Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENERAPAN HACCP PADA PRODUK BUAH KALENG

Disusun oleh:
Eha Maleha 240210130034
Dheya Desita 240210130053
Rosalina Ilmi Amalia 240210130057

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JATINANGOR
2016
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai kebutuhan dasar manusia makanan yang kita konsumsi hendaknya
bersih dan memiliki kandungan gizi yang lengkap. Perkembangan industri pangan
yang memberikan perubahan baik secara kualitatif atau kuantitatif pada makanan
menyebabkan perkembangan bahan makanan maju pesat, baik itu untuk pengawet,
perasa, tekstur/warna dari makanan. Konsumen membutuhkan makanan yang segar,
murah dan mudah disajikan sebagai tuntutan zaman yang makin praktis.
Tuntutan kepentingan ekonomi dan semakin kompleksnya permasalahan
pangan diikuti dengan pertumbuhan bahan-bahan kimia sebagai pengawet. Menurut
hasil penelitian terdapat 2.500 variasi kimia, bahan-bahan tambahan tersebut dapat
mempengaruhi kualitas bahan makanan, penambahan bahan tambahan tersebut dapat
memperpanjang waktu kadaluarsa bahan pangan, meningkatkan aroma dan
penampilan bahan pangan. Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari,
bahkan berbulan-bulan dan sangat menguntungkan produsen.
Pengalengan adalah cara pengolahan makanan untuk memperluas kehidupan.
Idenya adalah untuk membuat makanan yang tersedia dan bisa dimakan lama setelah
waktu pemrosesan. Meskipun makanan kalengan sering diasumsikan rendah nilai
gizi (akibat proses pemanasan), beberapa kaleng makanan yang bergizi unggul-
dalam beberapa cara-bentuk alami mereka. Salah satu contoh dari produk
pengawetan tersebut adalah buah kaleng.
Penggunaan yang luas menjadikan produk buah kaleng harus memiliki
kualitas yang harus terkendali demi menghasilkan produk-produk yang berkualitas.
Industry buah kaleng sangat berperan untuk mengendalikan kualitas produk buah
kaleng. Salah satu cara untuk mengendalikan kualitas produksi buah kaleng adalah
dengan menerapkannya HACCP dalam proses produksinya.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol
dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi
titiktitik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan
salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan
pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat
memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena
itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena
adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi
sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing
kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya
kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan
pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan
konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi
dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan
HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan
yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard
Sanitation Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan
penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk
makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan
konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan
pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang
bersifat preventif, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menganalisis bahaya yang dapat terjadi pada produksi buah kaleng
2. Mengetahui cara penentuan titik kritis pada proses pembuatan buah kaleng
3. Mengetahui cara penanggulangan bahaya dari CCP produksi buah kaleng
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Kaleng
Kaleng adalah salah satu jenis kemasan makanan yang sudah dikenal sejak
perang dunia kedua. Pada abad ke 19, kaleng digunakan untuk mengemas bahan
makanan agar tetap segar untuk tentara perang pada masa perang. Pada tahun 1908,
Nicholas Appert seseorang yang berkebangsaan Perancis memperkenalkan cara
menyimpan makanan dalam botol kaca, lalu botol kaca tersebut disumbat longgar
dengan gabus, kemudian direbus kembali sampai mendidih. Sesudah udara dalam
botol tersebut keluar lalu disumbat lagi dengan kayu gabus sampai rapat dan kencang.
Inilah bentuk paling tua dari kemasan kaleng yang kita kenal. Kelebihan dari
kemasan kaleng ini adalah dapat dilakukan proses sterilisasi dengan suhu tinggi
selama 20-40 menit sehingga makanan didalam nya menjadi steril, tidak mudah rusak
dan awet (Anonima , 2008).
Mengemas makanan dalam kaleng merupakan salah satu teknologi
pengawetan makanan dengan cara sterilisasi dengan suhu tinggi. Saat ini makanan
dalam kemasan kaleng semakin populer akibat mobilitas masyarakat yang sangat
tinggi, sehingga mengkonsumsi produk makanan kaleng dapat menghemat waktu.
Kerusakan utama yang terjadi pada bahan makanan yang dikemas dalam kaleng
adalah kerusakan yang diakibatkan oleh mikroba yang menyebabkan makanan
menjadi berbau busuk, asam dan bahkan beracun. (Shaffiyah, 2008)
Menurut Winarno (1995), kerusakan makanan kaleng dibagi menjadi 4 bagian
yaitu:
1. Flat Sour Apabila permukaan kaleng tetap datar dan tidak mengalami
kerusakan apapun, tetapi produk di dalam kaleng tersebut sudah rusak dan
berbau asam.
2. Flipper Apabila dilihat sekilas, bentuk kaleng terlihat normal tanpa kerusakan.
Tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, maka ujung yang lainnya akan
terlihat cembung.
3. Springer Apabila salah satu ujung kaleng tampak rata dan normal, sedangkan
ujung yang lain tampak cembung permanen.
4. Swell (cembung) Apabila kedua ujung kaleng sudah terlihat cembung akibat
adanya bakteri pembentuk gas. Swell (cembung) dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu soft swell dan hard swell. Soft swlel yaitu kedua ujung kaleng
yang sudah cembung tetapi belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan
sedikit ke dalam. Sedangkan hard swell yaitu kedua ujung permukaan kaleng
sudah cembung dan begitu keras sehingga tidak bisa lagi ditekan ke dalam
(Shaffiyah, 2008).
2.2 Buah Kaleng
Buah Kaleng adalah buah yang diawetkan dalam kaleng itu sendiri dengan
tujuan untuk memperpanjang umur simpan ketika sebelum dikonsumsi. Koktail
buah atau koktil adalah makanan yang dibuat dari potongan buah dan sirup, dan
disajikan dingin. Walaupun namanya mirip dengan minuman beralkohol yang disebut
"koktail", koktail buah sama sekali tidak dicampur atau mengandung alkohol.
Menurut Standar Nasional Indonesia untuk buah-buahan dalam kaleng,
koktail buah dalam kaleng dibuat dari campuran tiga jenis buah atau lebih. Koktail
buah dalam kaleng dibagi menjadi koktail buah subtropis (persik, pir, nenas, anggur,
ceri) dan koktail buah tropis (papaya atau nenas)

Tabel 1. Syarat Mutu Buah Kaleng (Koktail)


Sumber : BSN, 2004

2.3 Konsep HACCP Industri Pangan


Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) terdiri dari
12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah
penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagi berikut:

Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan


menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan
Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu
Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang penerapannya masih bersifat sukarela ini
telah digunakan pula oleh Departemen Pertanian RI dalam menyusun Pedoman
Umun Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman
Mutu Nomor 5.
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP
adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri
yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya
terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu
yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan,
misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya
sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian
tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat
diperoleh dari luar.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian
dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang
dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk,
komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta
keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan
Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Identifikasi Penggunaan yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang
mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus
didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari
orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi,
kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus
dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya
produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram
alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu
saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-
produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi,
maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting. Diagram alir proses disusun
dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir
proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan
kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya
yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk
menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses
tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna,
maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan
diverifikasi harus didokumentasikan.
Menurut winarno, 2004 HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan
untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan tindakan pencegahan yang perlu
dilakukan untuk pengendaliannya. Sistem ini terdiri dari tujuh prinsip sebagai
berikut:
Prinsip 1 : Analisis Bahaya
Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP
melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-
cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat
penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap
tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga
tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah
untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam
suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.
Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya,
penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan
kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu
dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingridient yang digunakan
dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta
deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok
konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain
sebagainya. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya
masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk
pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia.
Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke dalam enam kategori
bahaya, yaitu bahaya A sampai F .
Tabel 2. Jenis-Jenis Bahaya
Jenis Bahaya Contoh
Biologi Sel Vegetatif : Salmonella sp, Escherichia
coli Kapang : Aspergillus, Penicillium,
Fusarium Virus : Hepatitis A Parasit :
Cryptosporodium sp Spora bakteri :
Clostridium botulinum, Bacillus cereus
Kimia Toksin mikroba, bahan tambahan yang
tidak diizinkan, residu pestisida, logam
berat, bahan allergen
Fisik Pecahan kaca, potongan kaleng, ranting
kayu, batu atau kerikil, rambut, kuku,
perhiasan

Tabel 3. Karakteristik Bahaya


Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya
Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril
dan dibuat untuk konsumsi kelompok
beresiko (lansia, bayi,
immunocompromised)
Bahaya B Produk mengandung ingridient sensitif
terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik
Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan
yang terkendali yang secara efektif
membunuh mikroba berbahaya atau
menghilangkan bahaya kimia atau fisik
Bahaya D Produk mungkin mengalami
rekontaminasi setelah pengolahan
sebelum pengemasan
Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan
penanganan selama distribusi atau oleh
konsumen yang menyebabkan produk
berbahaya
Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah
pengemasan atau di tangan kosumen atau
tidak ada pemanasan akhir atau tahap
pemusnahan mikroba setelah
pengemasan sebelum memasuki pabrik
(untuk bahan baku) atau tidak ada cara
apapun bagi konsumen untuk
mendeteksi, menghilangkan atau
menghancurkan bahaya kimia atau fisik

Tindakan pencegahan (preventive measure) adalah kegiatan yang dapat


menghilangkan bahaya atau menurunkan bahaya sampai ke batas aman. Beberapa
bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar
pendukung sistem HACCP seperti GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP
(Sanitation Standard Operational Procedure), SOP (Standard Operational Procedure),
dan sistem pendukung lainnya. Untuk menentukan resiko atau peluang tentang
terjadinya suatu bahaya, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari
beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan
kategori resiko I sampai VI (Tabel 3). Selain itu, bahaya yang ada dapat juga
dikelompokkan berdasarkan signifikansinya (Tabel 4). Signifikansi bahaya dapat
diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya (reasonably likely
to occur) dan keparahan (severity) suatu bahaya.
Tabel 4. Penetapan Kategori Resiko
Karakteristik Bahaya Kategori Resiko Jenis Bahaya
0 0 Tidak mengandung bahaya A
sampai F
(+) I Mengandung satu bahaya B
sampai F
(++) II Mengandung dua bahaya B
sampai F
(+++) III Mengandung tiga bahaya B
sampai F
(++++) IV Mengandung empat bahaya
B sampai F
(+++++) V Mengandung lima bahaya B
sampai F
A+ (katagori khusus VI Kategori resiko paling tinggi
dengan atau tanpa bahaya (semua produk yang
B-F mempunyai bahaya A)

Tabel 5. Signifikan Bahaya


Tingkat Keparahan (Severity)
L M H

Peluang Terjadi l L1 M1 H1
(Reasonably likely to occur) m Lm Mm Hm*
h Lh Mh* Hh*

 Umumnya dianggap signifikan dan akan diteruskan/dipertimbangkan dalam


penetapan CCP
 Keterangan : L=l= low, M=m= medium, H=h=hig

Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya
keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan
pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki
resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point.
Prinsip 2 : Penetapan Critical Control Point (CCP)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik,
langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan
bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan
sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah
diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu
atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-
masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan
diuji dengan menggunakan CCP decision tree (Gambar 2,3,4) untuk
menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai
bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat
juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan
baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk
mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP
secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya
fisik dan mikrobiologi.
Prinsip 3 :Penetapan Critical Limit (CL)

Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang
harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan
untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman.
Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan "yang
ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan
baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya
memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus
dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang
mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya. Untuk
menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP
mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan
untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat
digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH,
kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan
sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk
mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran
tersebut.

Prinsip 4 : Penetapan Prosedur Pemantauan Untuk Setiap CCP

Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan


pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses
mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut
menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel
yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan
berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat
berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist
atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu
datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan
mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja
yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.

Prinsip 5 : Penetapan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan


terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika
terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk
pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan
koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua
penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak
dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat
dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain
mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan
pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah
diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif.

Prinsip 6 : Verifikasi Program HACCP

Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk


menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana
HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa
kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas
pelaksanaan HACCP dapat dijamin. 15 Beberapa kegiatan verifikasi
misalnya:

a) Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat


b) Pemeriksaan kembali rencana HACCP
c) Pemeriksaan catatan CCP
d) Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi
visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak
terkendalikan
e) Pengambilan contoh secara acak
f) Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan
kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari
rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.

Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk


menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan.
Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai
keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk
tersebut.

Prinsip 7 : Perekaman Data (Dokumentasi)

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis


seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa
ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi
mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan
CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan
tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit
eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.

III. PENERAPAN HACCP PADA INDUSTRI BUAH KALENG (COCKTAIL)


3.1. Proses Produksi Cocktail
Proses produksi cocktail dalam industri diawali dengan penerimaan bahan,
lalu dilanjutkan dengan:

Pencucian buah

Sortasi dan Grading

Pengupasan

Cutting

Blansing

Filling

Exhausting

Sealing

Sterilisasi

Pendinginan

Penyimpanan

Sumber: Smith (1997)

Menurut Luh (1975), tahapan proses pengalengan buah mula-mula dilakukan


penyiapan bahan baku. Penyiapan bahan baku terdiri dari:
a Pembersihan (Washing) / Pencucian
Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan
baku. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin pada buah,
selain itu pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan
dengan air.
b Pemilihan (Sortasi/Grading)
Proses pemilihan dilakukan dengan memilih bahan yang sesuai dengan
standar kematangan buah. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan
ukuran/diameter, berat jenis atau warna.
c Pengupasan
Tujuan dari pengupasan dalam pembuatan buah kaleng yaitu membuang
bagian-bagian yang tidak layak untuk dikonsumsi seperti kulit dan batang. Pada
pengalengan buah, pengupasan menggunakan alat mekanis, sehingga daging buah
terpisah dari kulitnya, setelah itu, daging buah yang sudah dikupas kemudian akan
diblanching.
d Blanching
Dalam pengalengan, blanching diartikan sebagai pemasukan buah ke dalam
air mendidih atau mengukus dalam air mendidih yang berlebih selama periode waktu
tertentu diikuti dengan mencelupkannya ke dalam air dingin untuk menghentikan
pemasakan. Blanching akan merusak enzim yang mengakibatkan perubahan warna,
flavor dan tekstur. Blanching bertujuan menghilangkan udara dari makanan sehingga
membuatnya lunak dan lebih mudah ditangani.
Setelah dilakukan penyipan bahan baku selanjutnya dilakukan proses
pengalengan buah. Menurut Larousse (1997), proses pengalengan buah terdiri dari:
e Pengisian (Filing)
Pengisian bahan ke dalam wadah (kaleng) harus dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah. Pengisian bahan jangan
terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah (head space).
Volume head space tidak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Head space ditujukan
agar pada waktu proses sterilisasi masih terdapat tempat untuk pengembangan isi.
Pengisian bahan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin. Besar head space dalam
wadah sangat penting, apabila head space terlalu kecil maka akan sangat berbahaya,
karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi selama pengolahan dan
apabila head space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas menurun, dengan
demikian waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila head space terlalu besar,
maka udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih banyak, sehingga dapat
menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang dikalengkan.
f Exhausting
Tujuan dari exhausting adalah menghilangkan udara sehingga tekanan di
dalam kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan lebih rendah daripada tekanan
atmosfer. Kondisi vakum menjaga tutup kaleng tertutup sehingga mengurangi tingkat
oksigen dalam head space. Hal ini juga akan memperpanjang umur simpan dari
produk makanan dan mencegah penggembungan kaleng pada daerah yang tinggi.
Pengurangan jumlah udara bertujuan mengurangi oksigen dan kesempatan oksidasi
dari bahan.
Vakum di dalam kaleng dihasilkan dari penggunaan panas atau dengan cara
mekanis. Vakum dalam kaleng dapat dihasilkan dari pemanasan kaleng menggunakan
steam pada suhu 80-90°C selama 5-7 menit, diikuti dengan sealing kaleng panas.
Alternatif lain adalah dengan mechanical high vacum seamer pada suhu kamar.
Terkadang sebelum pengisian kaleng, udara dalam head space dihilangkan dengan
steam, yang terkondensasi setelah proses dan dengan cara demikian menyebabkan
kondisi vakum. Tingkat vakum dalam proses pendinginan kaleng tergantung dari
ukuran kaleng dan jenis produk.
g Penutupan Wadah (Sealing)
Tujuan penutupan wadah (Sealing) adalah memasang tutup dari wadah
sedemikian rupa, sehingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi
ke dalamnya setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat
khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab apabila penutupan kaleng dilakukan
dengan tidak sempurna, maka kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah
ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan
perhitungan, setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu dibersihkan, jika ada sisa-
sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian dilakukan dengan
air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan H 2PO4 dengan konsentrasi
1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali
h Sterilisasi (Pemanasan)
Sterilisasi pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya
pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-
faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat pemasakan
(over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121°C selama 20 –
40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Pada umumnya suhu sterilisasi yang
biasa dilakukan untuk buah-buahan pada suhu 100°C.
i Pendinginan
Pendinginan dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu mencegah lewat
pemasakan (over cooking) dari bahan pangan dan mencegah tumbuhnya spora-spora
dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati. Pendinginan dilakukan
menggunakan air dingin pada wadah yang sudah disterilisasi hingga suhu mencapai
35 – 40°C. Pendinginan dapat dilakukan pada dalam autoklaf sebelum autoklaf
dibuka, ataupun diluar autoklaf dengan jalan menyemprotkan air dingin (air
pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih dahulu).
j Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah
kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan. Suhu
penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah
15°C. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi kaleng,
perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Penyimpanan yang baik
adalah penyimpanan yang dilakukan pada suhu rendah, RH rendah, serta terdapat
ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik.
3.2. Analisis Hazard dan Pengidentifikasian Tindakan Preventif/Pencegahan
Analisis bahaya dan pengidentifikasian tindakan preventif yang dilakukan
harus meliputi tiga unsur, yaitu unsur biologis, kimiawi, dan fisik yang dapat
menyebabkan bahan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
a. Analisis Bahaya
Dari hasil analisis bahaya yang dilakukan, didapatkan beberapa bahaya yang
mungkin terjadi. Bahaya-bahaya tersebut adalah:
1. Cleaning (pencucian)
Pada tahapan pencucian, bahaya yang mungkin terjadi adalah berasal dari air
yang digunakan untuk proses pencucian. Air yang digunakan dikhawatirkan
mengandung jumah mikroba yang banyak. Selain itu, sisa pestisida dan debu juga
dapat menjadi bahaya. Berdasarkan hal tersebut, bahaya yang ditimbulkan oleh
mikroorganisme dan kimia ialah bahaya signifikan dan perlu penanganan khusus.
2. Pengupasan
Pada tahapan pengupasan, bahaya yang mungkin terjadi adalah berasal dari
sisa-sisa bagian dari buah yang dikhawatirkan tersisa pada proses pengupasan ini.
Berdasarkan hal tersebut, bahaya yang ditimbulkan oleh sisa kulit atau apapun saat
proses pengupasan merupakan bahaya fisik yang signifikan dan perlu penanganan
khusus..
3. Blansing
Pada tahapan ini terjadi proses pemanasan dengan tempo waktu yang singkat.
Proses ini dapat membunuh mikroorganisme, namun jumlah mikroorganisme yang
dibunuh tidak begitu banyak karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi.
Sehingga perlu dikaji lebih lanjut apakah tahapan ini CCP atau bukan.
4. Sealling
Pada tahapan ini terjadi proses penutupan kaleng yang telah diisi buah. Pada
proses penutupan ini terdapat kemungkinan bahaya berasal dari kebocoran yang dapat
merusak produk. Berdasarkan hal tersebut, bahaya yang ditimbulkan oleh kebocoran
kaleng ialah bahaya signifikan dan perlu penanganan khusus.

5. Sterilisasi
Pada tahapan ini merupakan tahapan yang paling kritis, dimana pada saat ini
segala jenis hazard harus dapat tertangani sehingga tahapan ini merupakan tahapan
CCP (Critical Control Point). Proses sterilisasi yang dilakukan adalah menggunakan
suhu lebih dari 100OC dengan waktu ± 20 menit.
6. Penyimpanan
Tahapan ini dilakukan untuk menyimpan hasil produksi. Pada penyimpanan
diperlukan kondisi yang tepat untuk menjaga agar kualitas bahan tetap terjaga. Dan
pada tahap ini dilakukan penanganan agar kaleng tidak penyok

b. Pengidentifikasian Tindakan Pencegahan


Tindakan pencegahan dilakukan untuk menghilangkan/mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya yang dapat membuat produk pangan menjadi tidak aman untuk
dikonsumsi. Tindakan-tindakan pencegahan tersebut antara lain:
1. Melakukan pengecekan kinerja mesin apakah ada kerusakan dan perlu perbaikan
atau tidak.
2. Mengecek kembali formulasi dan melakukan penimbangan bahan tambahan
dengan benar.
3. Meneliti air yang digunakan dalam proses pencucian dan pemasakan dari buah
yang akan dikalengkan.
4. Menentukan total waktu dan besarnya suhu yang tepat untuk proses blansing.
5. Pengecekan berkala mengenai kondisi gudang agar tidak ada binatang yang dapat
membuat rusak produk.

3.3. Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP)


Titik kendali kritis (CCP) dapat ditetapkan dengan menggunakan pengetahuan
dari proses dan semua hazard yang berpotensi. Selain itu CCP juga dapat ditemukan
dengan mengikuti setiap pertanyaan-pertanyaan yang ada pada CCP decision tree.

a. Cleaning
Pada tahapan pencucian, bahaya yang mungkin terjadi adalah berasal dari air
yang digunakan untuk proses pencucian. Air yang digunakan dikhawatirkan
mengandung jumah mikroba yang banyak. Selain itu, sisa pestisida dan debu juga
dapat menjadi bahaya. Untuk memutuskan tahapan proses ini adalah CCP atau bukan
diputuskan dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap pembersihan masuk ke dalam
tahapan CCP.
b. Pengupasan
Pada tahapan pengupasan, bahaya yang mungkin terjadi adalah berasal dari
sisa-sisa bagian dari buah yang dikhawatirkan tersisa pada proses pengupasan ini.
Untuk memutuskan tahapan proses ini adalah CCP atau bukan diputuskan dengan
decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Tidak, namun proses ini
penting untuk menghilangkan bagian buah yang tidak digunakan)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Tidak)
 Apakah hazard dapat dikurangi dalam proses berikutnya? (Tidak)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap pengupasan tidak
masuk ke dalam tahapan CCP. Karena frekuensi terjadinya hazard pada proses
pengupasan ini sangan jarang terjadi, dan dengan rentan waktu yang lama juga.
Sehingga resiko yang terjadi sangat rendah.
c. Blansing
Pada tahapan ini terjadi proses pemanasan dengan tempo waktu yang singkat.
Proses ini dapat membunuh mikroorganisme, namun jumlah mikroorganisme yang
dibunuh tidak begitu banyak karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi. Untuk
memutuskan tahapan proses ini adalah CCP atau bukan diputuskan dengan decision
tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Tidak)
 Apakah hazard dapat dikurangi dalam proses berikutnya? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap blansing tidak masuk
ke dalam tahapan CCP. Karena dalam proses blansing hazard yang hilang tidak begitu
banyak.
d. Sealling
Pada tahapan ini terjadi proses penutupan kaleng yang telah diisi buah. Pada
proses penutupan ini terdapat kemungkinan bahaya berasal dari kebocoran yang dapat
merusak produk. Jika terdapat kebocoran pada proses ini akan mengakibatkan reaksi
oksidasi yang akan mengubah produk. Disamping itu adanya udara di dalam kaleng
dapat membuat mikrobiologi tumbuh. Untuk memutuskan tahapan proses ini adalah
CCP atau bukan diputuskan dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap sealling masuk ke
dalam tahapan CCP. Karena dalam proses sealling jika ada kebocoran produk akan
rusak.
e. Sterilisasi
Pada tahapan ini terjadi proses pemanasan untuk menghilangkan segala jenis
hazard khususnya hazard mikrobiologis. Suhu yang digunakan melebihi suhu titik
didih air, hal ini dikarenakan proses sterilisasi bertujuan untuk membunuh
mikrobiologis hingga ke sporanya. Untuk memutuskan tahapan proses ini adalah CCP
atau bukan diputuskan dengan decision tree.
 Apakah proses ini dapat menghilangkan hazard? (Ya, proses ini dapat
menghilangkan hazard)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya?
 Apakah proses ini dapat mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai level
yang dapat diterima? (Ya)
 Apakah bahaya dapat dikurangi dalam proses selanjutnya? (Tidak)
Dari pertanyaan yang diberikan, menyatakan jika tahap sterilisasi masuk ke
dalam tahapan CCP. Karena dalam proses sterilisasi merupakah tahapan paling utama
dalam proses pengalengan. Terdapat satu indikator yang membuat proses ini berhasil,
yaitu tidak ditemukannya koloni maupun spora dari bakteri Clostridium botulinum.
f. Penyimpanan
Analisis bahaya yang terjadi ialah tumbuhnya kapang dan beberapa
mikroorganisme lain. Hal tersebut jarang terjadi dan memiliki resiko yang tinggi
sehingga dikategotrikan sebagai bahaya signifikan signifikan dan perlu pengajian
kembali apakah tahapan ini merupakan CCP atau bukan dengan menggunakan
decision tree.
 Adakah tindakan pencegahan? (Ya, dengan mengatur kebersihan gudang,
menjaga suhu dan RH ruang penyimpanan)
 Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang dapat diterima? (Ya)
Berdasarkan decision tree tersebut diketahui bahwa tahapan peyimpanan
ialah CCP.
Batas kritis ditentukan untuk setiap faktor yang berhubungan dengan
keamanan pada CCP. Berikut ini adalah batas kritis untuk setiap produk jadi.

3.4. Penentuan Batas Kritis (Critical Limit)


Hazards : Pestisida, debu
CCP : Proses Cleaning
CL : Tidak ada debu dan pestisida yang menempel pada buah.

Hazards : Kontaminasi bahan kimia dan mikroorganisme


CCP : Proses blansing dan sterilisasi
CL : 1. Kadar cemaran logam timbal maks. 2,0 mg/kg, timbal maks. 2,0
mg/kg; Seng maks 40,0 mg/kg. Arsen 1,0 mg/kg.
2. Total bakteri (pembentuk spora) maks. 100 koloni/gr ; E-coli maks
< 3 AMP/g ; Clostridium perfingens dan Staphilococcus aureus:
Negatif (SNI, 2004)

3.5. Tindakan Koreksi/Perbaikan


Tindakan koreksi/perbaikan dilakukan untuk setiap penyimpangan yang
terjadi pada batas kritis. Berikut ini adalah tindakan perbaikan yang harus diambil
ketika terjadi penyimpangan pada batas kritis pada produk kaleng.
Hazard : Terdapat sisa pestisida dan debu pada buah
Tindakan koreksi : Reprocess dari tahap cleaning
Hazard : Terdapat cemaran logam dan mikroorganisme
Tindakan Koreksi : 1. Bahan baku diperiksa oleh pihak laboratorium/ quality
control
2. Bila tidak terkontaminasi/tidak melebihi batas toleransi,
maka proses selanjutnya dapat dilakukan
3. Jika kontaminasi melewati batas toleransi produk harus
dibuang.

Hazard : Terdapat mikroorganisme saat setelah sterilisasi


Tindakan koreksi : 1. Pengecekan suhu dan lama waktu pemanasan
2. Pengecekan oleh quality control Finish Good

Hazard : Perubahan tekstur buah kaleng saat penyimpanan


Tindakan koreksi : 1. Pengecekan RH dan suhu gudang
2. jika perubahan tekstur dapat di toleransi dilakukan
reprocess.
3. Jika perubahan tekstur melewati batas toleransi produk harus
dibuang.

3.6. Verifikasi/Pengujian
Untuk memastikan agar sistem HACCP berjalan efektif, ada beberapa hal
yang perlu dilakukan. Hal-hal tersebut adalah:
a Membuat jadwal untuk pengkalibrasian peralatan.
b Melakukan audit internal secara berkala dengan menggunakan sistem audit
checklist. Setelah itu, informasi yang tercatat di checklist akan melaporkan
kepada tim HACCP tentang seberapa jauh rencana HACCP diikuti.
c Menetapkan disiplin kerja dengan cara mengambil tindakan apabila terjadi
pelanggaran berkaitan dengan titik kendali kritis (CCP). Tindakan-tindakan yang
tersebut adalah:
Untuk karyawan yang tidak mencuci tangan, tidak menggunakan sarung
tangan, atau tidak mengenakan standar pakaian kerja yang diinstruksikan. Selain itu
juga apabila karyawan yang tidak membersihkan tempat bahan baku, dan apabila
karyawan bagian laboratorium yang tidak melakukan.

KESIMPULAN

1. Cleaning, sealing, sterilisasi dan penyimpanan termasuk kedalam CCP


2. Pengupasan, blansing termasuk ke dalam bukan CCP
3. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan setiap proses pengolahan berbeda
beda
4. HACCP penting untuk diteraapkan pada industri pangan untuk menjamin
keamanan pangan
DAFTAR PUSTAKA

Larousse, Jean. 1997. Food Canning Technology. Wiley-VHC, Inc. Canada.

Luh, Bor, S., Woodroof, J.G. 1975. Commercial Vegetable Processing. The Avi
Publishing Company, Inc. Connecticut.

Smith, Durward. S., Cash, Jerry. N., Nip, Wai-Kit., Hui, Y.H., 1997. Processing
Vegetables Science and Technology. Technomc Publishing Company, USA.

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 01-3834-2004 Koktil Buah dalam Kaleng.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai