Islam adalah agama kerja, artinya, sebuah din yang meletakkan kerja
sebagai suatu amal yang harus dilakukan oleh seorang yang islam dan
beriman. Dalam al-Qur’an kata-kata ‘aml disebut berulang-ulang, belum
lagi dengan pengungkapan lewat kiasan.
Semua itu tiada lain karena generasi kita malas dan bosan untuk bekerja
dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, juga rasa pesimis untuk meraih
berbagai prestasi.[2]
ADA BEBERAPA HAL YANG SERING MANUSIA LUPAKAN,
Mereka sama sekali tidak memikirkan tentang proses kejadian dirinya yang
hina, sehingga ketika ajal menjemputnya penyesalanlah yang
menghinggapinya dimana saat itu penyesalan sudah tidak berarti lagi.
Nah, dari sinilah perlunya iman yang kuat dalam diri kita supaya kita dapat
berhati-hati dengan waktu, pandai-pandailah memanfaatkannya! Ingatlah!
Hari-hari kita jangan lewati begitu saja, sesaat demi sesaat, semua berlalu
begitu cepatnya.
Begitulah. Diri kita berpindah dari pagi ke petang, dan dari petang hingga
pagi kembali. Apakah kita pernah bermuhasabah (introspeksi) terhadap diri
kita sendiri pada suatu hari? Sehingga kita bisa melihat lembaran-lembaran
hari-hari kita, dengan amal apa kita membukanya dan dengan amal apa
pula kita menutupnya?
: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم:عن ابن عباس رضي هللا عنه قال
وص ّحتك قبل، شبابك قبل هرمك: وغناك إغتنم خمسا قبل خمس،سقامك
وحياتك قبل موتك، وفراغك قبل شغلك،قبل فقرك
Artinya: “Dari Ibn Abbas ra. Berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Manfaatkanlah lima kesempatan sebelum datang lima kesempatan yang
lain: jagalah mudamu sebelum tuamu, jagalah sehatmu sebelum sakitmu,
jagalah kayamu sebelum miskinmu, jagalah sempatmu sebelum sempitmu,
dan jagalah hidupmu sebelum matimu. (HR. Hakim. Sanadnya shahih dari
Ibnu Abbas)[3].
Dalam Islam, waktu bukan hanya sekadar lebih berharga dari pada emas.
Atau seperti pepatah Inggris yang menyatakan time is money. Lebih dari
itu, waktu dalam Islam adalah “kehidupan”, al-waqtu huwa al-hayah,
demikian kata as-Syahid Hasan Al-Banna[5].
Oleh karena itu, Rasulullah saw memerintahkan umatnya agar
memanfaatkan waktu yang tersisa dengan lima hal. Sungguh telah merugi
orang-orang yang tidak bisa memanfaatkannya.
Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw: “Tidak akan tergelincir dua kaki anak
Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang
usianya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia habiskan,
hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan dan tentang
ilmunya apa yang diperbuatkan dengan ilmunya tersebut” (HR. Al-Bazzar
dan Al-Thabrani).
Dalam Islam, masa muda adalah bagian dari “umur”. Ia dianggap sebagai
masa yang dinamis, energik, cekatan dan kuat, karena ia merupakan
“kekuatan” di antara dua kelemahan: kelemahan anak-anak dan
kelemahan masa tua.
Hal ini dijelaskan oleh Allah swt dalam firman-Nya: Artinya: “Allah, Dia-lah
yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan
(kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban…” (Qs.
Ar-Rum [30]: 54).
Bukankah Mu’adz ibn Jabal seorang faqih yang diutus oleh Rasul ke
Yaman? Ketika itu usianya masih muda. Begitu juga dengan Salim: ia
termasuk salah seorang perawi hadits. Usianya juga masih muda.
Adalah hal yang ironis jika masa muda dihabiskan untuk “berfoya-foya”.
Apalagi dihabiskan untuk melakukan hal-hal yang tidak produktif. Dan,
na’udzubillah, jika sampai melakukan tindak kriminal yang tidak diridhai
oleh Allah, seperti mengkonsumsi NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif) dan
hobi “mencekek leher botol” alias mabuk-mabukan.
Ini sama artinya menghancurkan umat. Tidak dapat dibayangkan jika para
pemuda justru tidak produktif. Apa yang akan dipersembahkan untuk
Islam?
Artinya: “Kesehatan adalah mahkota di atas kepala orang yang sehat dan
tidak ada yang dapat melihatnya kecuali orang yang sakit”
Itulah kesehatan. Manusia terkadang lupa akan arti dan makna kesehatan,
kecuali setelah kesehatan itu hilang darinya. Ketika “sakit” datang
menggantikannya, barulah ia sadar bahwa kesehatan itu mahal.
Waktu 24 jam ini seharusnya bisa dibagi, idealnya dibagi tiga, yaitu:
sebagian untuk kesehatan (istirahat, olah-raga, bercanda seperlunya),
sebagian lagi untuk jasmani (makan dan minum) dan sepertiga terakhir
untuk Allah. Imam Ibnu Jarir al-Thabari menurut al-Khathib al-Baghadadi
dari al-Samsiy, setiap harinya mampu menulis sekitar empat puluh lembar.
Jangan berleha-leha dalam memburu kebaikan. Imporlah segala jenis
kebaikan, lalu eksporlah ia ke akhirat sana. Al-Tu’adatu fi kulli syain
khairun illa fi a’mal al-akhirah (Berlaku santai dalam setiap sesuatu itu baik,
kecuali dalam amal akhirat), kata Umar ibn Khaththab.
Kelima, hidup.
Kesempatan hidup hanya sekali. Umur begitu singkat. Kita mengira umur
itu begitu panjang. Padahal ia hanya terdiri dari tiga helaan nafas: nafas
yang lalu, yang sudah kita hempaskan; nafas yang sedang kita hirup dan
akan kita hembuskan; dan terakhir nafas yang akan datang.[7]
Kita tidak tahu apakah nafas yang akan datang itu nafas kita yang terakhir
atau tidak. Nafas-nafas itu begitu cepat berlalu. Maka sangat merugi kalau
nafas-nafas itu kita biarkan terhambur tanpa arti. Padahal dalam satu menit
kita bisa membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlas. Kita juga bisa
berdzikir: mengucapkan subhanallah, Al-hamdulillah dan Allahu Akbar, dan
sebagainya.
Kita hidup di dunia laksana seorang musafir. Tidak ada yang berharga bagi
seorang musafir selain “bekal”. Maka sejatinya, dunia ini adalah “pohon
yang rindang”, tempat berteduh sang musafir. Jika ia tertipu dengan
indahnya pohon tempatnya berteduh, ia tidak akan sampai pada tujuan.
Mau tidak mau, kita semua akan menuju kepada pintu kematian. Maka,
sebelum pergi ke sana, kita berusaha untuk memanfaatkan hidup ini
dengan sebaik-baiknya. Nilai seorang Muslim bukan dinilai dari panjang
pendeknya umur yang diberikan oleh Allah. Tapi akan dinilai dari apa yang
diperbuatnya untuk Allah, untuk Islam.
Umur yang panjang bukan jaminan kebaikan. Bisa jadi umur yang panjang
malah semakin membuka pintu-pintu maksiat. Bisa jadi umur yang singkat,
jika di-manage dengan baik, malah menjadi sangat bermanfaat.
وشر الناس من طال عمره وساء،خير الناس من طال عمره وحسن عمله
عمله
Kematian adalah suatu peristiwa yang mesti terjadi pada semua makhluk
hidup sebagai tanda habisnya masa kontrak di dunia. Firman Allah surat al-
Imran ayat 185.
Dunia ini adalah tempat berbuat dan berbuat, tempat untuk berusaha dan
bekerja, tempat untuk melakukan perbuatan baik dan meninggalkan
perbuatan jahat. Tempat untuk mencari bekal untuk kehidupan akhirat
kelak.
Firman Allah: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Pertanyaan ini akan mengingatkan dia bahwa dia hanyalah makhluk yang
tidak sempurna, makhluk yang hina yang tidak pantas untuk
menyombongkan diri, makhluk yang tidak mampu apa-apa kecuali Allahlah
yang menghendakinya.
Hal pertama yang harus diketahui manusia sebagai khalifah dimuka bumi
adalah mengenal Allah dengan benar dan menyembah-Nya dengan
sebenar-benar penyembahan. Karena manusia diciptakan dimuka bumi
sebagai khalifah adalah untuk beribadah hanya kepada Allah. Firman
Allah:
Artinya: 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. 57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun
dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku
makan. 58.Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.(Q.S. adz-Dzariyat 56-58)
Anjuran Islam untuk Bekerja, lalu Allah telah menanggung rizki makhluk-
Nya.
Artinya: “ dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah
lah yang memberi rizkinya, Dan dia mengetahui tempat berdiam binatang
itu dan tempat penyimpanannya, semua tertulis dalam kitab yang nyata.”
(Q.S. Huud:6)
Akan tetapi, Allah tidak akan mengubah suatu kaum jikalau kaum itu
sendiri tidak mau mengubahnya. Frman Allah: Artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga kaum itu
mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya
dan tidak ada pelindung baginya. (Q.S. ar-Ra’d: 11).
Pertama: setiap selesai ibadah haruslah bekerja untuk mencari apa yang
dianugerahkan Allah. Ibadah saja tidak cukup, berdoa meminta rizki tapi
tidak berusaha dan bekerja untuk mencarinya adalah suatu sikap yang
tidak ada tuntunannnya.
Kedua: dalam bekerja haruslah didasari dengan ibadah dan ingat kepada
Allah, sehingga banyaknya rizki dan kesibukan tidak menggoyahkan
keimanan seseorang dan menjadi seorang yang materialistis.
c. Larangan meminta-minta
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa “tangan diatas lebih baik daripada
tangan dibawah”. Lebih baik bekerja meskipun pekerjaan itu dipandang
oleh orang sebagai pekerjaan kasar dibanding harus meminta-minta dari
rumah ke rumah atau di pinggir jalan.
َ سلّ ْم
ت َ ْت و َ صلَّيَ َك َما،ٍعلَى آ ِل ُم َح َّمد َ علَى ُم َح َّم ٍد َو َ س ِلّ ْم
َ ص ِّل وَ اللَّ ُه َّم
علَى ُم َح َّم ٍدَ ار ْك ِ َو َب،علَى آ ِل إِب َْرا ِهي َْم َ علَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َ
َ فِي ال َعالَ ِميْن،علَى آ ِل إِب َْرا ِهي َْم َ علَى ِإب َْرا ِهي َْم َو َ ت َ ار ْكَ َ َك َما ب،ٍعلَى آ ِل ُم َح َّمد َ َو
ض َ ار ْ َو،ٌِإنَّ َك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْيد
َ ع ْن
سائِ ِر َ َو، َت ال ُمؤْ ِمنِيْن ِ اج ِه أ ُ َّم َها
ِ ع ْن أَ ْز َو َّ ع ْن ُخلَفَائِ ِه
َ َو، َالرا ِش ِديْن َ اللَّ ُه َّم
َ َو،ت ِإلَى يَ ْو ِم ال ِ ّدي ِْن
عنَّا ِ ع ْن ال ُمؤْ ِمنِيْنَ َوال ُمؤْ ِمنَا َ َو، َص َحابَ ِة أَ ْج َم ِعيْن َّ ال
َاح ِميْن َّ َمعَ ُه ْم بِ َر ْح َمتِ َك يَا أ َ ْر َح َم.
ِ الر
Pada Khutbah kedua ini, marilah kita menundukkan kepala untuk seganap
berdoa kepada sang Pemberi segala hal, Yang menyediakan waktu untuk
manusia, yang memberikan kesemptan kepada kita untuk selalu
memperbaiki diri, memperbanyak amal hingga memberi kita rezeki yang
melimpah..
ير ﴿الممتحنة ُ ص ِ علَي َْك تَ َو َّك ْلنَا َوإِلَي َْك أَنَ ْبنَا َو ِإلَي َْك ْٱل َم
َ َّربَّنَا
يز ْٱل َح ِكي ُم
ُ نت ْٱلعَ ِز
َ َوا َوٱ ْغ ِف ْر لَنَا َربَّنَا ٓ ۖ إِنَّ َك أ۟ َربَّنَا َال تَ ْجعَ ْلنَا فِتْنَةً ِلّلَّذِينَ َكفَ ُر
”Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya
kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali. Ya Tuhan kami janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah
bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami.
Sesungguhnya Engkau, Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah :4-5)
ًاخ ِرنَا َو َءا َية
ِ ون لَنَا ِعيدًا ِ ّأل َ َّو ِلنَا َو َء َّ علَ ْينَا َمآئِ َدة ً ِ ّمنَ ٱل
ُ س َما ٓ ِء تَ ُك ِ َٱللَّ ُه َّم َربَّنَا ٓ أ
َ نز ْل
َّ َّٰ نت َخي ُْر
َٱلر ِزقِين َ َٱر ُز ْقنَا َوأ
ْ نك ۖ َو َ ِ ّم
”Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu kehidupan dari
langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi
orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan
menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rezeki kami dan Engkaulah
Pemberi rezeki yang paling utama.” (QS. AL-Maaidah :114)
َسنَا َوإِن لَّ ْم تَ ْغ ِف ْر لَنَا َوتَ ْر َح ْمنَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ْٱل َّٰ َخ ِس ِرين
َ ُظلَ ْمنَا ٓ أَنف
َ َربَّنَا
”Ya Tuhan kami, kami telah dzalimkan diri kami sendiri, Jika Engkau tidak
mengampuni kami dan Engkau rahmatkan kami, tentulah kami menjadi
orang yang rugi.” (Al A’raf :
Iman adalah: dzikir dan iman adalah satu rangkaian yang memungkinkan
setiap Muslim menerima siraman kebahagiaan. Dengan iman, seorang
muslim bisa tegar, sabar dan kuat dalam mengarungi kehidupan. Ia
bahagia dalam cobaan hidup yang penuh penderitaan, kesengsaraan dan
kesakitan. Dengan iman di hati, ia bersikap tawakal. Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu ialah orang-orang yang apabila
disebut (nama) Allah, gemetar hati mereka, dan apabila dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambah iman mereka karenanya. Dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakal”.
Ia selalu menjaga hatinya agar tidak lalai akan Allah (dzikrullah). Ia akan
selalu berbisik ke dalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan
kesulitan di dunia. Karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai
pegangan untuk menentukan sikap. Sehingga kaum yang beriman akan
selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan Allah swt.[2] Seperti dalam
surat al Baqarah: 177:
Dan dalam surat al Baqarah ayat 285:“ Rasul Telah beriman kepada Al
Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-
orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami
tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.”
(mereka berdoa): “Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali.””
اااليمان ان تؤمن باهلل ومالءكته وكتبه ورسله واليوم االخر وتؤمن بالقدر
وشره
Pada surat al Hajj Alloh berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah
kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan.”
Sebagai inti dari kandungan ayat tersebut adalah mengerjakan shalat dan
berbuat kebajikan yang seharusnya semua orang-orang yang beriman
berbuat demikian.Kemudian orang-orang yang beriman juga dituntut
supaya mematuhi putusan pengadilan yang berdasarkan atas hukum Alloh.
Hadits ini memberikan motivasi pada kita untuk selalu istiqamah dalam
beriman. Istiqamah di sini diartikan mempertahankan keimanan dan
aqidahnya dalam kondisi apapun. Sehingga iman akan selalu terjaga dan
tidak akan tergoyahkan. Keimanan yang kuat adalah kunci orang-orang
yang beriman. Dan telah disebutkan pada hadits tersebut bahwa orang
yang beriman pasti akan masuk masuk surga. Istiqamah dalam beriman
dapat memerangi sifat syirik yang dapat menutup hati dari hidayah-Nya. Di
sinilah dapat kita lihat arti pentingnya istiqamah bagi keimanan.
قلت:عن ابي عمرو وقيل ابي عمرة سفيان بن عبد هللا رضلى هللا عنه قال
: قل: قال.يا رسول هللا! قل لى فلى االسالم قوال ال اسال عنه احدا غيرك
(امنت باهلل ثم استقيم) رواه مسلم
“ Dari Abu ‘Amr dan ada pula yang mengatakan dari Abu ‘Amrah yaitu
Sufyan bin Abdullah RA, beliau berkata : Aku telah berkata (memohon
petunjuk) : Wahai Rasulullah SAW katakanlah kepadamu suatu perkara
tentang Islam yang aku tidak lagi menanyakannya kepada seseorang
selain kepadamu. Maka bersabdalah beliau : Katakan lah: Aku percaya
kepada Alloh, kemudian beristiqamahlah kamu”.
Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa esensi dari istiqamah adalah
komitmen dengan aqidah keimanan dengan berbagi tuntutan dan
konsekkuensinya sampai akhir hayat. Orang yang mati dalam keadaan
seperti ini disebut juga dengan ” Husnul Khatimah”(HR. Muslim)
: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: وعن ابي هريرة رضى هلل عنه قال
وال انت: قالوا,قاربوا وسددوا وعلموا انه لن ينجو احد منكم بعمله
( وال انا ان يتغمدنى هللا برحمة منه و فضل)رواه مسلم:يارسول هللا؟ قال
Satu hal yang perlu dipahami pula bahwa istiqamah ini terkait dengan
keimanan, dan keimanan itu berkaitan dengan hati. Diantara sifat yang
menonjol dari hati adalah berbolak-balik. Seperti dalam hadits:
انما سمي القلب من تقلبه
Sifat hati yang tidak tetap inilah menyebabkan keadaan seseorang sulit
diprediksi apakah ia tetap beriman (istiqamah) atau ia tidak berhasil
mempertahankan keimanannya(tidak istiqamah) sampai menginjak garis
lurus. Secara umum istiqamah menyangkukt 3 hal:
‘Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Abu Bakar RA,” mereka tidak mempersekutukan Alloh sedikitpun dan tidak
berpaling kepada selain Alloh. Mereka beristiqamah atas keyakinan bahwa
Alloh adalah Rabb mereka”.
Ibnu Abbas RA,” mereka berisiqamah di atas persaksian bahwa tidak ada
Illah yang berhak disembah kecuali Alloh”.
Umar bin Khattab RA,” mereka istiqamah dengan taat kepada Alloh dan
tidakn menyimpang sebagaiman a menyaimpangnya ssesuatu.
Ali RA,” mereka istiqamah denaag menjalankan kewajiban-kewajiban yang
Alloh perintahkan. Mujahid dan Ibrahim An Nakha’i Rahimakumulloh
berkata” mereka mengucapkan la ilaha illalloh dengan tidak berbuat syirik
setelahnya hingga berjumpa dengan Alloh”.
Yang perlu dicatat bahwa istiqamah tidak identik dengan stagnasi dan
statis, melainkan lebih dekat kestabilitas yang dinamis. Orang yang
istiqamah ibarat mobil yang stabil dalam perjalanan dan perubahan yan
cepat. Ia akan tetap tenang, konsisten, tidak goyah apalagi takut oleh
lajunya perubahan dan keadaan. Melihat pentingnya istiqamah tadi maka
kita sebagai seorang muslim yang beriman harus beriman dengan
mengistiqamahkannya.
Sayyid Qutub menulis bahwa paling tidak ada tiga hal pokok yang
dikandung oleh surat Jin: 16-17 tadi. Yaitu:
Ketiga; berpaling dari peringa Alloh dapat mengantar kepada ujian Tuhan
berupa limpahan rizki yang menggundang jatuhnya sikas. Dengan kata
lain, peningkata kesejahteraan atau rizki yang dibarengi dengan
pengabdian nilai-nilai Ilahi akan mengakibatakan peningkatan siksa. Dalam
perspekotif ini, kita bisa mengulas mengapa negara-negara yang mayoritas
Muslim dan alamnya makmur, tapi miskin dan tertinggal, seperti kita
Indonesia ini.