SKRIPSI
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI
PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI
Oleh:
DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945
SKRIPSI
Oleh :
DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Strata Satu pada
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Riau
PEKANBARU
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI
PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI
Oleh:
DEWI KURNIATI
NIM. 0806113945
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Riau
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji ujian
Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Riau
dan dinyatakan lulus pada tanggal 10 Juni 2013
No.
Nama
Jabatan
Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
RIWAYAT HIDUP
Akselerasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan Dr. Ir. Fajar
Restuhadi, M.Si. Pada tanggal 10 Juni 2013 dinyatakan lulus dan berhak
menyandang gelar Sarjana Teknologi Pertanian melalui sidang terbuka Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.
SHELF LIFE ESTIMATION OF INSTANT NOODLE FROM SAGO
STARCH USING ACCELERARED METHOD
ketengikan dan nilai TBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan mi
sagu instan berdasarkan uji organoleptik ketengikan adalah 50,78 hari dan
berdasarkan perhitungan nilai TBA adalah 75,31 hari. Namun untuk tujuan
keamanan dan kualitas maka dipilih waktu yang lebih singkat, jadi produk mi
sagu instan memiliki perkiraan umur simpan selama 50,78 hari pada suhu
penyimpanan 270C.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode
Akselerasi . Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan segenap
pembantu dekan lainnya.
2. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P. dan
segenap pegawai tata usaha serta laboran Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian.
3. Dosen pembimbing I Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. sekaligus sebagai dosen
Penasehat Akademis dan dosen pembimbing II Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si.
yang senantiasa penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk,
arahan dan motivasi mulai dari penyusunan usul penelitian, pelaksanaan
penelitian hingga sampai selesainya penyusunan skripsi.
4. Kepala Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis
Hasil Pertanian yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama
menyelesaikan penelitian.
2
5. Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P, Ir. Raswen Efendi, M.S. dan Ir. Akhyar Ali, M.P.
sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang
membangun dalam perbaikan skripsi.
6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian yang telah banyak mengajar ilmu pengetahuan selama studi, beserta
staf pengelola Fakultas Pertanian atas segala bantuan, kemudahan dan
kelancaran administrasi.
7. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Anibar Gani dan Ibunda Hj. Mardiana yang
selalu memberikan doa, semangat, motivasi serta segala hal yang tak ternilai
harganya.
8. Abang dan adekku tersayang, Liberi Yuni Syahputra, S.Pd. dan Hidayati
Lestari, terima kasih atas doa dan motivasinya semoga aku menjadi
kebanggan bagi kalian semua.
9. Teman-teman THP angkatan 2008, sahabat-sahabat PTR 3G terima kasih atas
kebersamaan, kekompakan, kebahagiaan dan kekeluargaan yang telah tercipta
diantara kita.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas semua
bantuan dan kerjasamanya.
Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik
masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Dewi Kurniati
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
vii
I. PENDAHULUAN......................................................................................
1.1.
Latar Belakang......................................................................................
1.2.
Tujuan Penelitian..................................................................................
2.1.
Tanaman Sagu.......................................................................................
2.2.
Pati Sagu...............................................................................................
2.3.
Mi Sagu.................................................................................................
2.4.
2.5.
11
2.6.
14
15
16
18
3.1.
18
3.2.
18
3.3.
Metode Penelitian.................................................................................
18
3.4.
Pelaksanaan Penelitian..........................................................................
19
4
3.4.1. Persiapan Bahan........................................................................
19
19
Pengamatan...........................................................................................
20
20
27
27
29
4.1.
Umur Simpan........................................................................................
29
29
31
37
5.1.
Kesimpulan...........................................................................................
37
5.2.
Saran.....................................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
38
LAMPIRAN ...................................................................................................
43
3.5.
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
hari penyimpanan
12. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter ketengikan
secara organoleptik30
13. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari
penyimpanan32
14. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter pengukuran
bilangan TBA32
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
43
44
45
selama penyimpanan..
5. Perhitungan umur simpan mi sagu berdasarkan uji sensori terhadap
tingkat ketengikan...
6. Perhitungan pendugaan umur simpan mi sagu berdasarkan pengukuran bilangan
TBA..................................................................................................................
48
7. Dokumentasi penelitian....................................................................................
49
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Informasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib
dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman
informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan
keamanan
produk
pangan
tersebut
dan
untuk
menghindari
2
gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan
bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam
hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan
jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor
informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang
dagangannya.
Sagu dapat digunakan sebagai bahan substitusi pangan dan bahan baku
untuk industri. Dalam industri pangan, sagu dapat diolah menjadi berbagai produk
pangan, salah satunya adalah mi. Mi merupakan makanan yang banyak digemari
masyarakat luas. Permasalahan dalam industri mi saat ini adalah bahan baku
utamanya yaitu terigu yang masih diimpor. Perlu upaya untuk mengurangi
penggunaan terigu dengan sumber karbohidrat lainnya. Sagu merupakan salah
satu sumber pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi
penggunaan tepung terigu dalam pembuatan mi.
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan
memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk
(warna, citarasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan
lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai
ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama
mutu gizi, daya cerna dan ketersediaan gizi. Mi instan yang telah diproduksi harus
diketahui umur simpannya, karena salah satu kriteria atau komponen mutu yang
penting pada komuditas pangan adalah umur simpan.
Produk-produk kering seperti mi instan dapat diduga umur simpannya
melalui metode akselerasi. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan
model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan
3
untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, produk pangan
yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang
mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan)
sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah
rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Metode
akselerasi digunakan untuk mempercepat penurunan mutu produk dengan
menyimpan produk pada kondisi ekstrim (suhu dan kelembaban yang tinggi)
sehingga penentuan umur simpan menjadi lebih singkat.
Berdasarkan karakteristik produk, untuk meningkatkan efisiensi kinerja
industri, mengurangi biaya dan waktu, metode akselerasi merupakan metode yang
tepat digunakan untuk menentukan umur simpan produk. Berdasarkan uraian
tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul Pendugaan Umur
Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi.
1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan mi instan
dari pati sagu dengan metode akselerasi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
5
semakin besar dan pada umur tertentu kandungan pati tersebut akan menurun
(Flach, 1983 dalam Ramadhan, 2009).
2.2. Pati Sagu
Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan
komponen utama pada bebijian dan umbi-umbian. Pati merupakan bentuk penting
polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman (Suriani, 2008). Pati
merupakan butiran kecil yang disebut granula di dalam sel tanaman (Sajilata, dkk.
2006). Pati berbentuk granula atau butiran yang berwarna putih tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Ukuran dan bentuk dari granula pati berbeda untuk setiap
jenis tanaman. Granula pati tidak larut di dalam air dingin, karena molekulnya
berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan
yang mempersatukan granula pati.
Beberapa jenis sagu telah dipelajari karakteristiknya. Granula pati sagu
berbentuk oval dengan diameter 15-50 m. ukuran tersebut lebih besar dibanding
pati beras (2-13 m), pati jagung (5-25 m) atau pati terigu (3-34 m). Besarnya
ukuran granula pati membuat pati sagu relatif mudah diendapkan (Purwani, dkk.
2006). Pati sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73% (Haryanto dan
Pangloli, 1992). Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat
kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin
maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air.
Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi maka pati bersifat kering, kurang
lengket dan mudah menyerap air. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan
pati untuk menyerap dan membengkak menjadi lebih besar karena amilosa
6
mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada
amilopektin. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan
ikatan hidrogen. Kandungan kalori, karbohidrat, protein dan lemak pati sagu
setara dengan tepung tanaman penghasil karbohidrat lainnya (Haliza dan Iriani,
2006). Komposisi kimia pati sagu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu
Komponen
Air
Protein
Abu
Lemak
Serat
Amilosa
Amilopektin
Jumlah (%)
12
0,70
0,10
3
0,20
22,97
62,11
Pati sagu sebagian besar berwarna putih, namun ada juga yang secara
genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat
putih pati sagu bervariasi dan seringkali berubah menjadi kecokelatan/merah
selama proses penyimpanan. Perubahan warna terjadi akibat adanya aktivitas
enzim Latent Polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi
senyawa poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dan
menghasilkan warna coklat (Purwani, dkk. 2006). Pati sagu yang diproduksi harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan, untuk melindungi konsumen dari
cemaran-cemaran tertentu yang dapat membahayakan kesehatannya. Syarat mutu
pati sagu di Indonesia telah diatur dalam SNI 01-3729-1995 yang tertera pada
Tabel 2.
7
Tabel 2. Syarat mutu pati sagu
No
1.
Kriteria Uji
Keadaan:
Bau
Warna
Rasa
Benda asing
Serangga (dalam segala bentuk
stadia dan potongannya)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Satuan
Persyaratan
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
% (b/b)
% (b/b)
% (b/b)
ml NaOH 1N/100g
mg/kg
-
Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5
Maks. 1,0 x 106
Maks. 10
Maks. 1,0 x 104
2.3.
Mi Sagu
Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia
khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi pertama
kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan
dinasti Han. Mi berkembang dari Cina dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan
dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai ke benua Eropa
8
(Anonim, 2008). Pada umumnya mi dibuat dari tepung terigu dan
beberapa di antaranya dari pati. Mi berbahan baku pati yang ada
di pasaran antara lain adalah soun dari tapioka, bihun dari beras,
dan mi gleser dari sagu (Purwani dan Harimurti, 2005).
Mi berbasis pati sagu sangat berbeda dengan mi dari bahan terigu.
Kekhasan mi berbasis pati adalah dibuatnya adonan dari campuran binder (berupa
pati tergelatinisasi) dengan pati mentah (native). Binder berfungsi seperti gluten
pada terigu sehingga dapat dibentuk adonan yang mudah ditangani (Haliza dan
Iriani, 2006). Mi sagu berwarna kuning, kuning kemerahan atau putih ketika
dimakan terasa kenyal dan licin. Mi yang bagus apabila dimasak tampak
transparan dan tidak mudah putus. Selain itu tidak mengakibatkan air perebusnya
keruh. Hal ini menandakan bahwa tidak banyak padatan mi yang terlepas atau
padatan yang hilang (cooking losses) relatif kecil (Purwani, dkk. 2006).
Pengolahan mi dilakukan untuk menjadikan mi sebagai salah satu pangan
alternatif pengganti nasi. Hal ini sangat menguntungkan ditinjau dari sudut
pandang penganekaragaman konsumsi pangan. Konsumsi mi dapat terus
meningkat, hal tersebut didukung oleh berbagai keunggulan yang dimiliki mi,
terutama dalam hal tekstur, rasa, penampakan dan kepraktisan penggunaannya.
Berdasarkan hal tersebut peluang usaha industri pengolahan mi, baik dalam
industri skala kecil maupun besar masih sangat terbuka luas (Munarso, 2010).
2.4. Mi Instan dan Pembuatannya
Pada prinsipnya mi dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal
beberapa jenis mi, seperti mi segar/mentah, mi basah, mi kering dan mi instan
(Astawan, 2008). Ada 3 (tiga) golongan mi berdasarkan SNI yaitu (1) Mi basah,
9
produk makanan basah yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan,
(2) Mi kering, produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan dan (3) Mi instan, mi instan dibuat dari adonan terigu sebagai bahan
utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Mi instan dicirikan dengan
adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap
dikonsumsi.
Mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari
adonan tepung terigu, tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama
dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, siap dihidangkan setelah dimasak
atau diseduh dengan air mendidih dengan adanya penambahan bumbu (Anonim,
2000). Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal ada dua macam mi instan.
Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng, menghasilkan mi instan
goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut
mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap
minyak hingga 20% selama penggorengan (Astawan, 2008).
Proses pembuatan mi melalui beberapa tahap yaitu persiapan bahan,
mixing, rolling dan noodle formation, cutting, steaming, molding, frying, cooling,
dan packaging. Proses pengadukan (mixing) semua bahan diaduk dengan mixer
menjadi satu sampai terbentuk adonan. Tujuan pencampuran bahan adalah
menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan
membentuk adonan (Wibowo, 2008). Rolling adalah pembentukan lembaran yang
tipis dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian lembaran
10
adonan dibentuk menjadi untaian mi (noodle formation). Proses selanjutnya
adalah cutting yaitu proses pemotongan untaian mi dengan ukuran tertentu. Proses
steaming adalah proses pengukusan untaian mi (Kim, 1996).
Pengukusan atau steaming bertujuan untuk memasak mi menjadi mi
masak dengan sifat fisik yang solid sehingga akan diperoleh tekstur mi yang baik
yakni lembut, lunak dan elastis (Ritantiyah, 2010). Pengukusan merupakan titik
kritis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mi sagu instan (Sugiyono, dkk.
2009). Selanjutnya proses penggorengan. Penggorengan merupakan pemberian
sejumlah panas pada suatu bahan dengan media minyak atau lemak agar bahan
tersebut menjadi matang atau setengah matang. Tujuan proses ini adalah untuk
megurangi kadar air di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinasi. Kadar air
setelah penggorengan adalah 3% sehingga mi menjadi matang, kaku dan awet
(Ritantiyah, 2010).
Berikutnya setelah penggorengan dilakukan pendinginan (Kim, 1996).
Tujuan dari proses pendinginan mi ini adalah untuk mendinginkan mi panas yang
keluar dari proses penggorengan hingga diperoleh suhu mendekati suhu kamar
sebelum dikemas. Proses terakhir adalah pengemasan (packaging), tujuan
pengemasan mi adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan terjadinya
kerusakan sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai di tangan
konsumen (Ritantiyah, 2010). Syarat mutu mi instan telah ditetapkan oleh Dewan
Standarisasi Nasional tercantum dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 013551- 2000 disajikan pada Tabel 3.
11
Tabel 3. Syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01- 3551- 2000
No
Kriteria Uji
Satuan
Standar
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Keadaan
1.1 Tekstur
1.2 Aroma
1.3 Rasa
1.4 Warna
Benda asing
Keutuhan
Kadar Air
4.1 Proses penggorengan
4.2 Proses Pengeringan
Kadar Protein
5.1 Mie dari terigu
5.2 Mie dari bukan terigu
Bilangan Asam
Cemaran Logam
7.1 Timbal
7.2 Raksa (Hg)
Arsen (As)
Cemaran Mikroba
9.1 Angka Lempengan Total
9.2 E. coli
9.3 Salmonela
9.4 Kapang
%b/b
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Min. 90
%b/b
%b/b
Maks. 10,0
Maks. 14,5
%b/b
%b/b
mg/kg
Min. 8,0
Min. 4,0
Maks. 2
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 2,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5
Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Maks. 1,0x106
<3
Negatif/25g
Maks. 1,0x103
12
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan
mutu pada produk pangan
13
Menurut Syarief, dkk. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur
simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan
terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.
3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat
bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
4. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagain yang terlipat.
Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap
masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur
simpan tersebut dilakukan (Kusnandar, 2004). Hasil percobaan penentuan umur
simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada
kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal dan umur simpan pada
kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu
normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau
penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat
terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu
pengujian umur simpan produk (Hariyadi, 2004).
Pengendalian suhu, kelembaban dan penanganan fisik yang tidak baik
dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Salah
satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa
kadaluarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang
14
dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa yaitu: (1) nilai pustaka
(literature value), (2) distribution turn over, (3) Accelerated Shelft-Life (ASLT),
(4) consumer complaints dan (5) distribution abuse test (Hariyadi, 2004).
Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan ASLT di laboratorium, untuk
produk pangan yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, analisis
untuk menentukan umur simpan produk dilakukan sebelum produk dipasarkan,
untuk keperluan tersebut, produsen akan meramu serta memproses produk sampai
ditemukan kondisi umur simpan maksimal yang dikehendaki (Herawati, 2008).
Setelah kondisi optimal diperoleh, prototipe produk diuji coba dengan
menggunakan Accelerated Storage Studies (ASS) atau ASLT dan uji distribusi.
Berdasarkan hasil pengujian, akan diperoleh nilai umur simpan produk akhir dan
produk siap dipasarkan. Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan
produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi
sensori, analisis kimia dan fisik serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara,
2004). Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat
menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa dan tekstur) terhadap
sampel dengan skala 010 yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk
(Gelman, dkk. 1990).
2.6.
15
dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu ESS
dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan, 1993).
16
Sumber : Syarif,dkk. (1989)
17
kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model
matematika yang sering digunakan yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model
Rudolf (1986), model Labuza (1982) dan model waktu paruh (Syarief, dkk. 1989).
Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan
parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu
untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data
sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan dan analisis pendugaan umur
simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur
simpan dengan ASS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam
distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang
bertanggung jawab (Herawati, 2008).
18
III. BAHAN DAN METODE
19
3.4.1.
Persiapan Bahan
pelembaran-pelembaran.
Kemudian
lembaran-lembaran
adonan
20
3.5.
Pengamatan
3.5.1.
Umur Simpan
21
4 = Off flavor (tengik) tercium sangat lemah
3 = Off flavor (tengik) tercium lemah
2 = Off flavor (tengik) tercium kuat
1 = Off flavor (tengik) tercium sangat kuat
( Persamaan 1)
Ea
(
)1/T.............
R
( Persamaan 2)
atau bentuk persamaan linier : y = a + bx............................... ( Persamaan 3)
dimana y = ln k; x = 1/T
A0 A t
umur simpan ordo 0:
t
=
.....................................
k
( Persamaan 4)
22
ln ( A 0 )ln( At )
k
.............................
( Persamaan 5)
Keterangan:
t
A0
At
Ea
= energi aktivitas
....
....
....
450C
....
....
....
....
....
....
....
....
550C
....
....
....
....
....
....
....
....
t2= 45 0C
t3= 55 0C
....
....
....
....
23
450C
....
....
....
....
....
....
....
....
550C
....
....
....
....
....
....
....
....
t1= 35 0C
t2= 45 0C
t3= 55 0C
Keterangan :
y
= Lama Penyimpanan
= Nilai Intersep
b, k = Nilai Slope
Ln k
24
45
318
0,003145
55
328
0,003049
Ln k
45
318
0,003145
55
328
0,003049
4. Regresikan ordo 0 dan ordo 1 antara 1/T (x) dan ln k (y) sehingga didapatkan
nilai slope, intersep dan korelasi pada masing-masing ordo. Nilai korelasi (r)
yang paling besar dijadikan sebagai perhitungan umur simpan.
5. Plot nilai 1/T (sumbu x) dan ln k (sumbu y) sehingga didapat grafik laju
penurunan mutu. Hasil regresi yang diperoleh yaitu diketahuinya nilai a dan b
sehingga nilai y (ln k) dapat dihitung dan diperoleh nilai k (konstanta
penurunan mutu).
25
0
0
-1
-2
lnk
-3
-4
-5
0
ln k
Linear (ln k)
1/T
6. Nilai k yang didapat merupakan nilai laju reaksi unit mutu perhari.
Dimasukkan ke persamaan 4 atau persamaan 5, begitu juga nilai TBA
dibandingkan sehingga didapat nilai u ur simpan (t), umur simpan yang paling
singkat merupakan batas umur simpan produk, dibandingkan dengan suhu
kamar 270C.
t=
A0 A t
k
..............................
(Lihat
persamaan 4)
atau
ln ( A 0 )ln ( At )
umur simpan ordo 1 : t =
k
persamaan 5)
...................
(Lihat
26
35
45
55
Suhu(C
)
Perhitungan nilai k
Hari
ke
0
4
8
12
16
20
Sko
r
.
.
.
.
.
.
ln
skor
.
.
.
.
.
.
0
4
8
12
16
20
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
0
4
8
12
16
20
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ord
o
Slop
e
Interse
p
Korelas
i
b 35
a 35
r 35
b 35
a 35
r 35
b 45
b 45
a 45
a 45
r 45
35
45
55
1/T(1/K)
ln k
Slop
e
Intersep
Korelas
i
308
318
328
0,003247
0,003145
0,003049
b 35
b 45
b 55
.
.
.
Intersep
Korelas
i
Suhu
T(K)
35
45
55
308
318
328
r 45
Perhitungan umur simpan (ordo 0 atau ordo 1)
b 55
b 55
a 55
a 55
r 55
r 55
Suhu 27C
(300K)
.
Ln k
.
k
.
umur
Suhu 35C
(308 K)
.
Ln k
.
k
.
Umur
.
.
.
27
28
digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel
kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan
TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg sampel. Penghitungan
bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan:
Bilangan TBA = 7,8 x A528
Keterangan:
TBA = Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel)
A528 = Nilai absorbansi pada 528 nm
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Umur Simpan
30
Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear
yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan skor rata-rata ketengikan pada
berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu (k) untuk
masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai suhu dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter
ketengikan secara organoleptik
Suhu
T (K)
1/T (1/K)
k
Ln k
(C)
35
308
0,003247
0,069167
-2,67124
45
318
0,003145
0,08125
-2,51022
55
328
0,003049
0,097917
-2,32364
Selanjutnya, nilai ln k dihubungkan dengan suhu penyimpanan dalam Kelvin.
Plot antara ln k dan suhu peyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.
-2.1
-2.2
-2.32
-2.3
Ln k -2.4
-2.5
-2.6
Ln k
Linear (Ln k)
-2.67
-2.7
1/T (1/K)
nilai
penurunan
mutu
produk
sesuai
dengan
31
y
= -1753,85 x + 3,017202
Titik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat produk sudah tidak dapat diterima
dari segi ketengikan, ditetapkan sebesar 2 (Off flavor/tengik tercium kuat),
sedangkan nilai awal produk adalah 5 (normal/tidak tengik). Dengan demikian,
pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
ordo nol sebagai berikut:
Pendugaan umur simpan
semakin
penggorengan.
meningkat
seiring
dengan
semakin
lamanya
waktu
32
Pengukuran bilangan TBA dilakukan pada suhu penyimpanan (35C,
45C, dan 55C) setiap hari ke- 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan 32. Hasil
pengukuran bilangan TBA dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan pendugaan
umur simpan berdasarkan bilangan TBA disajikan secara lengkap pada Lampiran
5.
Tabel 13. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari
penyimpanan
Suh
u
(C)
35
45
55
12
0,582
0,34
8
0,40
9
0,48
65
0,77
55
0,600
5
0,647
5
0,4
0,53
15
16
20
24
28
32
0,900
5
0,920
5
1,0325
0,779
5
0,695
5
0,818
5
0,91
1,029
1,178
0,926
1,017
1,078
5
1,143
5
1,6184
0,65
Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 5), maka nilai korelasi pada ordo
nol (R = 0,9534) lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo satu
(R = 0,9496). Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan
menggunakan ordo nol.
Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear
yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan nilai rata-rata TBA pada
berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu/peningkatan
konsentrasi (k) untuk masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai
suhu dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai k dan ln k pada tiga suhu
pengukuran bilangan TBA.
Suhu
(C)
T (K)
1/T (1/K)
35
308
0,003247
45
318
0,003145
55
328
0,003049
ln k
-4,07724
-3,9184
-3,58857
33
Selanjutnya,
nilai
ln
dihubungkan
dengan
suhu
-3.59
f(x) = - 2458.51x + 3.87
R = 0.95
-3.92
ln k
-4.08
Linear (ln k)
1/T (1/K)
= -2458,53 x + 3,8749
Nilai TBA kritis adalah nilai TBA pada saat produk sudah tidak
dapat
diterima
(hari
ke-32)
yaitu
sebesar
1,6184
(mg
34
umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan ordo nol sebagai berikut:
Pendugaan umur simpan
= 75,31 hari
Berdasarkan pengukuran bilangan TBA, maka produk mi sagu memiliki
perkiraan umur simpan selama 75,31
35
berasal dari bahan baku penyusun produk. Proses oksidasi terjadi karena kontak
antara oksigen dengan lemak yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas mempermudah proses oksidasi yang akan menghasilkan
senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat menyebabkan bau tengik.
Djarkasi dkk. (2008) juga menambahkan bahwa reaksi oksidasi menghasilkan
indikator tingkat kerusakan oksidatif. Aldehid terdekomposisi menjadi senyawa
yang lebih sederhana seperti malonaldehid. Semakin tinggi bilangan TBA maka
tingkat oksidasi minyak semakin tinggi dan meningkatnya aroma
tengik. Raharjo (2004) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada produk
yang bercampur dengan komponen lemak dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan ketengikan hidrolitik. Dalam reaksi hidrolisis trigliserida pada
daging atau ikan akan terhidrolisis menjadi digliserida, monogliserida dan asam
lemak bebas. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap yang dapat
mengikat oksigen membentuk peroksida. Peroksida merupakan bahan kimia yang
dapat mempercepat proses oksidasi.
Selain itu kemasan juga ikut mempengaruhi umur simpan produk.
Menurut Sanjaya (2007), struktur molekul bahan kemasan Alumunium foil dan
Metalized (Co-PP/ Me) lebih rapat dibandingkan dengan bahan kemasan lain,
sehingga akan memperlambat proses masuknya uap air dan oksigen melalui poripori bahan kemasan. Kerapatan struktur molekul bahan kemasan akan
menyebabkan tingkat laju transmisi uap air bahan kemasan Alumunium foil dan
Metalized (Co-PP/ Me) akan rendah. Bahan tersebut merupakan bahan kemasan
mi instan komersil, berbeda dengan kemasan mi instan sagu yang menggunakan
LDPE (Low Density Polyethylene).
36
Menurut Azriani (2006), polypropylene (PP) memiliki permebealitas yang
lebih kecil dari LDPE yaitu 3,2 ml /cm2hari atm pada 100C dan LDPE yaitu 6,7
ml /cm2hari atm pada 100C, sehingga PP memiliki ketahanan yang lebih baik
terhadap oksigen dibandingkan LDPE. Faktor yang mempengaruhi konstanta
permeabilitas pada kemasan plastik antara lain adalah jenis permeabilitas, ada
tidaknya ikatan silang (cross linking), suhu, bahan tambahan elastis (plasticer),
jenis polimer film, sifat dan besar molekul gas serta kelarutan bahan (Herawati,
2008). Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk
yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah
produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).
Salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriorasi yaitu
dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari
produk atau memperpanjang umur simpan. Tingkat deteriorasi produk
dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001). Reaksi deteriorasi dapat
disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik yang akan memicu reaksi didalam
produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan
uap air atau gas dari sekelilingnya. Perubahan flavor merupakan masalah yang
sensitif di dalam produk pangan, salah satu yang umum adalah terjadinya
ketengikan akibat hidrolisis dan oksidasi lemak yang menyebabkan terbentuknya
komponen volatil yang menimbulkan off flavor.
Penggunaan panelis terlatih juga diperlukan dalam memberikan penilaian
terhadap atribut sensori produk karena penilaian tersebut akan digunakan dalam
penentuan umur simpan sehingga diharapkan hasil penilaian dari para panelis
37
dapat menggambarkan kondisi produk sebenarnya. Selain itu, evaluasi sensori ini
juga diperlukan terutama untuk mendukung keseluruhan riset sehingga diperoleh
data berdasarkan parameter subjektif yang dapat digunakan untuk mendukung
pengukuran berdasarkan parameter objektif.
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan uji sensori terhadap
tingkat ketengikan produk mi sagu instan memiliki umur simpan selama 50,78
hari pada suhu penyimpanan 270C berdasarkan pendugaan umur simpan produk
menggunakan metode akselerasi.
5.2.
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, A. Sadikin, Y.T., dan Winarno, F.G. 1997. Pengaruh
lama penggorengan dan penggunaan adsorben
terhadap mutu minyak goreng bekas penggorengan
tahu-tempe. Buletin Teknol. dan Industri Pangan. 8 (1) :
40-45.
Anonim. 2008. Kandungan serat dan gizi pada roti unggul, mi dan nasi.
http://www.gizi.net/egi-bin/berita/fullnews.egi?newsid. Diakses pada
tanggal 25 November 2011.
_______. 2009. Pengembangan tanaman sagu di kabupaten Bengkalis Riau.
http:// Perkebunan.Iitbang.Deptan.Go.id?/P=teknologi.412. Diakses
tanggal 3 Februari 2013.
_______. 1995. Mutu pati sagu. SNI 01-3729 - 1995. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
_______. 2000.Mie instan. SNI 01-3551 - 2000. Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni luh Puspitasari, Sedarnawati,
dan Slamet Budiyanto. 1989. Analisis pangan. IPB Press,
Bogor.
Arpah, M. 2007. Penentuan kadaluarsa produk pangan. Program Studi Ilmu
Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
_______. 2001. Buku dan monograf penentuan kadaluarsa produk
pangan.Program Studi Ilmu Pangan Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Arpah M, Syarief R. 2000. Evaluasi model-model pendugan
umur simpan pangan dari difusi hukum fick
undireksional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan.
Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.
39
Ashwini A, Jyotsna R, Indriani D. 2009. Effect of hydrocolloids and emulsifier
on the rheological, microstructural and quality characteristic of
eggless cake. Food Hydrocolloids 23:700-707.
Azriani, Y. 2006. Pengaruh jenis kemasan plastik dan kondisi pengemasan
terhadap kualitas mi sagu selama penyimpanan. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak
dipublikasikan).
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung
(corn Ggluten meal) dalam pembuatan mi jagung instan. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djarkasi, S., S, Raharjo., Z, Noor dan S. Sudarmadji. 2008. Stabilitas oksidatif
minyak biji kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare) selama
penyimpanan pada suhu 30 dan 40 0C. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan, Vol 19 No. 2, Hal : 113-120
Fitriani, D. 2004. Kajian pengembangan produk mikrostruktur dan
analisis daya simpan mi jagung instan. Tesis. Program Pascasarjana.
Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Flach, M. 1983. The sago palm. Di dalam: Ramadhan, K. 2009. Aplikasi Pati
Sagu Termodifikasi Heat Moisture Treatment untuk Pembuatan
Bihun Instan. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Flach, M. 1996. Sago palm. International Plant Genetic Resources Institute
(IPGRI). Promoting the conservation and use underutilied and neglected
crops. 13. IPGRI, Italy and IPK Germany.
Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged
foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G.
Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London.
Gelman, A., R. Pasteur, and M. Rave. 1990. Quality change and storage life of
cammon carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J.
Sci. Food Agric. 52: 231 241.
Haliza dan Iriani. 2006. Teknologi pengolahan untuk penganekaragaman
konsumsi pangan. Jurnal BB-Pascapanen Pertanian. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. VII, 222 hal
24.
Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kadaluarsa dengan
metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan pendugaan waktu
kadaluarsa (Self Life). Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
40
Haryadi, Y., Nur W., dan Dias I. 2006. Penuntun praktikum teknologi
penyimpanan pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pengan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryanto, B. dan Pangloli. 1992. Potensi dan pemanfaatan sagu. Kanisius.
Yogyakarta.
Hengky, N. dan A. Lay. 2003. Teknologi pengembangan sagu. Balai Penelitian
Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Menado. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian
Departemen
Pertanian.
http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 14 Desember 2011.
Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk
pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa
Tengah.
Hutasoit, N. 2009. Penenentuan umur simpan fish snack (produk ekstruksi)
menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis
dan metode konvensional. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).
Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan
kajian preferensi konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kanro, M. Z., Rouw, A., Widjono, A., Syamsudin., Amisnaipa., dan Atekan. 2003.
Tanaman sagu dan pemanfaatannya di provinsi Papua. Jurnal litbang
pertanian 22 (3), Jayapura.
Kim, S.K. 1999. Instant noodles. Didalam : Kruger, J.E., R.B. Matsuo, dan J.W.
Dick (Eds.). Pasta and Noodle Technology. American Association of
Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. USA. Pp. 195-208.
Koswara, S. 2004. Evaluasi sensori dalam pendugaan umur simpan produk
pangan. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self Life). Bogor,
12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program komputer sebagai
penentuan umur simpan produk pangan: metode
Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Shelf Life)
produk pangan. Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi
Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
alat bantu
Arrhenius.
bahan dan
Pangan dan
41
Labuza, T.P. 1982. Shelf life dating of foods. Food and nutrition press Inc.,
Westport, Conneticut.
Munarso, S.J. dan B. Haryanto,2010. Perkembangan teknologi pengolahan mie.
Pusat Pengujian Dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT, Jakarta.
http:// www. bppt. Com. Di akses pada tanggal 30 Desember 2011).
Purwani, E.Y. dan N. Harimurti. 2005. Laporan penelitian dan pengembangan
teknologi pengolahan mi sagu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Purwani, E.Y., Widaningrum, R. Thahir and Muslich. 2006. Effect of heat
moisture of sago starch on its noodle quality. Indonesian Journal of
Agricultural Science. 7(1):8-14.
Purwanti. Y. 2005. Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisiI
financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Rahmiyati. 2006. Substitusi tepung terigu dengan tepung sagu dalam
pembuatan mi kering. Skripsi (tidak dipublikasikan)Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.
Ritantiyah, L. 2010. Quality Control Mie Instan. Laporan Magang Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Robertson, L. G. 1993. Food packaging (Principles and
Practice). Mossey University. New York. USA
Sajilata, M.G., R.S. Singhal dan P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch - a review.
J. food Science and Food Safety, 6, 1-17.
Sanjaya,Y. 2007. Pengaruh lama perputaran spinner dalam pembuatan
keripik salak(salacca edulis Reinw) terhadap pendugaan umur
simpan dengan kemasan plastic oriented polypropylene (OPP),
metalized (Co-PP/Me) dan alumunium foil. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiawan, H. A. 2005. Penentuan umur simpan produk
biskuit marie dengan
metode Accelerated Shelf
Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis sensori untuk
industri pangan dan agro. IPB Press. Bogor.
42
Sholehuddin ZF. 2005. Penentuan umur simpan mi instan jagung dan snack
mi jagung dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar
air kristis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Sugiyono, Sarwo E. Wibowo, S. Koswara, S. Herodian, S.Widowati, dan B. A. S.
Santosa. 2010. Pengembangan produk mi instan dari tepung hotong
(Setaria italica beauv.) dan pendugaan umur simpannya dengan
metode akselerasi. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol 21 No. 1,
2011, Hal 45-50.
Suhendro EL, Kunetz FC, McDonough CM, Rooney LW, Waniska RD.
2000. Cooking characteristic and quality of noodles from food
sorghum. Cereal Chem. 77:96-100.
Suriani, A.I. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan
berulang terhadap karakteristik sifat fisik dan fungsional pati Garut
(Marantha arundinacea) termodifikasi. Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989. Teknologi pengemasan pangan.
Pusat Antar-Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wibowo, S. E. 2008. Pembuatan mi instan dari buru hotong (Setearia italica
(L) Beauv.) dan pendugaan umur simpan mi instan dengan metode
akselerasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor (Tidak dipublikasikan).
43
Pembuatan adonan
Pendinginan lembaran
Penipisan lembaran-lembaran
Pencetakan mi
44
Mi instan pati sagu
Mi sagu instan
Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu penyimpanan pada masing-masing suhu
Penetapan ordo reaksi (ordo 0 atau ordo 1) melalui kurva dengan nilai R2 tertinggi
45
Nama
: ...
Tanggal
: ...
Jenis contoh
Intruksi
: Mi Sagu Instan
: Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda () pada
pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda
Penilaian
Ketengikan sangat kuat
Ketengikan kuat
Ketengikan lemah
Ketengikan sangat
lemah
Tidak tengik
1. Aroma
Skor
1
2
3
4
5
571
869
121
Sampel
735 125 631
814
212
483
46