Anda di halaman 1dari 22

TUGAS

12 Langkah Penyusunan HACCP Tape Singkong


(Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aplikasi HACCP)
Dosen Pengampu : Ni Nyoman Puspawati, S.TP., M.Si

Oleh :
Ega Amelinda
1411105069

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
Masalah yang sering ditemui di Indonesia adalah masalah tentang
keamanan pangan. Angka korban kesakitan dan kematian akibat makanan masih
cukup tinggi, diketahui kasus keracunan pangan di Indonesia mencapai 7347
kasus diantaranya 45 orang meninggal (BPOM, 2004).
Indonesia kaya akan berbagai pangan tradisional, termasuk pangan
tradisional berbahan dasar singkong. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
produksi singkong yang tinggi. Produksi singkong di Indonesia mencapai 20 juta
ton pertahun (BPS, 2008). Makanan tradisional yang menggunakan bahan baku
singkong di Indonesia terdapat sembilan puluh macam banyaknya. Salah satu
makanan tradisional Indonesia berbahan dasar singkong yang banyak digemari
masyarakat adalah tape singkong. Komponen kimia dan gizi daging singkong
sebagai bahan utama tape singkong dalam 100 g adalah sebagai berikut protein 1
g; kalori 154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g (Mahmud, dkk, 2009).
Singkong merupakan makanan olahan yang melalui proses fermentasi
dengan menggunakan ragi tape. Ragi tape sendiri berfungsi sebagai sumber
mikroba yang berperan dalam proses fermentasi dan sumber protein sel tunggal
sehingga tidak heran tape singkong mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang
asam manis dan memiliki aroma yang khas pula.
Tersedianya makanan sehat dapat diwujudkan dengan pelaksanaan higiene
dan sanitasi yang baik pada makanan. Analisa HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point) merupakan suatu metode yang dapat diimplementasikan dalam
mewujudkan pangan sehat. Sistem HACCP adalah suatu piranti untuk menilai
bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada
pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end
product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP
memuat peralihan penekanan dari pengujian produk akhir menjadi pengendalian
dan pencegahan aspek kritis produksi pangan. Sistem ini telah mendapat
pengakuan dunia internasional, penerapannya di dalam produksi makanan yang
aman telah diakui WHO sebagai metode yang efektif untuk mengendalikan
penyakit bawaan makanan atau foodborne disease.

Metode konvensional yang menitikberatkan pengujian pada kualitas


produk akhir pada makanan dianggap sudah tidak mampu lagi menjamin
keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari
produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh
bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia (SNI 01-4852-1998).
Sifat makanan tape singkong adalah mudah rusak jika perlakuan kurang
sesuai. Untuk itu dilakukan analisa HACCP pada proses produksi tape singkong
dalam rangka penyediaan makanan tradisional yang aman dan bergizi
Menurut SNI 01-4852-1998 tahapan-tahapan penerapan HACCP adalah :

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pembentukan Tim HACCP


Dalam Tim HACCP memerlukan beberapa anggota dengan keahlian
yang berbeda-beda dan berkompeten sehingga didapatkan hasil yang sesuai.
Pembentukan tim HACCP ini melibatkan semua komponen dalam suatu
industri asalkan anggota tersebut memiliki keahlian didalam bidang tertentu
misalnya ahli kimia, ahli mikrobiologi dan juga pernah mengikuti pelatihan
tentang penerapan HACCP sebelumnya. Dalam suatu tim HACCP dapat
terdiri hingga 5 anggota banyaknya.
Kedudukan
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota

Jabatan
Manajer Produksi
Asisten Manajer Produksi
Departemen Produksi
a. Departemen purchasing
b. Departemen

Quality

Control

dan

Quality

Assurance
c. Departemen personalia
d. Departemen marketing
2.2

Deskripsi Produk Pangan

Produk yang dihasilkan berupa tape singkong. Berikut deskripsi


produk tape singkong pada industri X secara lengkap dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Tabel Deskripsi Produk
Kriteria

N
o

Keterangan

1.

Nama Produk

Tape Singkong

2.

Nama Merek dagang

Tape singkong merek X

3.

Komposisi

Singkong
Ragi

4.

Cara Pengemasan

Kotak anyaman bambu


(besek)
Alas daun pisang

5.

Konsumen

Seluruh Lapisan
Masyarakat

2.3

Identifikasi Penggunaan Produk


Tape singkong merupakan produk makanan tradisional yang
berbahan dasar singkong yang dalam proses pembuatannya melewati
proses fermentasi dengan bantuan oleh ragi tape. Tape singkong memiliki
karakteristik tekstur yang sedikit lunak, rasa asam manis, dan memiliki
aroma yang sangat khas tape. Karena mengalami proses fermentasi dan
prosesnya masih tergolong tradisional maka dalam pembuatannya
memakan waktu yang cukup lama yaitu 2-3 hari.
Tape

sendiri

mempunyai

keunggulan

yaitu

meningkatkan

kandungan Vitamin B1, tape juga memiliki kemampuan untuk mengikat


dan mengeluarkan aflatoksin pada tubuh, dan konsumsi tape juga dapat
mencegah terjadinya anemia. Oleh karena itu dapat dikatakan tape
singkong memiliki banyak manfaat
2.4

Penyusunan Diagram Alir


Tape singkong merupakan makanan tradisional yang terbuat dari
singkong yang mengalami proses peragian. Berikut ini adalah diagram alur
proses produksi tape singkong :

Pemilihan bahan singkong

Pengupasan singkong hingga bersih


Pemotongan singkong
Pencucian singkong yg telah dipotong - potong
Dilakukan perendaman dlm air selama 1 2 jam
pengukukusan

Pemberian Ragi
Persiapan pemeraman
Persiapan keranjang bambu
pemeraman
Pemberian alas daun pisang pada keranjang bambu
Peletakan bahan makanan ke dalam keranjang
Penutupan dengan daun pisang
Pemeraman ( 3 hari 3 malam)
Pengemasan dalam keranjang bambu/ besek
Pendistribusian
Gambar 1. Diagram alur proses pembuatan tape singkong

2.5

Verifikasi Diagram Alir


Setelah menyusun diagram alir pembuatan produk, kemudian
dilakukan verifikasi diagram alir untuk mengetahui apakah diagram alir
yang telah dibuat sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan. Verifikasi
diagram alir ini dilakukan minimal setahun sekali atau juga bisa dilakukan
ketika ada pergantian sistem yang melibatkan suatu proses yang berkaitan
dengan produksi tape singkong ini.

2.6

Analisis Bahaya
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada
tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktut dan distribusi hingga
sampai pada titik konsumen saat dikonsumsi.
Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi
program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya
mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima,
sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.

Berikut merupakan kriteria bahaya yang telah dikelompokkan :

Pada proses pembuatan tape singkong analisa bahaya dilakukan pada 3 tahap
yaitu pemilihan bahan, proses pembuatan dan pengemasan. Analisa bahaya pada
proses pembuatan tape singkong secara berurutan dapat dilihat pada tabel berikut :

Sumber bahaya
Tahapan
Proses
Pemilihan
Bahan
singkong

Bahaya

Justifikasi
-

Fisik (F)

Singkong
yang
busukdan
berjamur

Risiko
sedang

Pencegahan

sortasi

Pengupasan

Pemotongan
singkong

Pencucian
singkong

Fisik (F)

Fisik, Bakteri
(F,B)
(alat
pemotongan)

Kontaminasi
silang dari
alat pemotong

Risiko
sedang

kontaminasi
silang dari air
yang
digunakan
untuk
mencuci

Risiko
sedang

kontaminasi
silang dari
wadah,air
yang
digunakan
untuk
merendam

Risiko
sedang

Bakteri, kimia
(B,K)

Pengukusan

Bakteri, Fisik
(B, F)

Risiko
sedang

Bakteri , Kimia
(B,K)

Perendaman

Kontaminasi
silang dari
pekerja dan
alat
Kontaminasi
silang dari
wadah
singkong yg
telah dikupas

kontaminasi
silang dari air
yang digunakan
untuk
mengukus
suhu yang tidak
sesuai dlm
proses
pengukusan

Risiko
tinggi

Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik

-Sterilisasi alat
pemotong
singkong
-Pencucian alat
pemotong
Penggunaan air
yang memenuhi
syarat fisik,
kimia biologi
untuk pencucian
singkong
- Penggu
naan
wadah
yang
bersih
- Penggu
naan air
yang
memen
uhi
syarat
fisik,
kimia
biologi
untuk
perenda
man
singkon
g
-Penggunaan air
yang memenuhi
syarat fisik,
kimia biologi
untuk pencucian
singkong
- -suhu yang tepat
dlm proses
pengukusan

- kontaminasi
silang dari wadah
yang digunakan
untuk mengukus
-

Peragian/
fermentasi

Bakteri, Fisik
(B,F)

Pemasukkan
pada
keranjang
bambu
berongga dan
ditutup

Fisik, Biologi
(F, B)
Pemeraman
dalam
keranjang
bambu

Pengalasan
besek
Pengemasan
dalam besek
10X10 cm

kontaminasi
silang dari
pekerja dalam
pemberian
ragi
jumlah dan
jenis ragi
tidak sesuai

Risiko
tinggi

kontaminasi
silang dari
wadah yang
digunakan

Risiko
sedang

kontaminasi silang
dari pekerja pada
saat pemasukan
dalam keranjang
Bakteri, Fisika
(B,F)

Bakteri (B)

Fisik, Biologi
(F)

Risiko
sedang

kontaminasi
silang dari
wadah bambu

Kontaminasi
silang dari debu
-Kotamiasi silang
dari ruangan dan
rodent
- suhu dalam
proses pemeraman
Kelembaban
dalam proses
pemeraman
Kontaminasi
silang dari pekerja,
alas daun pisang
kontaminasi silang
dari pekerja,
wadah

Risiko
sedang

Risiko
sedang

Pengguaan
wadah yang
bersih dan aman
-Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik
- pengukuran
dan pemilihan
jenis ragi yang
sesuai
Pengguaan
wadah yang
bersih dan aman
-Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik
-Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik

Risiko
tinggi

- penerapan
sanitasi
ruangan yang
baik

Risiko
tinggi

penerapan
sanitasi ruangan
yang baik

Risiko
sedang
Risiko
tinggi

Penerapan
personal
higiene, bahan
-Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik

Pendistribusi
an

Fisik, Biologi
(F,B)

Kontamin
asi silang
dari
ruang,

-kontaminasi
silang dari
penjamah

Risiko
tinggi

Risiko
tinggi

penerapan
sanitasi ruangan
yang baik
-Penerapan
higiene pekerja,
alat dan wadah
yang baik

Hasil analisa bahaya pada proses produksi menunjukkan bahwa hampir


setiap tahap proses produksi memberikan resiko terjadinya kontaminasi baik
fisik, kimia maupun biologi. Baik itu dari bahan baku, pekerja atau penjamah
makanan, air yang digunakan, peralatan yang digunakan, dan bahkan tempat
produksi itu sendiri.
2.7

Penetapan Kritikal Control Point


Penentuan CCP ini dilakukan pada setiap tahapan proses. Critical
Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman.
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi,
praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a.

Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana

bahaya dapat dihilangkan


b.

Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana

bahaya dikurangi.

Dari uraian analisa bahaya, maka dilakukan penentuan CCP pada


proses produksi tape singkong. Penentuan CCP dilakukan dengan
menggunakan pohon keputusan atau decision tree. CCP dari proses
pembuatan tape singkong ini adalah pengukusan, peragian, pemeraman
dan pengemasan. Hal ini menunjukkan bahwa tahap pengukusan, peragian,
pemeraman dan pengemasan harus dikontrol dan di kendalikan dengan
baik.

Jika

kontrol

dan

pengendalian

tidak

benar

maka

dapat

membahayakan konsumen. Pengukusan singkong harus dilakukan dengan


benar sampai singkong benar benar matang, yaitu di kukus dengan suhu

100 C selama 15 menit. Pada tahap ini diharapkan semua spora dan
mikroba patogen telah mati sehingga tidak menimbulkan penyakit pada
konsumen.
Dalam proses peragian, ragi digunakan sebagai bahan tambahan
makanan untuk mengubah singkong menjadi tape. Pada proses fermentasi
dalam pembuatan tape, karbohidrat (pati), bereaksi dengan enzim atau
terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Glukosa akan mengalami
proses fermentasi (peragian) dan menghasilkan etanol/ alkohol. Selain
fermentasi gula pereduksi akan meningkat selama fermentasi berlangsung
3 hari. Pada tahap peragian, pemberian ragi harus merata dan benar.
Diperlukan ragi sebanyak 4 gr/ Kg singkong masak (Wahyudi, 2011). Pada
proses pemeraman singkong, harus dikontrol suhu dan wakunya, yaitu aitu
pada suhu kamar dengan waktu 3x24 jam. Jika waktu kurang maka proses
peragian tidak akan berjalan dengan baik, jika terlalu lama maka singkong
akan menjadi berlendir dan asam. Sebagaimana penelitian Rahman A.,
(1992) yang mengatakan bahwa makanan yang dihasilkan melalui proses
fermentasi alkohol pada umumnya mempunyai cita rasa yang manis dan
kuat dalam 2-3 hari. Faktor lain yang berkaitan dengan proses fermentasi
adalah kondisi sekelilingnya (suhu, pH, Oksigen, Garam) yang
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Winarno, 2004)
2.8

Penetapan Batas-Batas Kritis


Berikut merupakan batas-batas kritis dalam proses pembuatan tape
singkong :

Tahap

Jenis
bahaya

Batas kritis

Pengukusan

Biologi

Peragian

Biologi

Pengukusan
dilakukan
sampai
singkong
matang
benar yaitu
pada air
100C
selama 15
menit
Penggunaan
ragi tape 4

Monitoring
metode
Pengukuran
suhu dan
waktu

frekuensi
Setiap proses

Pemberian
ragi harus

Setiap proses

koreksi
-Lanjutkan
proses jika
masih kurang
waktunya
Sesuaikan
suhunya

-Lanjutkan
proses jika

Pemeraman

Biologi

Pengemasan,
penyimpanan

Fisik,
Biologi

2.9

gr/ Kg
singkong
masak
3x24 jam

merata
benar

ragi masih
kurang merata

Pengukuran
suhu dan
waktu

Setiap proses

Rapat
vektor
rodent, suhu
ruang

Pengukuran
suhu ruang

Setiap hari
selama
penyimpanan

-Lanjutkan
proses jika
masih kurang
waktunya.
-Sesuaikan
suhunya
Pemisahan
produk yg
rusak,
pengukuran
suhu ruang

Penetapan Tindakan Pemantauan


Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu
CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan
yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi. Untuk menyusun
prosedur monitoring, pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa,
bagaimana dan kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi,
dengan metode apa, siapa yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang
diterapkan
CCP

Pengukusan

Peragian

Bagaimana
-Pemeriksaan

Pekerja
-Kebersihan

Sanitasi Pekerja
-Pemeriksaan

Alat

kebersihan alat

-Sanitasi

yang digunakan
-Pemeriksaan

Pekerja
-Sanitasi

Sanitasi Pekerja
-Pemeriksaan

Wadah

kebersihan atau
sanitasi

Pemeraman

Pemantauan
Kapan
Setiap

Apa
-Sanitasi

-Kebersihan
Lingkungan
-Sanitasi
Wadah

Siapa
Pekerja

Dimana
Bagian

dilakukan

penguku

proses

san

pengukusan
Setiap

Pekerja

Ruang
peragian

Pekerja

Ruang

dilakukan
proses
peragian

wadah

yang digunakan
-Pemeriksaan

Setiap akan

kebersihan

dilakukan

Pemera

lingkungan

proses

man

sekitar

pemeraman

-Pemeriksaan
sanitasi
Pengemasan
Penyimpanan

wadah

yang digunakan
-Pemeriksaan

-Sanitasi

Setiap

Ruang
Pekerja

wadah

ruang

dilakukan

pengemas
-Sanitasi

penyimpanan

pememasan,

san dan

-Pemeriksaan

penyimpanan

penyimp

kebersihan

dan

anan

wadah untuk

pengecheckan

pengemas

suhu secara

Pekerja
-Sanitasi
Ruang
penyimpanan
-kondisi ruang
penyimpanan
2.10

Penetapan Tindakan Koreksi


Adalah tindakan yang diambil ketika hasil dari monitoring pada
CCP terdapat deviasi yang mengindikasikan CCP tidak terkendali.
Tujuan dari penetapan tindakan koreksi adalah :

1. Menjamin eliminasi potensi bahaya


2. Mempunyai rencana pasti tindakan pada setiap CCP
3. Menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi tidak
mengakibatkan potensi bahaya yang baru.
4. Menjamin bahwa CCP telah berada dibawah pengedalian
Terdapat 2 level tindakan koreksi :
1. Tindakan segera : penyesuaian proses agar menjadi terkontrol kembali
dan

menangani

produk-produk

yang

dicurigai

terkena

dampak

penyimpangan
2. Tindakan pencegahan : pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi
dan pencatatan tindakan koreksi
2.11

Verifikasi Program HACCP


Adalah
mengidentifikasi

metode,
semua

prosedur,

dan

pelaksanaan

pengujian-pengujian
program

HACCP,

untuk
apakah

dilaksanakan sesuai dengan rencana HACCP. Pada tape singkong ini

pengema

Verifiaksi diperlukan untuk mengetahui apakah tape singkong yang telah


di produksi masih dalam batas aman atau tidak. Kegiatan verifikasi ini
dapat dilakukan tiap 5-6 bulan sekali, untuk memastikan bahwa program
HACCP berjalan dengan efektif.
2.12

Dokumentasi dan Pencatatan


Dokumentasi merupakan Bukti keamanan produk berkaitan dengan
prosedur dan proses yang ada. Dokumentasi dan pencatatan mulai
dilakukan sejak awal proses hingga pengemasan dan penyimpanan.
Pencatatan dilakukan untuk mengetahui jika ada kesalahan pada proses
sehingga dapat diselidiki dan kesalahan pada proses selanjutnya dapat
diminimalisir. Dokumen harus mencakup sifat dan ukuran operasi di
lapangan
Contoh dokumen : dokumen monitoring, dokumen tindakan
koreksi, dokumen verifikasi, Rencana HACCP dan semua dokumen
pendukungnya

DAFTAR PUSTAKA
Moelyaningrum, Anita Dewi. Hazard analysis critical control point (haccp) on
tape singkong product to improve The indonesian`s traditional foods safety
(study in jember district area). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember : Jember
BPOM, 2004. Informasi Keracunan. www.pom.go.id
Mahmud dkk., 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo

BPS, 2008. Produksi Tanaman Pangan. www.bps.go.id

Rafika,

Ainur.

2014.

HACCP

(Part

Prinsip

HACCP).

http://airavika.blogspot.co.id/2014/08/haccp-part-4-7-prinsip-haccp.html.
Diakses : 30 November 2016

TUGAS
Review 12 Langkah HACCP
(Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aplikasi HACCP)
Dosen Pengampu : Ni Nyoman Puspawati, S.TP., M.Si

Oleh :
Ega Amelinda
1411105069

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2016
HACCP yang dalam bahasa Indonesia disebut juga sebagai
Analisa Bahaya Dan Titik Kendali Kritis adalah suatu sistem
control

dan

pencegahan

masalah

yang

didasarkan

pada

identifikasi titik kritis di dalam tahapan pengolahan dimana


kegagalan dapat menimbulkan bahaya (hazard). Sedangkan
konsep

utama

pencegahan

dalam

terhadap

pendekatan
kemungkinan

sistem

HACCP

masuknya

adalah
cemaran

berbahaya, terjadinya bahaya, maupun tersebarnya bahaya


dalam pangan yang dihasilkan (Sukarnoputri, 2007).
Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga

telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman


penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian
yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar
pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk
keamanan pangan.
Kunci

utama

identifikasi titik

HACCP

adalah

antisipasi

bahaya

dan

pengawasan yang mengutamakan kepada

tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian

produk akhir. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi


pangan mulai dari produsen utama

bahan baku pangan

(pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran


hingga sampai kepada pengguna akhir.
Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan
adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya
tersebut meliputi :

keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis,


kimiawi, atau fisik pada bahan mentah.

Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan


hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya
nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.

Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada


produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis),
adalah langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan
diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau
menguranginya sampai titik aman .Titik pengendalian kritis
(CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur
atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian

kritis:

Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik


dimana bahaya dapat dihilangkan

Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik


dimana bahaya dikurangi.
Penerapan daripada prinsip-prinsip HACCP sebagaimana

dikutip dari SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Pengendalian


Bahaya dan Titik Kritis terdiri dari deskripsi berikut :
1. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentutersedia untuk pengembangan rencana
HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai
dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila
beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar.
Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup
tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai
pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahayabahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau
hanya jenjangtertentu).
2. Deskripsi Produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.),
perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan,
pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi
penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.
3. Identifikasi Penggunaan Produk
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam
hal-hal tertentu, kelompok kelompok populasi yang rentan, seperti
yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.

4. Penyusunan Diagram Alir


Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus
memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP
diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan
tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
5. Verifikasi Diagram Alir
Sebagai penyusun diagram alir tim HACCP harus mengkonfirmasikan
apakah diagram alir yang telah dibuat sesuai dengan tahapan yang
dilakukan dilapangan. Dan apabila belum sesuai maka tim HACCP
dapat melakukan perubahan pada diagram alir sebelumnya.
6. Analisis Bahaya
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat
pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktut dan
distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat dikonsumsi.
Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya

untuk

mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat


secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi
hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi pangan
tersebut dinyatakan aman. Apabila ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. emungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan
terbadap kesehatan;
b. Evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan
bahaya;
c. Perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganismemikroorganisme tertentu;
d. Produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika
dan kimia;
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika
ada yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya.

7. Penentuan TKK (Titik Kendali Kritis)


Titik pengendalian kritis dapat didefinisikan sebagai sebuah tahapan
dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk
mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan
pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima.
Pada tahap ini, semua tahapan proses diidentifikasi sehingga dapat
ditentukan pada tahapan proses mana bahaya yang ada akan
dihilangkan atau dikurangi. Untuk mengendalikan bahaya yang sama
mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat pengendalian
dilakukan. Penentuan TTK selalu dilakukan pada setiap proses, mulai
dari awal proses hingga di konsumsi. Pada setiap tahap tersebut,
ditentukan bahaya biologis, kimia, maupun fisik.

Penentuan titik

kendali kritis dilakukan dengan menggunakan diagram penentuan


CCP.
8. Penetapan Batas-Batas Kritis
Dalam beberapa hal, lebih dari satu batas kritis harus diterapkan pada
suatu tahapan tertentu. Tahapan ini harus memungkinkan untuk dibuat
pada masing masing CCP dari satu atau beberapa batas kritis, berikut
pengawasanya yang menjamin pengendalian CCP. Dalam beberapa
kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu,
tingkat kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter
yang berhubungan dengan panca indra. Parameter untuk penyusunan
batas kritis harus dipilih sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas kritis terlampaui.
9. Penetapan Tindakan Pemantauan
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari
TKK

yang

dibandingkan

terhadap

batas

kritisnya.

Prosedur

pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK.


Pada prinsipnya sistem pengawasan memiliki sifat sebagai berikut :
a. Mampu mendeteksi seluruh penyimpangan yang terjadi dari upaya
pengendalian.
b. Mampu untuk memberikan informasi penyimpangan tepat pada
waktunya agar dapat dilakukan penyesuaian yang perlu serta tindakan
perbaikan bila mana perlu.
c. Mampu melakukan penyesuaian sebelum terjadi penyimpangan.
Penyesuaian proses harus dapat dibuat ketika proses pengawasan
menunjukkan

suatu

trend

yang

mengarah

pada

hilangnya

dihasilkan

ke dalam

pengendalian pada titik-titik kritis.


d. Mampu

menerjemahkan

data

yang

dokumentasi tertulis sehingga dapat dievaluasi oleh orang yang


berwenang dan memiliki

pengetahuan serta

kekuasan untuk

melakukan tindakan perbaikan bilamana diperlukan.

e. Apabila

karena suatu alasan sehingga tidak dapat dilakukan secara terus


menerus, sistem pengawasan harus memiliki jumlah atau frekuensi
pengawasan yang memadai untuk menjamin bahwa CCPmasih
dibawah kendali.
f. Semua catatan dan dokumenyang berkaitan dengan pengawasan
CCP harus ditandatangani oleh orang yangmelakukan pengawasan dan
oleh petugas peninjau yangbertanggung jawab dalamperusahaan
tersebut.
10. Penetapan Tindakan Koreksi
Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada
dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang
tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur
disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.
11. Penetapan Prosedur Verifikasi

Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk


pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan
untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.
Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi
mencakup :
a.

Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.

b. Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk


c.

Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.

Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan


untuk mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen rencana
HACCP.
12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan
Dokumentasi merupakan bukti keamanan produk berkaitan dengan
prosedur dan proses yang ada. Dokumentasi dan pencatatan mulai
dilakukan sejak awal proses hingga pengemasan dan penyimpanan.
Pencatatan dilakukan untuk mengetahui jika ada kesalahan pada
proses sehingga dapat diselidiki dan kesalahan pada proses
selanjutnya dapat diminimalisir. Dokumen harus mencakup sifat dan
ukuran operasi di lapangan
Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP
adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis,
aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif
yang berhubungan (SNI 01-4852- 1998).

Anda mungkin juga menyukai