ANAMNESIS
Dari hasil USG didapati pasien telah hamil 42 minggu, dan air ketuban yang sisa sedikit, sehingga pasien
direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi. Kemudian pada pukul 19.30, pasien datang ke RS,
kemudian dilakukan pemeriksaan dalam dan tanda – tanda vital, berupa TD :120/90, N : 82x per menit,
suhu 36,5 derajat Celcius. Didapati letak punggung janin berada di sebelah kiri, dan denyut jantung janin
137x per menit, tidak ditemukan his, dan tinggi fundus uteri 34cm dan ketika dilakukan pemeriksaan
dalam, tidak didapati adanya pembukaan sama sekali dengan portio retro, intra uterin dengan presentasi
kepala
Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan pertamanya, dan belum pernah mengalami
keguguran. Riwayat hari pertama haid terakhir pada tanggal 9 Maret, pasien juga mengaku tidak
menggunakan KB. Pasien juga mengaku rutin kontrol kandungan di bidan, dan pasien juga mengaku
tidak memiliki keluhan yang lainnya.
1
(+) Influenza (-) Sifilis (-) Tumor (Payudara)
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Penyakit Jantung
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Perdarahan Otak
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Psikosis
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Neurosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Malaria
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu (-) Kecelakaan
Lain-lain: (-) Operasi
Riwayat Keluarga
Hubungan Umur Jenis Keadaan Penyebab
(tahun) Kelamin Kesehatan Meninggal
Ayah 45 tahun L Meninggal Infeksi Tetanus
Ibu 40 tahun P Sehat -
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
(-) Lesi (-) Lain-lain
2
Katanemia
(-) Leukore (-) Perdarahan (-) Lain-lain
Haid
Haid terakhir : 9 Maret
Menarche : 13 tahun
Lama haid : 5 hari
Siklus haid : 28 hari
Haid teratur, tidak ada nyeri, tidak ada gangguan haid
Taksiran Partus : -
Riwayat ANC
Rutin kontrol kandungan setiap bulan ke bidan
Tekanan darah setiap kontrol normal antara 100/70 mmHg- 120/80 mmHg
Perut bertambah besar sesuai kehamilan
Berat badan naik sesuai bertambahnya usia kandungan
Mendapat vitamin yang dikonsumsi setiap hari
3
(-) Retensi urin (-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri
BERAT BADAN
Berat sebelum hamil (Kg) : 52 kg
Berat badan sekarang (Kg) : 67 kg
Berat badan rata - rata (Kg) : 65 kg
Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA
(-) Sekolah kejuruan (-) Akademi (-) Universitas
(-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan: Cukup Pekerjaan : Baik
Keluarga : Baik Lain-lain : tidak ada
4
Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru-paru : Normovesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Buah dada
Puting susu : Menonjol
Hiperpigmentasi :-
Abdomen : Membesar, striae gravidarum (+)
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-)
Inferior : Edema (-/-), Varises (-/-)
Pemeriksaan dalam :
Vulva / Urethra : tidak tampak kelainan
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : dinding vagina licin, portio tebal, lunak, arah retro, ketuban (-), pembukaan belum
ada, Presenting Part : UUK depan dan Hodge II
5
Radiologi
Pemeriksaan USG terakhir pada tanggal 10 -12, dan dinyatakan tidak ada kelainan.
Cardiotocography ( CTG )
Baseline : 130 x/menit
Variabilitas : 5 - 25
Akselerasi : (-)
Deselerasi : (+)
Gerak janin : (+)
Hasil : non-reaktif
V. RESUME
2 hari SMRS pasien merasa seperti ada cairan keluar dari kemaluan, berwarna jernih dan berbau
amis, dan tidak terdapat darah. Namun OS belum menyadari kalau itu merupakan ketuban,
sehingga os tidak memeriksakan kandungannya. Keesokan harinya, ketika malam hari pasien
mulai merasa mulas pada bagian bawah perut, dan memutuskan untuk periksa kandungan di poli
kebidanan RS
Setelah diperiksa diketahui pasien sedang hamil 42 minggu dan ketuban yang hampir habis
sehingga direncanakan untuk tindakan operasi. Kemudian pada malam harinya pasien datang
kembali ke RS untuk mempersiapkan operasi.
Ketika dilakukan pemeriksaan dalam, tidak ditemukan adanya pembukaan, dan his yang dirasakan
berasal dari bawah, bukan fundal dominan, bidan mengatakan bahwa itu merupakan his palsu.
Pasien mengaku ini merupakan kehamilannya yang pertama, dan tidak pernah memiliki penyakit
penyerta lain seperti darah tinggi, kencing manis dan lain – lain.
Pemeriksaan fisik.
Status generalis :
- KU : Tampak sehat. Kesadaran : CM
- TD : 120/80 mmHg, Nadi : 82x/m, RR : 20x/m, S : 36,5;C
- Ekstremitas : Tidak ada edema
6
Status obstetri :
Pemeriksaan luar :
Inspeksi : Perut tampak membuncit
Palpasi :
Leopold I : TFU = 34 cm, teraba satu bagian kurang bulat, lunak
Leopold II : Tahanan terbesar di sebelah kiri perut ibu (punggung kiri)
Leopold III : Teraba satu bagian bulat, keras, dapat digerakan
Leopold IV : Konvergen 5/5
HIS : Tidak ada
DJJ : 137 x/menit, teratur, janin tunggal
Pemeriksaan dalam :
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
VT : dinding vagina licin, portio tebal, lunak, arah retro, ketuban (+), tidak ada
pembukaan, Presenting Part : UUK depan dan Hodge II.
Lab :
Darah
Hematokrit : 35%
VI. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 42 minggu, Janin intra uterine tunggal hidup, letak memanjang, presentasi kepala, Belum
masuk PAP
VII. PENATALAKSANAAN
1. Rencana diagnostik
- Pemeriksaan laboratorium: H2TL
- USG kehamilan
- Tes lakmus
- Dilakukan CTG
2. Rencana terapi
Tirah baring
IVFD RL 500 cc 20 tpm
Pasang kateter
Skintest cefotaxim---observasi selama 10-15 menit --- alergi (-)
Antibiotik cefotaxim 1x1 gram i.v
3. Inform Consent
4. Pro-seksio sesarea
Pelaksanaan Operasi SC
7
- Pasien terlentang diatas meja operasi dalam keadaan spinal anestesi
- Dilakukan antiseptik abdomen disekitarnya
- Pasang duk steril kecuali daerah operasi
- Pada dinding perut dibuat insisi pfannenstiel pada pelvic line lapis demi lapis sehingga kavum peritonei
terbuka
- Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritonium kandung kencing (plica vesico uterina)
didepan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plica vesiko uterina ini disisihkan secara tumpul
kearah samping dari bawah, kandung kencing yang telah disishkan ke arah bawah dan samping dilindungi
dengan spekulum kandung kencing.
- Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan plica vesico uterina tadi secara tajam
dengan pisau bedah ±2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk
operator.
- Setelah cavum uteri terbuka, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan
mengait kedua ketiaknya.
- Lahir bayi jam 20.05 tanggal 19 Desember. Jenis kelamin perempuan dengan BBL 3400 kg, PB 48 cm,
APGAR score 8/10
- Tali pusat di klem pada dua tempat lalu digunting
- Plasenta dan selaput ketuban dilahirkan secara manual
- Uterus dikeluarkan dari dalam rongga abdomen
- Eksplorasi pada kavum uteri dan ostium uteri internum
- Luka dinding rahim dijahit dengan vicryl 1-0 secara continu
- Eksplorasi ulang, setelah diyakini tidak ada perdarahan, uterus dimasukkan kembali ke dalam rongga
abdomen
- Rongga perut dibersihkan dari sisa darah
- Peritonium dijahit dengan chromic secara simpul
- Fascia dijahit dengan Asscryl secara jelujur
- Subkutis dijahit dengan monisin secara simpul
- Kulit dijahit dengan monosin secara subkutikuler
- Luka operasi dibersihkan dengan alkohol 70 % ditutup dengan Loumatuelle, ditutup dengan kasa, dan
terakhir ditempel dengan Hypavix
- Operasi selesai jam 20.45
- Observasi sampai 2 jam keadaan pasca operasi
VIII. PROGNOSIS
Ibu
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Janin
8
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up
17 Mei
S : Os mengeluh kedinginan
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : CM
Keluhan : Tidak ada
Td : 145/90 mmHg TFU : 2 jari dibawah pusat
N : 90 x/menit Kontraksi Uterus : (+)
P/V : 1/2 softex D/C : 500 cc
Rembesan luka operasi (-)
A : P3A1 Post SC indikasi KPD + PER
P : Observasi keadaan umum pasien
IVFD RL 20tpm + drip oxytocin 10 IU
Follow Up
12 Mei
S : Flatus (+) BAB (+)
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : CM
Keluhan : Nyeri luka post operasi, Flatus (+)
Td : 140/100 mmHg TFU : 2 jari dibawah pusat
N : 83 x/menit Kontraksi Uterus : (+)
RR : 20 x/menit D/C : 1000 cc
S : 36,0o C
P/V : 1/2 softex
A : P3A1 post SC < 24 jam indikasi KPD + PER
P : Observasi keadaan umum pasien
Tirah baring
9
Infus RL + drip oxytocin 10 IU 20 ptm
Cefotaxime 2 x 1 gr i.v
Ketoprofen 1x100 mg
Follow Up
13 Mei
S : Nyeri disekitar lapangan operasi
O : KU : Tampak sakit ringan
Kesadaran : CM
Keluhan : Nyeri luka post operasi
Td : 130/80 mmHg TFU : 2 jari dibawah pusat
N : 108 x/menit Kontraksi Uterus : (+)
RR : 22 x/menit D/C : 400 cc
S : 37,1o C
P/V : 1 softex
A : P3A1 post SC > 24 jam indikasi KPD + PER
P : Observasi keadaan umum pasien
Tirah baring
Infus RL + drip oxytocin 10 IU 20 ptm
Cefadroxil 500 mg 3x1 tab
Etabion 1x1 PO
Follow Up
14 Mei
S : Nyeri disekitar lapangan operasi, Batuk berdahak berwarna hijau kental.
O : KU : Baik
Kesadaran : CM
Keluhan : Nyeri luka post operasi
Td : 160/100 mmHg TFU : 2 jari dibawah pusat
N : 75 x/menit Kontraksi Uterus : (+)
RR : 20 x/mnt P/V : Normal
10
Suhu : 35,90 C Infus + DC di Aff
A : P3A1 post SC > 48 jam indikasi KPD + PER
P : Asam Mefenamat 500 mg 2x1 tab
Cefadroxil 500 mg 2x1 tab
Etabion 1x1 PO
Ganti perban
Boleh pulang
.
ANALISIS KASUS
Pasien adalah seorang wanita multigravida berusia 34 tahun, aterm (usia kehamilan ±38
minggu), datang ke RS atas rujukan dari bidan dengan KPD selama 12 jam + Hipertensi (150/90
mmHg) + Partus tak maju. Riwayat hipertensi sebelum hamil disangkal, dan tekanan darah pasien
meningkat hanya di akhir kehamilan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan di RS TD 150/90
mmHg, disertai edema pada ekstremitas inferior, Hasil pemeriksaan lab Darah; Hb: 11,3 g/dl,
Leukosit: 15.700/uL, Hematokrit: 34%, Trombosit : 144.000/uL. Urine; Protein : +1. Cairan ketuban
jernih, tidak ada darah, bau amis/khas, tidak berbau busuk. Sesuai teori pasien dikatakan terdiagnosis
preeklampsia ringan + KPD + PTM.
1. Preeklampsia ringan
- Kriteria minimum :
- TD ≥ 140/90 mmHg
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstick
- Terjadi pada kehamilan > 20 minggu
- Dengan atau tanpa edema (Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata)
2. KPD
- Ruptur spontan selaput ketuban sebelum awitan persalinan (dini)
Secara teori, usia kehamilan > 37 minggu pada preeklampsia dan KPD usia kehamilan harus
diterminasi dan diutamakan dengan persalinan pervaginam. Saat pemeriksaan dalam pukul 23.30 pasien
masih pembukaan 1-2 cm. Skor Bishop pasien saat itu > 5. Sehingga pasien harus segera diinduksi
oksitosin. Namun saat itu pasien tidak diinduksi. Pada pukul 03.00 pasien mengelus mulas yang semakin
lama semakin sering dan ketika dilakukan pemeriksaan dalam sudah pembukaan 3-4 cm. Presentasi
11
Kepala janin saat itu masih pada Hodge II dan dilakukan SC pukul 08.10 (11/6/’13), mengingat ketuban
pasien telah pecah sejak pukul 20.30 (10/6/’13) dan persalinan pada KPD >37 minggu harus dilakukan
segera dalam 1x24 jam mengingat rentannya risiko infeksi.
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan:
1. Hipertensi ialah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran TD sekurang –
kurangnya dilakukan dua kali selang 4 jam.
2. Proteinuria ialah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥1 dipstick
3. Edema, dahulu edema dipakai sebagai tanda preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak
dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor risiko timbulnya
hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57
kg/minggu.
Primigravida yang memiliki kenaikan berat badan rendah, yaitu < 0,34 kg/minggu,
menurunkan risiko hipertensi, tetapi menaikkan risiko berat badan bayi rendah.
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001,
ialah :
1. Hipertensi kronik 3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
2. Preeklampsia-eklampsia 4. Hipertensi gestasional (transient hypertension)
1. Hipertensi kronik
12
Adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pasca persalinan.
2. Pre-eklampsia, eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria.
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu (a)preeklampsia ringan (PER) dan (b)preeklampsia berat.
Pada preeklampsia berat (PEB) terbagi lagi menjadi dua, yaitu 1. Preeklampsia berat tanpa
impending eclampsia dan 2. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending
eclampsia bila preeklampsia disertai gejala gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan
visus, muntah – muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Preeklampsia ringan (PER) Preeklampsia berat (PEB)
TD ≥ 140/90 mmHg TD ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≤ 2+ dipstik Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dlm
pemeriksaan kualitatif
Preeklampsia digolongkan berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :
TD ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria > 5g/24 jam
Oligouria (urin < 500 cc/24 jam)
Kadar Kreatinin plasma ↑
Gangguan visus dan serebral : Kesadaran ↓, nyeri kepala, skotoma, pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen (akibat kapsula glisson
teregang)
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangipatik
Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm 3 atau trombosit ↓ cepat)
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : Alanin ↑ dan aspartate
aminotransferase
PJT
Sindrom HELLP
13
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang – kejang dan/atau koma.
PATOFISIOLOGI
Preeklampsia merupakan sindroma penurunan perfusi darah organ akibat dari vasospasme dan
aktivasi endotelial yang spesifik ditemukan pada masa kehamilan.
Walaupun etiologinya belum jelas, banyak para ahli sepakat bahwa vasopasme merupakan proses
awal dari terjadinya penyakit ini. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang
kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia
dan eklampsia berat.
Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos
pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator (nitritoksida,
prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan
darah akibat kebocoran endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi normal berbagai
macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya
keduanya berlangsung secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah
regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.
14
Perubahan pada organ tubuh
Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia atau
eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya berhubungan dengan peningkatan afterload yang
diakibatkan oleh hipertensi dan aktivasi endotelial berupa ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular
terutama di paru-paru.
Hemodinamik
Dibandingkan dengan ibu hamil normal, penderita preeklampsia atau eklampsia memiliki
peningkatan curah jantung yang signifikan pada fase preklinik, namun tidak ada perbedaan pada tahanan
perifer total. Sedangkan pada stadium klinik, pada kasus preeklampsia atau eklampsia terjadi penurunan
tingkat curah jantung dan peningkatan tahanan perifer total yang signifikan dibandingkan dengan kasus
normal.
Volume darah
Hemokonsentrasi adalah pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang berat.
Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil dengan eklampsia tidak terjadi hipervolemia
seperti yang diharapkan. Pada seorang wanita dengan usia rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume
darah dari ± 3500 mL saat tidak hamil menjadi ± 5000 mL beberapa minggu terakhir kehamilan. Dalam
kasus eklampsia, peningkatan volume ± 1500 mL ini tidak ditemukan. Keadaan ini kemungkinan
berhubungan dengan vasokonstriksi luas yang diperburuk oleh peningkatan permeabilitas vaskular.
Hematologi
Abnormalitas hematologi ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam kehamilan. Diantara
abnormalitas tersebut bisa timbul trombositopenia, yang pada suatu waktu bisa menjadi sangat berat
15
sehingga dapat menyebabkan kematian. Penyebab terjadinya trombositopenia kemungkinan adalah
peningkatan produksi trombosit yang diiringi oleh peningkatan aktivasi dan pemggunaan platelet. Kadar
trombopoeitin, suatu sitokin yang merangsang proliferasi platelet, ditemukan meningkat pada kasus
preeklampsia dengan trombositopenia (Frolich dkk, 1998). Namun, aggregasi platelet pada kasus
preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal (Baker dan Cunningham, 1999). Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh “kelelahan” platelet akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga ditemukan
penurunan dari faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan eritrosit sehingga berbentuk bizzare dan
mudah mengalami hemolisis akibat vasospasme berat.
Gambaran klinis preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin buruk bila juga ditemukan
gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini dikenal dengan HELLP syndrome, yang terdiri dari
hemolysis (H), elevated liver enzymes (EL), dan low platelet (LP).
Renal
Pada kasus preeklampsia, terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju
filtrasi glomerolus dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada ginjal juga terjadi perubahan anatomis
berupa pembesaran glomerolus sebesar 20% (Sheehan, 1950). Penurunan GFR menyebabkan kerusakan
sel glomerulus yang berakibat pada peningkatan permeabilitas membran basalis sehingga terjadi
kebocoran dan proteinuria. Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat nekrosis tubular akut oleh ginjal.
Oligouri terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun, bahkan dapat terjadi anuria.
Elektrolit
Edema terjadi akibat hipoalbuminemia dan kerusakan sel endotel kapiler.
Otak
Secara patologi anatomi, pada kasus preeklampsia maupun eklampsia, manifestasi sistem saraf
pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada otak berupa edema, hiperemia, dan perdarahan. Sheehan
(1950) meneliti otak postmortem 48 orang ibu hamil yang meninggal dengan eklampsia dan ditemukan
16
perdarahan mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada 56% kasus. Keadaan yang selalu ditemukan
pada kasus preeklampsia maupun eklampsia dengan manifestasi neurologis adalah perubahan fibrinoid
pada dinding pembuluh darah otak.
Perfusi Uteroplasenta
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir dapat dipastikan merupakan penyebab
tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada kasus preeklampsia. Brosens dkk (1972) melaporkan
bahwa diameter rata-rata arteriol spiral miometrium dari 50 ibu dengan kehamilan normal adalah 500 µm.
Dengan pemeriksaan yang sama pada 36 ibu dengan preeklampsia ditemukan diameter rata-ratanya
adalah 200 µm.
Genetic, Immunologic,
Inflammatory Factors
Reduced Uteroplacental
Perfusion
Vasoactive Noxius Agent
Agents Cytokins, Lip PerOx
ENDOTHELIAL
ACTIVATION
Seizure
Oliguria
Abruption
Liver
Ischemia
TERAPI
Preeklampsia ringan
17
- Manajemen umum preeklampsia ringan
1. Terapi pada penyakitnya
2. Rencana apa yang selanjutnya dilakukan pada kehamilan?
a. Pertahankan kehamilan dengan Perawatan kehamilan konservatif atau ekspektatif
atau
b. Terminasi kehamilan dengan Perawatan kehamilan aktif atau agresif
- Tujuan utama perawatan preeklampsia
- Cegah kejang - Cegah gangguan fungsi organ vital
- Cegah perdarahan intrakranial - Melahirkan bayi sehat
18
Selama di RS dilakukan anamnesis, PF, dan lab. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa
pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi bagian mata, jantung,
dan lain – lain.
- Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
a. Kehamilan preterm (<37 mgu), bila TD mencapai normotensif selama perawatan, ditunggu sampai
aterm
b. Kehamilan aterm (>37 mgu), persalinan ditunggu sampai terjadinya onset persalinan atau
dipertimbangkan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Preeklampsia berat
Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat
- Pencegahan kejang
- Pengobatan hipertensi
- Pengelolaan cairan
- Pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat
- Saat yang tepat untuk persalinan
Monitoring selama di RS
1. Observasi dengan teliti dan awasi bila ada tanda klinik seperti:
a. Nyeri kepala
b. Gangguan Visus
c. Nyeri epigastrium
d. Kenaikan cepat berat badan
2. Lakukan pengukuran BB, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan USG dan NST.
Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
1. Sikap terhadap penyakit: Pemberian obat – obatan
2. Sikap terhadap kehamilannya:
- Aktif : Manjemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika
sudah stabil.
19
Penderita PEB harus segera masuk RS untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke
satu sisi (kiri).
Pengelolaan cairan merupakan hal yang penting untuk preeklampsia dan eklampsia karena
berisiko tinggi terhadap terjadinya edema paru dan oligouria. Monitoring input cairan (oral
atau infus) dan output (melalui urin) sangat penting. Pada memantau pengeluaran urin dapat
dipasang foley catheter. Oligouria apabila urin < 30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc/24jam.
Bila terjadi edema paru harus segera dikoreksi dengan :
a. 5% Ringer Dexstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: <125cc/jam atau
b. Infus Dexstrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500 cc.
Diberikan antasida : menetralisir asam lambung bila mendadak kejang, menghindari risiko
aspirasi asam lambung yang sangat asam
Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat antikejang
- Obat antikejang adalah :
1. MgSO4
Sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau
eklampsia.
Cara kerja :
Menghambat dan menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat Neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan Ca 2+ pada sinaps. Pada
pemberian MgSO4, terjadi kompetitif inhibitor antara ion Ca 2+ dan ion Mg. Pemberian
MgSo4 akan menggeser Ca 2+ sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.kadar Ca 2+ yang tinggi
Syarat pemberian :
- Harus tersedia antidotum MgSo4 bil terjadi intoksikasi, yaitu Kalsium glukonas 10% = 1g
(10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Frekuensi pernapasan >16x/menit, tidak ada tanda – tanda distres napas
- Refleks patella (+) kuat
- Tidak oligouri
Cara pemberian :
Loading dose: Initial dose
4 gr MgSO4 IV, (40% dalam 10cc) selama 15 menit
20
Maintenance dose
Diberi infus 6gr dalam larutan Ringer/ 6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gr IM. Selanjutnya
maintenance dose diberikan 4gr IM tiap 4-6 jam
Dosis terapeutik dan toksis MgSo4
Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg.dl
Refleks tendon (-) 10 mEq/liter 12 mg/dl
Pernafasan terhenti 15 mEq/liter 18 mg/dl
Jantung terhenti >30 mEq/liter >36 mg/dl
21
Di RSU Dr Soetomo Surabaya batas tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik
≥110 mmHg. TD diturnkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik
dan TD diturunkan mencapai 160/105 atau MAP <125. Dari hasil penelitian, sampai saat ini
belum ada pengobatan antihipertensi yang terbaik dalam kehamilan. Namun yang harus
dihindari secara mutlak, sebagai antihipertensi, ialah pemberian diazokside, ketanserin,
nimodipin, dan MgSO4.
Jenis
Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5mg i.v pelan-pelan selama 5 menit.
Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan.
Merupakan suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan refleks takikardi,
peningkatan CO, sehingga memperbaiki perfusi utero-plasenta.
Hidralazin tidak tersedia di indonesia
Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
Nifedipin: 10mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (max 120mg/24 jam) sampai terjadi
penurunan tekanan darah. Merupakan obat anti hipertensi lini pertama yang diberikan di
Indonesia. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilator yang sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan peroral.
Sodium Nitroprusside: 0,25ug i.v/kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25ug i.v/kg/ 5 menit
Diazokside : 30-60 mg i.v /5 menit; atau i.v infus 10mg/ menit/dititrasi.
Labetalol 10mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi
pemberian 20mg setelah 10 menit, 40mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40mg setelah
10 menit kemudian dan sampai 80mg pada 10 menit berikutnya.
Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan
garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikkan mula-mula 5cc i.v perlahan-lahan selama 5
menit. 5 menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan
lagi sisanya 5 cc i.v selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes
sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau martos 10%. Jumlah tetesan dititrasi untuk
mencapai tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP sebanyak 20% dari awal.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil.
22
Edema paru
Pada PEB , dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat
peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah
kapilar paru)
Prognosia preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Glukokortoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom
HELLP.
23
Terjadinya oligohidramnion
- Laboratorik
Adanya tanda – tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan cepat
24
- IUFD - Kematian neonatal
- Perdarahan intraventrikular - Necrotizing enterocolitis
- Sepsis - Cerebral palsy
Eklampsia
Perawatan eklampsia
Perawatan dasar yang utama adalah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital. Yang harus selalu
diingat Airway Breathing Circulation (ABC), atasi dan cegah kejang, atasi hipoksemia dan asidemia,
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan TD, khususnya waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan suportif pada eklampsia merupakan perawatan yang sangat penting.
Tujuan utama pengobatan medika mentosa eklampsia ialah mencegah dan mengehentikan kejang,
mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal
mungkim sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan cara yang tepat.
1. Pengobatan medikamentosa
- Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan utama adalah MgSO 4. Bila dengan jenis obat ini kejang masih
tak teratasi, dapat dipakai obat jenis lain seperti tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan
oleh mereka yang berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya disertai dengan memonitor
kadar plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat antihipertensi hendaknya selalu disiapkan
dan diberikan benar- benar atas indikasi.
- Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian MgSO4 pada dasarnya sama seperti pada pemberian MgSO4 pada preeklampsia berat.
- Perawatan pada waktu kejang
Tujuan utama adalah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang – kejang tersebut.
1. Letakkan pasien ditempat terang (agar sianosis dapat diketahui)
2. Baringkan penderita di tempat tidur lebar dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci
yang kuat.
3. Masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita. Jangan mencoba melepaskannya karena dapat
mematahkan gigi.
4. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap
25
5. Fiksasi badan pada tenpat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur
6. Bila selesai kejang – kejang segera beri oksigen
- Perawatan koma
Tindakan pertama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar) adalah menjaga dan mengusahakan
agar jalan napas tetap terbuka. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan manuver head tilt-neck lift
dan head tilt-chain lift atau dilakukan dengan jaw-thrust. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan
dengan pemasangan oropharyngeal airway. Penderita juga ditidurkan dalam posisi stabil untuk
drainase lendir guna menghindari aspirasi lambung, karena pada pasien koma refleks muntah (-).
Setelah itu Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan Glasgow Coma Scale. Bila koma
berlangsung lama dan nutrisi yang tidak memungkinkan dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube
(NGT).
- Perawatan edema paru
Bila edema paru terjadi maka harus dirawat di ICU karena butuh perawatan animasi dengan
respirator.
2. Pengobatan obstetrik
Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin. Persalinan diakhiri bila mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan
metabolisme ibu. Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring TTV dilakukan sebagaimana
lazimnya.
Sindroma HELLP
Definisi
Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim
hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzyme
LP : Low Platelets Enzyme
Diagnosis
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah (semuanya
ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)
26
Adanya tanda dan gejala preeklampsia
Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
Trombositopenia
Trombosit ≤ 150.000/ml
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang
ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP.
Terapi medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan melakukan monitoring kadar
trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan dalam bentuk double strength
dexamethasone (double dose).
Jika didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000-150.000/ml dengan disertai
tanda-tanda, eklampsia, hipertensi berat, nyeri epigastrium, maka diberikan deksametason 10 mg i.v. tiap
12 jam. Pada postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg i.v.
27
tiap 12 jam 2 kali. Terapi deksametason dihentikan, bila telah terjadi perbaikan tanda dan gejala-gejala
klinik preeklampsia-eklampsia. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi trombosit, bila kadar
trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.
Sikap pengelolaan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri
(diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau
perabdominal.
Kematian ibu dan janin
Kematian ibu bersalin pada Sindroma HELLP cukup tinggi yaitu yaitu 24 %. Penyebab kematian
dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan pembekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar, dan
kegagalan organ multipel.
Demikian juga kematian perinatal pada sindroma HELLP cukup tinggi, terutama disebabkan oleh
persalinan preterm.
Pengelolaan
Diagnosis dini sangat penting mengingat banyaknya penyakit yang mirip dengan Sindroma
HELLP. Pengobatan sindroma HELLP juga harus memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan
pada peeklampsia dan eklampsia. Pemberian cairan intravena harus sangat hati-hati karena sudah terjadi
vasospasme dan kerusakan sel endotel cairan yang diberikan adalah RD 5 %, bergantian RL 5 % dengan
kecepatan 100 ml/jam dengan produksi urin dipertahankan sekurang-kurangnya 20 ml/jam. Bila hendak
dilakukan seksio sesarea dan bila trombosit < 50.000/ml, maka perlu di transfusi trombosit. Bila
trombosit < 40.000/ml, dan akan dilakukan seksio sesarea maka perlu plasma dengan tujuan
menghilangkan sisa-sisa hemolisis mikroangiopati.
Doublestrength dexamethasone diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam segera setelah diagnosis sindroma
HELLP ditegakkan. Kegunaan pemberian double strength dexamethasone ialah untuk (1) kehamilan
preterm, meningkatkan pmatangan paru janin dan (2) untuk sindroma HELLP sendiri dapat mempercepat
perbaikan gejala klinik dan laboratorik.
Pada sindroma HELLP postpartum diberikan deksametason 10 mg i.v. setiap 12 jam disusul
pemberian 5 mg deksametason 2 x selang 12 jam (tappering off).
Perbaikan gejala klinik setelah pemberian deksametason dapat diketahui dengan: meningkatnya
produksi urin, trombosit, menurunnya tekanan darah, menurunnya kadar LDH, dan AST. Bila terjadi
ruptur hepar sebaiknya segera dilakukan pembedahan lobektomi.
28
Sikap terhadap kehamilan
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP, tanpa memandang umur kehamilan, kehamilan
segera diakhiri. Persalinan dapat dilakukan perabdominan atau pervaginam. Perlu diperhatikan adanya
gangguan pembekuan darah bila hendak melakukan anestesi regional (spinal).3
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki
kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.
Beberapa faktor risiko dari KPD :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim
Patofisiologi
Fungsi cairan ketuban :
1. Membersihkan jalan lahir.
29
2. Mempertahankan suhu tubuh bayi.
3. Barier terhadap trauma.
4. Meratakan tekanan pada didalam janin pada partus.
5. Memungkinkan janin bergerak bebas.
Pecahnya selaput ketuban pada persalinan dapat disebabkan karena regangan dan kontraksi kuat
dari otot uterus, yang terjadi berulang-ulang.
Selaput ketuban yang ruptur prematur secara umum terlihat rusak, dibandingkan daerah lainnya .
Daerah disekitar tempat terjadinya sobekan selaput ketuban tampak sebagai daerah yang terdiri atas sel-
sel fibrillar kolagen yang bersatu dengan fibroblast dan lapisan spongeus.
Selain proses infeksi, gangguan nutrisi pada kehamilan juga berperan dalam proses pecahnya
selaput ketuban, yang dapat terjadi pada defisiensi asam askorbat. Kebiasaan merokok juga dapat
menurunkan kadar serum asam askorbat, sehingga menyebabkan rapuhnya dinding selaput.
Faktor klinik yang diasosiasikan dengan degradasi kolagen dan pecahnya selaput ketuban
Identifikasi mikroorganisme patogen segera setelah pecahnya selaput ketuban mendukung konsep
bahwa infeksi bakteri memegang peranan dalam terjadinya kerusakan selaput ketuban.
Dari data-data epidemiologi disimpulkan bahwa adanya kolonisasi bakteri traktus genitalia dari
Streptokokus grup B, Chlamydia Trakhomatis, Neisseria Gonorrhoeae dan mikro organisme penyebab
bakterial vaginosis ( Gardnerrela vaginalis, Mobiluncus Sp,dan mycoplasma genital.). Selanjutnya dapat
dilihat bahwa penggunaan antibiotik ternyata secara bermakna menurunkan resiko terjadinya pecah
ketuban pada wanita dengan infeksi diatas.
Infeksi intra uterin dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah , dengan berbagai
mekanisme, yang masing-masing menginduksi proses degradasi dari matrix extra selular.
Beberapa organisme yang umum terdapat dalam flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresikan protease yang akan mendegradasikan
kolagen dan merusak membran. Pada proses infeksi yang terjadi dapat terbentuk sitokin, matrix
metalloproteinase dan prostaglandin
30
Infeksi bakterial dan respon infeksi itu sendiri juga merangsang produksi prostaglandin yang
menyebabkan degradasi kolagen. Strain tertentu dari bakteri vaginal memproduksi fosfolipase A2 yang
melepaskan prostaglandin prekursor asam arakidonat dari membran fosfolipid ke dalam amnion. Respon
imun terhadap infeksi bakteri termasuk produksi sitokin dari monosit yang teraktivasi akan meningkatkan
prostaglandin E2 yang diproduksi oleh sel – sel korionik. Rangsang sitokin dari prostaglandin E2 oleh
amnion dan korion menyebabkan induksi dari siklooksigenase II, enzim yang merubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin. Bagaimanapun juga, prostaglandin ( terutama PGE2 dan PGF2 ) dapat merupakan
mediator dari persalinan pada binatang mamalia.
Regangan membran dan KPD
Regangan yang berlebihan pada uterus seperti pada polihidramnion dan kehamilan kembar akan
merangsang regangan pada selaput ketuban dan meningkatkan resiko ketuban pecah. Mekanisme
regangan pada selaput ketuban melibatkan sejumlah produksi faktor – faktor dalam selaput amnion
termasuk PGE2 dan IL-8. IL-8 yang diproduksi oleh sel amnion dan korion merupakan kemotaktik
terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagen. Dan PGE2 meningkatkan iritabilitas uterus.
Produksi dari IL-8 terdapat dalam konsentrasi rendah pada cairan amnion selama trimester II,
tetapi lebih tinggi konsentrasinya pada kehamilan usia lanjut. Produksi ini dihambat oleh progesteron.
Produksi amnion berupa IL-8 dan PGE2 menunjukkan adanya perubahan biokimia pada membran yang
mungkin ditandai oleh daya fisik ( regangan membran ) dan secara biokimiawi merangsang
terjadinya ruptur membran.
Prediksi pecah ketuban pada kehamilan preterm
Penanda degradasi matriks ekstraseluler pada membran dapat digunakan untuk identifikasi pada
wanita hamil yang beresiko mengalami ketuban pecah dini prematur yang dapat menyebabkan persalinan
prematur. Studi paling akhir menunjukkan bahwa penanda utama adalah fibronektin yang mana terdapat
pada matriks ekstraseluler membran dan secara struktural berbeda dengan fibronektin pada jaringan
dewasa. Produksi fibronektin fetal pada sel – sel amnion manusia dirangsang oleh mediator inflamasi,
yang dapat dipikirkan penting dalam menyebabkan terjadinya persalinan preterm.
Pada trimester II dan III kehamilan, adanya fibronektin fetal pada sekret servikovaginal mungkin
menggambarkan degradasi matriks ektraseluler pada batas permukaan antara korionik dan lapisan
desidua.
Diagnosis
31
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban
berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya "mengganjal"
atau "menyumbat" kebocoran untuk sementara. Penentuan cairan kehamilan dapat dengan tes laksmus
(Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda – tanda infeksi adalah :
- Suhu ibu > 38’C
- Air ketuban keruh dan berbau
- Leukosit darah >15.000
- Takikardi janin
Tentukan tanda – tanda persalinan dengan skoring pelvik. Tenmtukan adanya kontraksi yang
teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas
nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan
ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG)
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.
Komplikasi KPD
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom
distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian
KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar
dapat terjadi pada KPD. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia
paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100%
apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Gambar 3. Keluarnya Tali
Pusar Penanganan Ketuban Pecah di Rumah
1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas
32
kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan
seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Terapi
Konservatif
Rawat di RS, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin
dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32- 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda –
tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomilen tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M
5mg setiap 6 jam sebanyak 4x.
Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal secsio sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 25ug – 50ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4x. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
- Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhadil, akhiri
persalinan dengan sectio sesarea.
- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.
Pencegahan
Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi
aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga dianjurkan.
33
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukan kemajuan
pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam selama 2 jam terakhir. Partus tak maju
dapat disebabkan oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah,
janin besar, primitua, dan ketuban pecah dini. (Mochtar, 1998)
Menurut American College of Obstetricians and Ginecologist agar dikatakan partus tak maju harus
memenuhi syarat fase laten telah selesai, dengan serviks membuka 4cm atau lebih, dan sudah terjadi pola
kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa
perubahan pada serviks.
Etiologi dan Faktor Risiko
Pada dasarnya, penyebab dari partus tak maju dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu, kelainan kekuatan
(power), kelainan yang melibatkan janin (passenger) dan kelainan jalan lahir (passage).
K elainan leak janin dan Presentasi
K elainan letak janin meliputi:
1) Letak sungsang (letak bokong)
2) Letak lintang (transverse lie)
Pada pemeriksaan palpasi sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar
(kepala/bokong) pada simfisis, kepala biasanya teraba di daerah pi nggang.
3) Letak miring (Oblique lie)
4) Letak kepala mengolak
5) Letak bokong mengolak
34
Jalan lahir dibagi atas bagian tulang yang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya dan
bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen. Dengan demikian distosia
akibat jalan lahir dapat dibagi atas:
1. Distosia karena kelainan panggul
Kelainan panggul dapat disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, penyakit tulang dan sendi (rachitis,
neoplasma, fraktur, dll), penyakit kolumna vertebralis (kyphosis, scoliosis, dll), kelainan ekstremitas
inferior (coxitis, fraktur, dll). Kelainan panggul dapat menyebabkan kesempitan panggul
2. Distosia karena kelainan jalan lahir lunak
Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis).
Kelainan tersebut terdapat di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus
3. Kelainan his dan meneran
His yang tidak norrnal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazim
terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His
yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke
seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri, kemudian mengadakan
relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat
dari his itu sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.
Adapun jenis-jenis kelainan his sebagai berikut:
Inersia uteri
His yang terlalu kuat
Kekuatan uterus yang tidak terkoordinasi
Kelainan meneran
Pimpinan partus yang salah
Janin besar/ada kelainan kongenital
Diagnosis
Sebelum didiagnosa partus tak maju selama kala 1 maka kriteria berikut harus terpenuhi:
Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm
His adekuat selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik
Bagian terbawah tidak terdapat kemajuan/penurunan
Pada pernbukaan belum lengkap bisa terdapat odema servik, air ketuban keruh bercampur
mekonium, servik dapat mengalami kolpoporeksis.
Manifestasi klinik
Gelisah
Suhu badan meningkat
Berkeringat
Nadi meningkat
Letih
35
Pernafasan cepat
Odema vulva
Odema servik
Cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium
Komplikasi
Ketuban pecah dini
Rupture uteri
Fistula
Sepsis puerpuralis
Penatalaksanaan
1. Terapi pada partus tak maju bersifat darurat, koreksi adanya dehidrasi dan segera lakukan rujukan
karena pada sebagian besar kasus partus tak maju diakhiri dengan SC.
2. Perawatan pendahuluan, suntikkan cortone acetate 100-200 mg secara intramuskuler, penicillin
prokain 1 juta IU IM, infuse cairan larutan fisiologis, larutan glucose 5-10% pada jam pertama 1
liter/jam, istirahat 1 jam untuk diobservasi kecuali bila menghabiskan untuk segera bertindak.
36
3. Pertolongan dapat dilakukan dengan partus spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep, manual
aid pada leak sungsang, embriotomi bi la janin meninggal, SC dan lain-lain.
37