

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 5), maka nilai korelasi pada ordo
nol (R = 0,9534) lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo satu
(R = 0,9496). Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan
menggunakan ordo nol.
Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear
yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan nilai rata-rata TBA pada
berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu/peningkatan
konsentrasi (k) untuk masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai
suhu dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai k dan ln k pada tiga suhu
pengukuran bilangan TBA.
Suhu
(C)
T (K)
1/T (1/K)
35
308
0,003247
45
318
0,003145
55
328
0,003049

penyimpanan untuk parameter


k
0,016954
0,019873
0,027638

ln k
-4,07724
-3,9184
-3,58857

33

Selanjutnya,

nilai

ln

dihubungkan

dengan

suhu

penyimpanan yang dinyatakan dalam Kelvin. Plot antara ln k


dan suhu peyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.
-3.3
-3.4
-3.5
-3.6
-3.7
Ln k
-3.8
-3.9
-4
-4.1
-4.2

-3.59
f(x) = - 2458.51x + 3.87
R = 0.95
-3.92

ln k
-4.08

Linear (ln k)

1/T (1/K)

Gambar 3. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter


pengukuran bilangan TBA.
Berdasarkan persamaan pada Gambar 3, maka dapat diperoleh nilai
penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan
sebesar 27C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut:
y

= -2458,53 x + 3,8749

Ln k = -2458,53 (1/T) + 3,8749


Ln k = -2458,53 (1/300) + 3,8749
Ln k = -4,32017
k

= 0,013298 unit mutu perhari

Nilai TBA kritis adalah nilai TBA pada saat produk sudah tidak
dapat

diterima

(hari

ke-32)

yaitu

sebesar

1,6184

(mg

malonaldehid/kg sampel), sedangkan nilai TBA awal adalah 0,617


(mg malonaldehid/kg sampel). Dengan demikian, pendugaan

34
umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan ordo nol sebagai berikut:
Pendugaan umur simpan

= (1,6184 0,617) unit mutu


0,013298 unit mutu per hari

= 75,31 hari
Berdasarkan pengukuran bilangan TBA, maka produk mi sagu memiliki
perkiraan umur simpan selama 75,31

hari atau 2,51 bulan pada suhu

penyimpanan 27C. Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa produk mi sagu


memiliki umur simpan yang lebih singkat bila dilihat dari atribut ketengikan
(50,78 hari) dibandingkan dengan pengukuran bilangan TBA (75,31 hari). Demi
keamanan dan kualitas produk pangan, maka dipilih waktu yang lebih singkat.
Jadi produk mi sagu memiliki perkiraan umur simpan selama 50,78 hari pada
suhu penyimpanan 27C.
Apabila dibandingkan dengan umur simpan mi komersial, mi hotong dan
mi sagu maka akan terlihat perbedaan karena mi komersial mempunyai umur
simpan lebih lama (8 bulan), mi hotong 99,86 hari dan mi sagu 50,78 hari.
Kemungkinan umur simpan mi sagu lebih rendah dari produk mi komersial adalah
pada proses penirisan minyak dengan spinner yang belum sempurna sehingga
masih ada minyak yang menempel di permukaan mi. Sanjaya (2007) menyatakan
bahwa semakin lama perputaran spinner akan menyebabkan semakin banyak
minyak yang terbuang dipermukaan bahan. Mi sagu instan memiliki kadar minyak
atau lemak sekitar 3,67 %.
Minyak mempengaruhi terjadinya proses-proses oksidasi. Menurut
Hutasoit (2009), bau tengik yang tercipta merupakan hasil oksidasi lemak yang

35
berasal dari bahan baku penyusun produk. Proses oksidasi terjadi karena kontak
antara oksigen dengan lemak yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas mempermudah proses oksidasi yang akan menghasilkan
senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat menyebabkan bau tengik.
Djarkasi dkk. (2008) juga menambahkan bahwa reaksi oksidasi menghasilkan
indikator tingkat kerusakan oksidatif. Aldehid terdekomposisi menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti malonaldehid. Semakin tinggi bilangan TBA maka
tingkat oksidasi minyak semakin tinggi dan meningkatnya aroma
tengik. Raharjo (2004) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada produk

yang bercampur dengan komponen lemak dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan ketengikan hidrolitik. Dalam reaksi hidrolisis trigliserida pada
daging atau ikan akan terhidrolisis menjadi digliserida, monogliserida dan asam
lemak bebas. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap yang dapat
mengikat oksigen membentuk peroksida. Peroksida merupakan bahan kimia yang
dapat mempercepat proses oksidasi.
Selain itu kemasan juga ikut mempengaruhi umur simpan produk.
Menurut Sanjaya (2007), struktur molekul bahan kemasan Alumunium foil dan
Metalized (Co-PP/ Me) lebih rapat dibandingkan dengan bahan kemasan lain,
sehingga akan memperlambat proses masuknya uap air dan oksigen melalui poripori bahan kemasan. Kerapatan struktur molekul bahan kemasan akan
menyebabkan tingkat laju transmisi uap air bahan kemasan Alumunium foil dan
Metalized (Co-PP/ Me) akan rendah. Bahan tersebut merupakan bahan kemasan
mi instan komersil, berbeda dengan kemasan mi instan sagu yang menggunakan
LDPE (Low Density Polyethylene).

36
Menurut Azriani (2006), polypropylene (PP) memiliki permebealitas yang
lebih kecil dari LDPE yaitu 3,2 ml /cm2hari atm pada 100C dan LDPE yaitu 6,7
ml /cm2hari atm pada 100C, sehingga PP memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap oksigen dibandingkan LDPE. Faktor yang mempengaruhi konstanta
permeabilitas pada kemasan plastik antara lain adalah jenis permeabilitas, ada
tidaknya ikatan silang (cross linking), suhu, bahan tambahan elastis (plasticer),
jenis polimer film, sifat dan besar molekul gas serta kelarutan bahan (Herawati,
2008). Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk
yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah
produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).
Salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriorasi yaitu
dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari
produk atau memperpanjang umur simpan. Tingkat deteriorasi produk
dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001). Reaksi deteriorasi dapat
disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik yang akan memicu reaksi didalam
produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan
uap air atau gas dari sekelilingnya. Perubahan flavor merupakan masalah yang
sensitif di dalam produk pangan, salah satu yang umum adalah terjadinya
ketengikan akibat hidrolisis dan oksidasi lemak yang menyebabkan terbentuknya
komponen volatil yang menimbulkan off flavor.
Penggunaan panelis terlatih juga diperlukan dalam memberikan penilaian
terhadap atribut sensori produk karena penilaian tersebut akan digunakan dalam
penentuan umur simpan sehingga diharapkan hasil penilaian dari para panelis

37
dapat menggambarkan kondisi produk sebenarnya. Selain itu, evaluasi sensori ini
juga diperlukan terutama untuk mendukung keseluruhan riset sehingga diperoleh
data berdasarkan parameter subjektif yang dapat digunakan untuk mendukung
pengukuran berdasarkan parameter objektif.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan uji sensori terhadap

tingkat ketengikan produk mi sagu instan memiliki umur simpan selama 50,78
hari pada suhu penyimpanan 270C berdasarkan pendugaan umur simpan produk
menggunakan metode akselerasi.

5.2.

Saran

1. Mi sagu instan yang dihasilkan masih berwarna kecoklatan sehingga perlu


penelitian lanjutan mengenai warna mi sagu agar lebih menarik.
2. Mi sagu instan masih berminyak sehingga perlu penanganan yang tepat pada
proses penirisan minyak.
3. Panelis yang digunakan sebaiknya panelis terlatih supaya hasil penilaian dari
para panelis dapat menggambarkan kondisi produk sebenarnya.
4. Untuk meminimalisir perbedaan umur simpan sebaiknya mi komersial
(kontrol) juga di analisis menggunakan metode yang sama.

38

DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, A. Sadikin, Y.T., dan Winarno, F.G. 1997. Pengaruh
lama penggorengan dan penggunaan adsorben
terhadap mutu minyak goreng bekas penggorengan
tahu-tempe. Buletin Teknol. dan Industri Pangan. 8 (1) :
40-45.
Anonim. 2008. Kandungan serat dan gizi pada roti unggul, mi dan nasi.
http://www.gizi.net/egi-bin/berita/fullnews.egi?newsid. Diakses pada
tanggal 25 November 2011.
_______. 2009. Pengembangan tanaman sagu di kabupaten Bengkalis Riau.
http:// Perkebunan.Iitbang.Deptan.Go.id?/P=teknologi.412. Diakses
tanggal 3 Februari 2013.
_______. 1995. Mutu pati sagu. SNI 01-3729 - 1995. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
_______. 2000.Mie instan. SNI 01-3551 - 2000. Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni luh Puspitasari, Sedarnawati,
dan Slamet Budiyanto. 1989. Analisis pangan. IPB Press,
Bogor.
Arpah, M. 2007. Penentuan kadaluarsa produk pangan. Program Studi Ilmu
Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
_______. 2001. Buku dan monograf penentuan kadaluarsa produk
pangan.Program Studi Ilmu Pangan Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Arpah M, Syarief R. 2000. Evaluasi model-model pendugan
umur simpan pangan dari difusi hukum fick
undireksional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan.
Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

39
Ashwini A, Jyotsna R, Indriani D. 2009. Effect of hydrocolloids and emulsifier
on the rheological, microstructural and quality characteristic of
eggless cake. Food Hydrocolloids 23:700-707.
Azriani, Y. 2006. Pengaruh jenis kemasan plastik dan kondisi pengemasan
terhadap kualitas mi sagu selama penyimpanan. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak
dipublikasikan).
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung
(corn Ggluten meal) dalam pembuatan mi jagung instan. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djarkasi, S., S, Raharjo., Z, Noor dan S. Sudarmadji. 2008. Stabilitas oksidatif
minyak biji kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare) selama
penyimpanan pada suhu 30 dan 40 0C. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, Vol 19 No. 2, Hal : 113-120
Fitriani, D. 2004. Kajian pengembangan produk mikrostruktur dan
analisis daya simpan mi jagung instan. Tesis. Program Pascasarjana.
Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Flach, M. 1983. The sago palm. Di dalam: Ramadhan, K. 2009. Aplikasi Pati
Sagu Termodifikasi Heat Moisture Treatment untuk Pembuatan
Bihun Instan. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Flach, M. 1996. Sago palm. International Plant Genetic Resources Institute
(IPGRI). Promoting the conservation and use underutilied and neglected
crops. 13. IPGRI, Italy and IPK Germany.
Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged
foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G.
Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London.
Gelman, A., R. Pasteur, and M. Rave. 1990. Quality change and storage life of
cammon carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J.
Sci. Food Agric. 52: 231 241.
Haliza dan Iriani. 2006. Teknologi pengolahan untuk penganekaragaman
konsumsi pangan. Jurnal BB-Pascapanen Pertanian. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. VII, 222 hal
24.
Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kadaluarsa dengan
metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan pendugaan waktu
kadaluarsa (Self Life). Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

40
Haryadi, Y., Nur W., dan Dias I. 2006. Penuntun praktikum teknologi
penyimpanan pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pengan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryanto, B. dan Pangloli. 1992. Potensi dan pemanfaatan sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
Hengky, N. dan A. Lay. 2003. Teknologi pengembangan sagu. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Menado. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian
Departemen
Pertanian.
http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 14 Desember 2011.
Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk
pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa
Tengah.
Hutasoit, N. 2009. Penenentuan umur simpan fish snack (produk ekstruksi)
menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis
dan metode konvensional. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).
Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan
kajian preferensi konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kanro, M. Z., Rouw, A., Widjono, A., Syamsudin., Amisnaipa., dan Atekan. 2003.
Tanaman sagu dan pemanfaatannya di provinsi Papua. Jurnal litbang
pertanian 22 (3), Jayapura.
Kim, S.K. 1999. Instant noodles. Didalam : Kruger, J.E., R.B. Matsuo, dan J.W.
Dick (Eds.). Pasta and Noodle Technology. American Association of
Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. USA. Pp. 195-208.
Koswara, S. 2004. Evaluasi sensori dalam pendugaan umur simpan produk
pangan. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self Life). Bogor,
12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program komputer sebagai
penentuan umur simpan produk pangan: metode
Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Shelf Life)
produk pangan. Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi
Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

alat bantu
Arrhenius.
bahan dan
Pangan dan

Kusnandar, F. dan Sutrisno, K. 2006. Kasus pendugaan masa kadaluarsa


produk-produk pangan spesifik (Metode Arrhenius). Di dalam: Modul
Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan
Produk Pangan.Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST
Center. IPB. Bogor.

41

Labuza, T.P. 1982. Shelf life dating of foods. Food and nutrition press Inc.,
Westport, Conneticut.
Munarso, S.J. dan B. Haryanto,2010. Perkembangan teknologi pengolahan mie.
Pusat Pengujian Dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT, Jakarta.
http:// www. bppt. Com. Di akses pada tanggal 30 Desember 2011).
Purwani, E.Y. dan N. Harimurti. 2005. Laporan penelitian dan pengembangan
teknologi pengolahan mi sagu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Purwani, E.Y., Widaningrum, R. Thahir and Muslich. 2006. Effect of heat
moisture of sago starch on its noodle quality. Indonesian Journal of
Agricultural Science. 7(1):8-14.
Purwanti. Y. 2005. Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisiI
financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Rahmiyati. 2006. Substitusi tepung terigu dengan tepung sagu dalam
pembuatan mi kering. Skripsi (tidak dipublikasikan)Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Ritantiyah, L. 2010. Quality Control Mie Instan. Laporan Magang Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Robertson, L. G. 1993. Food packaging (Principles and
Practice). Mossey University. New York. USA
Sajilata, M.G., R.S. Singhal dan P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch - a review.
J. food Science and Food Safety, 6, 1-17.
Sanjaya,Y. 2007. Pengaruh lama perputaran spinner dalam pembuatan
keripik salak(salacca edulis Reinw) terhadap pendugaan umur
simpan dengan kemasan plastic oriented polypropylene (OPP),
metalized (Co-PP/Me) dan alumunium foil. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiawan, H. A. 2005. Penentuan umur simpan produk
biskuit marie dengan
metode Accelerated Shelf
Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis sensori untuk
industri pangan dan agro. IPB Press. Bogor.

42
Sholehuddin ZF. 2005. Penentuan umur simpan mi instan jagung dan snack
mi jagung dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar
air kristis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sugiyono, Sarwo E. Wibowo, S. Koswara, S. Herodian, S.Widowati, dan B. A. S.
Santosa. 2010. Pengembangan produk mi instan dari tepung hotong
(Setaria italica beauv.) dan pendugaan umur simpannya dengan
metode akselerasi. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol 21 No. 1,
2011, Hal 45-50.
Suhendro EL, Kunetz FC, McDonough CM, Rooney LW, Waniska RD.
2000. Cooking characteristic and quality of noodles from food
sorghum. Cereal Chem. 77:96-100.
Suriani, A.I. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan
berulang terhadap karakteristik sifat fisik dan fungsional pati Garut
(Marantha arundinacea) termodifikasi. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989. Teknologi pengemasan pangan.
Pusat Antar-Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wibowo, S. E. 2008. Pembuatan mi instan dari buru hotong (Setearia italica
(L) Beauv.) dan pendugaan umur simpan mi instan dengan metode
akselerasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor (Tidak dipublikasikan).

43

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan mi sagu instan

Pati sagu 300g, CMC 3g, garam dapur 3g,


Telur 45 ml dengan penambahan air
45%

Pembuatan adonan

Pembuatan lembaran-lembaran adonan

Pengukusan lembaran adonan selama 20 menit

Pendinginan lembaran

Penipisan lembaran-lembaran

Pencetakan mi

Pengeringan dalam oven selama 1 jam pada suhu 1100C

Penggorengan 150C-170C selama 30 detik

44
Mi instan pati sagu

Lampiran 2. Diagram alir pendugaan umur simpan mi sagu instan

Mi sagu instan

Penyimpanan pada suhu 35, 45 dan 550C

Pengamatan subjektif (organoleptik) dan objektif (nilai TBA) pada hari ke 0, 4, 8,


12, 16, 20, 24, 28 dan 32 hingga sampel benar-benar tidak dapat diterima panelis

Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu penyimpanan pada masing-masing suhu

Penetapan nilai mutu awal dan batas kritis produk

Penetapan ordo reaksi (ordo 0 atau ordo 1) melalui kurva dengan nilai R2 tertinggi

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu dengan menghubungkan


nilai k yang telah diperoleh dari kurva

Umur simpan produk

45

Lampiran 3. Formulir uji deskriptif mi instan pada perlakuan terbaik.

Nama

: ...

Tanggal

: ...

Jenis contoh
Intruksi

: Mi Sagu Instan
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda () pada
pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda

Penilaian
Ketengikan sangat kuat
Ketengikan kuat
Ketengikan lemah
Ketengikan sangat
lemah
Tidak tengik
1. Aroma

Skor
1
2
3
4
5

571

869

121

Sampel
735 125 631

814

212

483

46

Anda mungkin juga menyukai