Anda di halaman 1dari 58

1231024_YAP

1. Jawaban : A
Pembahasan : dari soal tersebut kita dapat menemukan beberapa tanda khas yang dapat
mengarah ke dugaan diagnosis suatu penyakit, dan beberapa hal yang khas tersebut yang
pertama yaitu keluhan dari seorang wanita yang sedang hamil. Kemudian wanita tersebut
mengalami kesemutan pada tangan kanannya terutama pada ibu jari, jari manis, dan jari
tengah. Lalu tanda khas lainnya keluhan terjadi pada malam hari, dan menghilang dengan
mengibas-ngibaskan tangannya. Dari ke-4 tanda tersebut, semuanya mengarah pada
diagnosis adanya Carpal Tunnel Syndrome (CTS), yang merupakan suatu neuropati pada
Nervus Medianus di pergelangan tangan.

Etiologi dari CTS ada dua, yaitu dari faktor lingkungan dan faktor medis.
a. Faktor medis meliputi
Faktor Ekstrinsik (Faktor di luar nervus Medianus)
1. Peningkatan volume cairan pada terowongan Carpal yang diakibatkan oleh
gangguan keseimbangan cairan, sering terjadi pada kasus kehamilan,
menopause, obesitas, gagal ginjal, hipotiroidisme, gagal jantung kongestif, dan
penggunaan kontrasepsi oral.
2. Adanya gangguan kontur terhadap nervus Medianus, misalnya terjadi pada
kasus fraktur pars distalis os radius atau arthritis post-trauma pada bagian
pergelangan tangan.
Faktor Intrinsik (Dari nervus Medianus itu sendiri, misalnya karena tumor)
Faktor Neuropati, yaitu neuropati secara umum akibat gaya hidup alkoholik,
diabetes, toksisitas atau defisiensi vitamin-vitamin neuroprotektif seperti vitamin
B6 dan B12, serta paparan terhadap suatu toksin.

Page 1 of 58
1231024_YAP

b. Faktor lingkungan meliputi fleksi-ekstensi berlebihan dalam waktu yang lama,


penggunaan otot flexor berulang-ulang, dan paparan terhadap getaran, biasanya
sering terjadi pada pengendara motor jarak jauh dan dalam waktu yang lama karena
pengendara motor menarik gas (fleksi carpal) sambil menjaga kestabilan motornya
(menahan getaran).
Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh CTS dapat diperoleh melalui anamnesis yang
lengkap dan sistematis, yaitu :
a. Nyeri di tangan
b. Nyeri atau kebas di ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari manis bagian lateral
c. Kesemutan di tangan dan jari-jari tangan
d. Berkurangnya kekuatan untuk menggenggam
e. Kekakuan pada tangan ketika melakukan gerakan fleksi tangan
f. Ke-5 keluhan tersebut semakin memburuk di malam hari dan akan menghilang
sementara dengan mengibaskan tangan atau disebut dengan Flick’s sign.
Selain itu berdasarkan keluhannya, CTS dapat diklasifikasikan menjadi :
 Derajat 1 : Keluhan di malam hari, membaik dengan mengibaskan tangan/Flick’s sign
 Derajat 2 : Keluhan terjadi di sepanjang hari
 Derajat 3 : Terdapat kelemahan pada bagian-bagian yang diinervasi oleh nervus
Medianus seperti ketidakmampuan untuk melakukan fleksi-ekstensi penuh pada ibu
jari, jari telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari manis.

Page 2 of 58
1231024_YAP

Dengan demikian dari soal pada kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien wanita
hamil tersebut mengalami Carpal Tunnel Syndrome derajat 1 dengan etiologi penambahan
volume cairan pada terowongan Carpal karena proses kehamilan yang sedang dialaminya.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuropati angkatan 2013 oleh Dr. Diah Kurnia Mirawati, dr., Sp.S(K),
Netter’s Neurology 2nd tahun 2012, dan Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

2. Jawaban : E
Pembahasan : dari soal tersebut, hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan
seperti pria berusia 56 tahun dan kelemahan pada tangan kiri dengan onset 1 bulan yang
lalu, serta tekanan darah 150/80 mmHg dan nadi 76 kali/menit memang penting namun
masih kurang spesifik untuk mengetahui nervus manakah yang mengalami lesi pada tangan
kiri pasien. Oleh karena itu informasi yang dianggap spesifik untuk mengetahui dimanakah
letak lesinya yaitu adanya Wartenberg sign positif yang disebutkan pada soal. Wartenberg
sign yang positif menunjukkan adanya lesi pada nervus Ulnaris (neuropati nervus Ulnaris).
Letak nervus Ulnaris pada regio antebrachii terdapat pada sulcus condylaris yang terdapat di
antara epicondylus medialis dan olecranon.
Neuropati nervus Ulnaris memiliki ciri-ciri yaitu :
a. Letak lesi biasanya pada siku dan pergelangan tangan
b. Etiologi terbanyak disebabkan karena terjepitnya nervus Ulnaris dan trauma
c. Pasien datang dengan keluhan kebas di daerah Digiti IV & V (jari manis dan jari kelingking)
dan kelemahan untuk menggenggam
d. Hasil pemeriksaan fisik untuk nervus Ulnaris didapatkan Froment’s sign positif,
Wartenberg sign positif, adanya Benediction posture, serta atrofi otot-otot Thenar dan
Hipothenar.
Dengan demikian Wartenberg sign positif menunjukkan adanya lesi pada nervus Ulnaris.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuropati angkatan 2013 oleh Dr. Diah Kurnia Mirawati, dr.,
Sp.S(K))

3. Jawaban : A
Pembahasan : Silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 2.

4. Jawaban : D
Pembahasan : Bell’s Palsy merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelumpuhan
nervus Facialis perifer karena inflamasi pada nervus Facialis di foramen Stylomastoideus
Basis Cranii (tepatnya di bagian tersempit canalis Falopi yang berada di sisi lateral dari

Page 3 of 58
1231024_YAP

canalis auditorius internus) sehingga menyebabkan penekanan pada nervus Facialis dan
menimbulkan iskemia. Bell’s Palsy ini bersifat unilateral atau hanya pada satu sisi wajah
sehingga bila anamnesis dan pemeriksaannya kurang cermat maka dapat terjadi salah
diagnosis menjadi stroke. Bell’s Palsy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bila
onset’nya akut dapat diberi kortikosteroid dan vitamin B dosis tinggi karena vitamin B
bersifat neuroprotektif.
Secara insidensi, Bell’s Palsy ini banyak terjadi pada usia 15-50 tahun, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan, dan juga sering pada masa kehamilan trisemester ketiga
atau awal masa post partum. Manifestasi klinis Bell’s Palsy meliputi :
a. Disfungsi nervus Facialis perifer yang meliputi seluruh cabang
b. Onset mendadak, kelemahan maksimal yang terjadi dalam 24-72 jam
c. Sebagian besar pasien mengalami kelemahan wajah satu sisi/unilateral yang lengkap,
dan hanya sepertiga pasien yang hanya mengalami kelemahan parsial
d. Nyeri di sekitar telinga yang sesisi dengan wajah yang mengalami kelemahan.
e. Gangguan pengecapan pada 2/3 lidah anterior satu sisi dengan wajah yang mengalami
kelemahan.
f. Hiperakuisisi sesisi wajah yang mengalami kelemahan, dirasakan oleh sepertiga
pasien.
g. Sebagian besar pasien mengalami kesembuhan spontan dalam waktu 6 bulan.
h. Sekitar 15% pasien mengalami penyembuhan yang inkomplet yang menyebabkan
sekuele berupa kelemahan parsial sinkinesis.
i. Tidak ada riwayat trauma, infeksi lokal, maupun penyakit saraf pusat.
Dengan demikian dari ke-5 pernyataan pada pilihan jawaban, pernyataan bahwa Bell’s
Palsy menyebabkan kelemahan ekspresi otot-otot wajah merupakan pernyataan yang
paling tepat.
(Sumber : Slide & Kuliah Bell’s Palsy angkatan 2013 oleh dr. Indriany Widhowati, Sp.S dan
Buku Neurologi untuk Dokter Umum hlm. 128-132 oleh Dr. Diah Kurnia Mirawati, dr.,
Sp.S(K))

5. Jawaban : C
Pembahasan : Nervus Facialis atau nervus VII menginervasi :
a. SVA : Pengecapan (2/3 anterior lidah)
b. GVA : Meatus acusticus externus dan bagian dalam dari aurikula

Page 4 of 58
1231024_YAP

Perhatikan lingkaran biru pada gambar berikut :

c. GVE (Parasimpatis) : secreto motor untuk kelenjar salivasi kecuali kelenjar parotis, dan
semua kelenjar mukous yang berkaitan dengan cavitas nasalis dan oral, serta kelenjar
lakrimalis
d. SVE (Branchial motor) : semua otot-otot untuk ekspresi wajah, dan juga M. stapedius,
M. stylohyoideus, Platysma myloides, dan M. digastricus venter posterior.
Jadi sudah jelas bahwa pada pilihan jawaban soal tersebut, nervus Facialis menginvervasi
musculus Stapedius.
(Sumber : Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

6. Jawaban : E
Pembahasan : Silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 4 ya.

7. Jawaban : C
Pembahasan : Menurut kuliah & slide Stroke dan Neurovascular Disease oleh dr. Subandi,
Sp.S, FINS pada slide ke-6 dijelaskan bahwa Stroke merupakan “A syndrome characterized by
rapidly developing clinical signs of focal (or global) disturbance lasting 24 hours or longer,
or leading to death/disability with no apparent cause other than vascular origin (cerebral-
retinal-spinal)”, yang artinya bahwa dokter dalam kasus tersebut mendiagnosis Stroke
karena onsetnya yang tiba-tiba setelah pasien tersebut bangun tidur. Dokter tidak
mendiagnosis berdasarkan riwayat hipertensi pasien tersebut yang tidak terkontrol karena
hipertensi tidak selalu menyebabkan stroke, tetapi juga bisa mengakibatkan kelainan yang
lain seperti cardiovascular disease, coronary disease, dan peripherial arterial disease,
sehingga hipertensi tidak memiliki korelasi yang langsung dengan gejala stroke. Kemudian
pernyataan onset yang tiba-tiba ini juga dijelaskan di slide ke-24 pada slide yang sama,

Page 5 of 58
1231024_YAP

dimana disebutkan bahwa Stroke merupakan “Sudden onset of slurred speech, legs clumsy,
one side of body affected, dan weakness)”.
Dengan demikian penegakan diagnosis Stroke pada kasus yang terdapat pada soal
tersebut didasari atas onsetnya yang tiba-tiba setelah bangun tidur.
(Sumber : Slide & Kuliah Stroke dan Neurovascular Disease angkatan 2013 oleh dr. Subandi,
Sp.S, FINS)

8. Jawaban : C
Pembahasan : Dari hasil anamnesis yang dijelaskan pada soal, disebutkan bahwa wanita
berusia 60 tahun mengalami kelemahan tangan dan tungkai kanan, mendadak, saat bangun
tidur, tidak dapat berbicara, pasien sadar, tidak mengeluh nyeri kepala dan muntah.
Kemudian untuk dapat mengetahui pembuluh darah mana yang mengalami gangguan, maka
kita perlu mengetahui dahulu fungsi apakah dari otak yang mengalami gangguan sebagai
manifestasi dari gangguan pembuluh darah yang memvaskularisasi lobus/area otak yang
memiliki fungsi tersebut. Selanjutnya mari kita analisis satu per satu sesuai dengan hasil
anamnesis tersebut :
a. Mengalami kelemahan tangan dan tungkai kanan → artinya terdapat gangguan pada
area Broadmann 4 (gyrus precentralis lobus frontalis cerebri sinistra) yang merupakan
pusat motorik primer/sistem pyramidal yang bila mengalami kelumpuhan maka
disebut paresis (pada kasus ini disebut hemiplegi kontralateral dan paralisis facial).
b. Tidak dapat berbicara → artinya terdapat gangguan pada area Broadmann 44-
45/Area Broca pada lobus frontalis cerebri sinistra yang merupakan pusat bicara
motorik, bila mengalami kelumpuhan maka disebut afasia motorik.
c. Pasien sadar → artinya tidak ada gangguan pada Thalamus (sebagai relay station
somatosensorik dan somatomotorik yang berperan dalam pusat kesadaran).
d. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala dan muntah → artinya tidak terdapat gangguan
pada lobus frontalis dan occipitalis cerebri.
Dari ke-4 gejala tersebut, gangguan terjadi pada area Broadmann 4 dan 44-45/Area Broca
dimana keduanya terletak pada lobus cerebri yang divascularisasi oleh arteri cerebri media,
karena arteri cerebri media memiliki cakupan vaskularisasi yang paling luas dan berada di
bagian tengah cerebri.

Page 6 of 58
1231024_YAP

Selain itu, menurut Kuliah Rehabilitasi Stroke oleh dr. Noer Rachma, Sp. RM, dijelaskan
bahwa manifestasi klinis dari stroke yang terjadi pada pembuluh darah tertentu memiliki ciri
yang khas, yaitu :
Bila Stroke terjadi pada Arteri Cerebri Anterior, yang terjadi adalah :
a. Adanya ataksia dan defisit neurologis tipikal
b. Adanya gangguan tilikan
c. Adanya inkontinensia urin dan alvi
Bila Stroke terjadi pada Arteri Cerebri Media, yang terjadi adalah :
a. Adanya hemiplegi kontralateral dan paralisis facial
b. Adanya monoplegi kontralateral dan hiperesthesia kolateral
c. Adanya Hemianopsia, Disfasia, dan Agnosia
Bila Stroke terjadi pada Arteri Cerebri Posterior, yang terjadi adalah :
a. Adanya Alexia
b. Adanya Agnosia Visual
c. Adanya Kebutaan Kortikal
d. Adanya paralisis nervus III
e. Adanya gangguan memori
f. Adanya hemianopsia
Selain arteri cerebri media, ada arteri cerebri anterior yang memvaskularisasi bagian
anterior dan arteri cerebri posterior yang memvaskularisasi bagian posterior hemispherium
cerebri. Arteri cerebri media memiliki cakupan vaskularisasi paling luas pada hemispherium
cerebri karena arteri cerebri media merupakan arteri terbesar bila dibandingkan dengan
arteri cerebri anterior dan posterior. Arteri cerebri anterior dan media merupakan cabang
dari arteri karotis interna, sedangkan arteri cerebri posterior merupakan cabang dari arteri
basilaris.
Dengan demikian, pembuluh darah yang mengalami kelainan pada kasus tersebut yaitu
arteri cerebri media.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuroanatomi Klinis oleh dr Agus Soedomo, Sp.S, Slide Meninges,
Vaskularisasi Otak, dan LCS oleh Prof. Dr. Dr. Satimin H., PAK, MARS, Slide & Kuliah

Page 7 of 58
1231024_YAP

Rehabilitasi Kelainan Sistem Saraf Pasca Stroke Kelas A oleh dr. Noer Rachma, Sp.KFR, dan
Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015).

9. Jawaban : C
Pembahasan : dari hasil anamnesis pada soal didapatkan bahwa pasien mengalami
kelemahan pada tangan dan tungkai kanan dengan onset yang mendadak, disertai nyeri
kepala hebat dan muntah. Dari hasil anamnesis yang cukup singkat tersebut, ada dua hal
yang perlu diperhatikan, yaitu kelemahan pada tangan dan tungkai kanan serta nyeri kepala
hebat. Kelemahan pada tangan & tungkai kanan (hemiplegi) dengan onset mendadak
merupakan salah satu tanda stroke, sedangkan stroke sendiri masih terbagi menjadi 2, yaitu
stroke hemoragik dan stroke iskemia. Untuk membedakan kedua jenis stroke ini, maka kita
perlu melihat hasil anamnesis lainnya, yaitu adanya nyeri kepala yang dikeluhkan oleh
pasien. Munculnya nyeri kepala pada saat serangan stroke merupakan tanda dari stroke
hemoragik, di samping adanya defisit neurologis fokal tentunya, sedangkan stroke iskemia
tidak memiliki tanda-tanda adanya nyeri kepala.
Dengan demikian, diagnosis yang paling mungkin untuk pasien tersebut yaitu Stroke
Hemoragik karena terdapat bukti hemiplegi dengan nyeri kepala hebat saat serangan.
(Sumber : Slide & Kuliah Rehabilitasi Kelainan Sistem Saraf Pasca Stroke Kelas A angkatan
2013 oleh dr. Noer Rachma, Sp.KFR)

10. Jawaban : D
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, defisit neurologis yang dialami oleh pasien yaitu
kelemahan pada lengan dan tungkai kanan dan tidak dapat berbicara. Artinya area pada
cerebrum yang fungsinya terganggu oleh penyakit pasien yaitu area 4 Broadmann yang
merupakan area pusat motorik primer dan juga area 44-45 Broca yang merupakan area
pusat bicara motorik. Kedua area tersebut dihubungkan dengan medula spinalis melalui
traktus corticospinalis.
Proses penghantaran impuls motorik dari motor cortex sampai pada motor end plate yaitu
mula-mula impuls pada motor cortex bergerak ke bawah melalui sebuah traktus utama yang
disebut traktus corticospinalis (cortico- : korteks cerebri, -spinalis : medulla spinalis, artinya
dari traktus berasal dari motor cortex dan berakkhir pada medulla spinalis, karena traktus
corticospinalis ini merupakan traktus utama pada sistem piramidal, sehingga disebut juga
traktus piramidalis). Traktus ini dari motor cortex berjalan ke bawah menuju ke bagian
posterior capsula interna, lalu menuju ke crus cerebri pada mesensefali, lalu bercabang saat
memasuki pons dan kembali menyatu saat keluar dari pons untuk memasuki medulla
oblongata. Selanjutnya traktus corticospinalis ini pada medulla oblongata bagian bawah
akan bercabang menjadi 3, yaitu traktus corticospinalis yang ipsilateral bagian lateral,
traktus corticospinalis ipsilateral anterior, dan traktus corticospinalis kontralateral. Traktus
corticospinalis kontralateral ini menyilang pada suatu bangunan yang disebut decussatio
pyramidum. Kemudian masing-masing dari ketiga traktus tersebut akan saling bersinaps
pada medulla spinalis, dimana traktus corticospinalis lateral akan bersinaps dengan yang
traktus corticospinalis anterior, dan traktus corticospinalis anterior akan bersinaps dengan
traktus corticospinalis yang kontralateral. Kemudian traktus tersebut keluar dari medulla
spinalis untuk membentuk nervus yang nantinya akan menginervasi bagian-bagian tubuh
tertentu sesuai dengan fungsinya. Agar lebih jelas, silakan lihat ilustrasi berikut :

Page 8 of 58
1231024_YAP

Sehingga apabila fungsi area motor cortex terganggu, maka impuls motorik yang
dihantarkan menuju motor end plate pun akan menjadi sangat lemah, sehingga
menyebabkan kelemahan motorik dalam menggerakkan tangan dan tungkai pasien.
Dengan demikian traktus yang terlibat dalam mekanisme kelumpuhan pasien tersebut
yaitu traktus corticospinalis.
(Sumber : Netter’s Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology Special Edition, 2003)

11. Jawaban : D
Pembahasan : Dilihat dari kasus tersebut, maka gejala dan tanda yang dialami oleh pasien
dapat dianalisis sebagai berikut yaitu nyeri kepala sudah setahun dan semakin meningkat →
Nyeri kepala merupakan gejala, jadi memiliki banyak diagnosis banding seperti nyeri kepala
tegang otot dan nyeri kepala yang lain, dan juga bisa mengarah ke nyeri kepala akibat stroke
hemoragik/stroke perdarahan. Namun semua diagnosis banding ini dapat disingkirkan
karena nyeri kepala sudah persisten selama 1 tahun dan semakin berat, yang kemungkinan

Page 9 of 58
1231024_YAP

disebabkan akibat tekanan intracranial yang semakin lama semakin meningkat. Sedangkan
pada nyeri kepala untuk diagnosis banding yang lain belum tentu persisten dalam waktu
lama dan belum tentu juga menjadi semakin berat. Kemudian tekanan intracranial yang
meningkat ini dapat mengarah pada penegakan diagnosis tumor cerebri, sebab bila
dikorelasikan dengan gejala yang lain yaitu penglihatan kabur, sulit bicara dan kelemahan
ekstremitas, maka semua gejala tersebut berkaitan dengan fungsi yang terganggu pada
lobus frontalis dan lobus occipitalis cerebri. Maka, bila tekanan intracranial meningkat, maka
bagian dari ensefalon yang terpengaruh oleh peningkatan ini tidak hanya di satu bagian,
tetapi di bagian yang lain karena systema ventricularis ada di seluruh bagian otak (sehingga
peningkatan tekanan intracranial juga berdampak pada lobus frontalis dan lobus occipitalis
tersebut), jadi diagnosis yang paling mungkin ditegakkan yaitu tumor cerebri, atau juga
dapat lebih spesifik misalnya mengarah pada tumor plexus choroideus yang menyebabkan
produksi LCS meningkat secara signifikan.
Menurut dr. Risono, Sp.S(K), gejala yang ditimbulkan oleh adanya tumor sistem saraf pusat
disebabkan karena adanya pendesakan tumor ke jaringan sekitarnya dan sudah dapat
dideteksi sejak tumor berukuran 40 gram, atau juga disebabkan akibat adanya peningkatan
tekanan intracranial. Sedangkan gejala yang muncul akibat tumor ini yaitu :
a. Nyeri kepala yang berdenyut, intermitten, lebih nyeri pada pagi hari, bertambah saat
bersin, mengejan, dan batuk, serta 15-95% dari nyeri kepala ini merupakan gejala dini.
b. Muntah yang proyektil dan terjadi di pagi hari
c. Penglihatan kabur akibat papil edema atau papil atrofi
d. Penglihatan ganda
e. Kejang yang fokal dan umum
f. Gangguan perilaku
g. Gangguan kesadaran
Dengan demikian diagnosis yang paling mungkin untuk kasus tersebut adalah suspek
tumor cerebri.
(Sumber : Slide & Kuliah Tumor Sistem Saraf Pusat angkatan 2013 oleh dr. Risono, Sp.S(K))

12. Jawaban : D
Pembahasan : Dengan diagnosis yang sudah dijelaskan pada pembahasan nomor 11 yaitu
tumor cerebri, maka pemeriksaan penunjang yang paling tepat yaitu CT-Scan, sebab
elektroensefalografi atau EEG biasanya digunakan pada kasus epilepsi atau bangkitan
kejang, sedangkan foto rontgen kepala AP & Lateral tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa kelainan intracranial, namun hanya untuk mengetahui lesi-lesi pada tulang.
Kemudian CT-Scan juga dibagi menjadi dua, yaitu CT-Scan dengan kontras dan CT-Scan tanpa
kontras, berikut penjelasannya masing-masing :
Foto polos/rontgen AP, PA, dan lateral digunakan pada :
a. Tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan intracranial
b. Dapat menunjukkan gambaran kalsifikasi seperti tumor dan AVM, pelebaran fossa
pituitaria, dan adanya lesi pada tulang seperti fraktur, tumor primer cranium,
metastasis, infeksi, dan kelainan kongenital.
c. Foto polos pada spine dapat digunakan untuk mengevaluasi trauma pada vertebra
CT-Scan tanpa kontras media digunakan pada :
a. Trauma Capitis

Page 10 of 58
1231024_YAP

b. Cerebrovascular Disease (CVD)


c. Cerebral Atrophy
d. Hydrocephalus, bukan untuk mencari tumor
e. Kontrol VP Shunt
CT-Scan dengan kontras digunakan saat :
a. Identifikasi tumor
b. Mencari fokus-fokus infeksi cerebral
c. Mencari kelainan vascular seperti aneurysma dan AVM
MRI Kepala digunakan pada :
a. Deteksi tumor, maka nilai diagnostik MRI tanpa kontras akan sama dengan nilai
diagnostik CT-Scan dengan kontras
b. Pada identifikasi AVM (Arterious Venous Malformation atau malformasi arteri dan
vena pada otak)
c. Mendiagnosis Demyelinating disease
d. Identifikasi Stroke, bila itu stroke hemoragik maka CT-Scan lebih baik dari Mri,
namun pada Stroke dengan Infark sangat akut, maka MRI lebih baik daripada CT-
Scan
Kemudian perbedaan mendasar mengenai kapan harus menggunakan MRI dan kapan harus
menggunakan CT-Scan yaitu :
CT-Scan menggunakan X-Ray, sedangkan MRI menggunakan medan magnet yang
sangat kuat
CT-Scan sangat baik untuk melihat kelainan pada tulang, seperti fraktur dan kelainan
tulang lain, sedangkan MRI sangat baik untuk mendapatkan gambaran soft-tissue
contrast atau jaringan lunak dari suatu organ
CT-Scan menggunakan pencitraan irisan multiaksial dan multi-slice sehingga citra
gambar yang dihasilkan sangat baik dalam bentuk 3D, sedangkan MRI menggunakan
pencitraan multiplanar imaging
Bagi pasien, pemeriksaan dengan CT-Scan tidak memerlukan suatu persiapan khusus,
sedangkan pemeriksaan dengan MRI membutuhkan persiapan khusus yang cukup
rumit. Oleh karena itu hasil dari pemeriksaan CT-Scan dapat diketahui lebih cepat
daripada hasil pemeriksaan dengan MRI.
Dengan demikian untuk mengidentifikasi suatu tumor seperti pada kasus yang dijelaskan
pada soal, maka pemeriksaan penunjang terbaik adalah CT-Scan dengan kontras.
(Sumber : Slide & Kuliah Aspek Radiologi Sistem Saraf angkatan 2013 oleh dr. Rachmi Fauziah
Rahayu, Sp.Rad)

13. Jawaban : E
Pembahasan : Pada hasil anamnesis yang disebutkan pada soal, dijelaskan bahwa pasien
mengalami kejang-kejang, penurunan kesadaran, demam tinggi sejak satu bulan, dan sisi
tubuh sebelah kanan berespon lebih aktif. Lalu mari kita bahas satu per satu gejala-gejala ini,
dimulai dari demam. Demam tinggi sejak satu bulan yang lalu menunjukkan adanya suatu
infeksi, maka dari pilihan A sampai E, pilihan D (hidrosefalus) dapat dieliminasi karena
hidrosefalus tidak memiliki gejala demam. Kemudian adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang menunjukkan adanya fungsi otak yang terganggu pada lobus frontalis, lobus
precentralis, dan thalamus sebagai pusat kesadaran. Fungsi yang terganggu pada bagian ini

Page 11 of 58
1231024_YAP

dapat disebabkan karena adanya suatu fokus infeksi intracerebral fokal yang terlokalisasi
hingga menekan bagian otak didekatnya, dan hal ini mengarah pada suatu diagnosis yang
disebut dengan abses cerebri. Sedangkan diagnosis yang mengarah pada meningitis kurang
kuat karena pada hasil anamnesis tersebut tidak disebutkan adanya nyeri kaku kuduk, yang
merupakan tanda khas pada meningitis. Lain halnya dengan meningitis, cerebritis atau
radang akibat infeksi pada cerebrum merupakan tahap awal dari perkembangan abses
cerebri, dimana pada abses cerebri manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat menjadi
banyak dan cukup berat, sedangkan pada cerebritis manifestasi klinis yang timbul masih
terbilang ringan karena masih dalam masa awal infeksi, dan manifestasi klinis yang
ditimbulkan oleh cerebritis baru sebatas demam tinggi dan nyeri kepala, belum sampai pada
tahap hingga terjadinya kejang dan penurunan kesadaran. Kemudian myelitis merupakan
suatu peradangan akibat infeksi pada medulla spinalis, dan infeksi pada medulla spinalis
tidak berpengaruh langsung terhadap adanya kejang dan penurunan kesadaran.
Infeksi yang terjadi pada abses cerebri dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
a. Perluasan langsung dari kontak fokus infeksi (45-50%) yang berasal dari sinus-sinus,
gigi, telinga tengah, atau mastoid.
b. Hematogen (25%) yang berasal dari endokarditis bakterial, infeksi primer paru dan
pleura.
c. Trauma kepala (10%) atau prosedur bedah saraf yang mengenai duramater atau
leptomeninges.
Suatu infeksi pada cerebri dapat didiagnosis sebagai abses cerebri bila telah berkembang
menjadi sekumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul. Adapun gejala dan manifestasi klinis
dari abses cerebri yaitu :
a. Gejala sistemik yang meliputi demam sub-febril
b. Tanda cerebral umum yang meliputi sindrom kelainan tekanan intracranial, adanya
nyeri kepala kronis progesif, mual, muntah, penurunan kesadaran, papil edema,
kejang, dan perubahan status mental.
c. Gejala cerebral fokal, misalnya pada abses lobus anterior yang berupa nyeri kepala,
afasia motorik, hemiparesis, dan kejang, dan abses lobus temporal yang berupa nyeri
kepala, afasia sensorik, dan defek lapang pandang.
Dengan demikian, diagnosis yang paling mungkin untuk kasus tersebut yaitu abses cerebri.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum, oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K)
halaman 42-25)

14. Jawaban : B
Pembahasan : Silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 13, dimana pada nomor
tersebut dijelaskan bahwa salah satu mekanisme terjadinya abses cerebri yaitu melalui
infeksi telinga tengah, yang kurang lebih sama dengan pilihan D (riwayat infeksi telinga
kronis). Pilihan B (riwayat trauma kepala) memang dapat menjadi salah satu mekanisme
terjadinya infeksi, namun karena pada soal tidak disebutkan adanya riwayat trauma kepala
maka pilihan ini dapat dieliminasi.
Dengan demikian, anamnesis yang perlu ditambahkan untuk dapat menegakkan diagnosis
yang lebih pasti yaitu menanyakan ada tidaknya riwayat infeksi telinga kronis.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum, oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K)
halaman 42-25)

Page 12 of 58
1231024_YAP

15. Jawaban : E
Pembahasan : Pada kasus tersebut sudah disebutkan bahwa pasien didiagnosis menderita
meningitis TB, maka berdasarkan kuliah neuroinfeksi oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K),
syarat-syarat yang harus ditemukan pada hasil pemeriksaan LCS/CSF untuk dapat didiagnosis
meningitis TB yaitu :
a. Cairan LCS jernih, tidak purulen (pilihan B salah)
b. Terdapat pleositosis limfositer dengan jumlah sel antara 10-350 sel/mm3 (pilihan C
salah)
c. Kadar glukosa dalam LCS <45 mg% (pilihan D salah)
d. Jumlah protein dalam LCS >45 mg% (pilihan E benar)
e. Kadar Cl dalam LCS <680 mg% (pilihan A salah)
Sehingga pada pilihan jawaban yang ada, pilihan yang paling tepat untuk menunjukkan
syarat diagnosis TB yaitu pilihan “E”.
Adapun patogenesis dari terjadinya meningitis TB yaitu kuman TB yang biasanya membentuk
sarang-sarang atau fokus infeksi pada paru, menyebar secara hematogen sampai pada
korteks cerebri, kemudian kuman-kuman TB tersebut menjadi mati atau berkembang biak
dan membentuk eksudat kaseosa yang nantinya dapat berkembang menjadi meningitis
sirkumskripta. Lalu eksudat kaseosa tadi dapat pecah dan berkembang ke lapisan
subarachnoidea dan membentuk kapsul (tuberkuloma) yang manifestasi klinisnya berupa
tumor dan bukan berupa infeksi lagi.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuroinfeksi angkatan 2013 oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K)

16. Jawaban : D
Pembahasan : Berdasarkan ke-5 pilihan jawaban tersebut ditambah dengan Pirazinamide,
mari kita analisis satu per satu :
a. PAS : PAS atau P-Aminosalisilat/Aminosalicylic Acid merupakan OAT lini ke-2 yang
bersifat bakteriostatik, dengan efek samping granulositopenia, perdarahan lambung,
dan hepatotoksik. Obat ini jarang digunakan karena kurang dapat ditoleransi dengan
baik oleh tubuh.
b. INH : INH atau Isoniazid merupakan antibiotik yang memiliki efek samping berupa
hepatotoksisitas, neurotoksisitas, dan neuropati perifer. Skala hepatotoksisitas dari
INH adalah sebesar 55%, paling besar dibanding OAT yang lain, yang artinya obat ini
sangat hepatotoksik.
c. Rifampisin : Obat ini bersifat hepatotoksik dengan skala sebesar 34%, artinya sifat
hepatotoksinya lebih lemah dari INH namun lebih kuat dari Pirazinamide. Selain itu
efek samping yang cukup menonjol dari Rifampisin adalah air kemih berwarna merah
bagi pasien yang mengkonsumsinya karena obat ini juga bersifat nefrotoksik.
d. Pirazinamide : Obat ini memiliki efek hepatotoksisitas dengan skala sebesar 10%,
artinya sifat hepatotoksiknya jauh lebih lemah dibanding INH dan Rifampisin
e. Ethambutol : Obat ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (retrobulbair
neuritis), namun sangat tepat sebagai terapi meningitis TB.
f. Streptomisin : Obat ini bersifat ototoksik (mengakibatkan kerusakan pada sistem
vestibuler dan koklear) dan nefrotoksik.

Page 13 of 58
1231024_YAP

Dengan demikian, terapi farmakologi paling tepat untuk pasien tersebut adalah
ethambutol.
(Sumber : Slide Farmakologi OAT oleh dr. Ratih Puspita Febrinasari dan Basic & Clinical
Pharmacology Bertram G. Katzung 12th ed tahun 2012)

17. Jawaban : E
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, dokter mendiagnosisnya dengan meningitis viral.
Menurut kuliah Neuro Infeksi oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K), ada 5 etiologi dari
meningitis viral, yaitu :
Coxsackievirus A tipe 7
Coxsackievirus B tipe 1-6
Echovirus 2, 6, 9, 11, 14, 16, 18
Paramyxovirus
Herpesvirus
Dalam kasus pada soal ini sebenarnya cukup sulit untuk menentukan secara pasti virus mana
yang menjadi penyebab meningitis viral pasien tersebut karena manifestasi klinis yang
ditimbulkan hampir sama antar semua virus tersebut yaitu demam, rash, nyeri kepala, dan
kaku kuduk. Terlebih lagi pada soal tersebut hasil pemeriksaan LCS yang disebutkan juga
tidak begitu jelas karena hanya diketahui peningkatan kadar protein dan penurunan kadar
glukosa tanpa dijelaskan berapa kadarnya, dimana hal ini juga pasti terjadi antar infeksi
strain virus, namun yang membedakan antar strain virus hanyalah kadarnya, padahal
kadarnya juga tidak disebutkan. Namun begitu, ada satu hal yang menjadi tanda
patognomonik yang disebutkan pada soal, yaitu tidak terdapat exanthema pada pasien
tersebut. Exanthema merupakan suatu bentuk erupsi pada kulit (atau disebut juga rash)
dengan manifestasi klinis yang cukup prominen. Exanthema ini berbeda pada beberapa
virus, dimana pada Coxsackievirus A berupa exanthema rubeliform, pada Coxsackievirus B
tidak ditemukan adanya exanthema, pada Echovirus memiliki ciri exanthema yang menonjol,
dan pada herpes simplex virus/HSV disebut exanthema subitum. Virus Coxsackie A & B,
Echovirus, dan Herpesvirus merupakan kelompok Enterovirus (genus Picornaviridae), dimana
sebenarnya kelompok virus ini menginfeksi saluran pencernaan sebagai sasaran utamanya
(dan pada kasus ini ada dugaan bahwa virus menyebar secara hematogen hingga ke
meninges yang akhirnya mengakibatkan meningitis viral pada pasien), sehingga pasien pada
kasus tersebut juga mengeluh muntah-muntah.
Dengan demikian, virus yang paling mungkin menyebabkan penyakit dengan tanda-tanda
tersebut yaitu Coxsackievirus B.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuroinfeksi angkatan 2013 oleh Prof. Oemar Sri Hartanto, Sp.S(K),
Adam’s and Victor’s Principles of Neurology 10th edition tahun 2014, CURRENT Diagnosis
and Treatment edisi 54 tahun 2015, serta Dorland’s Illustrated Medical Dictionary edisi 32
tahun 2012)

18. Jawaban : E
Pembahasan : Pasien mengeluhkan tangan dan kaki kanan terasa berat untuk digerakkan →
ini artinya pasien mengalami hemiparesis, kemudian tangan pasien tampak gemetaran →
artinya pasien mengalami tremor, dan pasien tidak mampu menggerakkan tangannya
melawan gravitasi → artinya kekuatan otot pasien melemah (skor pemeriksaan kekuatan

Page 14 of 58
1231024_YAP

ototnya bernilai 3 dari 5). Dari gejala-gejala tersebut, tidak disebutkan apakah pasien
mengalami gangguan koordinasi atau tidak, sehingga dapat dianggap bahwa fungsi
cerebellum pasien adalah normal dan pilihan B serta C dapat dieliminasi. Namun demikian
karena disebutkan bahwa pasien mengalami tremor, sedangkan fungsi gerakan motorik
halus diatur oleh cerebellum padahal fungsi cerebellumnya normal, maka diduga terdapat
gangguan pada traktus corticocerebellaris yang berfungsi untuk meregulasi semua gerakan
menjadi halus dan presisi. Kemudian jawaban A juga dianggap kurang tepat karena kurang
spesifik menyebutkan bagian manakah dari lobus frontalis yang dimaksud, sedangkan bagian
yang diduga mengalami lesi ada pada bagian gyrus precentalis cerebri. Lalu dari soal
tersebut juga dapat dianalisis kembali, pasien mengalami paresis pada bagian tubuh sebelah
kanan dan dari analisis di atas didapati bahwa fungsi cerebellum normal. Kemudian ingat
juga bahwa traktus corticospinalis sebagian besar menyilang ke arah kontralateral anterior
pada decussatio pyramidum, artinya paresis tubuh sebelah kanan disebabkan oleh gangguan
pada hemispherium cerebri sinistra. Pada pilihan jawaban E disebutkan “Subcortex cerebri
sinistra” (bukan cortex cerebri sinistra) karena subcortex cerebri sinistra tersusun atas
serabut saraf bermielin dan oligodendroglia yang mempengaruhi ketebalannya, dan di
dalamnya terdapat 3 jenis serabut, yaitu serabut proyeksi, serabut asosiasi, dan serabut
commisura, dan dari ke-3 serabut tersebut, serabut yang penting untuk penghantaran
impuls saraf dari area 4 Broadmann adalah serabut proyeksi, jadi pada kasus soal ini dapat
diduga bahwa serabut proyeksi bagian subcortex cerebri sinistra mengalami lesi akibat virus
HIV yang menyebabkan pasien mengalami tanda-tanda keluhan tersebut.
Dengan demikian dapat diduga bahwa bagian yang mengalami lesi akibat infeksi virus HIV
tersebut adalah subcortex cerebri sinistra.
(Sumber : Duus’s Topical Diagnosis ini Neurology 5th ed tahun 2012, Adam’s and Victor’s
Principles of Neurology 10th edition tahun 2014)

19. Jawaban : B
Pembahasan : Pada kasus bahwa pasien mengeluh pusing berputar-putar hingga muntah
disertai telinga kanan berdenging atau tinnitus dan keluhan berkurang saat pasien menutup
mata, maka sudah jelas tanda tersebut mengarah ke suatu diagnosis yaitu pasien menderita
vertigo. Vertigo memiliki beberapa etiologi, dan pemeriksaan penunjangnya pun bergantung
dari etiologi vertigo itu sendiri, apakah vertigo timbul karena gangguan pada sistem
vestibulookuler atau sistem vestibularis sentral atau perifer. Kemudian mari kita analisis satu
per satu dari keluhan pasien tersebut :
a. Pusing berputar-putar → merupakan manifestasi dari disfungsi kanalis semisirkularis
horizontal dan bisa juga reaksi abnormal dari kanalis vestibuler.
b. Telinga berdenging atau tinnitus → Bisa karena lesi vestibuler perifer maupun lesi
vestibuler sentral.
c. Mual dan muntah → menunjukkan adanya gangguan fungsi otonom akibat stimulasi
nukleus Vagus dan nukleus Solitarius.
d. Keluhan berkurang saat menutup mata → menunjukkan adanya ke perbedaan
informasi yang diterima dari mata kanan dan kiri, karena saat menutup reseptor pada
mata (retina) tidak memberikan informasi apapun pada otak sehingga gejala pusing
berputar terasa berkurang) → gangguan pada refleks vestibulookuler.

Page 15 of 58
1231024_YAP

e. Terdapat nistagmus horizontal → terjadi lesi refleks vestibulokuler, sebab bila


nistagmus dengan arah vertikal maka lesi’nya merupakan lesi vestibularis sentral.
f. Lesi Nukleus VIII → artinya jelas terdapat gangguan pada nukleus vestibulokoklearis,
termasuk di dalamnya terdapat sistem vestibularis perifer dan sentral, tetapi poin “e”
di atas jelas menunjukkan bahwa lesi tersebut merupakan lesi vestibularis perifer.
Kemudian dari ke-5 tanda tersebut, 5 tanda mengarah pada disfungsi sistem vestibularis
perifer (poin “a, b, d, e, f”), dan 1 tanda mengarah pada gangguan fungsi otonom (poin “c”).
Untuk lebih jelasnya tentang refleks vestibularis perifer, coba perhatikan gambar berikut :

Page 16 of 58
1231024_YAP

Kemudian pemeriksaan penunjang yang paling tepat yaitu BAEP atau Brainstem Evoked
Auditory Potensials, dan berikut adalah penjelasannya :
a. BAEP atau Brainstem Evoked Auditory Potensials merupakan pemeriksaan spesifik
untuk menilai baik tidaknya jalur informasi auditorik primer dan sekunder pada
colliculus superior, termasuk menilai kelainan pada sistem vestibuler seperti yang
sudah dijelaskan di bagian sebelumnya pada poin “a, b, d, e, f”. Alasan lain yang
memperkuat bahwa BAEP merupakan tes yang sensitif terhadap kelainan sistem
vestibuler yaitu karena BAEP juga sangat sensitif dalam mendeteksi lesi pada nervus
cranialis VIII (yang mungkin disebabkan akibat adanya schawnnoma vestibuler atau
tumor cerebellopontinus) dan jalur auditorik yang melalui truncus cerebri.
b. EEG atau Elektroensefalografi merupakan pemeriksaan yang sebenarnya diutamakan
untuk diagnosis epilepsi, lesi fokal pada otak (seperti tumor otak, abses cerebri, SDH,
stroke, dan ensefalitis), penyakit-penyakit yang menyebabkan koma, penyakit
degeneratif (seperti Alzheimer, Creutzfeldt-Jacob disease, subacute seclerosing
panencephalitis/SSPE), serta beberpa penyakit lain dari cerebrum. Oleh karena itu,
pemeriksaan ini kurang tepat untuk penegakan diagnosis vertigo pada kasus ini.
c. MRI atau Magnet-Resonance Imaging digunakan untuk menilai densitas dari soft
tissue (dalam kasus ini soft tissue yaitu jaringan otak), dan densitas tersebut dapat
berubah oleh karena adanya suatu fokus infeksi, perdarahan, ataupun massa,
sehingga pemeriksaan ini juga kurang cocok sebagai pemeriksaan penunjang vertigo
dalam kasus ini.
d. CT-Scan baik itu dengan kontras atau tanpa kontras masing-masing memiliki fungsi
yang berbeda, silakan perhatikan kembali pembahasan soal nomor 12 ya.
Dengan demikian sudah jelas menurut analisis tersebut, bahwa pemeriksaan penunjang
yang paling tepat untuk vertigo dengan tanda-tanda seperti di atas yaitu pemeriksaan
BAEP atau Brainstem Evoked Auditory Potensial.
(Sumber : Slide & Kuliah Vertigo angkatan 2013 oleh dr. Suratno, Sp.S(K), Duus’s Topical
Diagnosis ini Neurology 5th ed tahun 2012, dan Adam’s and Victor’s Principles of Neurology
10th edition tahun 2014).

20. Jawaban : D
Pembahasan : Dari hasil anamnesis disebutkan bahwa pasien mengeluh pusing berputar-
putar hingga muntah disertai telinga kanan berdenging dan keluhan berkurang saat pasien
menutup mata, maka sudah jelas tanda tersebut mengarah ke suatu diagnosis yaitu pasien
menderita vertigo. Adanya vertigo menunjukkan bahwa terdapat gangguan fungsi koordinasi
pada cerebellum. Ada banyak tes fungsi koordinasi, di antaranya :
a. Tes Romberg/Standing Test : merupakan tes dimana pasien diminta untuk berdiri dengan
telapak kaki dirapatkan pada tumit; tes ini dilakukan dalam keadaan mata pasien terbuka
dan tertutup. Bila pasien merasa seperti akan jatuh, maka hasil tes ini positif dan pasien
diduga menderita gangguan fungsi koordinasi.
b. Tes Disdiakokinesia : pada tes ini pasien untuk melakukan pronasi dan supinasi pada
kedua tangan secara bergantian dengan cepat-lambat-cepat; bila pasien tidak dapat
melakukan gerakan ini dengan lancar dan tangkas maka hasil tes ini disebut positif yang
artinya pasien menderita gangguan fungsi koordinasi.

Page 17 of 58
1231024_YAP

c. Tes Dismetria : Sebuah tes dimana pasien diminta duduk, meletakkan tangannya di meja
dan memfleksikan lengan bawahnya, dan pemeriksa juga melakukan gerakan yang sama
(seperti pada posisi adu panco), kemudian pemeriksa dan pasien diminta untuk saling
menarik sekuatnya, dan pemeriksa mendadak melepaskan lengannya. Hasil tes ini positif
bila setelah pemeriksa melepas tangannya terjadi gerakan yang berlebihan (pasien tidak
mampu menghentikan/mengerem gerakan tangannya sendiri sehingga mengenai bagian
tubuhnya). Tes Dismetria yang positif menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan
fungsi koordinasi.
Dengan demikian, maka tes fungsi koordinasi yang dimaksud pada soal yaitu Tes
Disdiakokinesia, dengan hasil positif.
(Sumber : Slide & Kuliah Vertigo oleh dr. Suratno, Sp.S(K) dan Duus’s Topical Diagnosis ini
Neurology 5th ed tahun 2012)

21. Jawaban : E
Pembahasan : Ada dua jenis lesi motor neuron, yaitu lesi upper motor neuron dan lesi lower
motor neuron. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing lesi tersebut :
Lesi Upper Motor Neuron/Lesi UMN
a. Muscle Weakness yang difus
b. Atrofi yang ringan bahkan hampir tidak ada
c. Bila dibandingkan antara kelemahan otot dengan atrofi, maka kelemahan otot
akan bertambah parah seiring dengan atrofi yang relatif ringan
d. Adanya fasikulasi (fasikulasi merupakan gerakan halus otot di bawah kulit)
e. Tonus otot meningkat (hipertonus/spastik)
f. Refleks fisiologis meningkat atau disebut Hiperrefleks (akibat adanya gangguan
pada jalur inhibitor eferen)
g. Adanya refleks patologis, terutama refleks Babinski
h. Adanya Klonus
Lesi Lower Motor Neuron/Lesi LMN
a. Muscle Weakness yang fokal
b. Atrofi yang fokal dan parah
c. Bila dibandingkan antara kelemahan otot dengan atrofi, maka atrofi akan makin
parah seiring dengan kelemahan otot yang relatif ringan
d. Tidak terdapat fasikulasi (fasikulasi menandakan adanya lesi LMN dimana
denervasi pada seluruh motor unit yang diikuti oleh hipersensitivitas terhadap
asetilkolin pada motor unit yang mengalami denervasi tersebut).
e. Tonus otot menurun atau hipotonus, bahkan dapat terjadi atonus (flaccid)
f. Refleks fisiologis menurun atau disebut hiporefleks
g. Tidak ada refleks patologis
h. Tidak terdapat Klonus otot
Dengan demikian, maka salah satu ciri lesi UMN yaitu terdapatnya Klonus.
(Sumber : Adam’s and Victor’s Principles of Neurology 10th edition tahun 2014)

22. Jawaban : A

Page 18 of 58
1231024_YAP

Pembahasan : Berdasarkan kuliah Nyeri Kepala oleh dr. Rivan Danuaji, nyeri kepala secara
umum dibagi menjadi 3, dan masing-masing jenis nyeri kepala tersebut memiliki
klasifikasinya masing-masing, yaitu :
Nyeri Kepala Primer (disebut primer karena tidak ada gangguan kausatif yang
mendasari), meliputi :
a. Migrain
b. Tension-type headache
c. Cluster headache
d. Other trigeminal autonomic cephalgia
e. Nyeri kepala primer yang lain
Nyeri Kepala Sekunder (disebabkan oleh adanya gangguan kausatif yang mendasari),
yaitu meliputi :
a. Nyeri kepala akibat trauma pada kepala maupun leher
b. Nyeri kepala akibat kelainan vaskular cranial maupun cervical
c. Nyeri kepala akibat gangguan non-vaskular intracranial
d. Nyeri kepala akibat adanya senyawa kimia atau kehilangan senyawa kimia tertentu
pada tubuh
e. Nyeri kepala akibat infeksi
f. Nyeri kepala akibat gangguan hemostasis
g. Nyeri kepala atau nyeri wajah akibat gangguan pada cranium, leher, mata, telinga,
hidung, maupun struktur cranial yang lain
h. Nyeri kepala akibat gangguan psikis
Neuralgia cranial, nyeri wajah sentral dan primer, serta nyeri kepala yang lain
Dengan demikian sudah jelas bahwa yang termasuk dalam nyeri kepala primer yaitu
cluster headache.
(Sumber : Slide dan Kuliah Nyeri Kepala oleh dr. Rivan Danuaji, Sp.S)

23. Jawaban : A/B


Pembahasan : Interaksi antara fenitoin dengan cimetidine yaitu cimetidine merupakan obat
antagonis reseptor H2 yang berkhasiat sebagai inhibitor metabolisme obat-obat hepatik, dan
interaksi keduanya akan meningkatkan kadar fenitoin dalam plasma serta toksisitas fenitoin
dalam tubuh. Pada kasus tersebut, akibat yang dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi
cimetidine dan fenitoin secara bersamaan yaitu kadar fenitoin dalam plasma akan
meningkat secara berlebihan, sehingga muncul toksisitas dan efek samping yang tidak
diinginkan yang timbul dari penggunaan fenitoin tersebut, disamping itu toksisitas dan
peningkatan kadar fenitoin tersebut juga disebabkan karena cimetidine menghambat atau
menginhibisi metabolisme fenitoin sekaligus secara tidak langsung menghambat ekskresi
fenitoin, sehingga fenitoin akan berada dalam plasma lebih lama dari waktu paruh yang
seharusnya.
Dengan demikian jawaban A dan B sama-sama benar.
(Sumber : Basic & Clinical Pharmacology Bertram G. Katzung 12th ed tahun 2012)

24. Jawaban : A
Pembahasan : Salah satu hal yang mempengaruhi toleransi farmakodinamik yaitu adanya
sensitivitas. Sensitivitas yang dimaksud yaitu sensitivitas dari target organ terhadap

Page 19 of 58
1231024_YAP

konsentrasi obat yang ditunjukkan oleh konsentrasi yang diperlukan untuk menghasilkan
efek maksimum sebesar 50% atau disebut juga C50. Sensitivitas yang berkurang dapat
dipengaruhi oleh fisiologi yang abnormal, misalnya pada interaksi antar obat, dan juga
karena penggunaan obat yang sama dalam jangka waktu yang lama (proses adaptasi
sel/reseptor terhadap obat) sehingga menurunkan kepekaan reseptor organ terhadap organ,
akibatnya dosis yang dikonsumsi semakin lama semakin meningkat agar dapat menimbulkan
efek obat yang diinginkan, dan hal inilah yang disebut dengan toleransi farmakodinamik.
Lain halnya dengan peningkatan sensitivitas pada obat, dimana hal ini menyebabkan
konsumsi obat dengan dosis kecil atau sedang menjadi tidak berpengaruh sama sekali.
Dengan demikian penyebab dari adanya toleransi farmakodinamik yaitu sensitivitas
reseptor terhadap obat yang semakin berkurang.
(Sumber : Basic & Clinical Pharmacology Bertram G. Katzung 12th ed tahun 2012)

25. Jawaban : A
Pembahasan : Alprazolam merupakan obat golongan hipnotik sedatif, mekanisme kerja dari
Alprazolam yaitu berinteraksi dengan reseptor GABA yang mengakibatkan terbuka ion
channel untuk ion Cl-.
Dengan demikian jawaban yang paling tepat yaitu pilihan A (berikatan dengan reseptor
GABA sehingga mengakibatkan terbuknya ion channel untuk Chlorida).
(Sumber : Slide & Kuliah Farmakologi Perangsang Sistem Saraf Pusat oleh dr. Titis Leksanani)

26. Jawaban : D
Pembahasan : Silakan perhatikan tabel berikut :

Dapat dilihat pada tabel tersebut, bahwa obat golongan benzodiazepine yang memiliki
waktu paruh paling lama (pada kolom “Elimination Half-Life”) yaitu Clorazepate, namun
karena Clorazepate tidak terdapat pada pilihan jawaban, maka jawaban yang paling tepat
yaitu Diazepam, dengan waktu paruh berkisar antara 20-80 jam.
(Sumber : Basic & Clinical Pharmacology Bertram G. Katzung 12th ed tahun 2012)

27. Jawaban : A

Page 20 of 58
1231024_YAP

Pembahasan : Dari ke-5 pilihan jawaban tersebut, tentu dapat dilogika bahwa virus yang
menyerang sel imunitas tubuh yaitu Human immuno compromised virus (seperti Human
Immunodeficiency Virus/HIV). Sedangkan keempat virus yang lain bukan merupakan virus
yang menyerang sel imun tubuh, melainkan virus yang menyebabkan neuroinfeksi (dapat
dilihat pada penamaannya, yaitu Sitomegalovirus atau CMV encephalitis, Wernicke’s
encephalopathy, Toxoplasmosis cerebral, dan neurosyphillis yang menyerang ensefalon dan
bagian dari otak yang lain), sehingga dengan demikian jelas bahwa jawaban yang paling
tepat yaitu jawaban “A”, dan berikut adalah penjelasannya :
Neurosyphillis merupakan suatu infeksi pada sistem saraf pusat/SSP yang disebabkan
oleh bakteri spirocheta Treponema pallidum. Infeksi bakteri ini terjadi pada kulit yang
terkelupas maupun pada mukosa yang intact, kemudian pada tubuh virus ini
berkembang dalam tiga tahap, yaitu :
a. Fase inkubasi yang merupakan tahap dari awal infeksi hingga menimbulkan tanda
dan gejala, biasanya berlangsung selama 3 minggu, namun dengan rentang antara
3 sampai 90 hari.
b. Fase Primer dimana pada kulit pasien muncul papula yang tidak nyeri, terutama
pada tempat inokulasi bakteri, dan kemudian pada tahap ini jiga terjadi inguinal
limfadenopathy. Tahap ini umumnya berlangsung selama 2-8 minggu lalu diikuti
dengan periode laten.
c. Fase Sekunder, terjadi selama 6-12 minggu setelah inokulasi dengan ciri adanya
rash yang difus yang terdiri dari makula, papula, dan pustula nonpruritik serta
terdapatnya tanda-tanda meningitis seperti sakit kepala, kaku kuduk, dan
fotofobia. Tanda-tanda lain seperti cranial neuropati, gangguan visual &
pendengaran, tinnitus, paraplegia syphillistik dengan gangguan lower motor
neuron/LMN.
d. Fase Tersier
Pada fase ini infeksi menjadi kronis dan berkembang ke arah penyakit inflamasi
progresif laten, dimana terjadi infeksi parenkimal pada jaringan otak yang
menyebabkan defisit memori, demensia progresif, perubahan kepribadian, dan
juga paresis yang terjadi 10-25 tahun setelah inokulasi/infeksi awal. Tanda-tanda
yang sering muncul juga berupa ataksia, sindrom nyeri fokalm dan juga
parasthesia.
Wernicke’s Encephalopathy (Wernicke-Korsakoff Syndrome) atau disebut juga Acute
Thiamine Depletion/Kekurangan Thiamin akut merupakan penyakit yang disebabkan
karena tubuh kekurangan asupan vitamin B1 (bisa akibat gaya hidup alkoholisme dan
malnutrisi), sehingga bermanifestasi klinis seperti gangguan kesadaran dan
kebingungan, nistagmus, dan ataksia. Oleh karena itu penyakit ini tidak berkaitan
dengan menurunnya daya tahan tubuh seseorang.
Toxoplasmosis cerebral merupakan infeksi dari Toxoplasma gondii (seperti yang telah
kalian pelajari pada blok 8-Penyakit dan Infeksi Tropis). Toxoplasmosis cerebral dapat
terjadi karena adanya reaktivasi kista parasit ini pada sistem saraf pusat dari pasien
yang sedang mengalami immunodefisiensi. Mengapa ? Karena aktivitas kista parasit
ini akan berkurang akibat tersupresi oleh sistem imun tubuh, sehingga pasien menjadi
dormant dan inaktif, namun begitu terjadi defisiensi cell-mediated immunity pada
tubuh maka kista akan ruptur dan organisme di dalamnya akan berproliferasi,

Page 21 of 58
1231024_YAP

membesar, dan menimbulkan lesi nekrosis pada sistem cerebrum. Manifestasi klinis
yang terjadi pada Toxoplasmosis cerebral yaitu nyeri kepala, demam, perubahan
status mental dan bila sudah terdapat massa pada cerebrum maka akan terjadi defisit
neurologis fokal dan epilepsi, hemiparesis, delirium, tremor, diabetes insipidus, dan
sindrom-sindrom neuropsikiatrik.
Cytomegalovirus/CMV Encephalitis sebenarnya memiliki manifestasi klinis yang cukup
mirip dengan toxoplasmosis cerebral dan neurosyphillis, namun yang membedakan
hanya infeksinya berasal dari Cytomegalovirus atau CMV.
Dengan demikian infeksi yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun secara
cepat yaitu Human Immunocompromised Virus.
(Sumber : Hankey’s Clinical Neurology 2th ed tahun 2014)

28. Jawaban : A
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, dimana pasien mengeluhkan pusing, perasaan
berputar disertai mual muntah merupakan tanda dan gejala yang jelas mengarah pada
diagnosis vertigo. (Silakan lihat kembali pembahasan nomor 19 ya).
Berikut ini adalah penjelasan dari pilihan-pilihan yang lain :
Myopia, biasa disebut “rabun jauh” yang terjadi akibat titik fokus pada lensa mata
yang jatuh di depan retina sehingga orang tersebut tidak mampu melihat benda yang
jauh mulai dari jarak tertentu.
Syncope merupakan suatu gejala gangguan atau kehilangan kesadaran yang
diakibatkan karena penurunan aliran darah yang ke otak (iskemia cerebral) yang
terjadi secara sementara. Gangguan kesadaran ini bisa terjadi akibat gangguan fungsi
pada truncus cerebri maupun pada hemispherium cerebri. Normalnya, tekanan darah
arteri yang mengalir ke otak adalah 50 mmHg, dan bila tekanan darah yang mengalir
ke otak berkurang, maka perfusi darah ke otak menjadi berkurang dan dapat
menimbulkan gejala syncope. Selain itu pada saat serangan syncope terjadi juga
terdapat tanda-tandalain seperti kepucatan, berkeringat, anggota gerak terkulai
lemas, inkontinensia urin, serangan terjadi selama 1-2 menit, dan ada gejala-gajala
motorik juga seperi gerakan tonik-klonik dan multifokal, namun perlu dibedakan
antara syncope ini dengan bangkitan epilepsi.
Dizziness atau disebut juga dengan disequilibrium merupakan suatu gangguan indera
yang berkaitan dengan pengenalan ruang; orang yang mengalami dizziness ditandai
dengan gangguan keseimbangan dan perasaan berputar pada kepala, namun tidak
diikuti tanda lain seperti mual dan muntah.
Dengan demikian, jelas bahwa kasus pada soal tersebut mengarah pada diagnosis vertigo.
(Sumber : Slide & Kuliah Vertigo angkatan 2013 oleh dr. Suratno, Sp.S(K), Hankey’s Clinical
Neurology 2th ed tahun 2014, Slide & Kuliah Kejang dan Epilepsi angkatan 2013 oleh dr. Agus
Soedomo, Sp.S(K), serta Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 32th ed tahun 2011)

29. Tidak ada soal (Soal bonus)

30. Jawaban : E
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, dapat diperhatikan clue/kata kunci
yaitu laki-laki 35 tahun, kejang seluruh tubuh, mulut berbuih, dan kejang sejak 1 bulan yang

Page 22 of 58
1231024_YAP

lalu tanpa riwayat trauma kepala. Kemudian mari kita analisis pilihan-pilihan jawaban yang
tersedia, yaitu :
a. Syncope, jelas bahwa syncope merupakan gangguan kesadaran yang berbeda dengan
kasus tersebut. Dimana pada syncope yang terjadi adalah kehilangan kesadaran tanpa
disertai gejala lain seperti mulut berbuih, sedangkan pada kasus ini mulut pasien
berbuih. Sedangkan tanda kejang seluruh tubuh pasien belum dapat dikatakan sebagai
kejang tonik-klonik karena kurangnya hasil anamnesis yang lebih spesifik pada soal.
b. Kejang Tonik , termasuk dalam jenis bangkitan umum (simetris bilateral, kejang grand
mal), dimana pada kejang jenis ini pasien hanya mengalami fase tonik tanpa disertai
fase klonik. Fase tonik yang dimaksud yaitu pasien jatuh dan kehilangan kesadaran,
lalu tampak sianosis dan menangis (masih dalam keadaan tidak sadar), kemudian
terjadi inkontinensia urin, dan ciri fisik yang lain yaitu tangan pasien fleksi yang kaku
pada tangan dengan posisi tangan di atas dada, sedangkan pada kaki tidak terdapat
hentakan. Disebut kejang tonik karena tidak ada gerakan berulang pada tangan
pasien, yang ada hanya kekakuan saat fleksi pada tangan pasien.
c. Kejang absant/kejang absent (disebut juga kejang petit mal atau pyknoepilepsi)
merupakan kejang dengan ciri-ciri pasien kehilangan perhatian (bukan kehilangan
kesadaran) dengan onset tiba” 2-15 detik disertai kehilangan responsivitas dan juga
tampak tatapan kosong pada mata pasien. Kejang absent ini menunjukkan adanya
interaksi abnormal pada traktus kortikothalamicus (gangguan transmisi impuls saraf
pada traktus ini misalnya). Kejang ini disebut kejang absent karena tidak terdapat
kehilangan kesadaran pada pasien (no apparent loss of consciousness/in absence of
unconsciousness).
d. Kejang demam merupakan bangkitan kejang pada anak dengan rentang usia >6 bulan
sampai 5 tahun, berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh dan tidak disebabkan oleh
infeksi intracranial maupun kejadian akut lain. Predisposisi dari kejang demam ini
adalah faktor genetik, dengan bentuk bangkitan yang dapat tonik-klonik maupun
parsial. Faktor risiko kejang demam ini yaitu adanya riwayat kejang demam pada
anggota keluarga yang lain, riwayat kejang pertama pada usia <18 bulan, onset kejang
demam dengan suhu tidak terlalu tinggi, kejang demam pertama terjadi multipleks,
dan kejang demam terjadi setelah anak demam lebih dari satu hari. Kejang demam
sendiri memiliki 2 klasifikasi, yaitu :
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks
Lama Berlangsung <10 menit >10-15 menit
Bentuk Bangkitan tonik-klonik Fokal/parsial
Frekuensi Sekali/ 24 jam Beberapa kali/24 jam
Defisit Neurologis Fokal Tidak ada Ada
Prognosis Sembuh dengan spontan Dubia

e. Kejang Tonik-Klonik
Definisi dari kejang tonik-klonik yaitu kejang yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase tonik,
kemudian fase klonik, dan diakhiri dengan fase postictal. Ciri-ciri yang terjadi pada fase
tonik ini sama dengan ciri pada kejang tonik di atas (poin “b” di atas), sedangkan fase
klonik memiliki ciri-ciri adanya hentakan pada kaki pasien, mulut berbusa/berbuih,
dan gerakan berulang stengah fleksi lalu fleksi lengan pada posisi lengan di atas dada.

Page 23 of 58
1231024_YAP

Lalu fase postictal ditandai dengan pasien mengalami letargi dan kebingungan setelah
kejang, lalu pasien biasanya akan tertidur.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa pasien tersebut didiagnosis Kejang Tonik-Klonik
beserta alasan yang mendukungnya.
(Sumber : Slide dan Kuliah Kejang dan Epilepsi angkatan 2013 oleh dr. Agus Soedomo,
Sp.S(K))

31. Jawaban : A
Pembahasan : Dari keluhan-keluhan tersebut, mari kita analsis satu per satu yaitu :
a. Pasien mengeluhkan gaya jalan hemiparesis → artinya ada gangguan pada traktus
Piramidalis yang menghubungkan antara area Broadmann 4 gyrus precentralis lobus
frontalis cerebri sinistra dengan medulla spinalis pada segmen yang berkaitan dengan
gerakan pada kaki. Pasien berjalan sempoyongan artinya ada kemungkinan
dipengaruhi oleh gaya jalan yang hemiparesis tadi.
b. Pasien mengeluh kaku pada anggota gerak kanan → artinya tonus otot pada
ekstremitas pasien meningkat (lumpuh spastic, bukan flaccid), oleh karena itu dapat
diduga terjadi lesi upper motor neuron/lesi UMN.
c. Hasil pemeriksaan vital sign menunjukkan bahwa tekanan darah pasien menunjukkan
normal (bukan prehipertensi walaupun rentang untuk prehipertensi yaitu 120-140
untuk sistole dan 80-90 untuk diastole), namun perlu diingat, semakin tua usia
seseorang maka secara fisiologis tekanan darahnya akan semakin tinggi, itulah
sebabnya mengapa tekanan darah 140/90 masih tergolong normal untuk seorang pria
yang berusia 60 tahun seperti pada kasus tersebut. Kemudian untuk frekuensi nadi
normal dengan rentang 60-100 kali/menit, dan frekuensi napas/Respiration rate juga
normal yaitu dengan rentang 16-18 kali/menit. Dengan demikian, vital sign pasien
menunjukkan hasil yang normal.
d. Kemudian pada pemeriksaan neurologi didapatkan hiperrefleks, hipertonus, dan
kekuatan otot turun jelas menunjukkan bahwa tanda-tanda tersebut merupakan lesi
upper motor neuron/lesi UMN.
Oleh karena itu, dari tanda-tanda tersebut, dugaan dapat dikerucutkan pada adanya suatu
lesi upper motor neuron/lesi UMN atau lesi pada traktus piramidalis, yang juga merupakan
bagian dari sistem upper motor neuron.
Definisi dari sistem upper motor neuron/UMN sendiri yaitu traktus corticospinalis, yang
berjalan dari korteks cerebri hingga ke medulla spinalis tetapi sebelum bagian cornu anterior
pada segmen yang fungsinya yang bersesuaian, sedangkan sistem lower motor neuron/LMN
merupakan nervus yang berjalan dari cornu anterior medulla spinalis hingga ke nervus yang
menginervasi suatu organ spesifik.
Sehingga dari 5 pilihan jawaban tersebut, dapat dianalisis menjadi :
Piramidal → merupakan pilihan jawaban yang paling mungkin, karena sesuai dengan
hasil analisis berdasarkan satu per satu keluhan pasien.
Ekstrapiramidal → bukan pilihan yang tepat karena hemiparesis tidak berhubungan
dengan sistem ekstrapiramidal, melainkan dengan sistem piramidal sebagai jalur
gerakan utama (ingat bahwa sistem ekstrapiramidalis berfungsi sebagai inhibitor
sistem piramidal sekaligus berfungsi dalam menciptakan gerakan halus)

Page 24 of 58
1231024_YAP

Motor neuron anterior artinya cornu anterior medulla spinalis, merupakan bagian dari
sistem lower motor neuron/LMN.
Piramidal dan ekstrapiramidal → pilihan ini cukup rancu karena terdapat kata
“ekstrapiramidal” padahal seharusnya tidak boleh ada kata ini, sehingga pilihan ini
kurang tepat.
Motor neuron anterior dan radiks posterior → pilihan ini menunjukkan cornu anterior
dan cornu posterior medulla spinalis, yang artinya meliputi sistem UMN dan LMN,
sehingga pilihan ini juga menjadi rancu dan kurang tepat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan fungsi pada
traktus piramidalis atau disebut juga sistem piramidal.
(Sumber : Slide & Kuliah Neuroanatomi Klinis angkatan 2013 oleh dr. Agus Soedomo, Sp.S(K)
dan Duus’s Topical Diagnosis ini Neurology 5th ed tahun 2012)

32. Jawaban : D
Pembahasan : jelas sesuai dengan analisis pada nomor 31, lesi terjadi pada upper motor
neuron dari korteks cerebri sinistra area Broadmann 4 yang merupakan pusat motorik
primer. Oleh karena itu, yang termasuk dalam area Broadmann 4 yaitu gyrus precentralis
yang terletak pada korteks lobus frontalis cerebri sinistra. Namun begitu, mari kita tetap
analisis pilihan yang lain yaitu :
Korteks temporoparietalis kiri, merupakan area Broadmann 22, 41, dan 42 dimana
area ini merupakan area auditus/pendengaran primer dan sekunder.
Ganglion radix dorsalis kiri merupakan ganglion pertama yang terletak setelah
keluarnya radix dorsalis sinistra dari medulla spinalis (perhatikan lingkaran merah
pada gambar berikut) :

Page 25 of 58
1231024_YAP

Ganglion ini merupakan tempat masuknya impuls saraf sensorik dari seluruh tubuh ke
segmen vertebrae yang bersesuaian dengan daerah yang diinervasi tersebut, sehingga
jelas bukan lokasi yang tepat untuk pada kasus tersebut.
Kornu anterior kiri juga bukan merupakan lokasi yang tepat karena termasuk dalam
sistem LMN dimana lesinya bersifat flaccid, padahal pada kasus jelas bahwa lesinya
spastic (UMN), sehingga pilihan ini bukan merupakan jawaban yang tepat.
Cerebellum juga bukan merupakan jawaban yang tepat karena cerebellum berfungsi
sebagai pusat koordinasi motorik dan keseimbangan, sedangkan keluhan pasien
adalah hemiparesis, sehingga tidak berkaitan.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa kemungkinan letak lesi pada kasus tersebut yaitu
pada korteks lobus frontalis cerebri sinistra.
(Sumber : Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

33. Jawaban : C
Pembahasan : Sudah jelas, gangguan pada cornu anterior medulla spinalis merupakan lesi
lower motor neuron/LMN yang memiliki ciri salah satunya yaitu lumpuh flaccid. Untuk lebih
jelasnya, silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 10, 21, dan 31 ya.

34. Jawaban : D
Pembahasan : Berdasarkan slide & kuliah Kejang dan Epilepsi angkatan 2013 oleh dr. Agus
Soedomo Sp.S(K), dijelaskan bahwa teori ion channel dipengaruhi oleh ion Ca, Na, K, dan Cl.
Pada saat depolarisasi, ion Ca dan Na masuk (influx) ke dalam sel untuk proses eksitasi,
sedangkan bila ion Cl masuk ke dalam sel (influx) maka akan terjadi proses inhibisi. Lain
halnya dengan ion K, bila ion K keluar dari sel (eflux) artinya sedang terjadi proses
repolarisasi. Agar lebih jelas, silakan perhatikan gambar berikut :

Page 26 of 58
1231024_YAP

Dengan demikian sudah jelas bahwa dari semua pilihan jawaban yang ada, maka yang
terjadi pada saat depolarisasi yaitu masuknya ion Na.
(Sumber : Slide & Kuliah Kejang dan Epilepsi angkatan 2013 oleh dr. Agus Soedomo Sp.S(K),
Principles of Anatomy and Physiology Tortora 14th ed tahun 2014)

35. Jawaban : B
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, pasien dengan usia 30 tahun
mengeluhkan vertigo yang mendadak berat, disertai muntah dan makin berat dengan
gerakan kepala, ada riwayat 2 hari yang lalu terkena influenza. Riwayat adanya influenza
menunjukkan adanya suatu infeksi yang mungkin menyerang sistem vestibuler pasien
sehingga pasien mengeluhkan vertigo akut dan berat. Berikut ini adalah penjelasannya :

Page 27 of 58
1231024_YAP

a. Labirintitis → merupakan suatu serangan vertigo paroksismal yang disertai dengan


tinnitus dan tuli berat yang akut. Pada vertigo jenis ini, pasien dapat mengeluhkan
mual dan muntah yang bergantung pada derajat keparahan vertigonya. Selain itu,
pada pemeriksaan neurologis juga ditemukan adanya nistagmus horizontal yang
kontralesional (berlawanan dengan arah lesinya). Etiologi dari Labirintitis ini yaitu
inflamasi yang disebabkan oleh viral, iskemia, maupun proses autoimun. Dari ciri-ciri
tersebut, hal ini jelas berbeda dengan keluhan pasien dimana pasien tidak
mengeluhkan adanya tinnitus dan tuli sementara.
b. Vestibuler neuritis/neuronitis merupakan suatu vertigo yang berkaitan dengan
gangguan fungsi sistem vestibuler dengan karakteristik pasien mengalami serangan
vertigo tunggal dengan durasi yang cukup lama tanpa adanya tinnitus dan tuli
sementara. Pada vertigo jenis ini, biasanya ada riwayat infeksi viral terhadap saluran
pernafasan atas dan pada saat serangan pasien mengeluhkan vertigo yang sangat
berat yang dikenal dengan periode “top-heavy”. Semua hal ini sudah jelas sesuai
dengan keluhan pasien pada kasus tersebut.
c. TIA vertebro basiler merupakan suatu serangan pra-stroke atau yang disebut Transient
Ischemic Attack yang terjadi akibat adanya penyumbatan pada arteri vertebro basiler.
Nistagmus yang timbul pada vertigo ini dapat berupa nistagmus perifer maupun
sentral.
d. Meniere syndrome ditandai dengan adanya nistagmus, tinnitus dan fluktuasi pada
kemampuan indera pendengaran. Serangan vertigo pada Meniere syndrome ini terjadi
selama beberapa jam.
e. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan vertigo yang dipicu karena
perubahan posisi kepala baik itu duduk, berbaring terlentang, berbaring ke samping,
dan posisi-posisi kepala lainnya yang terjadi selama kurang lebih 30 detik. Biasanya
BPPV terjadi akibat gangguan pada canalis semicircularis posterior, sehingga pada
pemeriksaan neurologis pada posisi yang nyaman maka tidak didapatkan nistagmus,
sedangkan bila posisi kepala diubah ke derajat tertentu maka nistagmus positif.
Dengan demikian diagnosis yang paling mungkin yaitu vertigo vestibuler neuritis.
(Sumber : Hankey’s Clinical Neurology 2th ed tahun 2014, Adam’s and Victor’s Principles of
Neurology 10th ed tahun 2014)

36. Jawaban : E
Pembahasan : Sudah jelas, pasien mengeluhkan vertigo sesaat (yang berarti hanya terjadi
dalam hitungan detik saja), keluhan terjadi akibat perubahan posisi kepala, sehingga jelas
diagnosis dari kasus ini mengarah pada Benign Paroxysmal Positional Vertigo/BPPV. Agar
lebih jelas, silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 35 ya.

37. Jawaban : E
Pembahasan : Sudah jelas bahwa diagnosis dari kasus ini merupakan Meniere syndrome.
Agar lebih jelas, silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 35 ya.

38. Jawaban : B
Pembahasan : berdasarkan kasus pada soal tersebut, maka keluhan-keluhan pasien dapat
dianalisis satu per satu, dimulai dari analisis terhadap suhu tubuh pasien. Suhu tubuh pasien

Page 28 of 58
1231024_YAP

36,5oC menunjukkan tidak terdapatnya suatu infeksi pada pasien, sehingga dari analisis
pertama ini, maka pilihan jawaban “meningioencephalitis” dan “abses” (abses cerebri) dapat
dieliminasi, karena keduanya merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi baik itu viral
maupun bakteri.
Kemudian dari kasus tersebut, mari kita analisis lagi, yaitu pasien mengeluh nyeri kepala
sejak 2 tahun yang lalu, artinya onset dari nyeri kepala ini adalah kronis. Nyeri kepala
kronis/sudah terjadi selama bertahun-tahun disertai gejala lain seperti kejang-kejang
ditambah nyeri kepala yang progresivitasnya semakin memberat dari hari ke hari merupakan
ciri khas yang mengarah pada dugaan terdapatnya suatu massa cerebral atau tumor
cerebral. Mengapa ? Karena terbentuknya suatu massa pada cerebral memerlukan waktu
yang cukup lama, dan dapat terjadi akibat adanya suatu tumor primer maupun sekunder
(dari metastasis), serta tumor tersebut memberikan gambaran pendesakan pada cerebri,
sehingga timbulah manifestasi klinis sesuai dengan tempat pendesakan tersebut. Akibatnya,
manifestasi klinis semakin lama semakin memberat karena massa tumor semakin
membesar, dan juga dapat timbul suatu defisit neurologis fokal yang makin lama makin
memberat. Oleh karena itu, pilihan jawaban “epilepsi” dan “stroke” adalah salah.
Tanda-tanda fokal yang dapat terjadi dan sesuai dengan letak suatu tumor cerebral yaitu :
Tumor pada Lobus Frontalis akan menunjukkan tanda-tanda : nyeri kepala, papil
edema, kejang-kejang, refleks memegang, anosmia, dan gangguan perilaku.
Tumor pada Gyrus Precentralis akan menunjukkan tanda-tanda : kejang fokal
kontralateral, hemiparesis kontralateral, paraparesis inferior, dan gangguan miksi.
Tumor pada Lobus Temporalis akan menunjukkan tanda-tanda : hemianopsia, tinnitus,
halusinasi auditorik, ataksia sensorik, dan apraksia.
Tumor pada Lobus Parietalis akan menunjukkan tanda-tanda : astereognosia, ataksia
sensorik, agnosia, apraksia, dan reaksi rangsang protopatik yang berlebihan.
Tumor pada Lobus Oksipitalis akan menunjukkan tanda-tanda : nyeri kepala, gangguan
medan penglihatan, dan agnosia visual
Tumor pada Cerebellum akan menunjukkan tanda-tanda : gangguan koordinasi,
vertigo, dan agnosia visual.
Dengan demikian, jawaban yang paling tepat untuk diagnosis kasus pada soal yaitu adanya
suatu massa cerebral.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum, oleh dr. Risono Sp.S(K), halaman 59-61)

39. Jawaban : A
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, apa yang terjadi pada pasien
merupakan suatu kegawatdaruratan saraf, dan menurut dr. Risono, Sp.S(K),
kegawatdaruratan saraf dapat diklasifikasikan menjadi beberapa stadium, yaitu :
Stadium 1 : Tekanan intracranial meninggi dengan pendesakan pada Diencephalon.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu hipertensi, bradikardi atau nadi dapat naik turun,
pupil miosis, respirasi cepat dalam dengan kadang” berhenti (Cheyne’s Stoke).
Stadium 2 : Tekanan intracranial meninggi dengan pendesakan pada Mesencephalon
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu tensi turun, nadi naik, pupil melebar, fenomena
gerakan bola mata boneka/doll eyes, dan pernafasan dangkal.
Stadium 3 : Tekanan intracranial meninggi dengan pendesakan pada Pons

Page 29 of 58
1231024_YAP

Manifestasi klinis yang terjadi yaitu tensi makin turun, nadi makin naik, pupil makin
lebar, pernafasan lambat dangkal, mungkin masih terdapat doll eyes.
Stadium 4 : Tekanan intracranial meninggi dengan pendesakan pada Medulla
Oblongata. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu pupil melebar maksimal, pernafasan
dangkal, tensi sangat rendah, dan nadi sangat tinggi.
Dengan demikian, maka manifestasi klinis pasien pada kasus tersebut sesuai dengan
manifestasi klinis yang terjadi pada kegawatdaruratan saraf stadium 1 yaitu tekanan
intracranial/TIK meninggi dengan pendesakan pada Diencephalon.
(Sumber : Kuliah Tumor Cerebral angkatan 2013 oleh dr. Risono, Sp.S(K)-Tidak ada di slide,
hanya ada di catatan kuliah saja, jadi mohon perhatikan klasifikasi ini).

40. Jawaban : C
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, maka keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien
dapat dianalisis satu per satu sebagai berikut :
Marah-marah, merupakan suatu bentuk gangguan perilaku pada pasien. Pada
dasarnya, pusat pengaturan perilaku manusia terdapat pada area Broadmann 9, 10,
11, 12, 46, 47 yang disebut dengan area pusat inisiasi dan kepribadian. Area ini
meliputi 3 daerah, yaitu :
a. Cortex prefrontal rostral area 4 & 6 ( Area Broadmann 9, 10, 11, 12) yang berfungsi
mengatur aktivitas berpikir abstrak, penilaian matang, peramalan, dan mawas diri.
Lesi pada daerah ini menyebabkan munculnya kepribadian yang buruk, bicara tidak
terkontrol, euphoria perilaku, dan kontrol diri yang jelek-hal ini berkaitan dengan
sifat marah-marah pada pasien yang artinya pasien tidak memiliki kontrol diri yang
baik.
b. Cortex prefrontal regio lateral (area Broadmann 9, 10, 12, 46) yang berfungsi dalam
pengaturan fungsi eksekutif. Lesi pada daerah ini menyebabkan seseorang
kehilangan inisiatif dan kemampuan dalam mempertimbangkan suatu hal.
c. Cortex prefrontal regio orbitae (area Broadmann 11, 47) yang berfungsi dalam
pengaturan aktivitas visceral dan emosional.
Kejang-kejang merupakan ciri yang terjadi akibat suatu massa yang mendesak bagian
lobus Frontalis Cerebri (Silakan lihat kembali pembahasan nomor 38).
Sedangkan pandangan kabur dapat disebabkan akibat adanya kemungkinan dimana
tekanan intracranial yang tinggi akibat pendesakan suatu massa tersebut menjepit
nervus opticus pada chiasma opticum, akibatnya pandangan pasien kabur karena
impuls saraf tidak dapat berjalan dengan semestinya.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien
tersebut yaitu adanya tekanan intracranial yang meninggi pada lobus frontalis cerebri, dan
hal ini terjadi akibat adanya suatu massa cerebral. Agar lebih jelas, silakan perhatikan
kembali pembahasan nomor 38.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum, oleh dr. Risono Sp.S(K), halaman 59-61, serta
Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

41. Jawaban : E
Pembahasan : Kasus pada soal tersebut sengaja dibuat agar calon dokter tidak hanya belajar
mengenai manifestasi klinis dari suatu penyakit saja, tetapi juga epidemiologi atau

Page 30 of 58
1231024_YAP

prevalensi terjadinya penyakit. Walaupun begitu, tetap dilakukan analisis awal pada kasus
tersebut, yaitu anak berusia 10 tahun yang datang dengan keluhan jalan sempoyongan dan
nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu tanpa disertai demam dan tanpa riwayat benturan
kepala, sehingga tanda dan gejala ini jelas menunjukkan adanya suatu tumor saraf seperti
yang sudah dibahas pada nomor-nomor sebelumnya. Kemudian berikut ini adalah data
epidemiologinya :
Tumor saraf prevalensinya sangat rendah, hanya 0,4% dari total prevalensi seluruh
tumor, dengan 51%-nya berupa glioma.
Laki-laki lebih banyak menderita tumor saraf daripada perempuan, kecuali pada
meningioma dimana perempuan yang justru lebih banyak menderitanya daripada laki-
laki.
Medulloblastoma cerebellum dan Glioma batang otak lebih banyak terjadi pada anak-
anak.
Tumor saraf dan metastasis lebih banyk pada orang dewasa.
Selain itu, tumor saraf diklasifikasikan menjadi tumor cerebral primer dan sekunder. Tumor
saraf primer berasal dari jaringan otak sendiri, yaitu neuroectoderm, meningeal,
hematopoietic, dan myelin. Sedangkan tumor saraf sekunder berasal dari luar jaringan otak,
terutama dari neoplasma-neoplasma ganas yang bermetastasis di otak, yaitu karsinoma
paru, mammae, prostat, usus/gastrointestinal, dan tiroid.
Urutan prevalensi terjadi tumor saraf dari paling tinggi ke paling rendah yaitu Glioma →
Meningioma → Adenoma Hipofisis → Neurilenoma → Neoplasma metastasis → Neoplasma
pembuluh darah.
Sehingga bila melihat pada kasus tersebut, maka diagnosis yang paling mungkin diderita oleh
anak tersebut yaitu Medulloblastoma Cerebellum.
(Sumber : Slide & Kuliah Tumor Sistem Saraf Pusat angkatan 2013 oleh dr. Risono, Sp.S(K))

42. Jawaban : C
Pembahasan : Berdasarkan keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien, jelas menunjukkan
bahwa pasien menderita bangkitan absent/absence seizure. Hal ini dikarenakan manifestasi
klinis dari absence seizure yaitu hilangnya perhatian/responsivitas dengan kedua bola mata
yang mengarah ke atas dengan onset kejang yang mendadak selama 2-15 detik cukup sesuai
dengan manifestasi klinis yang disebutkan pada kasus tersebut. Oleh karena diagnosis dari
kasus ini sudah jelas adalah bangkitan, maka jelas pemeriksaan penunjang yang paling tepat
untuk kasus bangkitan yaitu elektroensefalografi/EEG. Kemudian berikut ini adalah
penjelasan tentang fungsi dari masing-masing pemeriksaan penunjang yang terdapat pada
pilihan jawaban soal tersebut :
a. EEG merupakan pemeriksaan untuk merekam aktivitas elektrik dari cortex cerebri,
yang menggambarkan potensial eksitasi dan inhibisi dari neuron post-sinaps dari
lapisan atas (yang berisi sel-sel piramidal) dari cortex cerebri tersebut, termasuk
pemeriksaan utama untuk menegakkan suatu diagnosis dari bangkitan.
b. Electrocardiografi/EKG jelas bukan pemeriksaan neurologis, melainkan pemeriksaan
untuk sistem kardiovaskular.
c. Pemeriksaan kadar ion Ca & K lebih ditujukan untuk mengetahui adanya gangguan
neurotransmitter pada penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer, Parkinson
disease, demensia, dll.

Page 31 of 58
1231024_YAP

d. Kemudian untuk indikasi penggunaan MRI dan CT-Scan, silakan perhatikan tabel
berikut :

Dengan demikian, sudah jelas bahwa pemeriksaan penunjang pertama dan utama untuk
menegakkan diagnosis dari bangkitan yaitu Elektroensefalografi atau EEG.
(Sumber : Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 3th ed tahun 2013)

Page 32 of 58
1231024_YAP

43. Jawaban : E
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri
(unilateral) disertai dengan mual dan muntah. Dari semua keluhan ini, dapat diduga pasien
menderita nyeri kepala migrain, yang diperkuat dengan keluhan “fotofobia” dimana pasien
mengeluhkan nyeri kepala yang kambuh saat melihat cahaya.
Ada tiga bentuk yang sering terjadi pada migrain, yaitu :
a. Migrain tanpa aura/common migrain dengan prevalensi paling tinggi
b. Migrain dengan aura/classical migrain dengan prevalensi sedang
c. Migrain varian dan migrain komplikata dengan prevalensi paling rendah.
Orang yang menderita migrain biasanya memiliki gejala klinis berupa nyeri kepala unilateral,
berdenyut, dan berlangsung selama 4-72 jam disertai mual, muntah, fotofobia, fonofobia,
sensitif terhadap bau, dan rasa sakit yang semakin hebat bila melakukan aktivitas fisik.
Apabila migrain disertai dengan aura, maka ciri-ciri dari aura tersebut yaitu adanya semacam
gangguan visual, indera, bicara, atau motorik yang menjadi pertanda bahwa migrain
tersebut akan segera terjadi. Pada penderita migrain, tingkatan rasa nyeri, lama terjadinya
nyeri kepala, dan frekuensi serangannya juga bervariasi, dan migrain yang terjadi selama
lebih dari 72 jam disebut dengan status migrainosus.
Ada 4 fase yang biasanya terjadi pada migrain, yaitu :
a. Fase Prodromal → terjadi beberapa jam atau hari sebelum serangan migrain, gejala
dari fase ini yaitu perasaan tidak menentu, nafsu makan berkurang, depresi, mudah
tersinggung, dan sulit tidur. Namun perlu diingat, gejala pada fase ini bisa muncul
dengan migrain pada aura maupun tidak.
b. Fase Aura → biasanya aura yang sering terjadi yaitu aura visual dan aura sensorik.
Aura visual gejalanya yaitu penderita mengalami hilangnya sebagian lapang pandang
atau hemianopsia sementara pasien yang lain mengalami pandangan kabur.
Sedangkan aura sensorik memiliki gejala berupa rasa tertusuk-tusuk dari salah satu
tangan dan lengan lalu merambat ke area hidung-mulut pada sisi yang sama dengan
tangan tersebut dan menimbulkan gejala lain seperti gangguan bicara atau bahasa dan
rasa berputar-putar. Bila ada gejala motorik, maka migrain yang terjadi merupakan
migrain jenis hemiplegi. Fase Aura ini dapat terjadi sebelum atau selama migrain
berlangsung.
c. Fase Nyeri Kepala → Nyeri kepala bersifat unilateral; kadang juga bilateral namun
tanpa aura. Selain itu nyeri kepala ini berdenyut-denyut dengan intensitas ringan
sampai parah yang semakin berat bila melakukan suatu aktivitas. Kadang-kadang nyeri
kepala terjadi pada bagian belakang dan atas kepala. Pada saat serangan migrain
seringkali disertai dengan rasa mual, muntah, sensitif terhadap cahaya (fotofobia),
suara (fonofobia), dan bau, sehingga pasien cenderung ingin berada di ruangan yang
gelap dan tenang.
d. Fase Postdromal → dapat berupa kelelahan, gangguan kognitif, dan gangguan GIT
yang jarang terjadi.
Sedangkan prinsip dasar dari pengobatan migrain yaitu dengan pemberian analgesik seperti
ibuprofen dan asetaminofen, dan pemberian obat-obat antiemetik bila pasien mengeluhkan
mual atau muntah. Dan migrain ini juga dapat dicegah dengan pemberian obat seperti
propanolo, divalproat, dan amitriptilin.

Page 33 of 58
1231024_YAP

Dengan demikian, sudah jelas bahwa pasien tersebut menderita common migrain karena
tidak terdapat adanya aura yang dikeluhkan oleh pasien.
(Sumber : Slide & Kuliah Nyeri Kepala oleh dr. Rivan Danuaji, M.Kes, Sp.S dan Buku Neurologi
untuk Dokter Umum oleh Prof. Dr. dr. Suroto, Sp.S(K) halaman 84-88)

44. Jawaban : B
Pembahasan : Pada kasus tersebut pasien memiliki riwayat diagnosis thymic tumor. Thymic
tumor merupakan tumor pada kelenjar thymus pada daerah mediastinum thorax yang
menjadi salah satu faktor terjadinya Myastenia Gravis (Myastenia Gravis merupakan suatu
penyakit yang menyerang Neuromuscular Junction /NMJ akibat adanya autoantibodi yang
mengakibatkan gangguan pelepasan asetikolin post-sinaps. Karena asetilkolin merupakan
neurotransmitter pada sistem muskuloskeletal, maka otot tidak dapat menerima rangsangan
yang berupa asetilkolin tersebut sehingga akhirnya menjadi atrofi).
Patofisiologi terjadinya Myastenia Gravis yaitu :
Reseptor asetilkolin atau AchR post-sinaps diblok/diduduki oleh antibodi sehingga
asetilkloin yang dilepaskan oleh motor terminal suatu nervus tidak dapat ditangkap.
Myastenia Gravis sering berkaitan dengan hiperplasia Thymus maupun
Thymoma/keganasan pada Thymus.
Myastenia Gravis dengan prevalensi sangat kecil juga dapat terjadi akibat penggunaan
antibiotik Penicillin.
Ada beberapa klasifikasi dari Myastenia Gravis, salah satunya yaitu :
a. Stadium I → Ocular Myastenia Gravis yang meliputi Ptosis dan Diplopia
b. Stadium IIA → Mild Generalized Form, progresif lambat, tidak ada krisis myastenia,
dan responsif terhadap pengobatan
c. Stadium IIB → Moderate Generalized Form disertai kelemahan otot bulbaris.
d. Stadium III → Acute Severe Generalized Form disertai kelemahan otot bulbaris berat,
progresif memburuk dengan cepat, disertai dengan krisis respiratorik, dan tidak
responsif terhadap pengobatan.
e. Stadium IV → Late Severe Generalized Form, progresif lebih dari 2 tahun.
Sedangkan manifestasi klinis yang terjadi pada Myastenia Gravis yaitu :
Gejala utama yaitu adanya mudah lelah pada otot-otot lurik diikuti dengan
kelemahan/atrofi otot lurik tersebut
Kelemahan/atrofi otot tersebut akan membaik saat pagi hari atau setelah istirahat
maupun bisa berlangsung dalam jangka waktu yang lama
Kelemahan otot yang terjadi berdasarkan distribusi otot yang terkena yaitu :
a. Pada otot penggerak bola mata akan menyebabkan diplopia
b. Pada otot kelopak mata akan menyebabkan ptosis
c. Pada wajah akan menyebakan sudut mulut tertarik ke ujung
d. Pada otot penyangga leher akan menyebabkan kesulitan menegakkan kepala
e. Pada otot ekstremitas akan menyebabkan kelemahan yang bersifat layuh
f. Pada otot pernafasan akan menyebabkan gangguan pernafasan
Sehingga untuk menentukan diagnosis dari Myastenia Gravis diperlukan 4 pemeriksaan
penunjang utama, yaitu :

Page 34 of 58
1231024_YAP

a. Single-Fiber Elektromiografi/SFEMG digunakan untuk mengetahui transmisi impuls


neuromuskuler melalui pengukuran kecepatan konduksi impuls saraf. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas yang tinggi (82-99%) namun spesifitasnya rendah.
b. Tes Neostigmin/Tensilon/Edrophonium merupakan tes elektrofisiologi dimana
menggunakan obat neostigmin/edrophonium sebagai inhibitor enzim
asetilkolinesterase dengan onset yang cepat. Sensitivitasnya berkisar antara 71,5-95%
untuk Myastenia Gravis, namun spesifitasnya rendah karena tes ini juga menunjukkan
hasil positif pada berbagai kelainan lainnya.
c. Pengukuran antibodi anti-AChR merupakan pemeriksaan yang sangat sensitif dan
paling spesifik terhadap Myastenia Gravis, dengan sensitivitas mencapai 85% dan
spesifitasnya tinggi baik untuk Myastenia Gravis Umum dan Ocular Myastenia Gravis.
Selain itu, tes ini juga tidak hanya mampu mendeteksi titter antibodi IgG berafinitas
tinggi yang dihasilkan oleh Sel B, melainkan juga IgG berafinitas rendah. Adapun
kekurangan dari pengukuran ini yaitu tidak dapat menentukan tingkat keparahan dari
Myastenia Gravis tersebut, karena banyaknya titer antibodi tidak berkorelasi dengan
tingkat morbiditas penyakit ini.
d. CT-Scan dan MRI digunakan pada setiap dugaan pasien Myastenia Gravis untuk
mencari adanya hiperplasia thymus dan keganasan pada kelenjar Thymus (Thymoma).
Dengan demikian, sudah jelas bahwa prosedur pemeriksaan yang memiliki sensitivitas dan
spesifitas paling tinggi untuk dapat menegakkan diagnosis Myastenia Gravis yaitu
pengukuran titer Antibodi anti-AChR.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum oleh dr. Suratno, Sp.S(K) halaman 246-250,
Hankey’s Clinical Neurology 2th ed tahun 2014, dan Adam’s and Victor’s Principles of
Neurology 10th ed tahun 2014)

45. Jawaban : B
Pembahasan : Pada kasus tersebut, pasien diberi obat Pyridostigmine Bromide/Mestinon
dengan dosis 4x60 mg/hari. Obat ini termasuk dalam jenis Inhibitor Kolinesterase,
merupakan terapi first-line pada Myastenia Gravis, yang bekerja dengan cara meningkatkan
jumlah asetilkolin yang bersedia untuk dapat berikatan dengan reseptornya pada NMJ,
sehingga obat ini bersifat simptomatik/meringankan gejala dan tidak mengurangi
progresivitas penyakit Myastenia Gravis itu sendiri. Pada umumnya obat ini digunakan
dengan dosis 30-60 mg setiap 6-8 jam perhari. Artinya, dosis maksimal dari obat ini untuk
seorang individu yaitu 60 mg untuk setiap 6 jam = 240 mg/hari. Sedangkan pada kasus
tersebut pasien menambahkan sendiri dosisnya menjadi hingga 360 mg (didapatkan dari 6
kali 60 mg/hari), akibatnya pasien mengalami overdosis kolinergik atau biasa disebut dengan
krisis kolinergik. Krisis kolinergik ini cukup berbahaya, karena justru akan menyebabkan
muscle weakness semakin parah dan menimbulkan banyak efek samping seperti :
a. Kram perut
b. Diare
c. Keringat berlebih
d. Salivasi berlebihan atau menetesnya air liur terus menerus
e. Bradikardia
f. Mual dan muntah

Page 35 of 58
1231024_YAP

g. Serta meningkatkan produksi sekret pada Bronkiolus, akibatnya Bronkiolus akan terisi
oleh banyak cairan sekret dan menyebabkan sesak nafas.
Dengan demikian, bila pasien tersebut terlalu banyak mengonsumsi obat-obat inhibitor
kolinergik maka yang akan terjadi munculnya beragam efek samping yang disebut dengan
krisis kolinergik.
(Sumber : Hankey’s Clinical Neurology 2th ed tahun 2014)

46. Jawaban : E
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, maka batuk dan demam yang terjadi pada pasien
dapat diduga berasal dari adanya suatu infeksi bakterial, sehingga dokter memberikan
antibiotik kepada pasien tersebut. Dibawah ini adalah tabel yang menjelaskan obat-obatan
yang dapat memperparah manifestasi klinis dari Myastenia Gravis :

Pada tabel tersebut, disebutkan bahwa Gentamycin yang termasuk dalam golongan
Aminoglikosida, serta Ciprofloxacin dan Levofloxacin yang termasuk dalam golongan
Fluoroquinolon perlu digunakan dengan sangat hati-hati, yang artinya ketiga antibiotik
tersebut memiliki risiko tinggi bila digunakan sebagai terapi Myastenia Gravis. Adapun
antibiotik Azitromycin juga termasuk dalam golongan Aminoglikosida, karena nama
antibiotik tersebut berakhiran –mycin, sama seperti Genta-mycin. Sehingga sudah jelas
pilihan obat yang paling aman sebagai terapi untuk infeksi yang dialami oleh pasien
tersebut yaitu Amphicillin.
(Sumber : Hankey’s Clinical Neurology 2th ed tahun 2014)

47. Jawaban : D/E


Pembahasan : Kerja dari otot jantung atau myocardium dipengaruhi oleh sistem
sympathicus dan sistem parasympathicus dimana keduanya melibatkan komponen
persarafan yang sama, yaitu GVE, namun dengan serabut saraf yang berbeda, sehingga

Page 36 of 58
1231024_YAP

nucleusnya pun juga berbeda. Di antara kelima pilihan jawaban tersebut, Nucleus Dorsalis
Nervi Vagi merupakan sel badan neuron/SBN I dari sistem parasympathicus untuk inervasi
Myocardium, sedangkan Nucleus Intermediolateralis Cornu Lateralis Medulla Spinalis
segmen I-IV merupakan sel badan neuron/SBN I dari sistem sympathicus untuk inervasi
Myocardium juga. Kedua Nucleus tersebut memiliki serabut saraf yang berbeda namun
bersama-sama membentuk anyaman Plexus Cardiacus.
(Sumber : Handout Anatomi Systema Nervosum Periphericum)

48. Jawaban : A
Pembahasan : Coba perhatikan gambar berikut :

Page 37 of 58
1231024_YAP

Pada kedua gambar tersebut, terlihat jelas bahwa Sinus Sagittalis Superior terletak pada tepi
terikat falx cerebri, atau bisa dikatakan pangkap falx cerebri, sebab falx cerebri pangkalnya
juga berasal dari crista galli, yang juga pangkal dari sinus sagittalis superior itu sendiri.
Sedangkan pada pangkal falx cerebelli terdapat sinus Occipitalis, di tepi bebas dari Falx
Cerebri terdapat Sinus Sagittalis Inferior, dan di pangkal Tentorium Cerebelli terdapat
Confluens Sinuum.
Dengan demikian letak Sinus Sagittalis Superior yaitu pada pangkal Falx Cerebri.
(Sumber : Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

49. Jawaban : B
Pembahasan : Perhatikan gambar berikut :

Pada gambar yang berasal dari potongan sagittal (atau pandangan dari facies medialis)
terhadap hemispherium cerebri, bila dicocokkan pada dengan pilihan jawaban yang tersedia
maka jawaban yang tepat yaitu Corpus Callosum, sedangkan struktur-struktur lain seperti
Sulcus Centralis Rolandi, Gyrus Frontalis Inferior, dan Sulcus Lateralis Cerebri Sylvii semuanya
hanya tampak dari facies lateralis, bukan facies medialis. Sementara itu, pilihan Centralis
Posterior merupakan pilihan yang ambigu karena tidak menunjukkan dengan jelas struktur
apakah yang dimaksud, apakah itu arteria ataupun sulcus juga tidak dapat diketahui.
Dengan demikian struktur yang terletak di facies medialis hemispherium Cerebri yaitu
Corpus Callosum.
(Sumber : Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

Page 38 of 58
1231024_YAP

50. Jawaban : B
Pembahasan : Pada kasus tersebut, jelas bahwa hasil anamnesis terhadap pasien yang
dilakukan semuanya mengarah pada diagnosis penyakit stroke. Berdasarkan Slide & Kuliah
Rehabilitasi Sistem Saraf Pasca Stroke Kelas A angkatan 2013 oleh dr. Noer Rachma, Sp.RM,
dijelaskan bahwa prinsip rehabilitasi Stroke yaitu dengan mekanisme Kompensasi dan
Mekanisme Neurodevelopmental (lebih spesifik lagi yaitu mekanisme Unmasking).
Mekanisme Kompensasi dilakukan dengan prinsip bahwa sisi yang sehat dilatih untuk
mengkompensasi sisi yang sakit, artinya memaksimalkan daya kerja dari sisi yang masih
sehat. Sedangkan Mekanisme Unmasking yaitu mengaktivasi jalur laten (yang tidak
difungsikan dalam keadaan sebelum lesi) tetapi bisa diaktifkan ketika jalur yang dominan
gagal atau mengalami kerusakan. Artinya juga sama, yaitu memaksimalkan daya kerja dari
bagian tubuh yang normal yang sebelumnya tidak terlalu digunakan menjadi aktif digunakan
sebagai penyokong utama untuk menggantikan bagian tubuh sebelumnya yang gagal
menjalankan fungsinya. Jadi, prinsip dasar dari kedua jenis rehabilitasi medik tersebut sama-
sama memaksimalkan fungsi yang ada.
Contoh klinis yang diberikan oleh dr. Noer Rachma yaitu misalnya ada seorang pria
menderita stroke dan mengalami hemiparesis kontralateral pada tangan dan kakinya. Akibat
dari hemiparesis ini tentu pasien tidak dapat berjalan dengan sempurna karena salah satu
kakinya mengalami kelumpuhan sehingga pasien berjalan dengan menyeret kakinya yang
lumpuh tersebut. Bila dianalisis lebih mendalam, kaki pasien yang lumpuh artinya semua
otot kaki pada pasien tidak mendapatkan inervasi motorik dari Area 4 Broadmann, termasuk
di dalam kaki tersebut juga ada M. Quadriceps femoris di bagian anterior dan M. Biceps
Femoris di bagian posterior yang juga ikut lumpuh padahal kedua kelompok otot tersebut
jelas menjadi otot utama yang berperan dalam fleksi-ekstensi regio Femoris sehingga pasien
dapat menggerakkan pahanya dan kaki dapat bergerak. Nah contoh penerapan dari prinsip-
prinsip rehabilitasi medik yang sudah dijelaskan yaitu untuk dapat memfleksi-ekstensikan
paha/regio femorisnya, maka pasien sebenarnya dapat menggunakan otot-otot abdomen
dan otot-otot gluteal. Mengapa ? Karena otot-otot abdomen seperti M. Rectus Abdominis,
Obliquus Internus et Externus, Psoas Major et Minor, memiliki insersio pada collum ossis
femoris dan os pelvis bagian Spina Illiaca Anterior Superior et Inferior, berbeda-beda, namun
intinya karena otot-otot abdomen tersebut memiliki insersio pada bagian paha artinya dapat
menggerakkan paha juga, terutama gerakan fleksi. Walaupun begitu, pada orang normal
penggunaan otot-otot abdomen untuk memfleksikan paha adalah hal yang jarang dilakukan
walaupun sebenarnya bisa, sehingga bila pada pasien stroke tadi, untuk dapat berjalan
dengan normal, orang tersebut masih mampu menggunakan otot-otot abdomennya untuk
memfleksikan pahanya, sehingga pasien tersebut tidak perlu lagi menyeret kakinya yang
lumpuh untuk berjalan, walaupun memang hasil gerakan tersebut mungkin cenderung tidak
halus dan lemah pada awalnya, namun bila dilatih terus menerus, maka kelamaan otot-otot
abdomen tersebut akan terlatih untuk menggerakkan paha sehingga gerakan paha pada saat
pasien berjalan dapat menjadi halus dan kuat serta bukan tidak mungkin menjadi normal
kembali seperti sediakala. Dan hal demikian juga dapat terjadi pada bagian posterior paha
dimana mekanisme ekstensi juga diatur oleh gerakan otot-otot gluteal dan otot-otot minor
lainnya sehingga bila M. Biceps Femoris mengalami kelumpuhan maka otot-otot gluteal
mampu mengambil alih fungsi ekstensi paha dari M. Biceps Femoris yang lumpuh tersebut.
Jadi, tujuan rehabilitasi medik pasca stroke yaitu untuk memaksimalkan fungsi yang ada.

Page 39 of 58
1231024_YAP

(Sumber : Slide & Kuliah Rehabilitasi Sistem Saraf Pasca Stroke Kelas A angkatan 2013 oleh
dr. Noer Rachma, Sp.RM(K))

51. Jawaban : B
Pembahasan : Pada kasus ini jelas bahwa pasien menderita stroke seperti yang sudah
dibahas pada nomor sebelumnya dan pasien diduga mengalami gangguan kognitif, oleh
karena itu pemeriksaan yang paling tepat untuk kasus tersebut yaitu MMSE. MMSE atau
Mini Mental State Examination merupakan pemeriksaan dengan berdasar pada 30 poin
penilaian untuk megetahui status kognitif pada pasien yang diduga mengalami gangguan
kognitif akibat penyakit degeneratif seperti Alzheimer, Dementia, serta penyakit-penyakit
neurologis lainnya yang mungkin menyebabkan gangguan kognitif. MMSE ini merupakan
pemeriksaan yang berfungsi sebagai screening, bukan untuk menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan MMSE, skor <24 menunjukkan adanya gangguan kognitif pada seseorang.
Berikut ini adalah tabel penilaian MMSE :

52. Jawaban : D
Pembahasan : Karena kasus tersebut memiliki kesamaan dengan kasus pada nomor 50 dan
51, maka pembahasan ini akan langsung difokuskan pada pertanyaan yang diajukan dalam
soal tersebut. Ada 4 hal yang menjadi inti dari rehabilitasi medik post-stroke, yaitu :
a. Positioning → Pasien yang berbaring pada posisi yang sakit dapat menyebabkan
edema dan kontraktur dini. Kontraktur yang dimaksud yaitu kontraktur pada sendi,
yang meliputi kontraktur sendi bahu, siku, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan
tumit kaki.
b. Turning → yaitu mengubah posisi tubuh setiap 2 jam, karena hal ini bertujuan untuk
menghindari ulkus decubitus.

Page 40 of 58
1231024_YAP

c. ROM Exercise secara aktif dan pasif → merupakan latihan fisik untuk menjaga agar
ruang antar sendi pasien tetap memiliki jarak yang cukup jauh sehingga
menghindarkan pasien dari osteoarthritis akibat demobilitas tubuh pasien dalam
waktu yang lama.
d. Chest Physical Therapy → salah satu contohnya yaitu breathing exercise.
Dengan demikian sudah jelas, bahwa mobilitas dini bertujuan untuk menghindarkan
pasien dari kemungkinan ulkus decubitus.
(Sumber : Slide & Kuliah Rehabilitasi Medik Kelainan Sistem Saraf Pasca Stroke Kelas A
angkatan 2013 oleh dr. Noer Rachma, Sp.RM(K))

53. Jawaban : B
Pembahasan : Silakan perhatikan tabel dan ilustrasi berikut :

Pada ilustrasi tersebut, neuron sensorik terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu Kelompok 1-4
dengan klasifikasi dari Aα sampai dengan C. Maksud dari Aα sampai dengan C yaitu jenis
serabut saraf dibagi berdasarkan terselubung oleh mielin dan tidaknya, serta pembagian
fungsinya yang jelas berbeda dengan subtipe yang berbeda-beda. Agar lebih jelas, silakan
perhatikan tabel berikut :

Page 41 of 58
1231024_YAP

Serabut saraf tipe A dibagi menjadi 4 subtipe, serabut B tanpa subtipe, dan serabut C dengan
2 subtipe, dan karena jelas pada soal ditanyakan mengenai impuls sensoris nyeri, maka yang
dibahas adalah serabut tipe A dan C dengan subtipenya, yaitu :
Serabut Aα (Tipe I) → berfungsi dalam menyalurkan impuls propioseptif dari motor
somatik. Ini penting, mengingat banyaknya mahasiswa tidak mengerti arti dari
propioseptif dalam aspek neurologi. Maksud dari impuls propioseptif ini yaitu suatu
impuls yang memungkinkan bagian-bagian tubuh mengenali bagian tubuh lainnya
dengan baik, sebagai contoh ketika seseorang diminta untuk berdiri dengan mata
tertutup, bila ia diminta untuk menunjukkan tumitnya maka ia akan mampu menunjuk
tumit dengan jari tangannya secara tepat, dan juga demikian bila ia diminta untuk
menunjuk hidung dengan jari telunjuknya maka ia juga dapat melakukannya dengan
tepat. Impuls propioseptif ini dibawa oleh serabut saraf berukuran besar dengan
kecepatan hantar yang paling tinggi.
Serabut Aβ (Tipe II) → berfungsi dalam menghantarkan impuls raba dan penekanan ke
dalam ujung saraf Merkel dan Paccini pada kulit karena fungsinya sebagai
mechanoreseptor.
Serabut saraf Aγ → tidak berperan dalam penghantaran impuls sensorik melainkan
hanya menghantarkan impuls motorik (inervasi motorik). Jangan sampai terbalik
fungsi serabut saraf antara Aγ dan Aδ.
Serabut saraf Aδ → Serabut saraf ini termasuk dalam tipe III yang fungsi utamanya
menghantarkan impuls nyeri dan suhu, dan juga sedikit menghantarkan impuls raba,
serabut ini kecil, namun yang membedakannya dengan serabut saraf tipe C yaitu
serabut saraf Aδ ini masih memiliki selubung mielin, sedangkan serabut saraf tipe C
tidak diselubungi mielin walaupun fungsinya sama.
Serabut saraf tipe C subtipe Dorsal Root → serabut saraf ini menghantarkan impuls
nyeri dan penekanan. Serabut ini memiliki diameter paling kecil, sehingga kecepatan
hantarnya lambat dan tidak termielinasi (silakan perhatikan perbedaannya dengan
serabut saraf Aδ)
Melalui ke-5 poin informasi tersebut, maka pilihan jawaban yang terdapat pada soal dapat
dianalisis satu per satu, yaitu :

Page 42 of 58
1231024_YAP

a. Pilihan A jelas salah, karena impuls nyeri dihantarkan oleh serabut saraf kecil, yaitu Aδ
dan serabut saraf tipe C Dorsal Root.
b. Pilihan B benar, silakan perhatikan pembahasan poin A di atas.
c. Pilihan C cukup ambigu karena 2 alasan, yang pertama karena impuls saraf tidak selalu
berjalan dengan impuls raba, hanya pada saat-saat tertentu saja. Sedangkan alasan
kedua yaitu, walaupun sama-sama menghantarkan nyeri, serabut Aδ juga mampu
menghantarkan impuls raba namun serabut saraf tipe C Dorsal Root tidak mampu
menghantarkan impuls raba. Karena kedua alasan itu maka pilihan ini dianggap kurang
tepat.
d. Pilihan D jelas salah, silakan perhatikan kembali pembahaan poin A di atas.
e. Pilihan E juga salah, karena misalnya pada serabut Aδ dimana serabut ini mampu
menghantarkan impuls raba dan nyeri secara bersamaan, maka jelas kedua impuls ini
juga berjalan searah. Semua impuls sensorik tentu berjalan dari perifer menuju ke
sistem saraf pusat, tidak ada yang berjalan sebaliknya.
Dengan demikian sudah jelas bahwa impuls nyeri disalurkan melalui serabut saraf kecil
dan pilihan B merupakan pilihan paling tepat.
(Sumber : Slide & Kuliah Patofisiologi & Assessment Nyeri angkatan 2013 oleh Prof. Dr. dr.
Suroto, Sp.S(K) serta Review of Medical Physiology William F. Ganong 22th ed tahun 2005)

54. Jawaban : D
Pembahasan : Berikut ini adalah perbedaan antara nyeri akut dengan nyeri kronis, yaitu :
a. Nyeri Akut :
Biasanya disertai dengan kerusakan jaringan yang nyata
Adanya peningkatan aktivitas saraf otonom
Nyeri menghilang dengan sembuhnya kerusakan yang mendasari
Memberi fungsi protektif
b. Nyeri Kronis :
Nyeri >3 atau 6 bulan setelah onset, atau diluar periode penyembuhan
Tidak lagi berfungsi protektif
Mengganggu kesehatan secara umum dan kemampuan fungsional
Mengganggu “mood”
Dengan demikian, maka diantara kelima pilihan jawaban yang terdapat pada soal maka
pilihan yang paling tepat yaitu pilihan D dimana nyeri kronis sering disertai dengan
gangguan mood.
(Sumber : Slide & Kuliah Patofisiologi & Assessment Nyeri angkatan 2013 oleh Prof. Dr. dr.
Suroto, Sp.S(K))

55. Jawaban : D
Pembahasan : Nyeri neuropati merupakan nyeri yang disebabkan karena lesi pada sistem
saraf perifer maupun pusat, sedangkan nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan
karena respon inflamasi atau non-inflamasi dari stimulus yang berbahaya/noxious.
Contoh dari nyeri nosiseptif yaitu nyeri anggota setelah fraktur, luka bakar, dan nyeri sendi
pada osteoarthritis. Sedangkan contoh dari nyeri neuropatik yaitu :
Painful Diabetic Neuropathy/PDN
Post-surgical nerve injury

Page 43 of 58
1231024_YAP

Post-herpetic Neuralgia
Radikulopati lumbal
Nyeri pasca stroke
Pada kelima pilihan jawaban yang terdapat pada soal, maka yang termasuk dalam nyeri
neuropatik yaitu nyeri akibat infeksi herpes zoster virus yang disebut dengan post-herpetic
neuralgia. Mengapa ? Karena virus herpes tidak hanya menimbulkan manifestasi klinis pada
sistem integumen atau kulit tetapi juga menimbulkan infeksi pada sistem saraf perifer dari
daerah kulit yang menunjukkan manifestasi klinis akibat infeksinya, sehingga karena alasan
inilah infeksi herpes zoster virus dapat menyebabkan nyeri yang tergolong neuropati.
Sedangkan nyeri akibat luka sayat, luka bakar, osteoarthritis dan fraktur tanpa membuat
nervus didekatnya lesi merupakan nyeri nosiseptif.
Sebenarnya cara termudah untuk membedakan apakah suatu nyeri termasuk nyeri
nosiseptif atau neuropati yaitu cukup perhatikan pada kasus yang terjadi, bila pada kasus
tersebut ada nyeri dan dijumpai lesi pada nervus apapun didekat lokasi nyeri tersebut, maka
nyeri tersebut merupakan nyeri neuropatik, sedangkan bila nyeri tersebut tidak disertai
dengan lesi pada nervus didekatnya maka nyeri tersebut hanya nyeri nosiseptif.
Dengan demikian sudah jelas bahwa nyeri akibat infeksi herpes zoster virus merupakan
nyeri neuropatik.
(Sumber : Slide & Kuliah Patofisiologi & Assessment Nyeri angkatan 2013 oleh Prof. Dr. dr.
Suroto, Sp.S(K))

56. Jawaban : E
Pembahasan : Berikut ini merupakan gejala sensoris positif dan negatif pada nyeri
neuropatik (akibat adanya lesi atau disfungsi dari sistem saraf) :
a. Gejala positif (ditandai dengan aktivitas yang berlebih dari bagian tubuh yang
diinervasi) :
Nyeri spontan
Alodinia
Hiperalgesia
Disesthesia
Paresthesia
b. Gejala negatif (ditandai dengan penurunan fungsi dari bagian tubuh yang diinervasi) :
Hipoesthesia
Anesthesia
Hipoalgesia
Analgesia
Sehingga sudah jelas pada pilihan jawaban yang tersedia bahwa yang termasuk gejala
positif dari nyeri neuropatik yaitu Alodinia.
(Sumber : Slide & Kuliah Patofisiologi & Assessment Nyeri angkatan 2013 oleh Prof. Dr. dr.
Suroto, Sp.S(K))

57. Jawaban : B
Pembahasan : Hati-hati soal ini merupakan soal jebakan, pasien datang dengan keluhan
kebas pada punggung tangannya dan didapati pasien menggunakan kruk pada kakinya, maka
yang perlu dianalisis adalah nervus yang lesi sehingga menyebabkan kebas pada tangannya,

Page 44 of 58
1231024_YAP

bukan nervus pada kakinya. Sehingga pada analisis ini, maka nervus tibialis dan nervus
peroneus jelas merupakan jawaban yang salah karena keduanya terletak di extremitas
inferior. Sedangkan nervus medianus tidak menginervasi punggung tangan melainkan
menginervasi jari-jari tangan bersama dengan nervus ulnaris. Kedua nervus ini berjalan pada
sisi anterior/palmar. Sedangkan nervus radialis menginervasi bagian dorsal tangan, dan bila
terjadi lesi pada nervus radialis maka pasien akan mengeluhkan kebas pada punggung
tangannya. Agar lebih jelas, silakan perhatikan gambar berikut :

Pada gambar tersebut dapat diamati dengan jelas bahwa punggung tangan mendapat
inervasi dari cabang-cabang nervus radialis.
(Sumber : Gray’s Atlas of Anatomy 2nd ed tahun 2015)

Page 45 of 58
1231024_YAP

58. Jawaban : A
Pembahasan : Karena nervus Facialis menginervasi wajah, maka pada pemeriksaan fisik akan
terlihat kelemahan wajah yang sesisi. Kelemahan-kelemahan tersebut berupa :
a. Pada saat pasien mengangkat alisnya maka alis pada bagian wajah yang mengalami
kelemahan akan tampak lebih rendah dan tidak tampak adanya kerutan dahi.
b. Pada saat menutup mata maka sisi yang mengalami kelemahan tidak dapat menutup
matanya dengan rapat sehingga masih terlihat bola matanya.
c. Pada mulut, sudut mulut terlihat turun pada sisi yang mengalami kelemahan dan garis
nasolabial menjadi tidak tampak.
d. Dan tanda patognomonik dari Bell’s Palsy yaitu bola mata terlihat bergerak ke atas
pada saat kelopak mata ditutup.
Berdasarkan keempat poin di atas, maka pada jawaban yang paling tepat dari pilihan
jawaban yang tersedia yaitu pada inspeksi terlihat pasien tidak dapat menutup mata pada
sisi yang mengalami kelemahan dengan rapat.
Pada pasien Bell’s Palsy selain pemeriksaan fisik sebagai pemeriksaan utama, juga diperlukan
pemeriksaan penunjang namun pemeriksaan penunjang hanya dilakukan atas indikasi
berikut :
a. Tidak ada perbaikan setelah 1 bulan, karena pada sebagian besar kasus pasien akan
mengalami kesembuhan dengan sendirinya setelah 10 hari. Atau pemeriksaan
penunjang dilaksanakan bila terdapat kelemahan yang bersifat progresif.
b. Terdapat penurunan pendengaran
c. Ada tanda-tanda kelemahan nervus cranialis yang lain
d. Terdapat tanda-tanda kelemahan atau gangguan sensibilitas pada ekstremitas.
Pemeriksaan MRI pada Bell’s Palsy digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding tumor
sudut cerebellopontinus, stroke, dan Multiple Sclerosis. Sedangkan CT-Scan diperlukan bila
terdapat dugaan fraktur pada os temporalis. Sedangkan untuk menentukan prognosis dari
Bell’s Palsy yang progresif maka dapat digunakan pemeriksaan kecepatan hantar saraf
nervus Facialis dan EMG supaya dapat diketahui di sebelah mana persisnya letak dari lesinya
dan juga untuk mengetahui apakah terdapat suatu degenerasi aksonal >90% atau tidak. Bila
ada degenerasi aksonal >90% berdasarkan pemeriksaan kecepatan hantar saraf dan EMG ini
maka perlu dilakukan bedah dekompresi pada pasien.
Agar lebih mengerti tentang Bell’s Palsy secara keseluruhan, coba perhatikan kembali
pembahasan nomor 4 di atas.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum oleh dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp.S(K)
halaman 130-131).

59. Jawaban : A
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, pasien menunjukkan gejala-gejala
stroke namun membaik kembali dalam waktu singkat. Oleh karena itu hal ini mengarah pada
dugaan pasien mengalami TIA/Transient Ischemic Attack. Perhatikan kata “Ischemic” pada
frase TIA tersebut, dan perhatikan pada kasus di soal tersebut dimana pasien tidak
mengeluhkan adanya nyeri kepala, artinya benar bahwa tidak ada stroke hemoragik,
melainkan gejala stroke atau yang disebut TIA tadi disebabkan karena iskemia jaringan pada
otak yang kekurangan suplai oksigen yang mungkin disebabkan adanya atherosklerosis pada

Page 46 of 58
1231024_YAP

pembuluh darah otak. TIA ini dapat terjadi sekali atau beberapa kali sebelum stroke benar-
benar terjadi, maupun dapat tidak terjadi (jadi pasien langsung menderita stroke tanpa ada
TIA terlebih dahulu). Pada situasi klinis, pasien yang sudah mengalami menandakan bahwa
pasien tersebut memiliki prevalensi besar untuk menderita stroke dalam jangka waktu yang
diketahui, dan perlu dibawa segera ke dokter untuk mendapat penatalaksanaan, yaitu
misalnya diberi obat-obatan antikoagulan untuk mencegah terbentuknya thrombus pada
pembuluh darah arteri yang menuju otak.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa pasien tersebut mengalami Transient Ischemic
Attack/TIA.
(Sumber : Slide & Kuliah Stroke dan Neurovascular Disease angkatan 2013 oleh dr. Subandi,
Sp.S, FINS)

60. Jawaban : C
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, pasien mengalami demam tinggi sejak
sebulan yang lalu serta mengalami kejang dan penurunan kesdaran. Ketiga hal ini
menunjukkan bahwa pasien diduga menderita suatu infeksi cerebral (bisa abses cerebri,
meningitis, infeksi CMV, maupun ensefalitis namun untuk mengetahui apa diagnosis
tetapnya tentu diperlukan hasil anamnesis yang lebih lengkap serta hasil pemeriksaan
penunjang lainnya). Hasil pemeriksaan status kesadaran juga menunjukkan bahwa pasien
mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 10, yaitu :
Membuka mata terhadap rangsang nyeri → Skor 3
Mengerang → Skor 2
Tangan pasien meraih tangan pemeriksa → Skor 5
Dengan demikian pasien dapat diduga menderita suatu infeksi cerebral, dan tanda yang khas
dari suatu infeksi yaitu adanya peningkatan jumlah leukosit atau disebut juga dengan
leukositosis. Leukositosis merupakan tanda khas adanya suatu infeksi karena pada saat
tubuh mengalami infeksi maka secara otomatis tubuh akan melakukan suatu mekanisme
untuk melawan infeksi tersebut, salah satunya yaitu peningkatan distribusi leukosit ke lokasi
infeksi dan meningkatkan jumlah leukosit yang bersirkulasi di dalam darah. Oleh karena itu,
pilihan lain pada soal tersebut seperti anemia dan trombositopenia jelas salah, leukopenia
dapat terjadi apabila infeksi yang menyerang pasien tersebut adalah infeksi HIV namun
karena pada soal tidak diketahui maka dianggap pilihan ini kurang tepat. Kemudian
gambaran shift to the right yang menunjukkan presentasi jenis neutrofil tertentu yang dalam
sistem perifer juga kurang tepat karena kurang mempresentasikan secara nyata infeksi yang
sedang terjadi.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum halaman 13-23, 42-45)

61. Jawaban : A
Pembahasan : Kasus dalam soal tersebut sebenarnya cukup sulit untuk didiagnosis
mengingat pilihan jawaban yang tersedia merupakan jenis-jenis agen penyebab infeksi yang
menyebabkan penyakit dengan manifestasi klinis yang hampir sama. Walaupun begitu, tetap
ada tanda-tanda yang khas yang mengarah pada suatu penyakit tertentu, dan berikut ini
adalah analisisnya :

Page 47 of 58
1231024_YAP

Pasien mengeluhkan demam dan muntah → dua gejala ini sering terjadi pada penyakit
infeksi sehingga kurang spesifik untuk menunjukkan agen infeksius mana yang
mungkin menjadi penyebab dari penyakit tersebut.
Organic Brain Syndrome/OBS → merupakan suatu tanda dimana pasien mengalami
penurunan fungsi otak (acute brain failure). Salah satu penyebab dari sindrom ini yaitu
infeksi, misalnya meningitis dan ensefalitis. Informasi ini juga masih kurang jelas
karena agen infeksi penyebab meningitis dan ensefalitis tentu ada banyak sekali.
Keadaan umum cepat memburuk dan koma → Dua hal ini menunjukkan bahwa
progresivitas infeksi tersebut bersifat akut. Di antara kelima pilihan jawaban yang
tersedia, hanya toksoplasmosis yang dapat menyebabkan menifestasi klinis seberat
ini. Mengapa ? Karena kista toksoplasma dapat terbawa sampai ke otak dan
menyebabkan lesi yang lokasinya biasanya terdapat pada ganglia basalis (perbatasan
antara white matter dan gray matter) sekaligus menyebabkan meningoensefalitis
sehingga manifestasi klinis pasien yang berat dapat waktu singkat, seperti defisit
neurologis fokal yang parah serta penurunan kesadaran hingga pasien mengalami
koma. Infeksi yang disebabkan oleh echo virus, coxsackie virus, CMV, dan HSV
umumnya tidak menimbulkan manifestasi klinis yang berat dalam waktu singkat,
namun manifestasi klinis yang berat tetap dapat terjadi bila infeksi ke-4 virus tersebut
bersifat kronis disertai dengan immunodefisiensi.
Pada hasil pemeriksaan LCS, pleositosis limfositer, peningkatan protein, dan
penurunan glukosa menunjukkan ciri dari infeksi toksoplasma. Pada infeksi akibat
virus seperti keempat pilihan jawaban yang lain, kadar protein meningkat namun
kadar glukosa cenderung normal. Sedangkan pada infeksi akibat bakteri menunjukkan
ciri yang hampir sama dengan infeksi toksoplasma, yaitu peningkatan protein dengan
penurunan glukosa, namun karena tidak terdapat pilihan bakteri maka jawaban yang
paling tepat yaitu Toksoplasmosis.
Dengan demikian berdasarkan ke-4 poin analisis tersebut, maka dugaan agen infeksius
yang paling mungkin untuk menyebabkan infeksi tersebut yaitu kista toksoplasma yang
menyebabkan toksoplasmosis cerebral.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis
cerebral yaitu ELISA untuk mengetahui titer antibodi terhadap toksoplasma dalam fase akut
dan pemeriksaan radiologi yaitu CT-Scan dengan kontras serta MRI. Ciri khas adanya
Toksoplasmosis Cerebral yaitu pada pemeriksaan MRI Cerebral terdapat gambaran cincin
dengan dinding tebal yang berwarna putih, bagian tengahnya berwarna abu-abu, dan
jumlahnya multiple dengan ukuran kecil sampai sedang.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum halaman 36-40)

62. Jawaban : D
Pembahasan : Berdasarkan pilihan jawaban yang tersedia pada soal, hanya pemeriksaan Dix-
Hallpike yang bukan merupakan pemeriksaan fungsi koordinasi, karena Dix-hallpike
merupakan pemeriksaan untuk diagnosis BPPV/Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Dan
diantara Tes Romberg, Stepping test, Disdiakokinesia, serta Tandem Walking, walaupun
keempatnya sama-sama pemeriksaan fungsi koordinasi namun pemeriksaan yang paling
sederhana yaitu pemeriksaan Disdiakokinesis, sebab pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
posisi duduk maupun berdiri, dan tidak perlu repot untuk meminta pasien berdiri atau

Page 48 of 58
1231024_YAP

berjalan seperti pada ketiga pemeriksaan lainnya. Agar lebih jelas, silakan perhatikan
kembali pembahasan nomor 20.
(Sumber : Buku Panduan Skills Lab FK UNS Bab Pemeriksaan Neurologi tahun 2014)

63. Jawaban : C
Pembahasan : Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis memiliki prinsip kerja yang
berkebalikan. Saraf Simpatis memiliki prinsip “Fight or Flight Response”, sedangkan Saraf
Parasimpatis memiliki prinsip “Rest and Digest”.
Maksud dari Fight or Flights response yaitu mempersiapkan tubuh dalam situasi siaga, yaitu
pada saat latihan, kondisi darurat, saat tertarik pada sesuatu, dan saat merasa malu.
Sedangkan maksud dari Rest and Digest yaitu mendukung fungsi tubuh untuk menjaga dan
menghasilkan energi tubuh selama masa istirahat dan pemulihan dengan meningkatkan
pencernaan untuk memperoleh asupan energi. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan
efek dari stimulasi Simpatis dan Parasimpatis :

Page 49 of 58
1231024_YAP

Berdasarkan tabel tersebut, maka pucat dan keringat disebabkan oleh hasil kerja sistem
saraf Simpatis pada kelenjar keringat, mual dan muntah juga merupakan stimulasi Simpatis
(karena muntah adalah keadaan yang berlawanan dengan prinsip Rest and Digest Saraf
Parasimpatis tadi), serta jantung berdebar atau palpitasi merupakan hasil kerja Saraf
Simpatis terhadap otot-otot myocardial. Sehingga jawaban yang paling tepat untuk efek
stimulasi Parasimpatis yaitu adanya rasa dingin.
(Sumber : Principles of Anatomy and Physiology Tortora 14th ed tahun 2014)

64. Jawaban : C
Pembahasan : Hemostasis merupakan proses simultan, yaitu :
a. Menghentikan perdarahan pada daerah cedera
b. Mempertahankan darah dalam keadaan cair
Sistem hemostasis merupakan interaksi yang kompleks dan seimbang antara :
Pembuluh Darah
Trombosit
Sistem Koagulasi
Sistem Fibrinolitik
Faktor lain : Protease serin, Kofaktor, dan Inhibitor

Page 50 of 58
1231024_YAP

Dengan demikian, jawaban yang paling benar tentang Hemostasis yaitu menghentikan
perdarahan di tempat cedera.
(Sumber : Slide & Kuliah Thrombosis dan Pemeriksaam Lipid angkatan 2013 oleh dr. Tonang
Dwi Ardyanto, Ph.D, Sp.PK)

65. Jawaban : A
Pembahasan : Coba perhatikan tabel berikut :

Pada saat jaringan endothel mengalami cedera, maka jaringan endhotel akan berusaha
untuk menghentikan perdarahan yang terjadi dengan cara melakukan proses
koagulasi/protrombotik. Ada 2 hal yang dilakukan oleh endothel pada saat cedera, yaitu :
a. Menghasilkan vWF/vonWillebrand Factor → vWF penting untuk adhesi trombosit
pada kolagen atau permukaan lain dan agregasi trombosit satu sama lain.
b. Sekresi Tissue Factor/TF → sekresi Tissue Factor ini distimulasi oleh Sitokin TNF dan IL-
1 agar dapat mengaktivasi koagulasi jalur ekstrinsik dengan dimulai pada tahap Inisiasi
→ Amplifikasi → Propagasi → Terminasi.
Melalui penjelasan ini, mari kita coba analisis pilihan jawaban yang lain :
Pilihan jawaban A kurang tepat karena jaringan endothel memang menghasilkan
Tissue Factor, namun Tissue Factor tidak memicu adhesi trombosit, yang memicu
adhesi trombosit adalah vWF (perhatikan poin A di atas).
Pilihan jawaban B juga salah karena terbentuknya Fibrin merupakan respon
hemostasis sekunder, bukan primer. Coba perhatikan gambar berikut :

Page 51 of 58
1231024_YAP

Pilihan jawaban C merupakan pilihan yang paling tepat karena endothel menghasilkan
vWF yang bersifat kemotaksis (mengundang trombosit untuk datang ke lokasi cedera)
sekaligus memperantarai adhesi endothel dengan trombosit melalui ikatan antara
vWF pada endothel dengan reseptor GP Ib/IX pada trombosit.

Pilihan jawaban D tidak tepat karena ADP dihasilkan oleh trombosit yang telah
teradhesi dengan endothel dengan tujuan untuk “mengundang” lebih banyak
trombosit lagi ke lokasi endothel yang cedera sehingga akhirnya trombosit-trombosit
tersebut dapat teragregasi dan membentuk platelet plug. Sehingga jelas bahwa
penghasil ADP adalah trombosit, bukan endothel (perhatikan gambar di atas).
Pilihan jawaban E juga salah karena kompleks fosfolipid diekspresikan pada membran
trombosit supaya terbentuk tempat ikatan dengan ion Ca2+ dan faktor koagulasi.
Dengan demikian sudah jelas bahwa jawaban yang paling tepat yaitu “C”.
(Sumber : Slide & Kuliah Thrombosis dan Pemeriksaam Lipid angkatan 2013 oleh dr. Tonang
Dwi Ardyanto, Ph.D, Sp.PK serta Slide & Kuliah Hemostasis Blok Hematologi angkatan 2013
oleh dr. Dian Ariningrum, Sp.PK, M.Kes)

66. Jawaban : E
Pembahasan : Agregasi trombosit merupakan interaksi antara reseptor GP IIb/IIIa dengan
Fibrinogen yang menyebabkan trombosit yang satu dengan trombosit yang lain saling
melekat membentuk platelet plug. Defek pada agregasi trombosit disebut dengan
Glanzmann’s Disease (akibat defisiensi reseptor GP IIb/IIIa). Sedangkan defek pada adhesi
trombosit disebut dengan Bernard Souller Syndrome (akibat defisiensi reseptor GP Ib/IX).
Dengan demikian sudah jelas bahwa kelainan pada agregrasi trombosit menyebabkan
Glanzmann’s Disease seperti pada pilihan jawaban “E”.
(Sumber : Slide & Kuliah Thrombosis dan Pemeriksaam Lipid angkatan 2013 oleh dr. Tonang
Dwi Ardyanto, Ph.D, Sp.PK)

67. Jawaban : C
Pembahasan : Ada beberapa komponen yang terlibat dalam mekanisme antitrombik alami,
yaitu :
a. Antitrombosit
Prostasiklin
b. Antikoagulan
Antithrombin/AT

Page 52 of 58
1231024_YAP

Protein C & S
Thrombomodulin/TM
Tissue Factor Pathway Inhibitor/TFPI
c. Fibrinolitik
Plasminogen Activator/PA
Plasminogen/Plasmin
Dengan demikian berdasarkan deskripsi di atas, yang termasuk dalam antitrombosit alami
yaitu Prostasiklin.
(Sumber : Slide & Kuliah Thrombosis dan Pemeriksaam Lipid angkatan 2013 oleh dr. Tonang
Dwi Ardyanto, Ph.D, Sp.PK)

68. Jawaban : E
Pembahasan : Sudah jelas bahwa lesi UMN memiliki ciri yaitu otot menjadi spastik. Silakan
perhatikan kembali pembahasan nomor 21.

69. Jawaban : C
Pembahasan : Berdasarkan kasus tersebut, keluhan yang dialami oleh pasien yaitu keluhan
yang berkaitan dengan penglihatan, dan pasien juga memiliki faktor penyebab yang
memperparah keluhan yaitu menderita myopia berat dengan kacamata silindris dimana
myopia mata kanan jauh lebih berat dari pada kiri sehingga ada dugaan informasi visual yang
diterima oleh otak dari mata kanan dan kiri sangat berbeda dan menyebabkan gangguan
pada sistem refleks vestibulookuler.
Untuk membedakan manakah yang termasuk dalam sistem vestibulookuler dan manakah
yang termasuk sistem vestibulospinalis, coba perhatikan penjelasan berikut :
Pada refleks vestibulookuler, yang berperanan adalah organ vestibuler, nukleus
vestibularis, nukleus cranialis III, IV, VI, pusat primer penglihatan lobus occipitalis,
traktus opthalmicus, dan organ penglihatan.
Pada refleks vestibulospinalis, yang berperanan adalah traktus spinocerebellaris dan
cerebellum.
Dengan demikian berdasarkan penjelasan tersebut, maka kemungkinan terbesar dari
sistem vestibuler yang terganggu yaitu refleks vestibulookuler.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum oleh dr. Suratno, Sp.S(K))

70. Jawaban : B
Pembahasan : Sudah jelas bahwa apabila terdapat massa tumor pada lobus temporalis maka
akan menyebabkan tinnitus dan hemianopsia. Silakan perhatikan kembali pembahasan
nomor 38 di atas.

71. Jawaban : A
Pembahasan : Berdasarkan kasus pada soal tersebut, pasien mengeluhkan sakit kepala yang
makin berat di bagian dahi namun tidak diketahui onset dari sakit kepala tersebut. Kemudian
informasi lain yang diketahui lagi yaitu setelah dilakukan pemeriksaan CT-Scan pada kepala
dengan pemberian kontras, ditemukan penyerapan yang kuat oleh massa solid pada lobus
frontalis. Maka berdasarkan kedua bukti ini, diagnosis banding yang dapat dapat ditegakkan
yaitu tumor cerebral dan abses cerebri. Kemudian bila diperhatikan lagi pada pembahasan

Page 53 of 58
1231024_YAP

nomor 12, pemeriksaan CT-Scan dengan kontras hanya ditujukan untuk untuk indikasi
adanya tumor cerebral, fokus-fokus infeksi, dan mencari kelainan vaskular seperti
aneurysma/AVM. Sehingga bila dibandingkan dengan pilihan jawaban yang tersedia, maka
pilihan jawaban yang paling tepat yaitu abses cerebri, karena abses cerebri merupakan salah
satu bentuk dari fokus-fokus infeksi yang diindikasikan pada pemeriksaan CT-Scan karena
pada abses cerebri didapatkan suatu fokus infeksi berupa massa dengan warna yang
berwarna putih dan terdapat enhancement dengan beragam ukuran tergantung dari onset
dan progesivitas dari infeksinya.
Sedangkan pilihan jawaban yang lain seperti cystic astrocytoma, meningioma, dan
astrocytoma derajat tinggi kurang tepat walaupun termasuk tumor cerebral, namun karena
tumor cerebral mempunyai jenis yang banyak dan diagnosis tidak dapat langsung ditegakkan
dengan informasi yang sangat terbatas seperti pada soal di atas, sehingga diagnosis tidak
dapat langsung mengarah pada ketiga pilihan ini. Seharusnya bila jawabannya adalah salah
satu dari ketiga pilihan ini, maka pada soal perlu disebutkan hasil pemeriksaan
Patohistologi/PA, namun membaca hasil PA bukanlah kompetensi dokter utama umum,
melainkan hanya dokter Spesialis Patologi Anatomi. Kemudian untuk Encephalitis memang
merupakan salah bentuk infeksi cerebral namun infeksi pada tahap encephalitis belum
sampai membentuk adanya suatu fokus infeksi seperti pada abses cerebri, baru sampai
kerusakan jaringan dan inflamasi akibat infeksi tersebut.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa diagnosis yang paling mungkin pada kasus tersebut
yaitu abses cerebri.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum oleh Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr.
Sp.S(K))

72. Jawaban : C
Pembahasan : Pada soal nomor 71 telah disebutkan bahwa diagnosis yang paling mungkin
dalam kasus ini yaitu adanya abses cerebri. Etiologi dari abses cerebri adalah infeksi
intracerebral fokal, dan pada pilihan jawaban yang mengarah pada infeksi yaitu pada
vestibuler neuritis (inflamasi pada nervus sistem vestibuler yang yang salah satunya terdapat
pada telinga bagian tengah dan dalam). Sehingga dapat diduga bahwa abses cerebri dapat
terjadi karena adanya penyebaran infeksi dari vestibuler neuritis yang pernah dialami oleh
pasien. Berikut ini adalah 3 cara patogen untuk dapat masuk ke otak dan menimbulkan
infeksi yaitu :
a. Perluasan langsung dari kontak fokus infeksi (prevalensinya 45-50%), berasal dari
sinus, gigi, telinga tengah, atau mastoid (mastoiditis)
b. Secara hematogen (prevalensinya 25%), berasal dari endokarditis bakterial, infeksi
primer paru dan pleura.
c. Trauma kepala (prevalensinya hanya 10%) atau prosedur bedah saraf yang mengenai
duramater dan leptomeninges.
Dengan demikian sudah jelas bahwa diagnosis paling mungkin pada penderita ini yaitu
vestibuler neuritis.
(Sumber : Buku Neurologi untuk Dokter Umum oleh Prof. Dr. Oemar Sri Hartanto, dr. Sp.S(K))

73. Jawaban : E
Pembahasan : Silakan perhatikan tabel berikut :

Page 54 of 58
1231024_YAP

Bila diperhatikan pada kolom “Name” dan “Main Actions” saja, maka sudah didapatkan
bahwa neurotransmitter yang bersifat inhibisi yaitu GABA. Sedangkan neurotransmitter lain
yang bersifat neuromodulasi, artinya neurotransmitter tersebut dapat menghantarkan
stimulasi elektris pada saraf perifer, medulla spinalis, maupun otak sebagai respon bila
terdapat nyeri. Beberapa textbook berkata bahwa neuromodulasi adalah sama dengan
eksitasi, namun beberapa buku lainnya menyebut bahwa neuromodulasi merupakan fungsi
terpisah yang berbeda dengan eksitasi maupun inhibisi impuls. Sehingga tabel ini juga
menjelaskan sekaligus bahwa Norepinefrin, glutamat, dopamin, dan serotonin bukan
bersifat inhibisi melainkan ada yang bersifat eksitasi maupun neuromodulasi.
(Sumber : Neuroanatomy through Clinical Cases 2nd ed tahun 2010)

74. Jawaban : E
Pembahasan : Coba perhatikan tabel berikut :

Page 55 of 58
1231024_YAP

Berdasarkan tabel tersebut pada bagian “Mechanism of Storage”, disebutkan bahwa Long-
Term Memory atau ingatan jangka panjang terjadi melalui mekanisme pembentukan formasi
dari sinaps-sinaps baru dan sintesis protein baru. Kemudian bila dibandingkan dengan pilihan
jawaban yang terdapat pada soal, maka pilihan yang paling tepat yaitu perluasan sinaps
karena kata ini memiliki arti yang hampir sama dengan pembentukan sinaps-sinaps baru.
Sedangkan pada pilihan perubahan struktur protein neuron juga kurang tepat karena yang
terjadi adalah sintesis protein baru, bukan perubahan struktur dari protein yang sudah ada.
Dengan demikian sudah jelas bahwa teori ingatan jangka panjang memiliki mekanisme
perluasan sinaps.
(Sumber : Human Physiology from Cells to System-Sherwood 7th ed tahun 2015)

75. Jawaban : C
Pembahasan : Silakan perhatikan gambar dan tabel berikut :

Page 56 of 58
1231024_YAP

Coba perhatikan gambar di atas, dan tentukan di area mana pada gambar di bawah ini yang
merupakan tempat persesuaian/proyeksi area 44 Broca seperti pada gambar di atas.

Jawabannya adalah Area 44 Broca tepat terletak pada Pars Opercularis Gyrus Frontalis
Inferior Lobus Frontalis Cerebri Sinistra.
(Sumber : Neuroanatomy through Clinical Cases 2nd ed tahun 2010)

76. Jawaban : A
Pembahasan : Pada pembahasan nomor 52, dijelaskan bahwa Turning merupakan
pengubahan posisi tubuh setiap 2 jam untuk menghindari terjadinya ulkus decubitus. Artinya
pada pasien perlu dilakukan Turning sebagai bagian untuk menempatkan pasien pada posisi
yang benar selama selang waktu setiap 2 jam (Proper positioning/memposisikan secara
benar). Agar lebih mengerti mengenai jenis-jenis terapi rehabilitasi medik terutama pada
kejadian pascastroke, silakan perhatikan kembali pembahasan nomor 52.

77. Jawaban : A
Pembahasan : Korteks Cerebellum terdiri atas tiga lapisan, yaitu :
a. Stratum Molekulare : Di bagian luar tersusun oleh sel-sel stelat kecil sedang di sebelah
dalamnya disusun oleh sel-sel stelat besar, di mana aksonnya membentuk anyaman
mengelilingi lapisan sel Purkinje di bawahnya sehingga disebut sel keranjang/sel
basket/Korf cell.
b. Stratum Ganglionare : terdapat sederetan sel Purkinje yang berbentuk seperti botol.
c. Stratum Granulosum : Disusun oleh sel-sel granula besar dan kecil yang tersusun
sangat rapat.
Dengan demikian sudah jelas bahwa urutan dari lapisan korteks cerebellum yaitu
Molekulare-Ganglionare-Granulosum.
(Sumber : Buku Pedoman Praktikum Histologi Semester III angkatan 2013 halaman 33)

Page 57 of 58
1231024_YAP

78. Jawaban : E
Pembahasan : Pada bagian tengah substansia gricea medulla spinalis terdapat canalis
centralis yang berisi LCS serta dibatasi oleh sel Ependim yang tersusun epiteloid dan
kolumner selapis. Di sekitar sel-sel ependim terdapat substansia gelatinosa centralis, dimana
substansia ini tersusun oleh sel neuroglia bergranula.
(Sumber : Kuliah & Slide Histologi Jaringan Saraf angkatan oleh dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes)

79. Jawaban : D
Pembahasan : Selaput pembungkus saraf bermula dari Myelin yang diselubungi oleh
Neurolemma/Selubung Schwann. Kemudian Myelin tersebut dilindungi oleh lapisan
Endoneurium yang disusun oleh jaringan ikat tipis, fibroblas & Makrofag serta mengandung
serabut retikuler yaitu serabut Retzius. Kumpulan dari Endoneurium lalu dilapisi oleh
Perineurium yang berupa jaringan ikat padat, tersusun berlamelar, membentuk septum dan
didalamnya terdapat vasa darah. Selanjutnya lapisan paling luar diselubungi oleh Epineurium
yang merupakan jaringan ikat padat ireguler.
Dengan demikian urutan dari selaput pembungkus saraf dari dalam ke luar yaitu : Myelin –
Neurolemma – Endoneurium – Perineurium – Epineurium.
(Sumber : Kuliah & Slide Histologi Jaringan Saraf angkatan oleh dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes)

80. Jawaban : D
Pembahasan : Pada pengamatan Mikroskopis terhadap Korteks Cerebrum potogan tegak
lurus gyrus, tampak enam lapisan yang berturut-turut dari permukaan, yaitu :
a. Stratum Molekular/Stratum Fleksiforme dari Cajal, merupakan lapisan terluar, banyak
mengandung neuroglia dan serabut saraf bermielin.
b. Stratum Granulosum Eksternum, didapatkan sel piramidal kecil yang dendritnya
masuk ke dalam stratum Molekulare.
c. Stratum Piramidale Eksternum, di bagian luar tersusun oleh sel-sel piramidal
berukuran medium, sedangkan di bagian dalam tersusun oleh sel piramidal besar.
d. Stratum Granulosum Internum, tersusun oleh sel-sel kecil multipoler dengan akson
yang pendek.
e. Stratum Piramidale Internum/Stratum Ganglionare, banyak didapatkan sel piramidal
besar/sel Betz dan juga sel Martinoti yang berbentuk poligonal atau trianguler.
f. Stratum Multiforme/Stratum Polimorfi/Stratum Fusiforme, berisi sel-sel fusiforme
yang tersusun tidak teratur serta terdapat juga sel-sel trianguler.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa sel Betz terletak pada Stratum Piramidale Internum
Korteks Cerebrum.
(Sumber : Buku Pedoman Praktikum Histologi Semester III angkatan 2013 halaman 32)

Page 58 of 58

Anda mungkin juga menyukai