Pertama
Imam Malik, Asy Syafii, Ahmad, Al Auzai, Ishaq bin Rahawaih, dan
segenap ulama ahli hadits serta ahlul Madinah (ulama Madinah) semoga
Allah merahmati mereka- demikian juga para pengikut madzhab Zhahiriyah
dan sebagian ulama mutakallimin berpendapat bahwa definisi iman itu
adalah : pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal
dengan anggota badan. Para ulama salaf semoga Allah merahmati
mereka- menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman
bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan
berkurang (lihat Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al Aali, hal. 9).
Kedua
Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi
sebagaimana yang disebutkan oleh Ath Thahawi rahimahullah yang
mengatakan bahwa iman itu pengakuan dengan lisan dan pembenaran
dengan hati.
Ketiga
Ada pula yang mengatakan bahwa pengakuan dengan lisan adalah rukun
tambahan saja dan bukan rukun asli. Inilah pendapat Abu Manshur Al
Maturidi rahimahullah, dan Abu Hanifah pun diriwayatkan memiliki sebuah
pendapat seperti ini.
Keempat
Sekte Al Karramiyah mengatakan bahwa iman itu hanya pengakuan
dengan lisan saja! Maka dari definisi mereka ini orang-orang munafiq itu
dinilai sebagai orang-orang beriman yang sempurna keimanannya, akan
tetapi menurut mereka orang-orang munafiq itu berhak mendapatkan
ancaman yang dijanjikan oleh Allah untuk mereka! Pendapat mereka ini
sangat jelas kekeliruannya.
Kelima
Jahm bin Shafwan dan Abul Hasan Ash Shalihi salah satu dedengkot
sekte Qadariyah- berpendapat bahwa iman itu cukup dengan pengetahuan
yang ada di dalam hati! [Dan inilah yang diyakini oleh kaum Jabariyah,
lihat. Syarh Aqidah Wasithiyah, hal. 163]. Pendapat ini jauh lebih jelas
kerusakannya daripada pendapat sebelumnya! Sebab kalau pendapat ini
dibenarkan maka konsekuensinya Firaun beserta kaumnya menjadi
termasuk golongan orang-orang yang beriman, karena mereka telah
mengetahui kebenaran Musa dan Harun alaihimash sholatu was salam
dan mereka tidak mau beriman kepada keduanya. Karena itulah Musa
mengatakan kepada Firaun, Sungguh kamu telah mengetahui dengan
jelas bahwa tidaklah menurunkan itu semua melainkan Rabb pemilik langit
dan bumi. (QS. Al Israa [17] : 102). Allah Taala berfirman (yang artinya),
Mereka telah menentangnya, padahal diri mereka pun meyakininya, hal
itu dikarenakan sikap zalim dan perasaan sombong. Maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang melakukan kerusakan itu. (QS.
An Naml [27] : 14). Bahkan iblis pun dalam pengertian Jahm ini juga
termasuk kaum beriman yang sempurna imannya! Karena ia tidaklah
bodoh tentang Rabbnya, bahkan dia adalah sosok yang sangat mengenal
Allah (yang artinya), Iblis berkata,Rabbku, tundalah kematianku hingga
hari mereka dibangkitkan nanti.. (QS. Al Hijr [15] : 36). Dan hakekat
kekufuran dalam pandangan Jahm ini adalah ketidaktahuan tentang Allah
taala, padahal tidak ada yang lebih bodoh tentang Rabbnya daripada dia!!
Imam Asy Syafii rahimahullah berkata, Iman itu meliputi perkataan dan
perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan
sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan. Imam Ahmad
bin Hanbal rahimahullah berkata, Iman bisa bertambah dan bisa
berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang
dengan sebab meninggalkan amal. (Perkataan dua orang imam ini bisa
dilihat di Al Wajiz fii Aqidati Salafish shalih, hal. 101-102) Bahkan Imam
Bukhari rahimahullah mengatakan, Aku telah bertemu dengan lebih dari
seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat
mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan berkurang. (Lihat Fathul Baari, I/60)
Iman itu berupa pembenaran hati artinya hati menerima semua ajaran
yang dibawa oleh Rasul shallallahu alahi wa sallam. Pengakuan dengan
lisan artinya mengucapkan dua kalimat syahadat asyhadu an la ilaha
illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah. Sedangkan perbuatan
dengan anggota badan artinya amal hati yang berupa keyakinan-
keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan
melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan kemampuannya (Lihat Kitab At
Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al Aali, hal. 9)
Dan salah satu pokok penting dari aqidah Ahlus sunnah wal jamaah ialah
keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang (Lihat Fathu Rabbbil
Bariyah, hal. 102). Hal ini telah ditunjukkan oleh dalil-dalil dari Al Kitab
maupun As Sunnah. Salah satu dalil dari Al Kitab yaitu firman Allah taala
(yang artinya), Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan
mereka yang sudah ada. (QS. Al Fath [48] : 4).
Keyakinan bahwa iman bisa bertambah dan berkurang adalah aqidah yang
sudah paten, tidak bisa diutak-atik atau ditawar-tawar lagi. Meskipun
demikian, ada juga orang-orang yang menyimpang dari pemahaman yang
lurus ini. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa orang-
orang yang menyimpang tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
Murjiah dan Waidiyah.
Waidiyah yaitu kaum Mutazilah [Mereka adalah para pengikut Washil bin
Atha yang beritizal (menyempal) dari majelis pengajian Hasan Al Bashri.
Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu di dunia
dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah baina
manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di
akherat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka, lihat Syarh
Lumatul Itiqad, hal. 161-163] dan Khawarij mengatakan bahwa pelaku
dosa besar telah keluar dari lingkaran iman. Mereka mengatakan bahwa
iman itu kalau ada maka ada seluruhnya dan kalau hilang maka hilang
seluruhnya. Mereka menolak keyakinan bahwa iman itu bertingkat-tingkat.
Orang-orang Mutazilah dan Khawarij berpendapat bahwa iman itu adalah :
pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan
anggota badan, akan tetapi iman tidak bertambah dan tidak berkurang
(lihat Thariqul wushul ila idhahi Tsalatsati Ushul, hal. 169). Sehingga orang
Mutazilah menganggap semua amal adalah syarat sah iman (lihat catatan
kaki Al Minhah Al Ilahiyah, hal. 133). Dengan kata lain, menurut mereka
pelaku dosa besar keluar dari Islam dan kekal di neraka (lihat Syarh
Aqidah Wasithiyah, hal. 163).
Kedua kelompok ini sudah jelas terbukti kekeliruannya baik dengan dalil
wahyu maupun dalil akal. Adapun wahyu, maka dalil-dalil yang
menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman sudah disebutkan
(Lebih lengkap lihat Fathu Rabbil Bariyah, hal. 103-104).
Sumber: https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html
Definisi Iman
Para ulama mendefinisikan iman yaitu ucapan dengan lisan, keyakinan
hati, serta pengamalan dengan anggota badan, bisa bertambah
dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Inilah makna
iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mayoritas Ahlus Sunnah
mengartikan iman mencakup itiqad (keyakinan), perkataan, dan
perbuatan.
Al Imam Asy Syafii berkata dalam kitab Al Umm : Telah terjadi ijma
(konsesus) di kalangan para sahabat, para tabiin, dan pengikut sesudah
mereka dari yang kami dapatkan bahwasanya iman adalah perkataan,
amal, dan niat. Tidaklah cukup salah satu saja tanpa mencakup ketiga
unsur yang lainnya
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu (Al Hujurat:14)
Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya namun keimanannya
belum masuk ke dalam hatinya[2]
{136}
Katakanlah (hai orang-orang mumin): Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada
Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari
Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka
dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (Al Baqarah:136)
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan, Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah,
maka barangsiapa yang mengucapkan, Tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Allah, maka sungguh dia telah menjaga harta dan
jiwanya dari (seranganku) kecuali dengan hak Islam, dan hisabnya
diserahkan kepada Allah[3]
{143}
dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu (shalatmu) (Al
Baqarah:143)
Seorang mukmin tidak disebut mukmin saat ia berzina[4]
Dan masih banyak dalil-dalil lain dari al Quran dan hadist yang
menunjukkan bahwa iman mencakup keyakinan, perkataan, dan
perbuatan[5]
maka perkataan itu menambah keimanan mereka (Ali Imran :173)
{4}
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang
telah ada) (Al Fath:4)
Nabi Shalallahu alihi wa sallam bersabda :
akan keluar dari neraka, orang yang mengucapkan, Laa Ilaaha Illaahu
(Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah) , dan di dalam
hatinya terdapat kebaikan seberat biji sawi[6]
Iman itu ada tujuh puluh tiga sampai tujuh puluh sembilan, atau enam
puluh tiga sampai enam puluh sembilan cabang. Yang paling utama adalah
perkataan, Laa illaaha illallah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah
selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan malu itu adalah sebagian dari iman.[9]
Keimanan Betingkat-Tingkat
Syaikh Ibnu Baaz ketika mengomentari perkataan Imam at Thahawi Iman
adalah satu kesatuan dan pemiliknya memiliki keimanan yang sama
mengatakan : Perkataan Imam at Thahawi ini perlu ditinjau lagi, bahkan ini
merupakan perkataan yang batil. Orang yang beriman tidaklah sama
dalam keimanannya. Justru sebaliknya, mereka memiliki keimanan yang
bertingkat-tingkat dengan perbedaan yang mencolok. Iman para rasul
tidaklah dapat disamakan dengan iman selain mereka. Demikian pula iman
para al khulafaur rasyidin beserta para sahabat yang lain, tidaklah sama
dengan yang lainnya. Iman orang-orang yang betul-betul beriman juga
tidak sama dengan iman orang yang fasik. Hal ini didasari pada perbedaan
yang ada dalam hati, berupa pengenalan terhadap Allah, nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, dan segala yang disyariatkan bagi hamba-Nya. Inilah
pendapat Ahlus sunnah wal jamaah, berbeda dengan pendapat murjiah
dan yang sepaham dengan mereka.Wallahul mustaan [11]
Permasalahan ini sangat jelas jika kita melihat dalil-dalil yang ada dalam al
Quran dan as Sunnah serta realita yang terjadi bahwa keimanan itu
bertingkat-tingkat.
}
{253
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang
lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia)
dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. (Al
Baqarah:253)
{35}
{ 9}
{10}
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu (Al Hujurat:9-10). Dalam ayat ini Allah menyifati dua kelompok yang
berperang dengan predikat mukmin walaupun mereka saling berperang.
Allah juga memberitakan bahwa mereka adalah saudara, dan
persaudaraan tidaklah terwujud kecuali antara sesama kaum mukminin,
bukan antara mukmin dan kafir.
Adapun orang-orang fasik yang berbuat kemakisatan, keimanan mereka
tidak hilang secara total Dalil-dalil syariat terkadang menetapkan keimanan
pada mereka, seperti firman Allah :
Apa perbedaan antara iman dan islam? Kata iman dan islam terkadang
disebutkan bersamaan dalam satu kalimat, namun terkadang disebutkan
salah satunya saja. Jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup
makna keduanya. Dan bila disebutkan kedua-duanya, maka iman dan
islam memiliki makna yang berbeda. Jika disebutkan iman saja, maka
tercakup di dalamnya makna iman dan islam. Demikian pula sebaliknya.
Namun, jika desebutkan iman dan islam, maka masing-masing memilki
makna sendiri-sendiri. Iman mencakup malan-amalan hati, sedangkan
islam mencakup amalan-amalan lahir.
Mengimani secara rinci nama-nama kitab Allah yang kita ketahui dan
Dihapus.
Mengimani secra rinci nama para nabi dan rasul Allah yang kita ketahui
Beramal dengan syariat Rasul yang diutus kepada kita (yaitu Muhammad
Beriman dengan hari perhitungan dan pembalasan (al hisaab wal jazaa)
Beriman dengan surga dan neraka
mahfudz
1. Jika istisna muncul karena ragu dengan adanya pokok keimanan maka
ini merupakan keharaman bahkan kekafiran.. Karena iman adalah sesuatu
yang pasti (yakin) sedangkan keraguan membatalkan keimanan.
2. Jika istisna muncul karena khawatir terjatuh dalam tazkiyatun nafsi
(menyucikan diri), namun tetap disertai penerapan iman secara perkataan,
perbuatan, dan keyakinan, maka hal ini sesuatu yang wajib karena adanya
rasa khawatir terhadap sesuatu yang berbahaya yang dapat merusak
iman.
{27}
bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram,
insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan
mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut (Al Fath :27). Dan
juga dalam doa Nabi ketika ziarah kubur :
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki
[2]. H.R Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi. Dishahihkan Albani dalam Shohihul
Jaami VI/308
[3]. H.R Muslim22
[7]. Syarh Lumatil Itiqad 57, Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin
PayTren UYM
24 Desember 2016
Kita sebagai umat islam harusla megerti apa yang dimaksud dengan
iman dan taqwa yang biasa disingkat menjadi (IMTAQ) dalam
kurikulum Sekolah Dasar, didalam Al-Quran sangat banyak
disebutkan kata iman dan taqwa, (Hai orang yang beriman,, hai
orang yang bertaqwa). apa sebenarnya ketaqwaan itu dan
bagaiamana iman itu, dan apakah ada hubungan iman dat taqwa,
silahkan baca sampai tuntas dan bubuhkan argumen anda untuk
menyempurnakan artikel ini.
Arti Taqwa
Menurut pendapat majmu' ulama sepakat bahwa Taqwa adalah
sebuah keuatan yang teguh dalam menjalankan/mengerjakan
peirntah Allah dan menjauhi larangan-Nya. taqwa juga dikaitkan
dengans ebuah prestasi yang bias disebut dengan derajat atau
tingkatan terhormat.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang dekat dengan Allah dan
Allah yang akana mnjaganya dan memudahkan Rezeki baginya dan
lain-lain, dalam tanda kutip orang yang bertaqwa itu mendapat
tempat yang dimuliakan oleh Allah Swt.
Maksud Iman
Iman adalah sebuah perasaan keyakinan, dalam bahasa arab istilah
iman itu dibahasakan dengan I'tiqad yaitu keyakinan penuh . nah
dalam konteks ini iman bisa dikatakan sebagai perasaan yakin.
Inilah yang dimaksud dengan karakteristik iman, hal ini juga bisa kita
bandingkan dengan jelas, dalam menjalankan sebuah ibadahm sperti
sholat misalnya, ibdah yang kita kerjakan setiap hari, terkadang kita
semangat dan cepat berangkat pergi ke mesjid untuk sholat
berjamaan namun kadang-kadang kit malas untuk melaksanakan
sholat, itulah keimanan. Keimanan dapat berubah-berubah sewaktu-
waktu.
Iman
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Daftar isi
1 Etimologi
2 Pandangan Islam
3 Pandangan Kristen
o 3.1 Etimologi
o 3.2 Terjemahan Lukas 8:25
Etimologi
Pandangan Islam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rukun Iman dan Hadits Jibril
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain,
seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan
lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan
anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan
lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota."
Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah
(lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya
dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Tingkatan iman
Dalam Islam dikenal beberapa tingkatan seseorang dalam keyakinan
beragama, diantaranya adalah:
Pandangan Kristen
Etimologi
Sebuah contoh menarik soal bagaimana iman dapat tumbuh, dapat dilihat
pada kisah seorang wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun
(Markus 5:25-29)
Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya
menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib,
sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama
sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin
memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di
tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan
menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku
akan sembuh." Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia
merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.
Download
Pengertian Iman Dalam Agama Islam - Iman (bahasa Arab:
) secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman (
) diambil dari kata kerja 'aamana' (
) -- yukminu' (
Yaitu hati yang selamat, hati yang bertauhid (mengesakan Alloh dalam
setiap peribadatannya), di mana seseorang tidak akan selamat di hari
akhirat nanti kecuali ia datang dengan membawa hati ini. Alloh berfirman
dalam surat as-Syuara ayat 88-89:
(Yaitu) hari di mana tidak berguna lagi harta dan anak-anak kecuali
mereka yang datang menemui Alloh dengan hati yang selamat (selamat
dari kesyirikan dan kotoran-kotorannya). (QS. Asy Syuara: 88,89)
Hati yang sehat ini didefinisikan dengan hati yang terbebas dari setiap
syahwat, selamat dari setiap keinginan yang bertentangan dari perintah
Alloh, selamat dari setiap syubhat (kerancuan-kerancuan dalam
pemikiran), selamat dari menyimpang pada kebenaran. Hati ini selamat
dari beribadah kepada selain Alloh dan berhukum kepada hukum selain
hukum Rosul-Nya. Hati ini mengikhlaskan peribadatannya hanya kepada
Alloh dalam keinginannya, dalam tawakalnya, dalam pengharapannya
dalam kecintaannya Jika ia mencintai ia mencintai karena Alloh, jika ia
membenci ia membenci karena Alloh, jika ia memberi ia memberi karena
Alloh, jika ia menolak ia menolak karena Alloh. Hati ini terbebas dari
berhukum kepada hukum selain Alloh dan Rosul-Nya. Hati ini telah terikat
kepada suatu ikatan yang kuat, yakni syariat agama yang Alloh turunkan.
Sehingga hati ini menjadikan syariat sebagai panutan dalam setiap
perkataan dan perbuatannya.
Alloh berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian bersikap mendahului
Alloh dan Rosul-Nya, bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Hujurot: 1)
Pemilik hati yang sehat ini akan senantiasa dekat dengan Al Quran, ia
senantiasa berinteraksi dengan Al Quran, ia senantiasa tenang,
permasalahan apapun yang dihadapinya akan dihadapi dengan tegar, ia
senantiasa bertawakal kepada-Nya karena ia mengetahui semua hal
berasal dari Alloh dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Di manapun ia
berada zikir kepada Alloh senantiasa terucap dari lisannya, jika disebut
nama Alloh bergetarlah hatinya, jika dibacakan ayat-ayatNya maka
bertambahlah imannya. Pemilik hati inilah seorang mukmin sejati, orang
yang Alloh puji dalam Firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman (sempurna imannya) ialah
mereka yang bila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan
hanya kepada Allohlah mereka bertawakkal (berserah diri). (QS. Al-Anfaal:
2)
Alloh berfirman:
Pemilik hati ini jika dibacakan kepadanya ayat-ayat Al Quran maka dirinya
tidak tergetar, ia senantiasa ingin menjauh dari Al Quran, ia lebih senang
mendengar suara-suara yang membuatnya lalai, ia lebih senang
mendengar nyanyian, mendengar musik, mendengar suara-suara yang
menggejolakkan hawa nafsunya. Pemilik hati ini senantiasa gelisah, ia
tidak tahu harus kepada siapa ia menyandarkan dirinya, ia tidak tahu
kepada siapa ia berharap, ia tidak tahu kepada siapa ia meminta,
kehidupannya terombang-ambing, ke mana saja angin bertiup ia akan
mengikutinya, ke mana saja syahwat mengajaknya ia akan mengikutinya,
wahai betapa menderitanya pemilik hati ini!
Hati ini adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Hati ini akan
mengikuti unsur kuat yang mempengaruhinya, terkadang hati ini cenderung
kepada kehidupan dan terkadang cenderung kepada penyakit. Pada
hati ini ada kecintaan kepada Alloh, keimanan, keikhlasan dan tawakal
kepada-Nya. Akan tetapi pada hati ini juga terdapat kecintaan kepada
syahwat, ketamakan, hawa nafsu, dengki, kesombongan dan sikap bangga
diri.
Ia ada di antara dua penyeru, penyeru kepada Alloh, Rosul dan hari akhir
dan penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang akan disambutnya
adalah seruan yang paling dekat dan paling akrab kepadanya.
Demikianlah, hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu, tawadhu,
lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan
mati. Hati yang ketiga adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat kepada
keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada kebinasaan.
Dan diletakkanlah kitab (kitab amalan perbuatan), lalu kamu akan melihat
orang-orang berdosa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya,
dan mereka berkata: Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak
meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan
hadir (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun. (QS. Al
Kahfy: 49)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah
Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan
amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi
mereka surga Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu
mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau
dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar
di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan
tempat istirahat yang indah. (QS. Al Kahfy: 30-31)
Sumber: https://muslim.or.id/247-wahai-manusia-lihatlah-hatimu.html
26 of 28
Memperbaiki hati
506 views
azelia
Memperbaiki Hati
Memperbaiki hati