REFERAT
JUVENILE NASOPHARYNGEAL ANGIOFIBROMA
Disusun oleh:
Maharani Tasya Sunaryo
1461050092
Pembimbing:
dr. Dadang Chandra Sp.THT-KL
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat berjudul
“Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma” ini dapat diselesaikan. Adapun maksud
penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan bagian
Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher di Rumah Sakit
Umum Daerah Cibinong pada periode 7 Mei – 9 Juni 2018, dengan berbekalkan
pengetahuan, bimbingan, serta pengarahan yang diperoleh baik selama
kepaniteraan berlangsung maupun pada saat kuliah pra-klinis.
Banyak pihak yang turut membantu dan berperan dalam penyusunan referat
ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dadang Chandra Sp.THT-KL sebagai pimpinan SMF THT-KL RSUD
Cibinong atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat
melaksanakan kepaniteraan di rumah sakit ini serta sebagai pembimbing
yang telah dengan sabar membimbing, berbagi pengalaman dan
pengetahuan kepada penulis.
2. dr. H.R. Krisnabudhi Sp.THT-KL sebagai pembimbing yang telah dengan
sabar membimbing, berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada penulis.
3. dr. Jodi Setiawan Sp.THT-KL sebagai pembimbing yang telah dengan sabar
membimbing, berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada penulis.
4. dr. Jenny Sp.THT-KL sebagai pembimbing yang telah dengan sabar
membimbing, berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada penulis.
5. dr. Martinus atas perhatian dan bimbingannya kepada kami serta
pengalaman yang telah diceritakan dan dibagikan kepada kami.
6. Bd. Siti atas bantuan dan kerjasamanya selama melaksanakan kepaniteraan.
7. Rekan-rekan ko-asisten UKI selama kepaniteraan ilmu penyakit THT-KL
di RSUD Cibinong atas kerjasama.
Penulis telah berusaha menyelesaikan referat ini dengan sebaik-baiknya dan
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya segala saran
ii
iii
dan kritik yang membangun akan diterima dengan senang hati, untuk perbaikan di
masa mendatang, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II ANATOMI NASOFARING 2
2.1. Anatomi Nasofaring 2
2.2. Anatomi Pembuluh darah dan Persarafan Nasofaring 3
2.3. Fossa Pterigoid 4
BAB III JUVENILE NASOPHARYNGEAL ANGIOFIBROMA 5
3.1. Definisi 5
3.2. Epidemiologi 7
3.3. Etiologi 7
3.4. Patogenesis 8
3.5. Gejala Klinis 8
3.6. Diagnosis 9
3.7. Penatalaksanaan 12
BAB IV RESUME 14
DAFTAR PUSTAKA
iv
v
DAFTAR TABEL
v
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
ANATOMI NASOFARING
2
3
3
4
4
5
BAB III
3.1. Definisi
Angiofibroma nasofaring yang sering juga disebut dengan
angiofibroma nasofaring belia (juvenile nasopharyngeal angiofibroma)
merupakan salah satu tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara
histologis jinak namun secara klinis bersifat ganas karena dapat mendestruksi
tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya. Adapun jaringan disekitarnya yang
dapat didesktruksi seperti sinus paranasalis, pipi, mata dan tengkorak. Tumor
ini sangat mudah berdarah dan pendarahannya sulit untuk dihentikan.4,9
3.2. Histopatologi
5
6
6
7
3.3. Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas. Terdapat 2 teori mengenai
etiologi angiofibroma nasofaring belia yaitu berdasarkan jaringan tempat asal
tumbuh tumor dan adanya gangguan hormonal. Pada teori berdasarkan
jaringan asal yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma
adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Diduga bahwa tumor
terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional
didaerah os sfenoidalis.1,4
7
8
didasarkan atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan
usia penderita.1,4
3.4. Patogenesis
Pertumbuhan dari jaringan tumor berkaitan dengan over produksi dari
estrogen dan kurangnya produksi dari hormon androgen. Akumulasi β-catenin
yang merupakan koaktifator dari androgen reseptor pada nukleus, menjelaskan
mengapa tumor ini banyak pada pasien dewasa muda, dan juga kadar hormon
pada serum yang normal. Disamping itu adanya dietilstilbestrol yang
menurunkan potensial pertumbuhan dari sel endotelial dan meningkatkan
stimulasi dari jaringan fibrosa.8
Bila tumor meluas terus, tumor akan masuk ke fossa intra temporal dan
masuk ke intra kranial melalui fossa infra temporalis dan pterigomaksila.
Apabila tumor telah mendorong salah satu atau kedua bola mata maka tampak
gejala yang khas pada wajah yaitu “muka kodok”. Selanjutnya tumor
kemudian akan meluas dan masuk ke fossa serebri media. Dari sinus etmoid
masuk ke fossa serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan
fossa hipofisis.4
8
9
anemia. Gejala lain adalah sakit kepala, obstruksi hidung yang memudahkan
terjadinya penimbunan sekret yang menimbulkan rinorea kronis diikuti
gangguan penciuman seperti anosmia, hiposmia, rinolalia. Tuba eustachius
akan menimbulkan ketulian atau otalgia serta terdapat pembengkakan pallatum
dan deformitas pipi.4,5
3.6. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi posterior akan terlihat massa
tumor yang konsistensinya kenyal, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai
merah muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh
selaput lendir berwarna keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar
nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada usia muda warnanya merah
muda, pada usia yang lebih tua warnanya kebiruan karena lebih banyak
komponen fibromanya. Mukosanya mengalami hipervaskularisasi dan tidak
jarang ditemukan adanya ulserasi.4
9
10
10
11
kontras pada fase kapiler dan akan mencapai maksimum 3-6 detik zat kontras
disuntikkan.4
Stadium
11
12
Stadium
3.7. Penatalaksanaan
Tindakan operasi merupakan pilihan utama selain terapi hormonal,
radioterapi. Operasi harus dilakukan dengan hati – hati mengingat komplikasi
perdarahan yang hebat akan terjadi. Pembedahan adalah pilihan utama untuk
angiofibroma nasofaring. Beberapa teknik operasi yaitu pendekatan
transpalatal, transzigoma, transantral, rinotomi lateral, midfacial degloving,
nasoendoskopi dan kraniotomi. Pendekatan rinotomi lateral, transpalatal,
transmaksila atau sfenoetmoidal digunakan untuk tumor-tumor yang kecil
(stadium I atau II). Pendekatan fosa infratemporal digunakan jika tumor telah
12
13
meluas ke lateral. Pilihan operasi secara transpalatal dan rinotomi lateral untuk
tumor yang sudah meluas ke etmoid dan retroorbita. Pendekatan translokasi
wajah dikombinasikan dengan insisi Weber-Ferguson dan perluasan ke koronal
untuk kraniotomi frontotemporal dengan midface osteotomies akan
mendapatkan lapangan operasi yang lebih luas. Embolisasi sebelum operasi
meminimalkan kehilangan darah saat operasi.1,4,7
13
14
BAB 4
RESUME
14
15
15
16
DAFTAR PUSTAKA
16