Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan
yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan (Hartanto,2006). Ulkus lebih dalam
dari pada eksoriasi (eksoriasi mencapai stratum papilare). Gangren adalah kematian
jaringan di bagian tubuh atau kematian sel dalam jumlah besar. Gangren terjadi ketika
bagian tubuh kehilangan suplai darah. Hal ini dapat terjadi karena cedera, infeksi, atau
penyebab lainnya. Ulkus sering menyerang ektremitas bawah maupun atas karena
beberapa sebab seperti infeksi, gannguan pembuluh darah, kelainan saraf dan
keganasan (Sularsito,2007).

Diabetes mellitus merupakan salah penyebab terjadinya ulkus gangrene


dimana penyakit ini merupakan satu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin (Suyono,
2004).

Gangguan kesehatan akibat komplikasi DM dapat berupa gangguan pembuluh


darah (vaskulopati) dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah terjadinya perubahan patologis pada anggota gerak (Anderson , 2007). Salah
satu perubahan patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Luka
yang bila tidak di rawat dengan baik akan berkembang menjadi ulkus gangren
(suyono, 2004). Pada gangren kulit dan jaringan disekitar luka akan berwarna
kehitaman dan menimbulkan bau.

Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus


gangren pada penyandang diabetes melitus berkisar antar 17-32%, sedangkan laju
amputasi berkisar antara 15-30%. Pengelolaan ulkus gangren akibat diabetes melitus
mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang rusak,
pemberian antibiotik dan obat-obatan vaskularisasi serta amputasi (Hastuti, 2009).
Oleh karena itu dibutuhkan penatalaksanaan yang baik agar dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien seoptimal mungkin.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ulkus gangrene?
2. Bagaiman etiologi, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis, dan komplikasi dari ulkus gangrene?
3. Bagaimana penegakan diagnosis ulkus gangrene?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian ulkus gangrene.
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis, dan komplikasi dari ulkus gangrene.
3. Mengetahui penegakan diagnosis ulkus gangren.
D. Manfaat Masalah

Mahasiswa dapat mengerti pengertian, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang, penatalaksanaan medis, dan komplikasi dari ulkus gangrene dan
mengetahui penegakan diagnosis ulkus gangren,

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Ulkus Gangren

Ulkus adalah Kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan
yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan (Hartanto,2006). Ulkus lebih dalam
dari eksoriasi (ekskoriasi mencapai stratum papilare). Ulkus sering menyerang
ektrimitas bawah maupun ektrimitas atas karena beberapa sebab seperti infeksi,
gangguan pembuluh darah, kelainan saraf dan keganasan (Sularsito,2007).

Gangren adalah kematian jaringan di bagian tubuh atau kematian sel dalam
jumlah besar. Gangren terjadi ketika bagian tubuh kehilangan suplai darah. Hal ini
dapat terjadi karena cedera, infeksi, atau penyebab lainnya (Sularsito,2007).

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab terjadinya penyakit sumbatan arteri non akut, terutama


arteriosklerosis adalah multifaktorial. Faktor endogen meliputi usia dan anomaly
metabolism, seperti diabetes dan atau hipertensi, sedangkan faktor eksogen
diantaranya merokok, gaya hidup modern, dan kebiasaan makan berlebihan (Hastuti,
2009).

Faktor risiko gangren diantaranya:

1. Faktor endogen
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Gangguan Metabolisme
i. Diabetes Melitus
ii. Hiperlipoproteinemia
iii. Arthritis Urtika
d) Hipertensi
2. Faktor Eksogen
a) Merokok
b) Gaya hidup modern
i. Kelebihan kalori

3
ii. Kebiasaan diet
iii. Kurang aktivitas

Usia merupakan salah satu faktor risiko yang paling dominan dan kuat.
Perubahan arteriosklerotik berkembang hampir sejajar dengan pertambahan umur.
Kelainan metabolisme yang sangat berpengaruh, terutama penyakit diabetes melitus,
gangguan metabolisme lipid (hiperlipoproteinemia), dan penyakit gout (hiperurisemia
atau arthritis urika). Hipertensi yang berlangsung lama merupakan predisposisi
arteriosklerosis pembuluh darah. Pada saat diagnosis hipertensi ditegakkan pertama
kali, ternyata 60% penderita menunjukan perubahan arteriosklerosis (Hastuti, 2009).

Dari faktor eksogen, hanya kebiasaan merokok yang telah menunjukan


perannya sebagai penyebab penyakit arteri oklusif. Tampaknya pendapat umum
bahwa udara dingin dan basah merupakan faktor eksogen dalam menyebabkan
penyakit arteri oklusif generalisata tidak dapat dibuktikan. Konsumai makanan yang
mengandung banyak lemak jenuh sebaiknya diganti dengan lemak tak jenuh seperti
minyak bunga matahari, minyak jagung dan minyak kacang kedelai yang berkadar
lemak rendah. Konsumsi kalori berlebihan pun harus dihindari (Smelzer, 2006). .

Jenis kelamin nyata pengaruhnya pada arterisklerosis arteri perifer dari


ektrimitas, kelainan ini mengenai 80-90% lelaki. Perempuan premenopause jarang
terkena, tetapi pasca menopause, kejadiannya meningkat walaupun tidak ada
perbedaan rasio antara lelaki dan perempuan (Hastuti, 2009) .

Gangren bisa timbul dalam keadaan lain yang tidak menunjukan penyakit
oklusi arteri kronis. Frossbite bisa menyebabkan gangren jari atau bagian ektrimitas
lebih proksimal. Gangren pada pasien diabetes melitus bisa melibatkan jari kaki,
bagian depan kaki atau keseluruhan bagian kaki. Walaupun penyakit arteri kronis bisa
menyokong gangrene diabetes, namun neuropati, trauma ringan dan infeksi invasif
yang tidak terkendali bisa menyebabkan gangren luas. Infeksi plantaris profunda bisa
sulit dikenal secara klinis dan bisa menyebabkan trombosis sekunder pada arteri
plantaris atau digitalis dengan akibat nekrosis jaringan luas (Hastuti, 2009).

4
3. Patofisologi

Penyakit arteri oklusif dapat disebabkan oleh proses degeneratif, seperti


arterosklerosis, atau proses radang, seperti pada winnewarter Burger. Penyakit
sumbatan arteri adalah gangguan aliran arteri yang kronik yang sering ditemukan dan
biasanya memerlukan tindakan bedah. Penggolongan biasanya ditentukan berdasarkan
letak dan luasnya sumbatan, serta ukuran arteri (Anderson, 2007).

Beratnya insufisiensi aliran darah di arteri ektrimitas bawah dibedakan dalam


stadium menurut fontaine. Pada stadium 1, perfusi jaringan masih cukup, walaupun
terdapat penyempitan arteri. Pada stadium II, perfusi otot tidak memadai pada
aktivitas tertentu. Timbulnya nyeri pada otot ekstrimitas bawah yang timbul ketika
berjalan memaksa atau penderita berhenti berjalan. Nyeri hilang bila penderita
istirahat. Gejala ini mengurangi penggunaan otot sehingga jarak tempuh dalam jalan
terbatas. Pada stadium III, perfusi sudah tidak memadai saat istirahat. Pada stadium
IV, telah terjadi iskemia yang mengakibatkan nekrosis, kelainan trofik kulit atau
gangguan penyembuhan lesi kulit (Anderson, 2007).

Stadium fontaine untuk insufiensi sirkulasi :

Stadium Tanda dan Gejala


I Asimtomatik atau gejala tidak khas
II Klaudikasio intermiten ( sehingga jarak tempuh memendek)
III Nyeri saat beristirahat
IV Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia( sekresi, ulkus)

Perubahan struktur yang terjadi dalam lapisan intima dan media menyebabkan
penebalan yang menonjol ke arah lumen berupa ateromatosis. Kadang-kadang disertai
endapan kapur.

Aterosklerosis menyababkan terjadinya ketidak rataan pada permukaan lapisan


sebelah dalam arteri, maka aliran lameler akan berubah menjadi turbulen, sehingga
dengan mudah dapat terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen pembuluh
darah akan tersumbat dan bila aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia. Pada
iskemia ringan akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu bekerja atau
apabila di sebelah distal dari kelainan di vascular ini mengalami luka, maka akan
5
terjadi penyembuhan yang lambat sedangkan pada kekurangan aliran darah yang
parah akan terjadi gangrene (Guyton, 2008).

Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki,


perubahan cara berjalan dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki
sehingga terjadi kalus. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sinyal terhadap
rasa sakit setempat dan hilanynya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita
mengalami cedera tanpa disadari, akibatnya kalus yang sudah terbentuk berubah
menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakir
dengan gangrene (Guyton, 2008).

Neuropati motorik mengawali terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot di


ektrimitas. Hilangnya mekanisme vaskuler yang normal akibat angiopati diabetik dan
gangguan regulasi termal menyebabkan vena membengkak dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya ulkus. Bila ulkus disertai infeksi akan mempermudah
terjadinya disfungsi outonom (neuropati outonom) yang selanjutnya akan
mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan kering dan mudah
mengalami luka yang sukar sembuh yang selanjutnya mudah mengalami nekrosis
(Guyton, 2008).

Dalam kasus dimana sumbatan pada arteri yang mendadak tidak menyebabkan
gangren, gangguan sirkulasi arteri seperti kedinginan, klaudikasio intermiten dan
hipertensi dapat tejadi menetap. Sering terjadi kesalahan dimana denyut nadi dari
arteri yang terlibat tidak diperhatikan. Tempat sumbatan arteri adalah distal dari
denyutan nadi yang masih teraba. Penurunan suhu kulit dan pucat adalah khas untuk
sumbatan arteri (Guyton, 2008).

Berkurangnya atau hilangnya kekutan motorik dan sensorik biasanya distal


dari garis perubahan suhu. Sistem vena tepi di daerah ini kosong, jadi berlainan
dengan gambaran yang ada pada tromoflebitis akut. Iskemia akut pada tungkai bawah
yang disebabkan oleh trombus atau emboli biasanya terjadi sekunder pada arteri yang
sebelumnya sudah menyempit oleh arterosklerosis pada fase permulaan agak sulit
untuk membedakan emboli dan trombus (Guyton, 2008).

6
Berkurangnya aliran darah akan menyebabkan perubahan organik, akibat
meluasnya trombosis. Sebelum terjadi gangren akan terbentuk bula, perubahan-
perubahan pada sumbatan total sebagai berikut:

a. Jaringan saraf akan mulai berdegenerasi sesudah kira-kira 6 jam lewat. Lewat 12
jam sampai 24 jam, kelainan sudah ireversibel
b. Lewat 6 jam, terjadi kerusakan sel-sel endotel. Sesudah 12 jam tunika media akan
membengkak dan sesudah 24 jam mulai berdegenerasi.
c. Jaringan otot lebih cepat lagi mengalami degenerasi, yakni sesudah 12 jam dan
lewat dari 24 jam menjadi ireversibel.
d. Sesudah 10 jam akan terlihat perubahan kulit, anatara 10-20 jam lapisan basal
akan terlepas. Nekrosis kulit terjadi anatara 24-48 jam dan dengan ini perubahan-
perubahan sudah irreversible (Guyton, 2008).
4. Tanda dan Gejala (klasifikasi)

Perasaan nyeri yang akut pada daerah sumbatan merupakan gejala pertama,
sedangkan perasaan mati rasa, dingin dan seperti ditusuk-tusuk distal dari sumbatan
adalah gejala utama. Kelemahan otot sampai kelumpuhan dapat terjadi. Tidak
diketahui dengan pasti keterangan dari gejala yang berbeda ini, mungkin sekali erat
hubungannya dengan luas sumbatan, faal dari system kolateral yang adekuat dan
derajat spasme arteri (Sudirman, 2009).

Gejala-gejala gangren tergantung pada lokasi dan penyebab gangrene tersebut.


Jika yang terlibat adalah kulit atau gangren yang dekat dengan kulit, gejalanya
termasuk:

a. Perubahan warna (biru atau hitam; merah atau perunggu jika daerah yang terkena
di bawah kulit)
b. Bau busuk
c. Mati rasa di daerah tersebut (Lin P, 2010).

Jika yang terkena organ tubuh bagian dalam, gejalanya:

a. Demam
b. Perasaan sakit
c. Tekanan darah rendah
d. Persisten atau nyeri berat

7
Pada Gangrene kering, gejalanya:

a. Pada tahap awal, rasa sakit pada saat palpasi, kusam


b. Daerah yang terkena menjadi dingin dan mati rasa
c. Awalnya daerah yang terkena menjadi merah
d. Kemudian menjadi coklat
e. Akhirnya menjadi hitam dan keriput

Pada gangren basah, gejalanya:

a. Luka terinfeksi warna coklat-merah atau berdarah pada cairan jaringan yang
terkena
b. Gas yang dihasilkan oleh clostridia dapat menimbulkan krepitasi saat ditekan
c. Bengkak
d. Nyeri pada daerah yang terkena sangat parah
e. Demam, denyut nadi meningkat, dan bernafas cepat jika racunnya menyebar ke
aliran darah.

Infeksi klostridium juga menyebabkan kulit teraba hangat dan bengkak.


Infeksi bisa menyebar luas di bawah kulit, sering membentuk bula, cairannya
berwarna coklat dan berbau busuk (Lin P, 2010). Gejala sistemik muncul pada
awal terjadi infeksi, berupa demam, berkeringat dan kecemasan.

5. Penegakan Diagnosis (pemeriksaan penunjang)

Diagnosis dapat dilihat dari pemeriksaan fisik. Selain itu, tes dan prosedur
berikut dapat digunakan untuk mendiagnosis gangrene:

a. Arteriogram (X-Ray khusus untuk melihat sumbatan di pembuluh darah)


b. Blood test ( ditemukan leukosit tinggi)
c. Kultur jaringan atau cairan luka untuk identifikasi bakteri
d. Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari sel mati

Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati


dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati, sifat obstruksi dan status vaskuler.
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren panas karena
walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan terasa hangat
oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal (Smelzer, 2006).

8
6. Penatalaksanaan

Pengobatan dari gangrene kering :

 Istirahat ditempat tidur


 Kontrol kadar gula darah dengan diet, insulin, atau obat anti diabetik
 Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangren, tetapi harus dengan indikasi
yang sangat jelas.
 Perbaiki sirkulasi guna mengatasi/mencegah angiopati dengan pemberian obat-obatan
anti platelet agregasi seperti aspirin, dipyridamol atau pentoxyvillin ( Amstrong,
2008).

Pengobatan terhadap gangren basah :

 Istirahat ditempat tidur


 Kontrol kadar gula dengan diet, insulin atau oral anti diabetik.
 Debridement
 Kompres/rendam dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin.
 Beri “topical antibiotic”
 Beri antibiotik sistemik yang sesuai kultur atau dengan antibiotik spektrum luas.
 Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit.B6) atau neurotropik lain.
 Untuk mencegah angiopati dapat diberi obat antiplatelet aggregasi seperti
aspirin,dipiridamol atau pentoxyvillin (Bloomgarden, 2008).

Tindakan pembedahan bisa berupa :

 Amputasi segera
 Debridement dan “drainage”, setelah tenang maka tindakan yang diambil mungkin:

- Amputasi selektif

- Skin/arterial graft”

Indikasi Amputasi :

 Febris terus menerus


 Regulasi diabetes mellitus sulit dicapai(kadar gula darah > 300 mg%)

9
 Osteomyelitis pada gambaran radiologi
 Selulitis cenderung keatas
 Infeksi pada gangren yang menyebabkan keadaan umum semakin memburuk
 Faal ginjal semakin menurun (Sibbald, 2003).

7. Komplikasi

Dalam kasus gangren yang parah, di mana seluruh bagian tubuh seperti jari,
kaki, atau anggota tubuh terkena dan debridement tidak mungkin untuk membantu.
Amputasi dapat dipertimbangkan. Amputasi dapat mencegah gangren menyebar ke
bagian lain dari tubuh dan dapat digunakan untuk menghilangkan anggota tubuh rusak
parah sehingga tungkai palsu atau yang lainnya dapat dipasang.

Amputasi juga dapat memiliki komplikasi psikologis yang serius. Gejala


klasik dari kesedihan sering hadir pada orang yang memiliki anggota tubuh
diamputasi. Diamputasi mungkin berduka kehilangan anggota tubuh mereka dengan
cara yang sama mereka akan berduka kehilangan orang yang dicintai. Setelah
amputasi, perasaan marah dan depresi yang di alami (Doupis, 2008).

8. Prognosis

Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada


kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh
karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma
ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada
50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan (Stilman, 2008).
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko
terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan
regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,
meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan
angka amputasi meningkat menjadi 12% (Stilman, 2008).

10
BAB III
KESIMPULAN

Ulkus gangren merupakan salah safu komplikasi penyakit diabetes yang menjadi
salah satu masalah yang sering timbul pada penderita diabetes. Ulkus gangren menjadi
masalah dibidang sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, deforrnitas struktur kaki menjadi faktor utama
penyebab ulkus gangren. Faktor lain turut berperan timbulnya ulkus gangren meliputi trauma,
kelainan biomekanik, keterbatasan gerak sendi, dan peningkatan resiko infeksi.
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan penelusuran riwayat dengan baik,
pemeriksaan fisik untuk neuropati perifer dan insufisiensi vaskuler serta beberapa modalitas
pemeriksaan tambahan lainnya. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus menjadi bagian yang
penting dalam penanganan ulkus gangren, yaitu dalam penentuan rencana terapi yang tepat
serta pengamatannya. Selama ini ada beberapa sistem klasifikasi yang telah dikenalkan.
Klasifikasi ulkus didasarkan pada ukuran dan kedalam ulkus, adanya hubungan dengan
tulang, jumlah jaringan granulasi dan fibrosis, keadaan sekitar luka dan adanya infeksi.
Penatalaksanaan ulkus dibagi menjadi 3 yaitu pengobatan gangren basah, kering dan
tindakan pembedahan. Penegakan diagnosis dini dan penanganan tepat ulkus diabetes
merupakan hal yang penting untuk mencegah amputasi anggota gerak bawah dan menjaga
kualitas hidup penderita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcer : Prevention, Diagnosis and Classification.
AmFam Physician. 2008.
Anderson, S. Price & wilson. 2007. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC

Bloomgarden ZT.The Diabetic Foot. Diabetes care. 2008;3l:372-376


Doupis J, Veves A. Classification, Diagnosis, and Treatment of Diabetic Foot Ulcers.
Wound. May 2008; 20:117-126
Guyton Arthur C, 2008. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Hartanto H DKK. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC, 2006; 2326.

Hastuti. 2009. Faktor-faktor resiko ulkus Diabetika pada penderita Diabetes Melitus.
Semarang, UNDIP. (TESIS).

Lin P, Philips t.2010.Ulcers. In: Bolognia jl et al, eds. Dermatology. Volume 2,


London:Mosby.Management. Apr 2003;49 :24-29

Sibbald RG, Amstrong DG, Orsted HL. Pain in Diabetic Foot Ulcers. Ostomy Wound
Smelzer, Suzanne and Brenda Bare. 2006. Buku Aajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 10. Jakarta: EGC

Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Jun 2008. Available at : URL http
://www.emedicine.com

Sudirman U. Ulkus kulit dalam Harapan M(ed.) Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates,
2009.

Sularsito SA. Dalam: Djuanda Adi, ed. Ilmu Panyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VII: FKUI
press,. 2007;247.

Suyono, S. 2004. Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: FKUI

12

Anda mungkin juga menyukai