Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Derasnya laju informasi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi memicu dan
memacu setiap orang untuk menjadi cerdas. Banyak orang tua yang berburu jasa
kursus, pelatihan, bimbingan belajar dan lain sebagainya untuk mencerdaskan
anak mereka. Dalam hal ini, kecerdasan di definisikan sangat sederhana, yakni
jika anak 2 tahun telah mampu mengeja sederet kata bahkan sederet kalimat
dengan baik, maka Ia dikatakan sebagai anak yang cerdas karena banyak anak lain
pada usia tersebut belum mampu melakukannya.
Menurut Daniel goleman (Emotional Intelligent: 1996) “ orang yang
mempunyai IQ tinggi tetapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang
lebih besar dibanding dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi”.
Artinya bahwa penggunaaan EQ atau sering disebut olahrasa menjadi hal yang
sangat penting yang dalam dunia kerja berperan dalam kesuksesan karir
seseorang, yakni 85% EQ dan 15% IQ. Jadi peran EQ sangat siginifikan.
Kita perlu mengembangkan IQ menyangkut pengetahuan dan keterampilan,
namun kita juga harus menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus
dilatih. Untuk meningkatkan EQ dan IQ agar dapat membina hati nurani yang
baik kita juga harus mengembangkan SQ yang merupakan cerminan dari
hubungan kita dengan Allah SWT. Jadi perpaduan antara EQ, IQ, dan SQ inilah
yang sangat penting dalam meniti karir agar menjadi lebih baik. Disamping itu,
kita juga perlu mengembangkan AQ (Adversity Quotient) yang dapat
mengajarkan kepada kita bagaimana menjadikan tantangan bahkan ancaman
menjadi peluang, jadi yang ideal memang kita perlu menyeimbangkan antara EQ,
IQ, SQ, CQ dan AQ.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami sangat tertarik mengkaji tentang
peran SQ, AQ dan juga CQ dalam perkembangan profesi yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dunia kerja.
2

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian SQ dan ciri-cirinya ?
b. Apa pengertian CQ dan ciri-cirinya ?
c. Apa pengertian AQ dan ciri-cirinya ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dan peran SQ, CQ dan AQ terhadap
perkembangan profesi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SQ (SPIRITUAL QUOTIENT)


2.1.1 Pengertian SQ
Menurut Agus N. Germanto dalam buku (Moh. Solihin, 20013:137)
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri. Kecerdasan spiritual adalah sumber
yang mengilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai
kebenaran tanpa batas waktu.
Danar Zohar dan Ian Marshall (2007:4) menyatakan bahwa SQ merupakan
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk mendapatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah
landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan,
SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) penemunya
Danah Zohar dan Lan Marshall di London pada tahun2000 (Moh. Solihin,
2013:137). Kecerdasan spiritual ini digunakan oleh manusia sebagai kemampuan
untuk berhubungan dengan sang penciptanya atau dengan tuhannya. Melibatkan
kemampuan, menghidupkan kebenaran yang paling dalam yang artinya iialah
mewujudkan hal yang terbaik untuk dan paling manusiawi dalam batin.
Paul Edward dalam Moh Solihin (2013:138) SQ adalah bukti ilmiah. Ini
adalah benar ketika anda merasakan keamanan (secure), kedamaian (peace),
penuh cinta (loved), dan bahagia (happy). Ketika dibedakan dengan suatu kondisi
dimana anda merasakan ketidak amanan, ketidak bahagiaan, dan ketidak cintaan.
Dan juga dijelaskan menurut Victor Frank seorang psikologi bahwa pencarian
manusia akan makna hidup merupakan motivasi utamanya dalam hidup ini.
Kearifan spiritual adalah sikap hidup arif dan bijak secara spiritual, yang
cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi segala sesuatu secara lebih
jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan spiritual “SQ”.
4

SQ dalam Penelitian
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas California yakni
yang dilakukan oleh Neurolog V.S. Ramachandram bersamaan dengan timnya
telah menemukan adanya “Titik Tuhan” (God Spot) di dalam otak manusia. Ia dan
timnya menemukan titik tuhan itu ketika seseorang berbicara atau terlibat dalam
suatu pembicaraan mengenai topik-topik spiritual atau keagamaan maka titik itu
akan bercahaya.
Moh Solihin (2013:138) Buku yang digunakan oleh peneliti untuk meneliti
titik tuhan ialah buku yang berjudul “Seratus Tokoh yang paling berpengaruh
dalam sejarah”. Dengan penulis Michael H. Hart Membuat peringkat 6 teratas :
1. Nabi Muhammad SAW
2. Isaac Newton
3. Nabi Isa (Yesus)
4. Budha (Sidharta Ghautama)
5. Khong Hu Chu
6. St Paul.
Hampir dari data tersebut ternyata adalah tokoh-tokoh agama, pemimpin/
penggerak spiritual. Jadi manusia yang menentukan arah sejarah adalah mereka
yang memiliki kualitas spiritual.

2.1.2 Ciri-ciri SQ Tinggi


Menurut Nggermanto dalam buku Moh Solihin (2013:138) ciri-ciri orang
ber SQ tinggi adalah:
1) Memiliki Prinsip dan visi yang kuat
a) Pengertian Prinsip
M Arafat Imam G.(2015:66) menyatakan bahwa:
Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental (hal yang mendasar) yang
dijadikan oleh seseorang sebagai sebuah pedoman untuknya berpikir untuk
bertindak. Kemunculan prinsip merupakan suatu akumulasi dari pengalaman yang
dimaknai oleh seseorang yang menjadikan itu sebagai pedomannya. Prinsip itu
kemudian akan menjadi roh dri sebuah perubahan atau kearah tertentu.
5

Dalam bukunya Moh Solihin (2013:139) menyatakan bahwa ada tiga prinsip
utama bagi orang yang tinggi spiritualnya, yakni:
 Prinsip Kebenaran
Suatu yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu
yang tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
 Prinsip Keadilan
Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan hak yang seharusnya
diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
 Prinsip Kebaikan
Kebaikan adalah memberikan sesuatu lebih dari hak yang seharusnya.
b) Visi yang kuat
Moh Solihin (2013:140) visi adalah cara pandang sebagaimana memandang
sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa melihat bagaimana sesuatu
dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran.

2) Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman


Moh Solihin (2013:140) menyatakan bahwa para siswa menuntut suasana
belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan semangat dan hasil belajar yang
optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama menginginkan kebaikan.
3) Mampu memaknai semua kehidupan
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua kejadianpada diri
kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam
sakit, gatal, jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang
mempertajam kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika kita berhasil kita
bersyukur dan tidak lupa diri.
4) Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan pendengaran.
Banyak yang telah membuktikan bahwa semua orang yang sukses dan kini
besar telah melewati lika-liku dan ujian yang besar didalam kehidupannya.
Menurut J.J Reuseu dalam Moh Solihin (2013:140) menjelaskan bahwa: Jika
tubuh banyak berada didalam kemudahan dan kesenanga, maka aspek jiwa akan
rusak. Orang yang tidak mengalami kesulitan atau sakit, jiwanya tidak tersentuh.
6

Penderitaan dan kesulitanlah yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi


spiritual.

2.1.3 Cara Meningkatkan Kecerdasan Spritual (SQ)


Menurut Zohar dan Marshall (2002:231) tujuh langkah praktis mendapatkan
kecerdasan spiritual lebih baik adalah dengan cara :
1. Menyadari di mana saya sekarang.
2. Merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah.
3. Merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apakah motivasi saya yang
paling dalam.
4. Menemukan dan mengatasi rintangan.
5. Menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju.
6. Menetapkan hati saya pada sebuah jalan.
7. Tetap menyadari bahwa ada banyak jalan.

Pendapat ini sejalan dengan Prof. Dr. Khalil Khavari dikutip Abdul Wahid
(2006:85-91) adalah sebagai berikut:
1. Mulailah dengan banyak merenungkan secara mendalam persoalan-persoalan
hidup yang terbaik, baik di dalam diri sendiri, termasuk yang terjadi di luar diri
sendiri. Perenungan bisa dilakukan di tempat-tempat sunyi sehingga lebih
memungkinkan kepada otak untuk bekerja secara efektif dan maksimal.
2. Melihat kenyataan-kenyataan hidup secara utuh dan menyeluruh. Adapun yang
dialami baik kesedihan dan penderitaan haruslah diletakkan dalam bingkai
yang lebih bermakna. Dengan demikian jika datang penderitaan. Kita akan
melewati dengan ketenangan dan kesebaran.
3. Mengenali motif diri, motif atau tujuan yang kuat akan memiliki implikasi
yang kuat bagi seseorang dalam mengarungi kehidupan, sebab motif
merupakan energi yang sangat luar biasa yang menggerakkan potensi diri.
7

Empat langkah mengasah kecerdasan spiritual menurut sukidi (2004:99) adalah:


1. Kenalilah Diri Anda. Orang yang sudah tidak bisa mengenal dirinya sendiri
akan mengalami krisis makna hidup maupun krisis spiritual. Karenanya,
mengenali diri sendiri adalah syarat pertama untuk meningkatkan spiritual
quotient.
2. Lakukan Intropeksi Diri. Dalam istilah kagamaan dikenal sebagai upaya
‘pertobatan’, ajukan pertanyaan pada diri sendiri, “sudahkah perjalanan hidup
dan karier saya berjalan atau berada di rel yang bena?”. Barangkali saat kita
melakukan intropeksi, kita menemukan bahwa selama ini telah melakukan
kesalahan, kecurangan, atau kemunafikan terhadap orang lain.
3. Aktifkan Hati Secara Rutin. Dalam konteks beragama adalah mengingat
Tuhan. Karena, Dia adalah sumber kebenaran tertinggi dan kepada Dia-lah kit
akembali. Dengan mengingat Tuhan, maka kita menjadi damai. Hal ini
membuktikan kenapa banyak orang yang mencoba mengingat Tuhan melalui
cara berzikir, tafakur, sholat tahajud, kontemplasi di tempat sunyi, bermeditasi
dan lain sebagainya.
4. Menemukan Keharmonisan dan Ketenangan Hidup. Kita tidak menjadi
manusia yang rakus akan materi, tapi dapat merasakan kepuasan tertinggi
berupa kedamaian dalam hati dan jiwa, hingga kita mencapai keseimbangan
dalam hidup dan merasakan kebahagian spiritual.

Menurut Tony Buzan (2003:47) beberapa cara mengambangkan kecerdasan


spiritual yaitu: Seseorang harus memahami dirinya sendiri, mengenai bakat,
potensi, kemampuan istimewa yang dimilikinya. Sehingga akan memiliki
semangat serta motivasi yang tinggi. Setelah memahami dirinya, kemudian dia
harus mengembangkan pemahamannya terhadap orang lain. Pemahaman terhadap
bakat, potensi, keunikan orang lain sehingga menimbulkan rasa takjub terhadap
orang lain. Mengembangkan kesadaran keterhubungan terhadap keluarga,
masyarakat dan kehidupan organisasi.
Menurut Abdul Wahid Hasan (2006:85-91) beberapa langkah meningkatkan
kecerdasan spiritual sebagai berikut:
8

1. Mulai dengan banyak merenungkan secara mendalam persoalan-persoalan


hidup yang terjadi, baik di dalam diri sendiri, termasuk di luar diri sendiri.
2. Melihat kenyataan-kenyataan hidup secara utuh dan menyeluruh, tidak
terpisah.
3. Mengenali motif diri. Motif atau tujuan (niat)yang kuat akan memiliki
implikasi yang kuat pula bagi seseorang dalam mengarungi kehidupan.
4. Merefleksikan dan mengaktualisasikan spiritualitas dalam penghayatan hidup
yang konkrit dan nyata.
5. Merasakan kehadiran yang begiru dekat, saat berzikir, berdoa dan dalam
aktivitas yang lain.
Menurut Sukidi (2004:87-97) untuk mempertajam kecerdasan spiritual yang
dalam enam kategori dapat dilakukan sebagai berikut, tergantung dari sudut mana
kita memandanngnya, jika di antara kita tergabung dalam “masyarakat politik”
(political society), mulai dari :
1. Kategori Agamawan. Jika kita agamawan, apa pun agama kita, dan apa pun
jabatan kita dalam lembaga keagamaan, kecerdasan spiritual dapat ditajamkan
melalui penghayatan segi-segi spiritualitas dalam agama.
2. Kategori Aktivis. Jika kita seorang aktivis, baik aktivis social, LSM, aktivis
keagamaan, aktivis politik, aktivis mahasiswa, sampai aktivis demonstran,
kecerdaan spiritual dapat ditumbuhkan dan sekaligus ditajamkan dengan
pertama-tama berangkat dari “ketulusan niat suci” dan “hati yang tulus” untuk
melakukan kritik sosial, keagamaan dan politik.
3. Kategori Pengusaha. Seorang pengusaha dapat meningkatkan kecerdasan
spiritual dengan selalu bersikap jujur, keterbukaan, pengatahuan diri serta
focus pada kontribusi.
4. Kategori Pendidik. Pendidikan spiritualitas yang dapat menajamkan kualitas
kecerdasan spiritual, baik terhadap diri kita sebagai pendidik maupun peserta
didik, adalah nilai-nilai spiritualitas itu sendiri yang diobjektivikasi ke dalam
pendidikan kita. Nilai-nilai dimaksud adalah kujujuran, keadilan, kebajikan,
kebersamaan, kesetiakawanan social dan seterusnya. Nilai-nilai itu harus
diinternalisasikan dalam diri peserta didik sejak usia dini. Sebagai pendidik
yang juga ingin meraih kualitas kecerdasan spiritual yang lebih tinggi, kita bisa
9

memperoleh kecerdasan spiritual itu melalui sikap keteladanan dalam


megajarkan pendidikan spiritualitas.
5. Kategori Politik. Jika dari jajaran pengamat, pakar, wakil rakyat, pemegang
pemerintahan, sampai level lurah dan ketua RT, kecerdasan spiritual dapat
ditajamkan dengan menjadikan “jabatan politik” sebagai amanat suci Tuhan”
dan “amanat rakyat” sehingga kita melaksanakan segala sesuatu penuh dengan
kejujuran dan motivasi yang tinggi.
6. Kategori Lain. Jika di antara kita berada di luar kategori-kategori di atas,
kecerdasan spiritual dapat kita tajamkan dan kita efektifkan dengan senantiasa
berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan, seperti kejujuran, rendah hati,
bertanggung jawab, tidak mudah putus asa, memiliki motivasi yang tinggi dan
lain-lain.
Cara mengasah Kecerdasan Spiritual (SQ) dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara tergantung kitanya. Tapi, satu yang pasti Kecerdasan Spiritual (SQ)
harus dilatih / diasah supaya otak kita tetap bisa digunakan. Kalo diibaratkan
barang Otak kita itu harus seperti pisau makin diasah maka akan semakin tajam.

2.1.4 Manfaat Kecerdasan Spritual (SQ)


Menurut Sukidi (2004:28-29) manfaat kecerdasan spiritual ditinjau dari dua
sisi: Kecerdasan spiritual mengambil metode vertikal, bagaimana kecerdasan
spiritual bisa mendidik hati kita untuk menjalin hubungna atas kehadirat Tuhan.
Dengan berzikir atau berdoa menjadikan diri lebih tenang.
Kecerdasan spiritual mengambil metode horizontal, dimana kecerdasan
spiritual mendidik hati kita di dalam budi pekerti yang baik. Di tengah arus
demoralisasi perilaku manusia akhir-akhir ini, seperti sikap destruktif dan
masifikasi kekerasan secara kolektif, kecerdasan spiritual tidak saja efektif untuk
mengobati perilaku manusia yang destruktif seperti itu, tetapi juga menjadi
petunjuk (guidance) manusia untuk menapaki hidup secara baik dan sopan. Dari
manfaat kecerdasan spiritual tersebut dapatlah dirinci sebagai berikut:
 Menjadi lebih bijaksana.
 Memiliki motivasi kerja yang tinggi.
 Memiliki tanggung jawab yang baik.
10

 Memiliki rasa keadilan dan tidak egois.


 Memiliki kedisiplinan yang baik.
 Bersifat integritas.

2.1.5 Kecerdasan Spiritual bagi pelaksana profesi SDM


Dalam hal ini seorang pelaksana suatu profesi harus memiliki yang
namanya kecerdasan spiritual yang tinggi tidak hanya sekedar memiliki agama,
atau hanya sekedar beragama saja. Namun, harus beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT. Para pelaksana profesi itu harus percaya bahwa tuhan itu ada, Maha
Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa-apa yang diucapkan,
diperbuat bahkan isi hati atau sebuah niat dari seorang manusia.
Oleh karena itu seorang pelaksana profesi dituntut untuk berlaku jujur dan
takut akan tuhannya, karena ketika kita sedang dalam melaksanakan tugas dan
tidak berlaku jujur, mungkin teman dan orang disekitar tidak akan mengetahuinya.
Akan tetapi tuhan masih tetap memperhatikan kita.
SDM sebagai pelaksana profesi harus selalu memegang amanah, konsisten
(istiqomah) dan tugas yang diembannya adalah terhadap tuhan, oleh karena itu
semua sikap, ucapan dan tindakannya selalu mengacu pada nilai-nilai moral dan
etika agama, selalu memohon taufik dan hidayah Allah SWT dalam melaksanakan
amanah yang dipercaya kepadanya. Pemimpin yang seperti ini dalam menjalankan
tugasnya akan selalu berpijak kepada Amar am’ruf nahi Munkar (mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kejahatan)

2.2 CQ (CRETIVITY QUOTIENT)


2.2.1 Pengertian CQ
Faid Poniman, Indrawan Nugrogo, Jamil Azzaini (2007:224) menyatakan
bahwa creativity quotient diukur untuk mengetahui tingkat kreatifitas seseorang.
Kreativitas adalah potensi seseorang untuk memunculkan suatu yang penemu-
penemu baru dalam bidang ilmu dan tekhnologi serta semua bidang usaha lainnya
(Moh Solihin, 2013:142)
Lima Ciri Kreatifitas (Guil Ford dalam Moh Solihin, 2013:142)
 Kelancaran
11

Kemampuan memproduksi banyak ide


 Keluwesan
Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan jalan
pemecahan masalah
 Keaslian
Kemampuan untuk menghasilkan gagasan orisinil
 Penguraian
Kemampuan mengurangi sesuatu secara terperinci
 Perumusan Kembali
Kemapuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara yang berbeda
dengan yang sudah lazim

Kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta dan berkreasi, tidak ada


satupun pernyataan yang dapay diterima secara umum mengenai mengapa suatu
kreasi itu timbul Moh Solihin (2013:142).
Ada dua unsur kreativitas:
a. Kepasihan yang ditunjukan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah
besar gagasan dan ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
b. Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk
menentukan gagasan atau ide yang berbeda-beda dan luar biasa untuk
memecahkan suatu masalah.

Seorang manusia yang kreatif akan terbuka fikiran dan imajinasinya,


gagasan sendiri maupun orang lain. Beberapa pengamat yang memiliki rasa
humor merasakan bahwa manusia butuhkan untuk menciptakan sesuatu yang
berasal dari keinginannya untuk hidup diluar kemampuan mereka. Namun
penelitian mengungkapkan bahwasannya manusia berkreasi adalah karena adanya
kebutuhan dasar, seperti keamanan, cinta dan penghargaan.
Seseorang termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari
berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih
besar, kegembiraan hidup dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan
terbaik mereka.
12

2.2 Hambatan Untuk Menjadi lebih Kreatif


Banyak faktor yang menyebabkan seseorang yang seharusnya berfikir
kreatif tetapi terhambat misalnya karena faktor kebiasaan, waktu, banyak masalah,
tidak ada masalah takut gagal, kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang, kegiatan
mental yang sulit diarahkan, takut bersenang-senang, dan juga karena kritik dari
orang lain.
Moh Solihin (2013:143) mengatakan bahwa ada beberapa cara
memunculkan gagasan kreatif:
1. Kuantitas Gagasan
Tekhnik-tekhnik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya bersandar
pada pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk
memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Akan tetapi bila masalahnya
besar dimana kita ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinil maka kita
membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.
2. Teknik Brainstorming
Merupakan cara yang banyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik
pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Teknik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinil untuk menambah jumlah gagasan
konvensional yang ada.
3. Sinektik
Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawassan segar kedalam permasalahan,
maka proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga
sebaliknya.
4. Memfokuskan Tujuan
Membuat seolah-oleh apa yag diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi
saat ini dengan melakukan visualisasi yang kuat.

SDM sebagai pelaksana dengan suatu profesi dengan tingkat kecerdasan


kreativitas (CQ) yang tinggi adalah mereka yang kreatif, dan dapat mampu
mencari dan menciptakan terobosan-terobosan dalam membatasi berbagai kendala
13

atau permasalahan yang muncul dalam lembaga yang digeluti.karena seorang


pelaksana profesi yang inin mencapai nilai-nilai profesional haruslah mempunyai
CQ yang tingi karena agar mampu menghasilkan ide-ide baru atau orsinil dalam
meningkatkan daya saing dalam dunia kerjanya dan lebih luas lagi daya saing di
era globalisasi.

2.3 AQ (ADVERSITY QUOTIENT)


2.3.1 Pengertian AQ
AQ adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan
menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup. Menurut
Stolts dalam Moh Solihin (2013:146) menyatakan bahwa AQ adalah kecerdasan
untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan
bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja
Anda terwujud di dunia” Tulis stoltz. Pendek kata orang yang memiliki AQ tinggi
akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ nya
lebih rendah.
Paul G. Stoltz dalam Moh Solihin (2013:147). Merinci AQ berdasarkan
penelitiannya:
 AQ Tingkat “Quitters” (Orang-orang yang Berhenti)
Tingkat terendah yakni dimana orang yang langsung menyerah ketika
menghadapi kesulitan hidup. Orang yang tidak berikhtiar dan hanya berkeluh
kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.
 AQ Tingkat “Campers” (Orang yang Berkemah)
Artinya awalnya giat mendaki / berusaha menghadapi kesulitan hidup, ditengah
perjalanan mudah merasa cukup dan mengakhiri pendakian atau usahanya.
 AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang Mendaki)
Climbers adalah pendaki sejati. Orang yang seumur hidup mendaki mencari
hakikat kehidupan menuju kemuliaan manusia di dunia dan akhirat

Moh Solihin (2013:147) menyatakan rentang AQ meliputi tiga (3) golongan :


 AQ rendah (0-50)
 AQ Sedang (95-134)
14

 AQ Tinggi (166-200)
AQ bukanlah sekedar anugerah yang bersifat given. AQ ternyata bisa
dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk
meningkatkan level AQ-nya. Dunia kerja merupakan dunia yang penuh dengan
tantangan dan rintangan. Sehingga jika ingin menjadi pelaksana profesi yang
profesional maka harus menetapkan dihatinya “Saya adalah pendaki sejati, yang
mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada”. Dan perlu diyakini bahwa
tidak ada manusia yang sempurna dan tidak ada jalan yang mulus dan lurus.
Hambatan dan peluang akan ditemui dalam mencapai cita-cita masa depan.
Moh Solihin (2013:148). Analisis SWOT merupakan suatu tekhnik yang
dapat digunakan untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karier.
 “S” Strenght (Kekuatan), Sebuah potensi yang ada pada diri sendiri yang
mengandung cita-cita / karier.
 “W” Weakness (Kelemahan), adalah seluruh kekurangan yang ada pada
diri sendiri dan kurang mendukung cita-cita / karier.
 “O” Oportunity (Peluang), adalah segala sesuatu yang dapat menunjang
keberhasilan cita-cita / karier.
 “T” Traits (Ancaman), adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan
keberhasilan cita-cita/ karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.

Pemecahhan masalah dapat dilakukan dengan Zero Mind Proses, melepas


belenggu mental, maka emosi terkendali, akal logika berpikir terjadi ketenangan
batin, berserah diri kepada Tuhan. Maka potensi energi dan nilai spiritual muncul
dan bangkit tercipta dalam bentuk aplikasi nyata.
15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang dimiliki setiap manusia
untuk dapat memberikan makna, nilai dan tujuan dalam hidupnya serta
meningkatkan motivasi dalam bekerja sehingga selalu bersemangat karena
tidak didasarkan rasa keterpaksaan melainkan karena ibadah yang hanya
semata-mata untuk mengabdikan diri kepada sang pencipta .
2. Kecerdasan Kreativitas adalah potensi seseorang untuk memunculkan suatu
yang penemu-penemu baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua
bidang usaha lainnya.
3. AQ adalah kemampuan/kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan
menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup.

Anda mungkin juga menyukai