DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat ini dengan
judul “Tatalaksana Tuberkulosis Paru MDR”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
orang di seluruh dunia.1 Di wilayah Asia Timur dan juga Selatan merupakan
penyumbang kasus terbesar yaitu 40% atau 3.500.000 kasus setiap tahunnya,
dengan angka kematian yang cukup tinggi yaitu 26 orang per 100.000 penduduk. 2
Secara global diperkirakan terdapat 630.000 kasus multidrug resistant tuberculosis
(MDR-TB). Kasus MDR TB dari tahun ke tahun diperkirakan akan terus
meningkat. Selama tahun 2011 kasus MDR TB di Indonesia dilaporkan bahwa
sejumlah 260 kasus, diperkirakan pada tahun 2013 akan terdeteksi 1.800 kasus.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, melaporkan untuk kasus
dihubungkan dengan kejadian efek samping mulai dari yang ringan sampai yang
berat.4 Cara yang rasional untuk memilih obat anti-TB secara tepat adalah
menggunakan obat dari yang paling kuat efek bakterisidnya dengan toksisitas
paling rendah sampai yang paling lemah dengan toksisitas paling tinggi. Pemilihan
obat untuk kasus MDR TB antara lain menggunakan obat lini I jika masih efektif,
satu obat injeksi, mempergunakan obat golongan urokuinolon, menggunakan obat
untuk kelompok 4 (lini II oral) sampai diperoleh empat jenis obat yang efektif, dan
obat kelompok 5 untuk memperkuat regimen atau saat sebelum diperoleh empat
yang sulit diobati. Strain ini mendapat perhatian oleh karena dapat menyebar di
seluruh dunia, menekankan perlunya peningkatan program kontrol, seperti metode
diagnostik baru, obat‐obatan yang lebih efektif dan penemuan vaksin yang lebih
efektif.8 Pasien dengan MDR-TB membutuhkan pengobatan lebih lama dengan
obat yang sebenarnya kurang efektif namun lebih toksik. Oleh karena itu sangat
penting untuk membedakan diagnosis MDR-TB dengan resistensi lain dengan
melakukan kultur mikobakterium dan uji sensitifitas karena implikasi terapi yang
berbeda.9
Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh karena lemahnya program
pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat, tindakan
pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu TB-
MDR.10
Angka resistensi/TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program
penanggulangan TBC paru di kabupaten setempat/kota setempat terutama
ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan BTA (+), dan
penanganan kasus termasuk peran Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat
berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita untuk minum obat. Faktor lain yang
mempengaruhi angka resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT yang cukup dan
berkualitas ataupun adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain TBC.11
Resistensi ganda merupakan hambatan dan menjadi masalah yang paling
besar terhadap program pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Angka
kesembuhanpada pengobatan TB-MDR relatif lebih rendah, disamping itu lebih
sulit, mahal dan lebih banyak efek samping yang akan ditimbulkannya. Masalah
lain, penyebaran resistensi obat di berbagai negara sering tidak diketahui serta
penatalaksanaan penderita TB-MDR tidak adekuat.12
Oleh karena itu sangat diperlukan strategi penatalaksanaan yang tepat pada
kasus TB dengan resistensi OAT agar tidak berlanjut menjadi extensively drug&
resistant tuberculosis & (XDR TB).
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberculosis
2.1.1 Defenisi
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru. Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.
Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma
dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara4.
2.1.2 Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) .
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut14.
7
2.1.3 Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus
yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
• Meninggal
B. Tuberkulosis Post-Primer
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib
kaviti ini :
• Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
2.1.4 Patologi
Untuk lebih memahami berbagai aspek tuberkulosis, perlu diketahui proses
patologik yang terjadi. Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru,
terjadi karena kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman
M.tuberculosis. Kuman tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh
di dalam paru, terlebih di daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi14.
Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi jaringan
yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel makrofag.
Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa sebukan sel
10
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel
datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian
berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma).
Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma, kapiler dan
fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan, dan
jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma
dapat mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba terus berkurang
akan terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama
kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium pada bahan perkijuan. Bila garam
kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin Liesegang . Bila mikroba virulen
atau resistensi jaringan rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk pula
granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid
dan makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan
kaseosa. Pada saat isi granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi
perluasan penyakit.
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah terinfeksi
dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi sebelumnya
reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis jaringan.
Akan tetapi pertumbuhan kuman tretahan dan penyebaran infeksi terhalang. Ini
merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus imuniti.
11
2.1.5 Klasifikasi
A. Tuberkulosis Paru14
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotik spektrum luas
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu
atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang
hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
13
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
yang adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :
1. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 3 minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat
15
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
• Demam
• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan14.
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga
kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10).
Kategori 4: RHZES
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
18
(addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat
yang resisten saja
e. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat
f. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan.
2.2.4 Mekanisme Resistensi M. tuberculosis
Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika
dimana resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi
gen, resistensi yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis adalah pada mutasi
kromosom utama.Basil tuberkulosis mempunyai kemampuan secara spontan
melakukan mutasi kromosom yang mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap
obat antimikroba. Mutasi yang terjadi adalah unlinked, oleh karenanya resistensi
obat yang terjadi biasanya tidak berkenaan dengan obat yang tidak berhubungan.
Munculnya resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumya,
bukan perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi
yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan
tuberkulosis modern.15
Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan
diseleksi oleh pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat ini
meliputi penggunaan satu macam obat saja (direct monotherapy) atau penggunaan
terapi kombinasi tetapi strain kuman hanya sensitif terhadap satu macam obat saja,
sebagai hasilnya timbul resistensi sekunder terhadap satu obat. Mutasi yang baru
pada populasi basil yang berkembang ini akhirnya dapat menimbulkan MDR
apabila pengobatan yang tidak adekuat dilanjutkan. Penderita tuberkulosis dengan
resistensi sekunder bisa menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada
orang lain yang kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti
resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi penyebaran
penyakit resisten obat pada masyarakat.15
22
Resistensi INH
Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic
acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide.
Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme terjadinya
resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa isoniazid bekerja
menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa
asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis. Isoniazid menghambat pembentukan
dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid aktif yaitu setelah mengalami oksidasi.
Aktivasi isonizid memerlukan enzim catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen
peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat
mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain kuman TB
merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA
yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan
menjadikan kuman resisten terhadap isoniazid.15
Resistensi Rifampisin
Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan
berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan
RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin.
Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili MDR – TB sejak dijumpai
paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin juga resisten
terhadap isoniazid.15
Resistensi Etambutol
Etambutol dengan rumus kimia dextro-2,2’-(ethildimino)-di-1 onol adalah
senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikroba. Sampai sekarang
mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum diketahui secara
jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan bahwa target
yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah
pembentukan dinding sel dengan menghambat arabinosyltransferase yang
menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Resistensi
terhadap etambutol ternyata berhubungan dengan perubahan pada gen embCAB
arabinosyltransferase, dengan kode protein embA, embB dan embC. Protein ini
23
2.2.6 Diagnosis
Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah
terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit
dahulu dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat, yaitu 1) TB aktif yang
sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang diberikan tidak sesuai
standar terapi; 2) Kontak dengan kasus TB resistensi ganda; 3) Gagal terapi atau
25
Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi
berdasarkan hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan
Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan
fluorokuinolon
Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari
obat golongan 4 sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin
efektif
Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari
golongan 5 (melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakan
belum ada 4 obat yang efektif dari golongan 1 sampai 4.
Selain itu, ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan
oleh WHO (2008) sebagai prinsip dasar, antara lain (World Health Organization,
2008) : (1) Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum
penderita. (2) Dalam pemilihan obat pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini
pertama dan obat lini kedua yang berada di area / negara tersebut. (3) Regimen
minimal terdiri 4 obat yang jelas diketahui efektifitasnya. (4) Dosis obat diberikan
berdasarkan berat badan. (5) Obat diberikan sekurang-kurangnya 6 hari dalam
seminggu, apabila mungkin etambutol,pirazinamid, dan fluoro kuinolon diberikan
setiap hari oleh karena konsentrasi dalam serum yang tinggi memberikan efikasi.
(6) Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi. (7) Apabila
terdapat DST, maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. DST tidak
memprediksi efektivitas atau inefektivitas obat secara penuh. (8) Pirazinamid dapat
digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan efektif.
Sebagian besar penderita MDR TB memiliki keradangan kronik di parunya, dimana
secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif. (9)
Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan. 17
Pengobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap
lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan
TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat
Obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis OAT yang masih sensitif, dimana
28
salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang
dipakai pada tahap awal. 17
1. Strategi Pengobatan
Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien
yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak
tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan
regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya
dikonfirmasi dengan uji kepekaan.
Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat
pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi
representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji
kepekaan individual.
Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan
TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Lama pengobatan
* Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau
memburuknya keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap
positif uji kepekaan tidak perlu diulang sebelum 3 bulan.
** Bila diberikan obat suntikan. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan risiko
tinggi lainnya pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu.
*** Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan
gejala hipotiroid
#
Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien dengan
risiko, gejala hepatitis
2. Pembedahan TB-MDR
Terapi bedah yang paling umum dilakukan pada pasien MDR TB adalah reseksi
(mengambil keluar sebagian atau keseluruhan bagian paru). Terapi bedah sebaiknya
tidak selalu dipikirkan sebagai terapi terakhir dalam manajemen TB. Intervensi
bedah ditawarkan kepada pasien sebagai alternatif terapi yang mampu
menyembuhkan penyakitnya dengan tingkat kecacatan kecil. Reseksi sebaiknya
dilakukan sedini mungkin saat risiko kecacatan dan kematian pasien masih kecil.
Contohnya saat penyakit masih terlokalisasi pada satu paru atau satu lobus saja.
Analisa mayoritas kasus menunjukkan bahwa tindakan reseksi efektif dan aman
dalam beberapa kondisi khusus. Indikasi umum reseksi bedah adalah pasien dengan
sputum positif yang persisten, resisten terhadap banyak OAT, dan lesi yang
terlokalisasi. Banyak tahap evaluasi yang perlu dilakukan sebelum mencapai tahap
operasi, antara lain pemeriksaan CT- scan toraks, tes faal paru, dan pemeriksaan
kuantitatif perfusi/ventilasi paru.4 Reseksi dapat dilakukan setelah pemberian
terapi OAT paling sedikit 2 bulan dengan tujuan menurunkan tingkat infeksi bakteri
pada jaringan paru sekitarnya. Setelah reseksi, OAT sebaiknya tetap diberikan 12-
24 bulan kemudian.4
Intervensi bedah dapat mencapai hasil maksimal apabila dilakukan oleh ahli bedah
toraks terlatih dan perawatan paskaoperasi dilakukan secara baik. Reseksi
bedah
31
sebaiknya tidak dilakukan bilamana tidak terdapat ahli bedah terlatih dan fasilitas
yang tidak adekuat karena justru akan meningkatkan mortalitas dan kecacatan.
Fasilitas bedah yang terspesialisasi termasuk kontrol infeksi yang ketat diperlukan
dikarenakan agen infeksius dapat menyebar dalam jumlah besar saat operasi
dilakukan.4
Banyak terapi bedah telah dilakukan dan dilaporkan berhasil meningkatkan angka
kesembuhan. Beberapa indikasi terapi bedah dalam tata laksana tuberkulosis di
antaranya adalah: 8-12
1. Penyakit yang terlokalisasi aktif dan tidak respon terhadap pengobatan (MDR
atau XDR TB), termasuk infeksi bakteri atipikal
2. Terdapatnya fokus residual pada pasien yang menurut indikasi sosial atau medis
memiliki risiko tinggi untuk reaktivasi kembali sehingga membutuhkan tindakan
drainase atau pembersihan lesi
4. Komplikasi yang bervariasi dari TB paru dan pleura, antara lain empiema, fistula
bronkopleura, dan perdarahan masif dari lesi kavitas
terapi kombinasi isoniazid dan rifampisin diikuti dengan reseksi bedah dapat
menunjang keberhasilan terapi yang ada saat ini.13 Satu laporan kasus dari Korea
mencoba menentukan faktor prognostik yang dapat menilai keberhasilan terapi
bedah. Kim dkk. mendapatkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila
pada penilaian preoperatif didapatkan hasil sebagai berikut :14
2. Fistula bronkopleura
4. Pneumonia
2.2.8 Prognosis
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis
pada penderita TB resistensi ganda. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan
33
BAB III
KESIMPULAN
Resistensi OAT muncul karena tidak adekuatnya program tata laksana tuberkulosis
yang ada. Tata laksana Resistensi OAT membutuhkan usaha besar dari semua
pihak, obat-obatan kategori lanjut dengan biaya yang cukup besar, dan waktu yang
cukup lama.
DAFTAR PUSTAKA