Anda di halaman 1dari 67

REFARAT

DIARE AKUT

DISUSUN OLEH:

Reza Dadang Prayoga

1261050015

PEMBIMBING :

Dr. Ida Bagus Eka Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

PERIODE :

7 MEI 2018- 21 JULI 2018

1
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

2018

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil
Survei kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2
dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia1. Sebagian besar
diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke
lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan
maldiges dan malabsorpsi2. Bila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik2.

Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah


atau menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit
dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare
yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara
komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan secara rasional.
Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi
dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan
terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara
pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak
2
diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan
antiparasit3.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Diare akut menurut Cohen4 adalah keluarnya buang air besar sekali
atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14
hari. Menurut Noerasid5 diare akut ialah diare yang terjadi secara
mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat
disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau
sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari 6. Diare akut adalah buang
air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
berlangsung kurang dari 1 minggu (Hardiono,dkk, 2004).
Diare akut dibagi menjadi dua macam :
1. Diare cair akut
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa buang air saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih
sering dari biasanya dalam 24 jam.
Pada 0-2 bulan frekuensi buang air besar anak yang minum ASI bisa
mencapai 8-10 kali sehari dengan tinja lunak, sering berbiji-biji dan
berbau asam. Selam berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut
tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara
akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna (Juffrie dan
Mulyani, 2009).
2. Disentri
Disentri adalah episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah
terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara micros
kopis atau tinja berwarna hitam yang menandakan adanya darah pada
4
saluran cerna atas, bukan merupakan diare berdarah.
Diare berdarah sering disebut juga sebagai sindrom disentri. Sindrom
disentri terdiri dari kumpulan gejala, diare dengan darah dan lendir
dalam feses dan adanya tenesmus.(Juffrie dan Mulyani, 2009)

Epidemiologi

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di


dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya 7. Diperkirakan
angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak
pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak
per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan8. Hasil survei oleh Depkes.
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000
penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996
sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama
kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian
bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan
peringkat 29. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang
berhubungan secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam
masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta
poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika
Serikat.

Klasifikasi

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare
radang dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa
karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi

5
bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi,
radiasi10.

Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan
oleh gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi
sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum
diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya diketahui.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi7.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 –


60%) sedangkan virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus,
Coronavirus, Minirotavirus.

Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas


hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium
defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides,
Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia
enterocolitica, Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium
coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba hystolitica,
Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura. 4,7,11,12

6
Infeksi
bakteri (10-
20%):
vibrio,
E.coli,salm
onella,
shigella, 7
campylobac
ter,
yersenia,aer
omonas

8
Infeksi
virus (70%)
:
enterovirus
,adenovirus
, rotairus,
astrovirus9

Infeksi
parasit :
cacing
(ascaris ,
trichiuris,o
10
xyuris,
strongyloid
es

Protozoa
(10%) :
11
entamoeba
histolytica,
giardia
lamblia,
trichomona
s homonis
12

Jamur :
candida
albicans
Penyebab Diare Akut yang Paling Sering pada Bayi dan Anak

Penyebab Insiden Patogenesis Keterangan


Rotavirus  Penyebab  Bersifat  Diare disertai
hingga 50% sitopatik pada muntah dan
diare pada sel epitel usus demam

13
anak berumur halus  3 serotip
6-24 bulan rotavirus
 Penyebab 5- manusia sudah
10% jumlah diketahui yaitu
semua diare serotipe A,B,C
dalam  Penyebarannya
masyarakat melalui fekal-
 Infeksi oral
asimptomatik
juga dapat  Insiden paling
terjadi pada tinggi pada
bayi dan musim dingin
orang dewasa atau hujan
 Prevalen di
seluruh dunia
Enterotoxigenic  Kuman Menghasilkan  Penyebab
E coli (ETEC) patogen yang enterotoksin tersering
penting pada yang tahan traveller’s
bayi dan panas (ST) diarrhea
orang dewasa dan tak tahan  Biasanya
 Menyebabkan panas (LT) ditularkan
sampai 25% yang melalui
jumlah semua menyebabkan makanan atau
diare pada diare dari minuman
semua sekresi usus
golongan halus
umur di
negara
berkembang
14
Shigella  Penyebab  Sindrom  Shigella
sampai 10% disentri karena flexneri paling
jumlah diare invasi ke usus sering terjadi di
akut pada besar negara
anak balita  Diare usus berkembang
 Juga terjadi halus yang  Penyebaran
pada anak dicetuskan umumnya dari
yang lebih enterotoksin manusia ke
besar dan manusia, jarang
orang dewasa melalui
makanan atau
air.
Shigella
dysentriae
menyebabkan
epidemi dengan
angka kematian
yang tinggi,
umumnya kebal
terhadap
beberapa macam
antibiotika
Vibrio cholera  Di daerah  Menyebabkan  Muncul sebagai
endemis diare penyebab diare
kolera, sekretorik dari epidemi karena
umumnya usus halus penyebaran
pada anak karena adanya Vibrio cholera
berumur 2-10 enterotoksin El Tor yang
tahun telah terjadi ke
15
beberapa
 Di daerah negara di dunia
yang baru  Biasanya
terjangkiti, ditularkan
biasanya melalui
dimulai pada makanan atau
orang dewasa air
 Hanya sekitar
5-10% jumlah
penderita yang
dirawat dari
semua
golongan umur
dalam keadaan
non epidemi
Salmonella non  Di negara Penyerangan  Menyebabkan
typhoid berkembang intraseluler diare akut dan
sampai 10% pada epitel demam
jumlah diare ileum  Biasanya
pada anak ditularkan
 Insiden melalui
bertambah makanan,
dengan terutama bahan
perkembangan makanan yang
sosial ekonomi berasal dari
hewan
 Kebal terhadap
beberapa
macam
16
antibiotika

Campylobacter Menyebabkan Mungkin  Dapat


jejuni 5-15% jumlah bersifat ainvasif menyebabkan
diare di seluruh dan atau diare cair atau
dunia menghasilkan disentri dengan
enterotoksin demam
 Biasanya
ditularkan
melalui
makanan
terutama bahan
makanan yang
berasal dari
hewan
Sumber : Sunoto, 1999.

Patofisiologi

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori


yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
Diare osmotik terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat
diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bahteri usus sehingga

17
tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan.
Diare sekretorik terjadi karena toxin dari bakteri akan menstimulasi c
AMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.
Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik neuropathi, post
vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.7

Ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit berperan


penting pada patogenesis penyakit diare akibat infeksi bakteri, virus dan
parasit usus. Mekanisme pengangkutan dalam usus merupakan dasar cara
pengelolaan diare melalui pengobatan dengan cairan dan makanan.
Perubahan mekanisme absorpsi dan ekskresi menyebabkan kehilangan
cairan dari tubuh dan terjadi dehidrasi yang merupakan keadaan paling
gawat pada diare (Aswita, 2003 dan Sunoto, 1999).
Dalam keadaan normal, absorpsi dan sekresi air dan elektrolit
terjadi di seluruh usus. Absorpsi bersih (netto) lebih dari 90% cairan
dalam usus halus sehingga hanya kira-kira 1 liter cairan yang mencapai
usus besar (colon). Pada usus halus, air dan elektrolit hamper seluruhnya
diserap oleh sel vili dan disekresikan oleh sel kripta secara serentak.
Keadaan ini menghasilkan dua arah aliran air dan elektrolit antara lumen
usus dan darah. Dalam usus besar, kebanyakan cairan intralumen diserap
melalui sel epitel, sehingga ekskresi normal sehari-hari sekitar 100-200
ml cairan dalam tinja. Jadi perubahan aliran dua arah pada usus halus
yang menimbulkan sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus
besar dapat melampaui kapasitas absorpsi kolon, yang secara klinik
terjadi diare ( Sunoto, 1999)
Usus halus berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit antara plasma dan isi usus halus. Pengangkutan air menembus
epitel usus terutama ditentukan oleh derajat perbedaan osmotik yang

18
dihasilkan oleh pengankutan larutan (terytama Natrium) dari satu sisi
epitel ke sisi lain. Agar dapat masuk ke dalam sel, Natrium ditukar
dengan ion Hidrogen atau berikatan dengan ion klorida atau ikatan bukan
elektrolit misalnya glukosa, asam amino atau peptide. Penambahan
glukosa pada larutan meningkatkan penyerapan Natrium di lumen usus
tiga kali lipat ( Sunoto, 1999).
Peningkatan absorpsi Natrium dan air yang dipacu oleh glukosa ini
merupakan prinsip yang mendasari penambahan glukosa ke dalam oralit.
Natrium (Na) dikeluarkan dari sel pompa ion yang dikenal sebagai
Na+K+ATPase. Natrium kemudian diangkut ke dalam ruang interseluler,
meningkatkan tekanan osmotic sel. Hal ini menyebabkan air mengalir
dari lumen ke dalam ruang interseluler kemudian ke dalam darah. Pada
ileum dan kolon, anion klorida diserap sebagai pengganti ekskresi ion
bikarbonat.
Proses sekresi pada dasarnya berlawanan dengan absorpsi. Proses
masuknya pasangan NaCl ke dalam membrane basolateral sel menambah
konsentrasi Cl dalam sel kripta sampai tingkat lebih tinggi dari
keseimbangan elektrokimia. Sementara itu, Natrium yang masuk bersama
Cl dipompa keluar sel oleh Na+K+ATPase. Bermacam-macam rangsangan
sekresi melalui media perantara interseluler misalnya nukletid siklik
( terutama AMP siklik atau GMP siklik), meningkatkan permeabilitas
membran sel kripta bagi Cl- sehingga Cl- dapat disekresikan. Perpindahan
Cl- bersama Na+ menyebabkan aliran air dari darah ke lumen.
Mekanisme patofisiologi terjadinya diare cair ada 2 macam yaitu :
1. Diare sekretorik (secretory diarrhea) merupakan bentuk diare dengan
pengeluaran cairan bertambah secara tidak normal dan Natrium serta
klorida hilang ke dalam lumen usus halus yang mempertinggi
kemapuan penyerapan dari usus besar, tetapi tidak terdapat kerusakan
mukosa secara histologist ( Aswita,2003 dan Sunoto, 1999).
19
Paling sering disebabkan oleh enterotoksin bakteri, misalnya oleh
Eschericia coli dan Vibrio cholera. Amemiliki karakteristik adanya
kehilangan banyak air dan elektrolit dari saluran pencernaan. Yang
merangsang sekresi kripte untuk melakukan sekresi aktif Cl- dan
menghambat proses upatake Na+, Cl- dan HCO3- adalah siklik AMP,
siklik GMP, dan Ca2+. Toksin ini menyebabkan turunnya absorpsi aktif
Natrium dan lumen usus oleh vili dan meningkatkan sekresi aktif
NaCl dan air dari kripta mukosa ke dalam lumen usus.
Vibrio cholera memproduksi enterotoksin yang mengaktivasi
adenil siklase menyebabkan peningkatan siklik AMP yang berakibat
sekresi aktif Cl-. Sedangkan Eschericia coli memproduksi enterotoksin
yang meningkatkan siklik GMP. Pengaruh siklik GMP dalam
menyebabkan diare mirip dengan siklik AMP dan Ca2+.
2. Diare osmotic (osmotic diarrhea) merupakan bentuk diare yang terjadi
apabila air yang berasal dari plasma darah melewati dinding usus ke
cairan yang osmolaritasnya tinggi di rongga usus dan keluar sebagai
diare.
Diare osmotik terjadi bila molekul yang aktif daya osmotiknya
misalnya garam-garam atau gula di dalam konsentrasi cukup tinggi
sehingga tekanan osmotic cairan usus lebih tinggi daripada cairan
ekstraseluler dinding usus dan darah. Pada keadaan itu, air akan
berpindah secara pasif dari jaringan ke dalam usus melalui proses
difusi. Bila bahan-bahan osmotik tidak diserap, air akan menetap di
lumen usus dan akan dikeluarkan bersama bahan-bahan lain sebagai
diare.
Sebagai contoh yang klasik adalah defisiensi enzim disakaridase
primer ataupun sekunder pada anak yang menderita malnutrisi, atau
diare yang disebabkan oleh Rotavirus akan menyebabkan gangguan
pemecahan karbohidrat golongan disakarida (lactose) karena
20
kerusakan mikrovili (brush border). Adanya karbohidrat (lactose)
yang tidak dapat diabsorpsi, setelah mencapai usus besar akan
difermentasi bakteri menjadi asam organic sehingga menyebabkan
suasana hiperosmolar yang kemudian dapat mengakibatkan sekresi air
ke dalam lumen usus (Aswita, 2003 dan Sunoto, 1999).

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus


yang masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan
menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak
diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami
atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik,
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan
motilitasnya sehingga timbul diare.4,7

Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga


dapat disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus,
calicivirus, dan sebagainya. Garis besar patogenesisnya sebagai berikut
ini. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau
minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus
masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian
apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti
oelh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau
gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap
air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik.
Vili usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk
menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang. Pada saat inilah
biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan
kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk
mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan.

21
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus
cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh
salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan
reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf
otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. 5,7

Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis


besarnya adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus
digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus
tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan
merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim
adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin
= LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau
disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-
enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel
ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi
natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus
(hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk
mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam lumen usus tersebut,
sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus
besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat
menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi
22
atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare.
Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan
melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada
kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter
atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat,
suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus (Sunoto, 1991).
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan
menyebabkan diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan
bakteri lain yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang
mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya
adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan
yang mengandung ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah
ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.

Diare Sekretorik

Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil
siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP.
Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida,
yang akan diikuti secara positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat
ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah sehingga
penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium,
Salmonella, Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan
merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan
mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering
disebabkan oleh kolera.
23
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila
disebabkan oleh vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-
muntah, 3) tidak disertai dengan panas badan, dan 4) penderita biasanya
cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

Diare Invasif

Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme


dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus.
Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella,
Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba). Diare
invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja
berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform diarrhea.

Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam


lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil
mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim adenil
siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare
sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai
di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau
melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan
mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel
radang PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.

Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah


biasanya b.a.b sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas
badan, tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani,
24
2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan
meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.

Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif


dimana diare oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke
dalam traktus digestivus bersama makanan/minuman tentunya harus
mengatasi barier asam lambung, kemudian berkembang biak dan masuk
ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal
tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta yang belum
matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi
gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan
kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan
bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat
menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena
cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut
sehingga akan terjadilah diare osmotik.

Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada
anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan
peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

Diare Osmotik

25
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke
dalam lumen usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling
sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi
karbohidrat.

Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun


transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus
dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase yang
dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka
disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic
load dan terjadi diare.

Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan


difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas
hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung
(abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan
klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi,
baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab
itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat
kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.

Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda
klinis umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena

26
tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest
positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah
intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi
karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar
25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa.

Manifestasi kinis

Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan


sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau
keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan
kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-
10% dan dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.7,15

Derajat Dehidrasi

Estimasi
Gejala & Keadaan Mulut/
Mata Rasa Haus Kulit BB % def.
Tanda Lidah
Umum cairan
Minum
Tanpa Turgor
Baik, Sadar Normal Basah Normal, Tidak <5 50 %
Dehidrasi baik
Haus
Dehidrasi
Gelisah Tampak Turgor 50–100
Ringan – Cekung Kering 5 – 10
Rewel Kehausan lambat %
Sedang
Dehidrasi Letargik, Sangat Sangat Sulit, tidak bisa Turgor >10 >100 %
27
cekung
Kesadaran sangat
Berat dan kering minum
Menurun lambat
kering

Sumber : Sandhu 200116

Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3


yaitu : dehidrasi hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema
(130m – 150 mEg/L) dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada
umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso – natremia (80%) tanpa
disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare
hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.

Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan


asidosis metabolik dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L),
biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum
terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan
merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan
sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan
Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein
dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga
menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat
dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan
akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya
keadaan asidosis.15

Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa ,


sehingga pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia.
Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke
dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan
hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari
28
hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan.
Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan
dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau
menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+
mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan
sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.7

Macam-macam organisme penyebab diare beserta gejala yang menyertai


(Pitono dkk, 1999).
Rota Salmo Campyl Yersi Shig EP ET EIE EH
virus nella obacter nia ella EC EC C EC
Masa 1-7 0-3 2-4 hari 0-2 1-3 1-8
Inkub hari hari hari hari hari
asi
Lama 4-8 2-7 5-7 hari 1-46 2-5 3-5 3-6
Diare hari hari hari hari hari hari
Usia < semua 1-5 Sem <6 <1t <1t Sem Sem
2tahu tahun ua tahu hn hn ua ua
n n
Kont 30 % Var 10% <10 50% - - - 20%
ak %
Dema Jaran Varias Jarang 50% Serin Jara Jara Varia Varia
m g i g ng ng si si
>38,5 (ting
°C gi)
ISPA Serin - - - Serin - - - -
g g
Kejan - Jarang - - Serin - - - Jaran
g g g
Munt Varia Sering ± 30% ± - Seri Seri Jaran 60%
29
ah si 40% ng ng g
Nyeri Ringa Sedan Berat Kra Bera - - - Bera
Perut n g mp t t
Tenes - Jarang Sering - Serin - - Serin Serin
mus g g g
Diare Air Encer Mukoid Hija Muk Air Air Muk Muk
Berlen air u oid oid oid
dir air + Air Air
bau
busu
k
Darah - Jarang Sering 25% > - - Serin Serin
50% g g
Lendi - Selalu Selalu Serin Selal - - Serin Serin
r g u g g

Diagnosis

Anamnesis

Hal- hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis :

Lama diare, frekuensi, volume, konsistensi feses, warna, bau, ada


atau tidak ada lendir maupun darah. Bila disertai dengan muntah :
ditanayka volume dan frekuensi. Jumlah atau frekuensi buang air kecil.
Makanan dan minuman yang diberikan sebelum dan selama diare. Gejala
lain seperti panas badan, kejang atau penyakit lain yang menyertai seperti
batuk, pilek dan campak. Tindakan yang sudah dilakukan: pemberian
oralit, riwayat pengobatan sebelumnya dan riwayat imunisasi.

30
Pemeriksaan Fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan
beberapa hal, antara lain adalah sebagai berikut ini :

1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab


kesakitan dan kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada
setiap pasien akan tanda, gejala, dan tingkat keparahan dehidrasinya.
Letargi, penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang mencekung,
membran mukosa yang mengering, mata cekung, turgor kulit yang
menurun, dan terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu hal
yang patut dicurigai kearah dehidrasi.
2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak
atau terjadinya edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa
terjadi malabsorpsi dari karbohidrat, lemak dan/atau protein.
Organisme tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak dan
diare yang intermiten adalah Giardia sp.
3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai
dengan kram perut merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa
organisme. Nyeri biasanya tidak bertambah bila dilakukan palpasi
pada perut. Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka nyeri akan
bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita
harus curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap suatu
diagnosis yang noninfeksius.
4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus
yang menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari
aktivitas saluran pencernaan.

31
5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan
pada kulit perianal, terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi
karbohidrat yang sekunder seringkali merupakan hasil dari feses yang
asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan
dermatitis disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali
ditandari sebagai suatu luka bakar.

Pemeriksaan Laboratorium

 Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya
substansi yang mereduksi maka menandakan adanya intoleransi
karbohidrat, yang biasanya disebabkan secara sekunder oleh penyakit
virus.
 Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit
terutama netrofil akan tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit
pada tinja tidak menghilangkan kemungkinan adanya organisme
enteroinvasif. Meskipun demikian, adanya leukosit di dalam tinja
dapat mengeliminasikan kemungkinan penyebab enterotoksigenik
E.coli, Vibrio sp., dan virus.
 Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja
untuk mencari leukosit. Keberadaan eksudat merupakan suatu hal
yang sangat tinggi nilainya untuk memikirkan adanya colitis (80%
merupakan nilai prediksi yang positif). Colitis merupakan suatu yang
infeksius, alergi, atau bagian dari penyakit inflamasi pada saluran
pencernaan (penyakit Crohn, colitis ulseratif).
 Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri.
Suatu tingkat kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui
terlebih dahulu untuk menentukan media mana yang memungkinkan

32
untuk penyebab diare tersebut tumbuh. Medium-medium yang dapat
digunakan untuk kultur dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
 Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme
Salmonella, Shigella, dan Campylobacter serta Yersinia
enterocolotica, terutama pada tampilan gejala klinis yang menandakan
adanya colitis atau jika ditemukan adanya leukosit pada tinja.
 Diare yang berdarah dengan riwayat pernah memakan daging-
dagingan maka perlu dicurigai kemungkinan etiologi enterohemoragik
E.coli. Jika E.coli ditemukan di dalam tinja, maka perlu ditentukan
apakah E.coli tersebut termasuk ke dalam tipe O157:H7 atau bukan.
Tipe E.coli tersebut merupakan tipe yang sering ditemukan sebagai
penyebab dari HUS (hemolytic uremic syndrome).
 Adanya riwayat pernah memakan makanan laut (seafood) atau pernah
berpergian keluar negeri maka perlu dilakukan skrining tambahan
untuk mencari spesies Vibrio dan Plesiomonas.
 Antigen rotavirus dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan enzim
immunoassay dan pemeriksaan aglutinasi latex dari tinja. Kejadian
false-negatif sekitar 50%, dan false-positif pun seringkali muncul,
terutama jika terdapat darah di dalam tinja.
 Antigen Adenovirus (serotipe 40 dan 41) dapat dideteksi dengan cara
enzim immunoassay.
 Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara
terbaik untuk menemukan parasit penyebab diare. Lakukanlah
pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali atau setiap 2 hari sekali.
 Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang
disebabkan oleh virus dan toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi
tidak secara konstan pada diare yang disebabkan oleh enteroinvasif
bakteri. Organisme shigella menyebabkan leukositosis dengan tanda

33
bandemia (netrofilia) dengan variasi pada total hitung jenis sel
darahnya.
 Pada suatu waktu, maka protein-losing enteropathy dapat diketemukan
pada pasien dengan inflamasi yang luas di dalam saluran pencernaan
akibat infeksi oleh bakteri yang enteroinvasif (seperti Salmonella spp.,
enteroinvasif E.coli). Dalam keadaan ini dapat ditemukan keadaan
kadar serum albumin yang rendah dan kadar alfa1-antitripsin fekal
yang tinggi.
Tabel 2. Medium Kultur Bakteri yang Optimum

Organism Detection Method Microbiologic Characteristics

Aeromonas Blood agar Oxidase-positive flagellated gram-


species negative bacillus (GNB)

Campylobacter Skirrow agar Rapidly motile curved gram-negative


species rod (GNR); Campylobacter jejuni
90% and Campylobacter coli 5% of
infections

C difficile Cycloserine- Anaerobic spore-forming gram-


cefoxitin-fructose- positive rod (GPR); toxin-mediated
egg (CCFE) agar; diarrhea; produces
enzyme pseudomembranous colitis
immunoassay (EIA)
for toxin; latex
agglutination (LA)
for protein

34
C perfringens None available Anaerobic spore-forming GPR;
toxin-mediated diarrhea

E coli MacConkey eosin- Lactose-producing GNR


methylene blue
(EMB) or Sorbitol-
MacConkey (SM)
agar

Plesiomonas Blood agar Oxidase-positive GNR


species

Salmonella Blood, MacConkey Nonlactose non–H2S-producing


species EMB, xylose-lysine- GNR
deoxycholate
(XLD), or Hektoen
enteric (HE) agar

Shigella species Blood, MacConkey Nonlactose and H2S-producing


EMB, XLD, or HE GNR; verotoxin (neurotoxin)
agar

Vibrio species Blood or thiosulfate- Oxidase-positive motile curved GNB


citrate-bile-salts-
sucrose (TCBS) agar

Y enterocolitica Cefsulodin-ingrasan- Nonlactose-producing oval GNR


novobiocin (CIN)
agar

35
Penatalaksanaan

Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting


dalam terapi efektif diare akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai
berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total
berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas.16

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.


Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai
sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi
ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang
banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting)
sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang
sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan
terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat
dengan gangguan sirkulasi15. Keuntungan upaya terapi oral karena murah
dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan
rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara
75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium
11
antara 40-60mEq/L Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus
dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur6.

Dehidrasi Ringan – Sedang

Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan


dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika
gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam.
Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum
sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada

36
bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau
muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.7

Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan


9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut
dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu12 :

1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )

2. Cairan hipotonik

3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam

4. Realiminasi cepat dengan makanan normal

5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus

6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan

7. ASI diteruskan

8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )

9. Anti diare tidak diperlukan

Dehidrasi Berat

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10%


untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (
somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi )
memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan
parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 12,15,7 :

Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam

37
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½
jam

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi


kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah
besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita
telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan
tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi.
Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman
sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak
memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan.8

Pemilihan jenis cairan

Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat


dengan atau tanpa syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat
volume darahnya, serta memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan
Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan
dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi
kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah
hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai,
tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang
cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi
kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN
3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268
mmol/1 dengan Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada
diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.9

38
Komposisi cairan Parenteral dan Oral :
Osmolalit
Glukosa(g/ Na+ -
K+ Basa(mEq/L
as CI (mEq/L)
L) (mEq/L) (mEq/L) )
(mOsm/L)
NaCl 0,9 % 308 - 154 154 - -
NaCl 0,45 %
428 50 77 77 - -
+D5
NaCl 0,225%
253 50 38,5 38,5 - -
+D5
Riger Laktat 273 - 130 109 4 Laktat 28
Ka-En 3B 290 27 50 50 20 Laktat 20
Ka-En 3B 264 38 30 28 8 Laktat 10
Standard
311 111 90 80 20 Citrat 10
WHO-ORS
Reduced
osmalarity 245 70 75 65 20 Citrat 10
WHO-ORS
EPSGAN
recommendati 213 60 60 70 20 Citrat 3
on

39
Komposisi elektrolit pada diare akut :

Komposisi rata-rata elektrolit


Macam mmol/L
Na K Cl HCO3
Diare Kolera
140 13 104 44
Dewasa
Diare Kolera
101 27 92 32
Balita
Diare Non
56 26 55 14
Kolera Balita

Sumber : Ditjen PPM dan PLP,199916

Mengobati kausa Diare

Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari
beberapa uji klinis.1 Obat anti diare hanya simtomatis bukan spesifik
untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air dan elektrolit
serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang
tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan
sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan menyebabkan
malabsorpsi.2 Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self
limiting).12 Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita
diare misalnya kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala

40
sepsis15. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat
menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth,
gangguan absorpsi dan sirkulasi.2
Terdapat lima lintas tatalaksana yaitu: rehidrasi, dukungan nutrisi,
suplementasi zinc, antibiotik selektif edukasi orang tua (Juffrie dan
Mulyani, 2009).
1) Rehidrasi
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah
dehidrasi. Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin,
kuah sayur atau air sup. Bila terjadi dehidrasi, anak harus segera
dibawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
tepat dan cepat yaitu dengan oralit. Komposisi cairan rehidrasi oral
sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal.
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3
dekade terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung elektrolit
dan glukosa telah berhasil menurunkan angka kematian akibat
dehidrasi pada diare, karena kombinasi gula dan garam ini dapat
meningkatkan penyerapan cairan di usus. CRO selain murah, mudah
digunakan juga aman. Sesuai dengan anjuran WHO saat ini dianjurkan
penggunaan CRO dengan formula baru yaitu komposisi Natrium 75
mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L,
Glukosa 75 mmol/L. Total osmolaritas 245 mmol/L. Rehidrasi
disesuaikan derajat dehidrasi yang sudah ditentukan.
Di masyarakat, masih beredar oralit dengan formulasi lama yaitu
oralit yang mengandung Natrium sebanyak 90 mmol/L, Kalium 20
mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Klorida 80mmol/L, Glukosa 111mmol/L
dengan total osmolaritas 311mmol/L. Oralit ini kemudian dilarutkan
dalam 200ml air matang. Oralit dengan formulasi lama sebenarnya
41
digunakan untuk pengobatan kolera, sehingga apabila diberikan untuk
diare bukan kolera, maka akan berisiko terjadinya hipernatremia.
2) Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisis yang hilang serta
mencegah agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarah nafsu
makan akan berkurang. Adanya perbaikan, nafsu makan menandakan
fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada
diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan
frekuensi lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas
sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.
3) Suplementasi Zinc
Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor
lebih dari 90 jenis enzim. Saat ini zinc telah digunakan dalam
pengelolaan diare. Awal mula penggunaan zinc dalam pengelolaan
diare dilatarbelakangi oleh suatu fakta bahwa meskipun Garam
Rehidrasi Oral (Oral Rehydration Salts = ORS) dapat mengatasi
dehidrasi, tidak mampu menurunkan volume, frekuensi dan durasi
diare. Untuk itulah diperlukan suatu metode tambahan untuk
menanggulangi hal tersebut. Diare dapat menurunkan kadar Zinc
dalam plasma bayi dan anak. Pada binatang percobaan, defisiensi zinc
menyebabkan gangguan absorpsi air dan elektrolit. Uji klinik pertama
penggunaan zinc sebagai terapi diare cair akut pada tahun 1988 di
India, menunjukkan bahwa zinc mampu menurunkan durasi dan
frekuensi pada anak, terutama anak dengan penurunan kadar zinc yang
berat.
Cara kerja zinc dalam menanggulangi diare masih banyak diteliti.
Beberapa efek zinc yaitu ( Lukacik, 2007):

42
 Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim
SOD terdapat di hamper semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika
terjadi transpor elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil
sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan
radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur
dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakan, setiap sel
mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida
menjadi H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman, yaitu
H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bias pula diubah menjadi H 2O
oleh enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan
dalam menjaga integritas epitel usus.
 Secara langsung zinc berperan sebagai antioksidan. Zinc berperan
sebagai stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan
disulfide dan berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe).
Tembaga dan besi yang bebas dapat menimbulkan radikal bebas.
 Zinc mampu menghambat Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan
inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan timbul lipopolisakarida
(LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan
IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric-oxideisynthase-2
(NOS-2). NOS-2 selanjutnya mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit,
NO sangat berperan dalam menghancurkan kuman-kuman yang
ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam kondisi inflamsi, NO
juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh LPS
dan IL-1, NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur
pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif.
Dalam usus, NO berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang
dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan
enzim guanilat siklase untuk menghasilkan cGMP. Selanjutnya cGMP
akan mengaktifkan protein kinase C(PKC) dan protein ini akan
43
mengaktifkan atau menonaktifkan berbagai macam enzim, protein
transport dan saluran ion, denganhasil akhir berupa sekresi air dan
elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan pemberian zinc,
diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak
terjadikerusakan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.
 Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam
modulasi sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B, terjadi
pembelahan sel-sel limfosit. Zinc berperan dalam ekspresi enzim
timidin kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit dalam
siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat
berlangsung. Selain itu zinc berperan sebagai kofaktor berbagai enzim
lain dalam transkripsi dan replikasi, dan berperan dalam factor
transkripsi yang dikenal sebagai “zinc finger DNA binding protein”.
 Zinc berperan dalam aktivasi limfosit T, Karena zinc berperan sebagai
kofaktor dari protein-protein system transduksi sinyal dalam sel T.
Aktivasi sel T terjadi ketika sel T mengenali antigen
 Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus. Zinc berperan
sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi dalam sel usus dapat
terjaga.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti
mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selam
2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc
untuk anak-anak:
 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari,
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah
sembuh.
Cara pemberian tablet Zinc :

44
 Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,atau
oralit.
 Untuk anak-anak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.
4) Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali
dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Secara umum
tatalaksana pada disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai
dengan acuan tatalaksana diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana
disentri adalah pemberian antibiotika oral selama 5 hari yang masih
sensitif terhadap Shigella menurut pola kuman setempat. Obat pilihan
untuk pengobatan disentri berdasarkan WHO 2005 adalah golongan
Kuinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2
hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti
tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang
dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati
adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan
berikan antibiotic yang sensitive terhadap shigella berdasarkan area.
Jika kedua jenis antibiotika tersebut di atas tidak memberikan
perbaikan maka amati kembali adanya penyulit atau penyebab selain
disentri. Pada pasien rawat jalan dianjurkan pemberian sefalosporin
generasi ketiga seperti sefiksim 5 mg/kgBB/hari per oral.
Penderita dipesankan untuk kontrol kembali jika tidak membaik
atau bertambah berat dan muncul tanda-tanda komplikasi yang
mencakup panas tinggi, kejang, penurunan kesadaran, tidak mau
makan dan menjadi lemah.
Temuan trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung
diagnosis amebiasis atau giardiasis. Untuk kasus amebiasis diberikan
45
Metronidazol 7,5 mg/kgBB 3 kali sehari sedangkan untuk kasus
giardiasis diberikan metronidazol 5 mg/kgBB sehari selama 5 hari.
Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang muncul
setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama mengarahkan adanya
kemungkinan infeksi Clostridium dificille. Hubungan pola diare
dengan pola pemberian makanan mengarahkan kita untuk berpikir
adanya kemungkinan intoleransi laktosa atau alergi protein susu sapi.
Disentri pada bayi muda tanpa gejala umum yang nyata dapat
mengarah pada infeksi Campylobacter jejuni. Pada bayi kurang dari 2
bulan perlu dipikirkan penyebab bedah seperti invaginasi dan
enterokolitis.
5) Edukasi orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali jika ada demam,
tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat
haus, diare makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah
malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan
terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan
komplikasi.
Penatalaksanaan diare dengan menilai derajat dehidrasi dan
sesuaikan dengan rencana pengobatan yang akan dilakukan.

Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen
saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh
bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan
mencermati fenomena tersebut, bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh
46
Rotavirus maupun mikroorganiosme lain, maupun diare yang disebabkan
oleh penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan traveller’s diarrhea.
Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan lactobacillus aman
dan efektif untuk pengobatan diare akut pada infeksi anak, menurunkan
lamanya diare dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua
pemberian. Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan
diare adalah : perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan
anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrient, mencegah
adhesi patogen, modifikasi toksin dam efek immunomodulasi ( Putra,
2004).
Sediaan probiotik yang ada di pasaran terdiri dari lactic acid
bacteria (Lactobacilli dan Bifidobacteria),.Keduanya telah dibuktikan
sebagai komponen penting dari mikroflora usus dan relatif aman. Bentuk
sediaannya dapat berupa sediaan murni bakteri probiotik, makanan yang
mengandung probiotik, maupun formula susu bayi yang ditambahkan
bakteri probiotik
 Sediaan murni bakteri probiotik : tersedia dalam bentuk tablet atau
bubuk kering (free-dried powder). Sediaan tablet yang mengandung
kombinasi Lactobacterium 90 mcg dan Glycobacterium 60 mcg
diberikan antara 3-10 tablet dibagi dalam 3 kali pemberian, sedangkan
tablet yang mengandung Lactobacillus sporagen lebih dari 50 juta
diberikan 3x1 tablet sehari untuk penderita bayi dan 3x 1-2 tablet sehari
untuk penderita anak. Adapun sediaan bubuk kering yang mengandung
Lactobacillus GG sebanyak 1010-11colony form unit ( cfu ) setiap dosis
diberikan 2 kali sehari selama 5 hari untuk tambahan pengobatan diare
pada anak atau 3,7x10 10 cfu sekali sehari selama 1minggu.
 Makanan yang mengandung probiotik : terdapat dalam bentuk
fermentasi susu yang berisi Lactobacillus GG 1010-11 cfu dalam 125
gram bahan diberikan selam 5 hari untuk tujuan pengobatan diare.
47
 Formulasi susu bayi yang ditambahkan bakteri probiotik. Namun amat
disayangkan banyak macam formula susu seperti ini tidak
mencantumkan jumlah cfu per gram susu bubuk kering, melainkan
hanya menonjolkan manfaat untuk memelihara keseimbangan
mikroflora usus dan memelihara kesehatan
Penderita yang mengkonsumsi bakteri probiotik, dalam tinjanya
ditemukan bakteri tersebut selama masih mengkonsumsinya dan baru
hilang beberapa minggu setelah pemberiannya dihentikan (Rohim dan
Soebijanto, 2003).

Dioctahedral smectite ( Smecta)


Dioctahedral smectite merupakan aluminomagnesium silikat
nonsistemik yang merupakan adsorben alami. Secara in vitro, terbukti
dapat melindungi mukosa barier mukosa usus dan menyerap
toksin,bakteri dan rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mucus
lambung dan menghambat mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat
ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus.
Pada anak-anak dengan diare akut yang direhidrasi dengan garam
rehidrasi oral dan smectite megurangi lamanya diare sekitar 20%-50%
(Yen, 2005). Pada penelitian yang dilakukan di Thailand terhadap anak
usia 1-24 bulan yang menderita diare akut sekretorik, lamanya diare dapat
dikurangi dengan pemberian garam rehidrasi oral dan smectite (3,6
gr/hari) dibandingkan dengan yang hanya diberikan garam rehidrasi oral
saja (Vivatvakin B, et al, 1992).
Sediaan Dioctahedral smectit berupa bubuk, 1 sachett mengandung
30 mg dioctahedral smectit. Pemberiannya untuk anak berusia 6-12 tahun
sebanyak 1-2 sachet per hari sedangkan untuk usia di bawah 6 tahun
sebanyak 1 sachet per hari. Untuk anak yang berusia kurang dari 1 tahun,

48
1 sachet dapat dan dilarutkan dalam susu dengan air 50 mL dan diberikan
dalam dosis terbagi.

Rencana Terapi A
(Penderita Diare tanpa Dehidrasi)
Gunakan Cara ini untuk Mengajari Ibu :
 Teruskan mengobati anak diare di rumah
 Berikan terapi awal bila terkena diare
Menerangkan Empat Cara Terapi Diare di Rumah
1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
Dehidrasi
 Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air
matang, gunakan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah
(Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan
makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada
makanan cair).
 Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan
oralit seperti di bawah.
 Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri tablet Zinc


a. Dosis Zinc untuk anak-anak :
 Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
b. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak
telah sembuh dari diare
c. Cara pemberian tablet zinc

49
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang,
ASI atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat
dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Tunjukkan cara penggunaan tablet Zinc kepada orang tua atau wali
anak dan meyakinkan bahwa tablet zinc harus diberikan selama 10
hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.
3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Teruskan ASI
b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa
diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat
makanan padat, dapat diberikan susu
c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :
 Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh
minyak sayur tiap porsi
 Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium
 Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
 Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali
sehari
 Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan
porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
4. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam
3 hari atau menderita sebagai berikut:
 Buang air besar cair lebih sering
 Muntah terus-menerus
 Rasa haus yang nyata
 Makan atau minum sedikit

50
 Demam
 Tinja berdarah
5. Anak harus diberi oralit di rumah apabila :
 Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
 Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
 Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang dating ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan oralit
dengan formula baru. Ketentuan Pemberian Oralit Formula Baru :
 Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
 Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
 Berikan larutan oralit pada anak setiap buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Untuk anak berumur kurang dari 2 tahun : berikan 50-100mL
tiap kali buang air besar
- Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 mL
tiap kali buang air besar
 Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan itu harus dibuang

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit :


 Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah usia 2
tahun
 Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua
 Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan
cairan lebih lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit)

51
 Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama
atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan
tambahan oralit.

Rencana Terapi B
( Penderita Diare dengan Dehidrasi Ringan – Sedang)

Pada dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral diberikan dengan


pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6
jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur Lebih dari 4 4-12 12 bulan-2 2-5 tahun
bulan bulan tahun
Berat < 6 kg 6- < 10 10 - < 12 kg 12-19 kg
Badan kg
Dalam 200-400 400-700 700-900 900-1400
mL
Jika anak minta minum lagi, berikan.
 Tunjukkan pada orang tua bagaiana cara memberikan rehidrasi oral
a. Berikan minum sedikit demi sedikit
b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi
oral pelan-pelan
c. Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta
 Setelah 4 jam
a. Nilai ulang derajat dehidrasi anak
b. Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
c. Mulai beri makan anak di klinik

52
 Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
a. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam
di rumah
b. Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam Rencana Terapi A
c. Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di
rumah
- Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya
- Beri tablet Zinc
- Beri makanan untuk mencegah kurang gizi
- Kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan

Rencana Terapi C
(Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat)
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah Ya,
teruskan ke kanan, bila Tidak, teruskan ke bawah.
Apakah saudara dapat  Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita
menggunakan cairan Ya bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri
IV secepatnya? 100 ml/kg BB cairan Ringer Laktat (atau cairan Normal
Salin atau ringer asetat bila ringer laktat tidak tersedia),
sebagai berikut :
Umur Pemberian pertama Kemudian
30mL/kg BB 70 mL/kgBB
dalam dalam

Bayi < 1tahun 1 jam 5 jam

Anak 1-5 tahun 30 menit 2½ jam

 Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak


teraba
Tidak  Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum
tercapai, percepat tetesan intravena
 Juga berikan oralit (5mL/kgBB/jam)bila penderita bisa
minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak)
 Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita
menggunakan table penilaian. Kemudian pilihlah rencana
terapi yang sesuai (A,B, atau C) untuk melanjutkan terapi
53
Apakah ada terapi  Kirim penderita untuk terapi intravena
IVApakah
terdekat (dalam Ya  Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan
30 menit) ? cara memberikannya selama perjalanan

Tidak
 Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa
nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6
jam (total 120 mL/kgBB)
 Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
Apakah saudara dapat - Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan pelan-
menggunakan pipa pelan
Ya
nasogastrik untuk - Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk
rehidrasi ? penderita untuk terapi intravena
 Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana
terapi yang sesuai

Tidak

Segera rujuk anak


untuk rehidrasi
melalui nasogastrik
atau intravena

Catatan :
- Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrsi
untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan
cairan yang hilang dengan member oralit.
- Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di
daerah saudara maka pikirkan kemungkinan kolera dan berikan
antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar

Pencegahan diare
Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif, yaitu (Sunoto, 1999):
1) Pemberian ASI
2) Memperbaiki cara penyapihan
54
3) Banyak menggunakan air bersih
4) Mencuci tangan
5) Menggunakan jamban
6) Membuang tinja bayi secara baik dan benar
7) Imunisasi campak

Beberapa antimikroba yang sering menjadi etiologi diare pada


anak15,8

Kolera :

Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)

Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)

Shigella :

Trimetroprim 5-10mg/kg/hari

Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)

Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)

Amebiasis:

Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)

Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg


(maks 90mg) (im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)

Giardiasis :

Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )

55
Antisekretorik - Antidiare

Salazer–lindo E dkk2 dari Department of Pedittrics, Hospital


Nacional Cayetano Heredia, Lima,Peru, melaporkan bahwa pemakaian
Racecadotril (acetorphan) yang merupakan enkephalinace inhibitor
dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan
aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak
mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak kembung .Bila
diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan memberikan hasil
yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan
rehidrasi oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk
dan cejard dkk.untuk pemakaian yang lebih luas masih memerlukan
penelitian lebih lanjut yang bersifat multi senter dan melibatkan sampel
yang lebih besar.3

Probiotik

Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang


menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa
usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel
epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik
dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatn diare baik
yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena
pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek
diarrhea ) dan travellers,s diarrhea. 14,15,4

Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam


5
tatalaksana diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk
menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan diare akut
56
infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya
diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian
sebanyak 1 – 2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik dalam
pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus,
produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi
nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau
reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno modulasi.14,4

Mikronutrien

Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare


akut didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel
seluran cerna selama diare. Seng telah dikenali berperan di dalam metallo
– enzymes, polyribosomes , selaput sel, dan fungsi sel, juga berperan
penting di dalam pertumbuhan sel dan fungsi kekebalan . 9 Sazawal S dkk
6
melaporkan pada bayi dan anak lebih kecil dengan diare akut,
suplementasi seng secara klinis penting dalam menurunkan lama dan
7
beratnya diare. Strand Menyatakan efek pemberian seng tidak
dipengaruhi atau meningkat bila diberikan bersama dengan vit A.
Pengobatan diare akut dengan vitamin A tidak memperlihatkan perbaikan
9 8
baik terhadap lamanya diare maupun frekuensi diare. Bhandari dkk
mendapatkan pemberian vitamin A 60mg dibanding dengan plasebo
selama diare akut dapat menurunkan beratnya episode dan risiko menjadi
diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan ASI tapi tidak
demikian pada yang mendapat ASI.

Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi

Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup


selama diare, terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan
57
makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa
usus tergantung dari nutrisi yang cukup.Bila tidak makalah ini akan
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik9 Pemberian
kembali makanan atau minuman (refeeding) secara cepat sangatlah
penting bagi anak dengan gizi kurang yang mengalami diare akut dan hal
ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan
mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan
pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare penelitian
yang dilakukan oleh Lama more RA dkk3 menunjukkan bahwa suplemen
nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan
beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang
sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel
imunokompeten. Pada anak lebih besar makanan yang direkomendasikan
meliputi tajin ( beras, kentang, mi, dan pisang) dan gandum ( beras,
gandum, dan cereal). Makanan yang harus dihindarkan adalah makanan
dengan kandungan tinggi, gula sederhana yang dapat memperburuk diare
seperti minuman kaleng dan sari buah apel. Juga makanan tinggi lemak
yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.1

Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada


penderita yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi
laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang
berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup
memberikan formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh
karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2 –
3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik. Namun bila
terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap
diperlukan susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama.

58
Untuk intoleransi laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula
susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka
intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak
terlalu berat sehingga tidak memerlukan formula khusus.Pada situasi
yang memerlukan banyak energi seperti pada fase penyembuhan diare,
diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan malnutrisi dan
dapat menimbulkan diare kronik 2

Menanggulangi Penyakit Penyerta

Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit


lain. Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan
penyakit penyerta yang ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering
terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi
susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain
(sepsis,campak ), kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal 3.

Dosis obat-obat yang digunakan untuk pengobatan diare :

 Cefixime : 8 mg/kg/hr p.o. sehari 4 kali selama 7-10 hari.


 Ceftiaxone : 50 mg/kg/hr i.v./i.m. dibagi 2-4 dosis selama
7-10 hari (max 2 gr/hr).
 Cefotaxime : 50 mg/kg/dosis iv/im sehari 3 kali selama 7-10
hari.
 Eritromisin : 50 mg/kg/hr po/iv dibagi 4 dosis selama 7-10
hari.
 Furazolidone : 5 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis selama 7-10 hari.
 Iodoquinol : 30-40 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 20
hari.

59
 Metronidazol : 30-50 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 10
hari.
 Paramomycin : 25-30 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 7
hari (max 4 gram/hari).
 Quinocrine : 6 mg/kg/hr po dibagi 3 dosis selama 5 hari.
 Sulfamethoxazole dan trimethoprim : 10 mg/kg/hr po sehari 2 kali
selama 7-10 hari.
 Vancomycin : 40-50 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis selama 10-
14 hari (max 2 gram/hari).
 Tetrasiklin : < 8 tahun tidak diketahui dosisnya
: 8 tahun 25-50 mg/kg/hr po dibagi 4 dosis
selama 7-14 hari.

 Nitazoxonide : < 1 tahun : tidak diketahui dosisnya


: 1-4 tahun : 100 mg (5ml) po sehari 2 kali
selama 3 hari dan diberikan bersama dengan makanan.

: 4-11 tahun : 200 mg (10 ml) sehari 2 kali


selama 3 hari dan diberikan bersama dengan makanan.

: 11 tahun : 500 mg po dibagi 2 dosis selama 3


hari.

 Rifaximin : < 12 tahun tidak diketahui dosisnya


: 12 tahun : 100 mg po sehari 3 kali.

60
KOMPLIKASI
Walaupun banyak penderita diare sembuh tanpa mengalami
kesulitan, sebagian kecil mengalami komplikasi dehidrasi karena
penyakitnya atau karena pengobatan yang diberikan
1. Dehidrasi
Diare menyebabkan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit-
elektrolit (Natrium, Klorida, Kalium dan Bikarbonat) yang diikuti
oleh muntah dan demam yang memperberat kehilangan itu.
Dehidrasi terjadi bila cairan yang hilang ini tidak diganti dengan
cukup. Dehidrasi berat terlihat bila kehilangan cairan mencapai
10% berat badan. Bila deficit cairan lebih banyak akan terjadi
renjatan dan kematian. Prinsip utama pengelolaan dehidrasi karena
diare adalah bahwa defisit cairan dan elektrolit harus diatasi dan
kehilangan cairan karena diare yang sedang berlangsung harus
diganti.
Menurut tonisitas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi :
a) Dehidrasi hipotonik/hiponatremia : bila kadar Na dalam plasma
<131 mEq/L
b) Dehidrasi isotonik : bila kadar Na dalam plasma 131-150
mEq/L
c) Dehidrasi hipertonik/hipernatremia: bila kadar Natrium dalam
plasma 150 mEq/L ( Aswita, 2003).
Gejala-gejala dehidrasi hipotonik, isotonik, hipertonik

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik


Rasa haus - + +
Berat badan Menurun Menurun Menurun
sekali
Turgor kulit Menurun Menurun Tidak jelas
sekali
61
Kulit/selaput Basah Kering Kering sekali
lender
Gejala SSP Apatis Koma Irritable,kejang-
kejang,
hiperrefleksi,
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih
baik
Nadi Sangat Cepat dan Cepat dan keras
lemah lemah
Tekanan Sangat Rendah Rendah
darah rendah
Banyaknya 20-30% 70% 10-20 %
kasus

Hiponatremia dapat terjadi pada penderita yang minum


terlalu banyak cairan encer atau hanya air biasa selama diare.
Oralit aman dan efektif untuk pengobatan dehidrasi
hiponatremik.
Hipernatremia terjadi terutama pada bayi baru lahir sampai
umur 1 tahun dan khususnya yang berumur < 6bulan. Karena
air yang ditarik dari sel (bukan dari cairan ekstraseluler) ke
dalam ruang vaskuler, maka penderita sering tidak
memperlihatkan tanda dehidrasi namun merasa sangat haus.
Riwayat anak tidak cukup minum cairan yang mengandung
banyak gula (hiperosmoler) selama diare, pemberian cairan
dengan jumlah natrium tinggi maupun bayi yang diberikan
oralit berlebihan setelah diare dapat menyebabkan dehidrasi
hipernatremia. Kejang merupakan masalah utama yang
berhubungan dengan hipernatremia. Dehidrasi hipernatremia
dapat diobati dengan pemberian oralit (Sunoto, 1999)

62
Untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan pada
penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut
( Aswita, 2003):
Jumlah cairan yang diberikan harus sama dengan :
 Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau
muntah (Previous Water Losses=PWL)
 Banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin,
pernapsan (Normal Water Losses=NWL)
 Banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang
masih terus berlangsung (Concomittant Water Losses=CWL)
(Gastroenterologi anak praktis)
2. Overhidrasi
Anak yang terlalu banyak mendapat cairan mungkin menjadi
odem. Membengkaknya kelopak mata adalah tanda adanya
overhidrasi bukan hipernatremia Overhidrasi yang nyata dan
disertai dengan pembengkakan mata dan edema perifer mungkin
terjadi pada pengobatan dengan gizi buruk, karena tidak cukupnya
albumin intravascular. Bila overhidrasi terjadi pada setiap tahap
pengobatan, cairan intravena atau oralit harus
dihentikan.Pemberian hanya diteruskan lagi bila diare masih terus
berlangsung dan tanda-tanda dehidrasi tampak kembali (Sunoto,
1999)
3. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau
hilangnya basa dari cairan ekstraseluler, berkembang sebagai
akibat dehidrasi. Sebagai kompensasi, alkalosis respiratorikakan
terjadi, ditandai adanya nafas yang cepat dan dalam. Pemberian
oralit yang cukup yang mengandung sitrat dan bikarbonat akan
memperbaiki asidosis.
63
4. Hipokalemia
Penggantian kalium yang tidak cukup selama diare yang
berulang-ulang dapat menyebabkan kekurangan kalium, ditandai
dengan kelemahan otot, ileus, gangguan ginjal, dan aritmia
jantung. Kekurangan kalium dapat diperbaiki dengan
memberikan oralit dan dengan meneruskan pemberian
makanan yang banyak mengandung kalium selama dan sesudah
diare.
5. Ileus Paralitik
Ileus dapat terjadi karena hipokalemia yang disebabkan oleh
diare. Ini merupakan komplikasi yang penting dan potensial
berakibat fatal pada penggunaan obat antimotilitas untuk
pengobatan diare terutama anak kecil. Ditandai dengan adanya
kembung, muntah dan berkurangnya bising usus.
6. Hipoglikemia
Terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita diare. Pada
anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi,
lebih sering pada anak-anak dengan gizi buruk. Gejala
hipoglikemia akan muncul apabila kadar glukosa darah menurun
hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak. Gejala-gejala
tersebut antara lain berupa lemah, apatis, berkeringat, tremor,
pucat, syok, kejang sampai koma. Terjadinya hipoglikemia ini
perlu dipertimbangkan jika terjadi kejang yang tiba-tiba tanpa
adanya panas atau penyakit lain yang disertai dengan kejang .

7. Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut mungkin terjadi pada penderita diare setelah
dehidrasi berat dan renjatan. Penderita ini harus dijaga agar
hidrasinya tetap baik, hati-hati jangan samapi terjadi overhidrasi.
64
Bila pengeluaran urin belum mulai setelah 12 jam rehidrasi,
penderita harus dirawat di RS dan ditangani sebagai kasus gagal
ginjal akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan


masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI
juli 2003 hal 29

2. Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented


Pediatric Diagnosis Little Brown and Company 1990;20 – 23.

3. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of


Acute in Children Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 – 274

4. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea


dalam:Rudolp AM,Hofman JIE,Ed Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20
USA 1994 : prstice Hall international,inc hal 1034-36

5. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu


penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S :
edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba Medika hal 73-103
65
6. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute
Gastroenteritis in Hospitalized Children in Melbourne,
Australia,from April 1980 to March 1993 Journal of clinical
microbiology, Jan 1998,p,133-138

7. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta


2002

8. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd


treatment in gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork
2003 :McGraw Hill,hal 131-49

9. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit


saluran cerna. dalam Sari pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001

10. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre


pada bayi dan anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/

11. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada


tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional
II BKGAI Juli 2003

12. Ditjen PPM dan PLP, 1999, Tatalaksana Kasus Diare Departemen
Kesehatan RI hal 24-25

13. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut


dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003

14. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam
Ilmu penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto
S. Edisi ke 1 Jakarta 2002 Selemba Medika hal 93-103

66
15. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan ilmu Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 1994

16. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah.


Depkes RI 1999 ; 31

17. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

18. Antonius H, Badriul Hegar, Setyo Handryastuti dkk. 2010. Diare


Akut Dalam : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid 1. Jakarta.

67

Anda mungkin juga menyukai