Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PELABELAN PADA KEMASAN PRODUK PANGAN


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengemasan dan
Penyimpanan yang diampu oleh:
Dewi Nur Azizah, S.T.P., M.P.

Disusun oleh:
David Mahesha 1607198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Label merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan pangan yang memiliki
arti penting bagi konsumen. Informasi yang terdapat dalam label meliputi barang
yang diperdagangkan akan menjadi salah satu pertimbangan dalam memutuskan
untuk membeli atau mengonsumsi pangan tersebut. Tanpa adanya informasi yang
benar, jelas, dan lengkap, akan timbul kesempatan bagi produsen untuk
melakukan kecurangan (Shofie, 2000). Peran label pada kemasan suatu produk
baik itu makana atau barang sangatlah penting, selain menjadi tolak ukur kualitas
suatu produk label juga bisa digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi
mengenai deskripsi produk meliputi komposisi produk, petunjuk pemakaian dan
penyimpanan, institusi yang memproduksi nya, dan masih banyak lagi.
Hak atas informasi tersebut merupakan salah satu hak yang tercantum dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pada pasal yang keempat. Penyampaian informasi yang benar
mengenai suatu produk/ barang yang diperdagangkan merupakan hal penting agar
konsumen tidak salah gambaran mengenai produk tersebut (Toar, 1998).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 1996, pangan sebagai komoditas
dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung
jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Selain itu, dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, pangan yang
tersedia harus aman, bermutu, bergizi dan beragam. Oleh sebab itu, diperlukan
pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan oleh pemerintah pada label dan
kemasan pangan sehingga pangan yang diperdagangkan tidak merugikan ataupun
membahayakan masyarakat sebagai konsumen.
1.2 Tujuan
1. Mendeskripsikan peraturan mengenai label dan kemasan pangan.
2. Menjelaskan mengenai tata cara pelabelan pada kemasan pangan.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang harus diperhatikan ketika akan melabeli kemasan suatu produk
pangan?
2. Hal-hal apa saja yang harus dicantumkan di label kemasan?
3. Hal apa yang dibahas dalam peraturan pemerintah tentang label pangan?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum, peraturan mengenai label dan kemasan diatur dalam Undang-
Undang nomor 7 tahun 1996. Kemasan pangan diatur pada bagian keempat di bab
kedua, sedangkan label pangan diatur pada bab keempat dari undang-undang tersebut.
Namun berdasarkan, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
dalam bab ketiga pasal lima ayat kedua, presiden menetapkan Peraturan Pemerintah
untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Maka, terdapat label
pangan diatur pula oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, sedangkan kemasan pangan diatur oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,
Mutu Dan Gizi Pangan. Namun, berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, bahan
kemasan pangan akan diatur lebih spesifik dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat Dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011.

2.1 Label

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 terdapat


beberapa hal penting yang perlu diperhatikan mengenai label produk pangan.
Pada pasal satu, disebutkan bahwa label pangan adalah setiap keterangan
mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau
bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Pada pasal dua, disebutkan bahwa
setiap orang yang memproduksi atau menghasilkan pangan yang dikemas ke
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada,
di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label tersebut diletakkan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta
terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
Kemudian, informasi dasar yang perlu dicantumkan pada label mengenai produk
pangan yang bersangkutan adalah:

 Nama produk
 Daftar bahan yang digunakan
 Berat bersih atau isi bersih
 Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan kedalam
wilayah Indonesia
 Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa

2.2 Kemasan Pangan


Pengawasan kemasan pangan di Indonesia diatur oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. Pengawasan kemasan pangan
diatur dalam peraturan nomor HK.03.1.23.07.11.6664 pada tahun 2011. Peraturan
ini merupakan peraturan yang dibuat untuk menyempurnakan peraturan
sebelumnya yang dikeluarkan oleh BPOM nomor HK.00.05.55.6497 tahun 2007
mengenai bahan kemasan pangan. Hal ini dikarenakan peraturan tersebut sudah
tidak sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Peraturan ini
dibuat untuk melindungi masyarakat dari penggunaan kemasan pagan yang tidak
memenuhi persyaratan kemasan pangan.
Dalam peraturan pengawasan kemasan pangan, disebutkan bahwa kemasan
pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus
pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Kemasan
pangan bahan alami adalah kemasan pangan yang diperoleh dari tumbuhan atau
hewani tanpa mengalami proses dan tidak mengalami perbuahan sifat dan
karakteristik dasarnya. Plastik adalah senyawa makromolekul organik yang
diperoleh dengan cara polimerisasi, polikondensasi, poliadisi atau proses serupa
lainnya dari monomer atau oligomer atau dengan perubahan kimiawi
makromolekul alami atau fermentasi mikroba.
BAB III
PENUTUP

3.1 Pembahasan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 terdiri dari


delapan bab. Pada bab pertama terdapat 1 pasal yang membahas tentang
ketentuan umum berkaitan dengan makna dari beberapa istilah yang akan dibahas
dalam peraturan pemerintah ini. Pada bab dua terdapat 42 pasal yang dibagi
menjadi 15 bagian. Bab kedua ini membahas tentang label pangan. Pada bagian
pertama terdapat 10 pasal yang mewajibkan setiap produk pangan di wilayah
Indonesia memiliki label dengan keadaan baik dan mudah dibaca, mengatur tata
cara pelabelan serta informasi yang perlu dicantumkan, larangan dalam pelabelan,
dan tata cara pencantuman informasi halal. Bagian kedua terdiri dari lima pasal
yang mengatur tata cara pelabelan untuk bagian utama label. Bagian ketiga
hingga ketiga belas berisi tata cara pencantuman beberapa hal dalam label yaitu
tulisan pada label, nama produk pangan, bahan yang digunakan, berat bersih,
nama dan alamat, tanggal kadaluwarsa, nomor pendaftaran pangan, kode
produksi, kandungan gizi, keterangan iradiasi pangan serta rekayasa genetika, dan
keterangan pangan sintetis. Pada bagian keempat belas merupakan cara pelabelan
untuk pangan olahan. Pada bagian kelima belas merupakan cara pencantuman
keterangan mengenai bahan tambahan pangan.
Pada bab ketiga, peraturan pemerintah ini mengatur mengenai iklan pangan
yang dibagi menjadi lima bagian. Pada bab keempat terdapat peraturan tentang
pihak berwenang yang mengawasi pelaksanaan peraturan ini. Pada bab kelima
terdapat sanksi bagi setiap orang yang melanggar. Bab keenam mengatur tentang
peraturan yang bertentangan dengan peraturan ini. Pada bab ketujuh terdapat
peraturan mengenai objek dari peraturan ini. Terakhir ditutup oleh bab delapan
yang menyatakan peraturan ini berlaku satu tahun setelah peraturan diundangkan
dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Peraturan tersebut diterapkan untuk kepentingan konsumen. Namun, masih
terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen terkait label pangan.
Berdasarkan berita yang dilansir dari antaranews.com (Lampiran A), pada tahun
2006 produk minuman isotonik Mizone yang diproduksi oleh PT Tirta Investama
mengalami permasalahan dalam hal label. Permasalahan tersebut berawal dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), yaitu Komite Masyarakat Anti Bahan Pengawet (Kombet). Kombet
melakukan penelitian mengenai penggunaan bahan pengawet dalam minuman
kemasan. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2006
terhadap 15 buah minuman kemasan. Minuman tersebut diuji pada tiga
laboratorium, yaitu Sucofindo Jakarta, M-Brio Bogor, dan Bio-Formaka Bogor.
Berdasarkan hasil penelitian, Kombet menggolongkan sampel dalam empat
kategori. Kategori pertama adalah produk yang tidak mengandung natrium
benzoat dan kalium sorbat. Kategori kedua adalah produk yang mengandung
pengawet natrium benzoat dan mencantumkannya pada label kemasan. Kategori
ketiga adalah produk yang mengandung dua pengawet, yaitu natrium benzoat dan
kalium sorbat. Produk yang termasuk dalam kategori ketiga adalah Mizone, Boy-
Zone, dan Zegar Isotonik. Kategori keempat adalah produk yang mengandung
pengawet dan tidak mencantumkannya pada label kemasan. Produk yang
termasuk dalam kategori keempat adalah Kopi Kap, Jolly Cool Drink, Zporto,
Jungle Juice, Zestea, dan Mogu-mogu (Media Konsumen, 2006). Kombet
menemukan beberapa produk minuman kemasan melakukan pembohongan publik
dengan tidak mencantumkan sebagian atau seluruh jenis bahan pengawet pada
label kemasan. Laporan Kombet tersebut ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) (Intelijen, 2013).
Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Tirta Investama adalah tidak
mencantumkan seluruh bahan yang digunakan dalam membuat Mizone. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label
dan Iklan Pangan pasal 22 ayat (1), untuk pangan yang mengandung bahan
tambahan pangan, pada label wajib dicantumkan golongan bahan tambahan
pangan. Salah satu bahan tambahan pangan adalah bahan pengawet. Produk
Mizone tidak mencantumkan seluruh bahan pengawet yang digunakan sehingga
melanggar PP RI No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 22 ayat
(1). Selain itu, produk Mizone telah melakukan kebohongan publik karena label
kemasan berfungsi untuk memberikan informasi bagi konsumen. Pelanggaran
tersebut menyebabkan PT Tirta Investama memperoleh sanksi dari BPOM.
Sanksi tersebut berupa penarikan produk dari pasaran. BPOM memberikan waktu
kepada PT Tirta Investama selama dua minggu sejak tanggal 28 November 2006
untuk menarik dan mengganti produk dengan label yang telah disetujui BPOM.
Pada label yang baru dicantumkan dua bahan pengawet yang digunakan di
minuman Mizone. Kasus tersebut memberikan kerugian secara finansial bagi
pihak PT Tirta Investama karena perlu mengeluarkan biaya lebih untuk menarik
produk dari pasaran. Selain itu, penjualan Mizone menurun drastis akibat
pernyataan Kombet mengenai bahan pengawet. Hasil riset Kombet menyatakan
70% minuman isotonik mengandung bahan pengawet, antara lain kalium sorbat
dan natrium benzoat. Menurut Kombet, konsumsi bahan pengawet tersebut secara
terus-menerus dapat membahayakan kesehatan konsumen. Namun, pernyataan
tersebut dianggap menyesatkan dan meresahkan oleh Ketua Asosiasi Industri
Minuman Ringan (Asrim), Willy Sidharta. Pernyataan tersebut merugikan pihak
produsen dan berdampak secara langsung terhadap kinerja industri (Suara
Merdeka, 2006).
Pemerintah, khususnya BPOM, perlu mempertegas peraturan mengenai label
pangan dan melakukan pengawasan terhadap produk yang telah beredar di
pasaran. Hal tersebut perlu dilakukan karena konsumen memiliki hak untuk
memperoleh informasi yang benar mengenai produk yang dikonsumsi.

3.2 Kesimpulan
Regulasi label pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Salah
satu pelanggaran terhadap peraturan label pangan adalah tidak mencantumkan
seluruh bahan tambahan pangan yang digunakan pada produk. Pelanggaran
tersebut dilakukan oleh salah satu minuman isotonik, yaitu Mizone. Produk
Mizone hanya mencantumkan salah satu bahan pengawet dari dua bahan
pengawet yang digunakan pada label kemasan. Hal tersebut melanggar PP RI No.
69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pasal 22 ayat (1). Sanksi yang
diberikan oleh BPOM kepada PT Tirta Investama adalah penarikan produk di
pasaran dan penggantian dengan label baru yang telah disetujui BPOM.
Regulasi dan pengawasan kemasan pangan di Indonesia diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang pengawasan kemasan pangan, yang
merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Kepala
BPOM nomor HK.00.05.55.6497 tahun 2007 mengenai bahan kemasan pangan.
Salah satu contoh kasus mengenai peraturan kemasan pangan adalah plastik
kresek berwarna yang merupakan hasil daur ulang pernah digunakan sebagai
kemasan atau pembungkus pangan. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan
peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 tentang pengawasan kemasan pangan pasal 10
ayat 1, karena proses daur ulang plastik tersebut dapat menggunakan zat
berbahaya yang mengandung timbal, kromium, dan kadmium yang termasuk
daftar zat dilarang dalam peraturan tersebut serta dapat didaur ulang dari sampah
plastik yang terkontaminasi logam berat. Zat-zat tersebut dapat membahayakan
kesehatan konsumen bila mengontaminasi makanan yang dibungkus.
Daftar Pustaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan, t.thn. Keracunan Timbal.


Hadi, S. N. (2002). Ancaman Polimer Sintetik Bagi Kesehatan Manusia. Bogor:
Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor.
Media Konsumen, (2006). Media Konsumen (Media Komunikasi & Informasi
Konsumen Indonesia).
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Rachman, T., (2015). Pencemaran Logam Berat:Arsen dan Kadmium.
Rini, A., Daud, A. & Ibrahim, E., (2014). Analisis Risiko Kromium (Cr) dalam Ikan
Kembung dan Kerang Darah pada Masyarakat Wilayah Pesisir Kota
MAKASSAR, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Shofie, Y., (2000). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.
Bandung: Citra Aditya bakti.
Toar, A. M., (1998). Tanggung Jawab Produk Sejarah dan Perkembangan. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Anda mungkin juga menyukai