Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen thorax
- Laboratorium:
19/6/18 Satuan Rujukan
Hb 10,1 gr/dl 12,5 – 18,00
Eritrosit 3,7 Juta/mm3 4,5 – 5,3
Leukosit 11.100 /mm3 4.000 – 10.000
Hematokrit 32 % 40 – 48
Trombosit 449.000 /mm3 150.000 – 400.000
Glukosa 89 Mg/dl < 160
Sewaktu
Terapi
IVFD RL 20 tpm
02 3lpm
Ceftizoxime 3x1 gr iv
Ambroxol 3xC1
Metoclopramide 2x10mg iv
Curcuma 1x1 po
Nebu combivent /4jam
Drip aminophylin 1 amp /8jam
OAT FDC Fase Intensif 1x3 tab lanjutkan
b. OS merasa lebih baik saat setelah dinebulizer os APS
Daftar Pustaka :
1. De jong Wim, Sjamsuhidajat R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
2. Sneel, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran ed.6. EGC : Jakarta.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis klinis BPH
2. Tatalaksana BPH operatif dan non operatif
3. Edukasi post operasi BPH
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Laki- laki 57 tahun, dengan keluhan sulit kencing sejak -/+ 5 bulan yang lalu, yang
dirasakan semakin memberat setiap harinya, untuk memulai kencing os membutuhkan
waktu sekitar 1-3 menit untuk mengejan terlebih dahulu agar air kencing dapat keluar,
dengan adanya sedikit rasa nyeri, os juga mengatakan pancaran air kencing melemah dan
sering terputus-putus dengan disertai kencing tidak lampias dan sering menetes di akhir
kencing, pasien juga mengeluhkn rasa ingin kencing yang tidak tertahankan dan rasa ingin
kencing malam hari yang lebih banyak, keluhan demam disangkal, penurunan berat badan
juga disangkal, keluhan kencing berwarna kemerahan juga disangkal. BAB tidak ada
keluhan.
2. Obyektif
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Tekanan darah: 120/110 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36.6oC
Status lokalis a/r suprapubik
Inspeksi: datar, distensi (-), massa (-), scar (-), warna sama dengan kulit sekitar.
Palpasi: nyeri tekan (-), benjolan (-)
Rectal Toucher
Tonus sfingter ani: kuat
Mukosa rectum: licin
Ampula recti: tidak kolaps
Nyeri tekan (-)
Teraba massa:
- Arah jam 11 sampai jam 1
- Permukaan licin
- Konsistensi kenyal
- Lobus kanan dan kiri simetris
- Pool atas tidak teraba
- Nodul (-)
Handscoon: darah (-), feses (+), kuning, nanah (-)
3. Assessment
Pasien didiagnosis dengan BPH, didasarkan dengan keluhan sulit kencing, yang dirasakan
semakin memberat, disertai mengejan terlebih dahulu, dan rasa nyeri, pancaran air kencing
melemah dan sering terputus-putus dengan disertai kencing tidak lampias dan sering
menetes di akhir kencing, yang mengarah pada diagnosis BPH.
Kecurigaan mengarah pada carcinoma prostat dapat disingkirkan karena pasien tidak merasa
berat badannya menurun secara drastis dan adanya air kencing berwarna kemerahan
disangkal, kecurigaan pada prostatitis juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya keluhan
demam pada pasien, adanya batu pada saluran kencing juga dapat disingkirkan karena os
tidak merasa adanya keluhan kencing berpasir dan riwayat penyakit asam urat.
4. Plan
Diagnosis
Untuk menunjang penegakkan diagnosis BPH dapat dilakukan anamnesis mengarah pada
BPH yaitu IPSS, dan pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher, penegakkan diagnosis
yang paling tepat dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa USG prostat untuk
mengetahui ukuran pasti prostat untuk dilakukan tindakan pembedahan lebih lanjut.
Pengobatan
Pengobatan untuk BPH dapat diberikan:
1. Alfa 1-blocker
Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan terazosin.
Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung
kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih.
2. Finasterid
Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormon prostat sehingga memperkecil
ukuran prostat. Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju aliran air kemih dan
mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6 bulan sampai terjadinya
perbaikan yang berarti. Efek samping dari finasterid adalah berkurangnya gairah
seksual dan impotensi.
3. Pembedahan
Konsultasi
Diberitahukan pada pasien dan keluarganya mengenai perlunya konsultasi dengan dokter
spesialis Bedah untuk perlu tidaknya dilakukan operasi, namun sebelum itu pasien disarankan
untuk melakukan pemeriksaan prostat terlebih dahulu berupa USG, untuk mengetahui
tindakan operatif atau non operatif, tindakan non operatif dapat dilakukan jika ukuran prostat
tidak terlalu besar, dan sudah mendapat terapi oral berupa thamsulosin 1 x 0.4 mg po, dan
sudah pernah melakukan pemasangan DC namun masih saja mengeluhkan sesuai keluhan
IPSS, maka dilakukan tindakan operatif sesuai anjuran dokter bedah, jika sudah dilakukan
tindakan opertif disarankan pasien untuk control ke poli bedah untuk melihat luka operasi.
PEMBAHASAN
1.
1. KESIMPULAN
Prostat merupakan sebuah kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars
prostatica. Semakin tua laki-laki tersebut, memiliki potensi untuk terkena pembesaran
prostat atau benign prostat hyperplasia (BPH). Pembesaran akan menyebabkan
komplikasi refluks, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal dan pionefrosis pilonefritis.
Biasanya penanganan pasti pada BPH adalah pembedahan dengan cara TURP, TUIP dan
prostatektomi terbuka.
2. SARAN
Laksanakanlah pola hidup sehat dan waspadalah terhadap faktor resiko terhadap
BPH terutama bagi pria yang berumur lebih dari 50 tahun. Apabila mengalami keluhan
yang mengarah ke penyakit BPH, segera hubungi dokter terdekat agar dapat ditindak
lanjut sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA
Braunwald, E.; Isselbacher, K.J.; dkk. 2000. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. EGC : Jakarta.
Deters, Levi A. 2011. Benign Prostatic Hypertrophy (on-line). Medscape Reference. Diakses
22 Juni 2011.
Eroschenko, Victor P. 2003. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional ed.9. EGC
: Jakarta.
Junqueira, L.C and Carneiro, Jose. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas ed.10. EGC : Jakarta.
Lesson, T.S.; Paparo, A.A.; dkk. 1995. Buku Ajar Histologi. EGC : Jakarta
Sneel, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran ed.6. EGC : Jakarta.
De jong Wim, Sjamsuhidajat R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.