Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

KELOMPOK LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI RW 02 KELURAHAN

LANGENSARI KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG

OLEH :

KELOMPOK 3

Abi Yazid Albastomi 070117A043

Anggi Prasetia Arnata 070117A038

Bahri Mahroji 070117A011

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2018
BAB I

LATAR BELAKANG

Saat ini di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia (lansia) diperkirakan ada

500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan di perkirakan pada tahun 2025 akan

mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2008). Menurut hasil Sensus Penduduk tahun

2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah

penduduk lanjut usia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010

atau 9,6 persen dari jumlah penduduk.Provinsi jawa tengah (Jateng), termasuk

salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang berpenduduk dengan struktur tua

(lansia). Data Departemen social (Depsos) menyebutkan bahwa jumlah penduduk

dengan struktur tua (lansia) mencapai 9,36%. Jumlah lansia di Indonesia setiap

tahun cenderung mengalami peningkatan. Jika tahun 1990 menjadi 12,7 juta jiwa

(6,29%), tahun 200 sebanyak 14,4 juta jiwa (7,18%) dan tahun 2010 meningkat

menjadi 16,8 juta jiwa(7,78%). Pada tahun 2020 jumlah lansia di indonesia di

perkirakan akan mencapai 28,8 juta orang, atau sekitar 11,34%. Berdasarkan

jumlah tersebut, Indonesia termasuk Negara berstruktur penduduk tua (lansia),

karena jumlah penduduk usia lanjutnya lebaih dari 7% diatas ketentuan badan

dunia (BKKBN, 2009).

Secara umum dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke

atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk

beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh

kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres


fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk

hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009)


BAB II

KONSEP TEORI

1. Lansia

a. Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dimana

seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara

bertahap. Seseorang dikatan lansia apabila usianya sudah mencapai diatas

60 tahun (Azizah,2011).

Masa lansia tua (lansia) merupakan masa dimana seseorang telah

pensiun, biasanya diantara usia 65 dan 75 tahun. Seseorang akan menjadi

lanjut usia seiring bertambahnya usia (Potter & Perry,2005).

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki tiga macam usia yaitu

usia kronologis dimana seseorang berusia 60 tahun keatas, usia biologis

dimana seseorang dalam kondisi pematangan jaringan, dan usia psikologis

dimana kemampuan seseorang untuk dapat menyesuaikan terhadap setiap

situasi yang dihadapi (Noorkasiani,2009).

b. Proses Menua

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau

berkelanjutan secara alamiah dan secara perlahan mengalami perubahan

yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan

destrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya

kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup

(Nugroho,2008).
Proses menua atau ageing proses adalah proses menghilangnya

atau menurunnya fungsi-fungsi dalam diri yang dilatarbelakangi oleh

aspek psikologis, bilogis, dan sosial sehingga terjadi perubahan yang

dapat mempengaruhi kehidupan (Noorkasiani, 2009).

Proses menua (ageing process) adalah suatu proses menghilang

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya. Proses penuaan secara

progresif terjadi perubahan fisiologis dan anatomis organ tubuh yang

berlangsung seiring berlalunya waktu (Azizah,2011).

c. Teori- Teori Proses Menua

Menurut Nugroho (2008) dan Azizah (2011) teori-teori proses penuaan

terdiri dari :

1) Teori Fisiologi

Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas

teori oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di

sini terjadi kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel tubuh

lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal).

2) Teori Sosialisasi

a) Teori Interaksi Sosial

Teori ini menjelaskan bahwa kemampuan lansia untuk

terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan


status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok

social exchange theory antara lain:

(1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupa mencapai

tujuannya masing-masing.

(2) Terjadi interaksi sosial yang memerlukan waktu dan biaya.

(3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seseorang aktor

mengeluarkan biaya

b) Teori Aktivitas atau Kegiatan

(1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan

secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang

sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam

kegiatan sosial.

(2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan

aktifitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama

mungkin

(3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

lanjut usia.

(4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.

c) Teori Kepribadian Lanjut (continuity theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada

lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang

dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambunhgan


dalam siklus kehidupan lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya

hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah,

walau ia telah lanjut usia.

d) Teori Pembebasan atau Penarikan Diri (disengagement theory)

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan

dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu

lain. Teori ini juga menyatakan bahwa bertambahnya usia,

seseorang secara perlahan mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan

ganda (triple loss) yaitu :

(1) Kehilangan peran (loss role)

(2) Kehilangan kontak sosial (restriction of contacts and

relationship)

(3) Berkurangnya komitmen ( reduced commitment to social more

and values)

2. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Endang Triyono (2014) menuliskan dalam bukunya tentang

definisi hipertensi, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan angka

kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).Tekanan darah


140/90 mmHg didasarkan pada 2 fase dalam setiap denyut jantung yaitu

fase sistolik menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung

dan fase diastolik menunjukan fase darah yang kembali ke jantung.

Menurut Black (2014) hipertensi didefnisikan sebagai elevasi

persisten dari tekanan darah sistolik pada level 140 mmHg atau lebih dan

tekanan darah diastolik pada level 90 mmHg atau lebih.

b. Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besaryaitu :

a. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya.

b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit

lain.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,

sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor

yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang

spesifik.Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau

peningkatan tekanan perifer.Namun ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi:


a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi

atautransport Na.

b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang

mengakibatkantekanan darah meningkat.

c. Stress Lingkungan

d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua

sertapelabaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada :

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi

primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian

telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi.

Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan

memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika


orang tuanya adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri

perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur

(jika umur bertambah maka TD meningkat), Jenis kelamin (laki-laki

lebih tinggi dari perempuan), Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari

kulit putih).

b. Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan

timbulnya hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi (melebihi

dari 30 gr), Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok,

Minum alkohol, Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :

a. Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor

b. Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,

Emboli kolestrol, Vaskulitis.

c. Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme.

d. Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB.

e. Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid

c. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis

di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke


ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi.Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla

adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan

rennin.Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia


lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,

yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang

kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan

peningkatan tahanan perifer.

d. Klasifikasi

Menurut Suiraoka (2012), hipertensi dikelompokkan dalam dua

kelompok besar, yaitu hipertensi essensial (primer) dan sekunder.

Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah hipertensi yang belum

diketahui penyebabnya secara jelas.Sedangkan hipertensi sekunder yaitu

hipertensi yang penyebabnya sudah diketahui dengan pasti.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah

Kategori Tekanan sistolik Tekanan

(mmHg) diastolik

(mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi, stage 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi, stage 2 ≥ 160 Atau ≥ 100


e. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1) Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2) Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang

menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing.

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas.

4) Gelisah

5) Mual muntah.

6) Epistaksis

7) Kesadaran menurun

f. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan

pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.


Prinsip penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua

jenis penatalaksanaan:

1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.

a) Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB

dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan

aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

b) Aktivitas.

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan

disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan

seperti berjalan, senam ringan.

2) Penatalaksanaan Farmakologis.

Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

a) Mempunyai efektivitas yang tinggi.

b) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

c) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

d) Tidak menimbulakn intoleransi.

e) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

f) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan

hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan


antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin

angitensin.

g. Komplikasi

1) Stroke, dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dn

menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya

berkurang. Arteri-arteri otak mengalami arterosklerosis dapat menjadi

lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang

bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu

bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakkan (misalnya wajah,

mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta

tidak sadarkan diri secara mendadak.

2) Infark miokard, dapat terjadi apabila arteri koroner yang

arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliaran darah

melalui pembuluh darah tersebut. hipertensi kronik dan hipertensi

ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

terpenuhi dn dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-

perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi


disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan

bekuan.

3) Gagal ginjal, dapat terjadi karena kerusakan progesif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya

glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron

akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.

Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui

urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan

edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

4) Ensefalopati, ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang

kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul

di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam

paru-paru menyebabkan sesak napas, timbunan cairan di tungkai

menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati

dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).

Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan

tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intersisium

diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan

terjadi koma (Triyanto, 2014).


3. Asam Urat/ Gout Artritis

a. Pengertian

Gout merupakan penyakit akibat gangguan metabolisme purin

yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-

ulang. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat

monohidratmonosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi

degenerasi tulang rawan sendi. (Arif Muttaqin, 2008).

Gout adalah kerusakan metabolik yang ditandai dengan

peningkatan konsentrasi serum asam urat dan deposit kristal asam urat

dalam cairan sinovial dan disekitar jaringan sendi. Gout juga dapat

didefinisikan sebagai kerusakan metabolisme purin herediter yang

menyebabkan peningkatan asam urat yang terakumulasi dalam jaringan

tubuh dan sendi. (Mark A. GraberM.D, 2006).

Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit

pirai/penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan

oleh tingginya asam urat didalam darah. Kadar asam utrat yang tinggi

didalam darah melebihi batas normal menyebabkan penumpukan asam

urat didalam persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat

inilah yang membuat sendi sakit, nyeri dan meradang.pda kasus yang

parah, penderita penyakit ini tidak bisa berjaln, persendian terasa sangat

sakit jika bergerak, mengalami kerusakan pada sendi, dan cacat (Sutanto,

2013 h. 11).
Gout (pirai) adalah suatu bentuk arthritis dengan nyeri yang berat

terjadi secara mendadak, disertai warna kemerahan da pembengkakan

sendi penderita laki-laki berumur antar 40-60 tahun, lebih sering dibanding

penderita perempuan, namun perempuan psca menopouse lebih peka

menderita penyakit ini (Soedarto,2012.h. 119). Arthritis gout adalah jenis

artritis kedua yang paling sering terjadi, yakni peradangan pada sendi-

sendi jari, kaki dan tangan akibat penumpukan kristal asam urat yang

berlebihan didalam darah. Biasanya lebih banyak menyerang pria berusia

diatas 40 tahun. (Hadibroto dkk, 2005, h. 18).

b. Patofisioologi

Hiperurisemia ( kosentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar

dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.

Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau

penurunan mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal urat

mengendap dalam sebuah sendi , respons inflamasi akan terjadi dan

serangan gout dimulai. Dengan serangan yang berulang-ulang,

penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap

dibagian parifer tubuh seperti ibujari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis

urat (batu ginjal) dengan penyakit renal kronik yang menjadi skunder

akibat penumpukan urat dapat timbul. Gambaran kristal urat dalam cairan

sinovial sendi yang asimtomatik menunjukkan bahwa faktor-faktor non

kristal mungkin berhubungan dengan reaksi inflamasi. Kristal

monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan imunoglobulin yang


terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dengan

demikian memperlihatkan aktivitas imunologic.

Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout.

Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat

dalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui

beberapa fase secara berurutan.

1) Presipitasi kristal monosodium urat.

Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi

dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,

sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan

selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate)

oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan

merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.

2) Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)

Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang

menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi

fagositosis kristal oleh leukosit.

3) Fagositosis

Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan

akhirnya membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram

leukositik lisosom.
4) Kerusakan lisosom

Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi

ikatan hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa

ini menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan

oksidase radikal kedalam sitoplasma.

5) Kerusakan sel

Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan

kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas

inflamasi dan kerusakan jaringan.

Asam urat adalah sampah hasil metabolisme normal dari

pencernaan protein (terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa jenis

sayuran seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin

(sel tubuh yang rusak), yang seharusnya akan dibuang melalui ginjal, feses

atau keringat. Senyawa ini sukar larut dalam air, tapi dalam plasma darah

beredar sebagai senyawa natrium urat, bentuk garamnya terlarut pada

kondisi pH atau keasaman basa diatas tujuh. Karena itu, serangan radag

perendian yang berulang terjadi bila produksinya berlebihan. Atau terjadi

gangguan pada proses pembuangan asam urat akibat kondisi ginjal yang

kurang baik. Atau karena peningkatan kadar asam urat didalam darah

sudah berlebihan. Yang disebut sebagai hiperurisemia (hyperucemia).

Kadar norml asam urat darah rata-rata adalah antar 3 sampai 7 mg/dl

dengan peredaan untuk pria 2,1-8,5 mg/dl dan wanita 2,0-6,6 mg/dl. Untuk

mereka berusia lanjut, kadar tersebut sedikit lebih tinggi. Gangguan asam
urat terjadi bila kadar tersebut sudah mencapai lebih dari 12 mg/dl

(Hadibroto dkk, 2005, h. 13)

4. ISPA

a. Pengertian

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut

atau dikenal sebagai Acute Respiratory Infections (ARI). Infeksi

pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus,

bakteri, atipikal (mikro plasma) atau aspirasi substansi asing, yang

melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernafasan (Wong,D.L,2009)

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan,

dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam

tubuh manusia dan berkembang sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli, beserta

organ adneksa lainnya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan

pleura. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai

dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari

suatu penyakit.

b. Etiologi

ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian saluran

pernapasan. ISPA dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan

polusi udara:

1) Pada umumnya ISPA disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang

dapat menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,


Mycoplasma pneumonia, Staphylococus aureus, dan bakteri yang

paling sering menyebabkan ISPA adadlah Streptococus pneumonia.

2) ISPA yang disebabkan oleh virus dapat disebabkan oleh virus sinsisial

pernapasan, hantavirus, virus influenza, virus parainfluenza,

adenovirus,

rhinovirus, virus herpes simpleks, sitomegalovirus, rubeola, varisella.

3) ISPA yang disebabkan oleh jamur dapat disebabkan oleh candidiasis,

histoplasmosis, aspergifosis, Coccidioido mycosis, Cryptococosis,

Pneumocytis carinii.

4) ISPA yang disebabkan oleh polusi, antara lain disebabkan oleh asap

rokok, asap pembakaran di rumah tangga, asap kendaraan bermotor

dan

buangan industri serta kebakaran hutan dan lain-lain (WHO, 2007)

c. Patofisiologi

ISPA terjadi dapat karena masuknya virus kedalam saluran

pernafasan atas, kemudia virus bereplika (membelah) pada sel epitel

kolumner bersilia (hidung, sinus, faring) menyebabkan radang pada tempat

tersebut. Peradangan itu merangsang pelepasan mediator histamin dalam

sekresi hidung sehingga permeabilitas vaskuler naik dan akibatnya terjadi

odema pada mukosa dan hidung menjadi tersumbat akibat akumulasi

mukus, dari kejadian itu menimbulkan masalah inefektif bersihan jalan

nafas.
Perubahan yang terjadi adalh edema pada mukosa, infiltrat sel

mononuler yang menyertai, kemudian fungsional silia mengakibatkan

pembersihan mukus terganggu. Pada infeksi berat sampai sedang epitel

mengelupas, ada produksi mukus yang banyak sekali, mula-mula encer,

kemudian mengental dan biasanya purulen. Dapat juga ada keterlibatan

anatomis saluran nafas atas, masuk oklusi dan kelainan rongga sinus

(www.depkes .co.id).

d. Klasifikasi ISPA

1) Secara Anatomi

Secara anatomis ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu

(Hastuti, 2009) :

a) ISPA Atas (Acute Upper Respiratory Infections)

ISPA atas yang perlu diwaspadai adalah radang saluran

tenggorokan atau pharingitis dan radang telinga tengah atau otitis.

Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu (streptococcus

hemolyticus)

dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung(endokarditis).

Sedangkan

radang telinga tengah yang tidak diobati dapat berakibat terjadinya

ketulian.

b) ISPA Bawah (Acute Lower Respiratory Infections)

Salah satu ISPA Bawah yang berbahaya adalah pneumonia


2) Berdasarkan derajat keparahan.

WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut

derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala

klinis yang timbul. Adapun pembagiannya sebagai berikut:

a) ISPA ringan: ditandai secara klinis oleh batuk, pilek, bisa disertai

demam, sakit kepala, sakit tenggorokan dan mungkin kesulitan

nafas.

b) ISPA sedang: ditandai secara klinis oleh batuk, adanya nafas cepat,

dahak kental dan tenggorokan berwarna merah.

c) ISPA berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding

dada

ke dalam, demam tinggi, cuping hidung bergerak jika bernafas dan

e. Manifestasi Klinis

1) Tanda-tanda ISPA

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan

tanda-tanda laboratoris.

a) Tanda-tanda klinis :

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur

(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,

suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan

wheezing.Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,

hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.Pada sistem cerebral

adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil


bendung, kejang dan coma.Pada hal umum adalah : letih dan

berkeringat banyak.

b) Tanda-tanda laboratoris :

(1) Hypoxemia,

(2) Hypercapnia dan

(3) Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).

2) Gejala ISPA

a) Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

(1) Batuk

(2) Serak

(3) Pilek

(4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC

b) Gejala dari ISPA Sedang

Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala

dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut

(1) Pernafasan cepat (fast breating).

(2) Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)

(3) Tenggorokan berwarna merah

(4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak
(5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

(6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c) Gejala dari ISPA Berat

Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut :

(1) Bibir atau kulit membiru

(2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

(3) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak

gelisah

(4) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas

(5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

(6) Tenggorokan berwarna merah

f. Penatalaksanaan

1) Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b) Immunisasi.

c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


2) Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain:

a) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b) Meningkatkan makanan bergizi

c) Bila demam beri kompres dan banyak minum

d) dBila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung

dengan sapu tangan yang bersih

e) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis

tidak terlalu ketat.

f) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak

tersebut masih menetek

Pengobatan antara lain:

a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan antipiretik

(parasetamol) atau dengan kompres.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian komunitas kelompok lansia

1. Distribusi lansia

Jumlah lansia di desa Langensari RW 02, Kelurahan Langensari,

sejumlah 36 orang lansia.Kegiatan yang sering di lakukan lansia adalah

menyapu, memasak, berjualan, dan mengikuti acara pengajian rutin.

2. Riwayat Masalah Kesehatan Yang Dialami

No jenis penyakitnya Frekuensi Prosentase


1 Hipertensi 13 36%
2 Asam Urat 7 19%
3 ISPA(flu ,batuk) 7 19%
4 Diabetes 2 6%
5 Hepatitis 1 3%
6 Gastritis 6 17%
7 tidak bermasalah 0 0%
jumlah 36 100%

jenis penyakit
hipertensi asam urat ISPA(flu ,batuk) diabetes
hepatitis gastritis tidak bermasalah
17% 0%
3%
6% 36%

19%
19%

Berdasarkan gambar diagram 1.1 bahwa masalah kesehatan tertinggi yang

terjadi diKelurahan Langensari (RW 01) adalah hipertensi.


3. Upaya Lansia Melakukan Kunjungan Kesehatan

No Frekuensi Prosentase
1 Puskesmas 17 47%
2 Bidan 2 6%
3 Klinik 5 14%
4 rumah sakit 12 33%
Jumlah 36 100%

melakukan kunjungan kesehatan


puskesmas bidan klinik rumah sakit

33%
47%

14%

6%

Berdasarkan diagram di atas lansia banyak melakukan kunjungan

kesehatan ke Puskesmas.

4. Makanan Yang Sering Di Konsumsi

No Makanan yang sering dikonsumsi Frekuensi Prosentase


1 pedas,asin 17 40%
2 jeroan,daging,gorengan 9 21%
3 sayur,buah 15 35%
4 kopi,alkhohol 2 5%
Jumlah 43 100%
makanan yang dikonsumsi
pedas,asin jeroan,daging,gorengan sayur,buah kopi,alkhohol

5%

39%
35%

21%

Berdasarkan diagram di atas lansia lebih banyak mengkonsumsi makanan

pedas asin.

5. Kegiatan Yang Sering Di Lakukan

No kegiatan yang sering dilakukan Frekuensi Prosentase

1 Bekerja 19 53%

2 tidak melakukan kegiatan 7 19%

3 ikut pengajian 10 28%

4 Olahraga 0 0%

Jumlah 36 100%

kegiatan yang sering dilakukan


1 bekerja 2 tidak melakukan kegiatan 3 ikut pengajian 4 olahraga
0%
28%
53%
19%
Berdasarkan diagram diatas sebagian besar kegiatan lansia adalah bekerja

sebanyak 19 orang (36%) dan yang melakukan kegiatan olahraga tidak

ada.

6. Pengetahuan lansia tentang penyakit hipertensi

apakah lansia mengetahui penyakit


No Frekuensi presentase
hipertensi
1 Ya 10 28%
2 tidak 26 72%
Jumlah 36 100%

pengetahuan penyakit hipertensi


1 ya 2 tidak 28%

72%

Berdasarakan diagram diatas didapatkan pengetahuan lansia mengenai

penyakit hipertensi lebih banyak yang tidak mengetahui penyakit

hipertensi sebanyak 26 orang (72%).

7. Pengetahuan lansia cara mengontrol hipertensi

No pengetahuan mengontrol hipertensi Frekuensi prosentase


1 tahu 12 33%
2 tidak tahu 24 67%
jumlah 36 100%
pengetahuan mengontrol
hipertensi
tahu tidak tahu

33%

67%

Berdasarkan diagram diatas pengetahuan lansia tentang cara mengontrol

hipertensi sebanyak 12 orang (33%) dan tidak mengetahui mengontrol

lansia sebanyak 24 orang (67%).

8. Lansia yang pernah mengalami batuk pilek

No pernah mengalami batu,pilek Frekuensi Presentase


1 2 minggu 17 89%
2 > 2 minggu 2 11%
jumlah 19 100%

Pernah Mengalami Batuk Pilek


2 minggu > 2 minggu

11%

89%

Berdasarkan diagram diatas lansia yang pernah mengalami batuk pilek

selama 2 minggu sebanyak 17 orang (89%) dan lansia yang pernah

mengalami batuk pilek selama >2 minggu sebanyak 2 orang (11%).


B. Analisa Data

No Masalah Data Penungjang


1 Ketidakefektifan manajemen kesehatan DS :
pada lansia di RW 2 (RT 5, dan 6) Kel. Berdasarkan hasil wawancara terhadap :
Langensari. - Sebagian besar lansia hipertensi mengeluh pusing, kaku pada tengkuk dan penglihatan
(NANDA 00078, Hal. 162) kabur.
- Lansia hipertensi mengatakan kalau muncul gejala tersebut atau sakit baru pergi berobat
ke dokter atau puskesmas terdekat.
- 26 Lansiamengatakan kurang tahu tentang penyakit hipertensi.
- Keluarga lansia mengatakan bahwa belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang
penyakit hipertensi .

DO :
Berdasarkan hasil data yang diperoleh :
- Jumlah lansia di RW 02 (RT 5, dan 6) ada 36 orang
- Dari hasil pengkajian didapatkan sebanyak72 % lansia kurang memahami tentang
penyakit hipertensi, penyebab, tanda dan gejala, makanan yang harus dikonsumsi dan di
hindari serta cara penanganan hipertensi.
- Dari hasil pengkajian didapatkan 24 lansia penderita hipertensi belum mengetahui cara
untuk mengontrol tekanan darah tanpa mengkonsumsi obat penurun tekanan darah.
2 Perilaku kesehatan cenderung berisiko DS :
terjadinya komplikasi pada lansia di RW Dari hasil wawancara dan pemberian kuesioner kepada kelompok lansia di Desa Langensari
02 (RT,5,6) Kel. Langensari Timur RW 02 RT 5 & 6 Kelurahan Langensari ditemukan bahwa kelompok lansia
(NANDA 00188, Hal.160) mengatakan sering mengalami nyeri sendi dan mudah lelah untuk beraktivitas.

DO :
1. Berdasarkan data yang di peroleh sebanyak 19 % lansia di RW 02 (RT 5, dan 6)
menderita asam urat.
2. Berdasarkan pengkajian kepada kelompok lansia di RW 2 RT 5 dan 6 desa langensari
timur kelurahan langensari bahwa 36 orang (100%) lansia tidak berolahraga
3. Berdasarkan instrument yang disebarkan kepada kelompok lansia di RW 1 RT 4 dan 5
desa langensari timur kelurahan langensari bahwa sebagaian besar kelompok lansia
benyak yang mengkonsumsi makanan seperti gorengan (46 %) dan jeroan ( 44%)
4. Berdasarkan instrument yang disebarkan kepada kelompok lansia di RW 2 RT 5 dan 6
desa langensari timur kelurahan langensari bahwa sebagaian besar kelompok lansia
jarang berolahraga (48%)
3 Defesiensi kesehatan komunitas DS:
komplikasi pada lansia di RW 02 Dari hasil wawancara dan pemberian kuesioner kepada kelompok lansia di Desa Langensari
(RT,5,dan 6) Kel. Langensari Timur RW 02 RT 5 & 6 Kelurahan Langensari ditemukan bahwa kelompok lansia
(NANDA 00215, Hal 159) mengatakan bahwa sering mengalami flu, batuk-batuk, dan pilek

DO:
1. Berdasarkan instrument yang disebarkankepada kelompok lansia di RW 2 RT 5
dan 6, Desa langensari timur kelurahan langensari bahwa kelompok lansia pernah
mengalami batuk pilek selama 2 minggu sebanyak 17 orang (89%).
2. Berdasarkan instrument yang disebarkan kepada kelompok lansia di RW 2 RT 5
dan 6, Desa langensari timur kelurahan langensari bahwa kelompok lansia yang
pernah mengalami batuk pilek selama >2 minggu sebanyak 2 orang (11%).
C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang program diit (hypertensi, reumatik, ISPA)

(NANDA 2015-2017 domain 1. Promosi kesehatan, kelas 2. Manajemen

kesehatan, code: 00099, Halaman 161.)

2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan kurang

pemahaman

(NANDA 2015-2017 Domain 1 kelas Promosi kesehatan, kelas 2. Manajemen

kesehatan, code:00188, Halaman 160.)

3. Defesiensi kesehatan komunitas berhubungan dengan ketidakcukupan sumber

daya pengetahuan

(NANDA 2015-2017 Domain 1 kelas Promosi kesehatan, kelas 2. Manajemen

kesehatan, code:00215, Halaman 159.)


D. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA KEP. EVALUASI


RENCANA
KOMUNITAS TUJUAN
INTERVENSI
KRITERIA STANDAR
1. Ketidakefektifan NOC : NIC : Kognitif 90 % dari total lansia
manajemen kesehatan Keefektifan Program Pendidikan Kesehatan mengetahui tentang :
berhubungan dengan Komunitas(2808) (5510) 1. Pengertian hipertensi.
kurang pengetahuan 1. Tujuan Program yang MANDIRI : 2. Penyebab hipertensi.
tentang program diit dapat dicapai. 1. Targetkan sasaran 3. Tanda gejala hipertensi.
2. Konsistensi metode pada kelompok 4. Komplikasi hipertensi.
dengan tujuan program. beresiko tinggi dan
3. Kepuasan peserta terhadap rentang usia yang
program. akan mendapat
4. Dukungan dari wakil manfaat besar dari
masyarakat berpengaruh. pendidikan
kesehatan.
2. Pertimbangkan
riwayat individu
dalam konteks
personal dan
riwayat sosial
budaya individu, Psikomotorik 80 % dari total lansia
keluarga dan mengetahui tentang :
masyarakat. 1. Penatalaksanaan
3. Rumuskan tujuan hipertensi secara
dalam program mandiri
pendidikan
kesehatan (diet anti
hipertensi).
4. Tekankan manfaat
kesehatan positif
yang berlangsung
atau (manfaat)
jangka pendek yang
bisa diterima oleh
perilaku gaya
hidup.
5. Melakukan
demonstrasi/demont
rasi ulang,
partisipasi
pembelajaran, dan
manipulasi bahan
ketika mengajarkan
dengan
psikomotorik.

KERJA SAMA Afektif 90 % dari total lansia


1. Rencanakan tindak dapat menerapkan pola
lanjut jangka hidup sehat melalui
panjang untuk aktivitas fisik,
memperkuat penatalaksaan mandiri
perilaku kesehatan yang telah diajarkan dan
dengan cara mengikuti kegiatan
menganjurkan posyandu lansia
kepada kader dan (Posbindu).
lansia untuk mebuat
posbindu.
2. Ikut dalam kegiatan
Posbindu
2. Perilaku kesehatan NOC : NIC : Kognitif 90 % dari total lansia
cenderung beresiko Keefektifan Program Pendidikan Kesehatan mengetahui tentang :
berhubungan dengan Komunitas(2808) (5510) 1. Pengertian hipertensi.
kurang pemahaman 1. Tujuan Program yang MANDIRI : 2. Penyebab hipertensi.
dapat dicapai. 1. Targetkan sasaran 3. Tanda gejala hipertensi.
2. Konsistensi metode pada kelompok 4. Komplikasi hipertensi.
dengan tujuan program. beresiko tinggi dan
3. Kepuasan peserta terhadap rentang usia yang
program. akan mendapat
4. Dukungan dari wakil manfaat besar dari 80 % dari total lansia
masyarakat berpengaruh. pendidikan mengetahui tentang :
kesehatan. 1. Penatalaksanaan
2. Pertimbangkan hipertensi secara
riwayat individu mandiri
dalam konteks 2.Lansia dapat mengetahui
personal dan efek dari tidak
riwayat sosial mengkonsumsi obat
budaya individu, Psikomotorik tekanan darah
keluarga dan
masyarakat.
3. Rumuskan tujuan
dalam program 90 % dari total lansia
pendidikan dapat menerapkan pola
kesehatan hidup sehat melalui
(pendidikan aktivitas fisik,
kesehatan penatalaksaan mandiri
hipertensi).
4. Tekankan manfaat
kesehatan positif
yang berlangsung
atau (manfaat)
jangka pendek yang
bisa diterima oleh
perilaku gaya
hidup.
5. Melakukan Afektif
demonstrasi/demont
rasi ulang,
partisipasi
pembelajaran, dan
manipulasi bahan
ketika mengajarkan
dengan
psikomotorik.
KERJA SAMA
1. Rencanakan
tindak lanjut
jangka panjang
untuk
memperkuat
perilaku
kesehatan dengan
cara
menganjurkan
lansia untuk
mengikuti
kegiatan
posyandu lansia
(posbindu) di
tingkat
Kelurahan.
2. Ikut dalam
kegiatan Posbindu
3. Defesiensi kesehatan NOC : NIC : Kognitif 90 % dari total lansia
komunitas Status kesehatan komunitas Pendidikan Kesehatan mengetahui tentang :
berhubungan dengan (2701) (5510) 5. Pengertian ISPA.
ketidakcukupan 1. Status kesehatan lansia MANDIRI : 6. Penyebab ISPA.
sumber daya meningkat 1. Targetkan sasaran 7. Tanda gejala ISPA.
pengetahuan 2. Tingkat partisipasi dalam pada kelompok Komplikasi ISPA.
program kesehatan beresiko tinggi dan
komunitas rentang usia yang
Keefektifan Program akan mendapat
Komunitas(2808) manfaat besar dari
1. Tujuan Program yang pendidikan
dapat dicapai. kesehatan.
2. Konsistensi metode 2. Pertimbangkan
dengan tujuan program. riwayat individu
3. Kepuasan peserta terhadap dalam konteks
program. personal dan riwayat
4. Dukungan dari wakil sosial budaya 80 % dari total lansia
masyarakat berpengaruh. individu, keluarga Psikomotorik mengetahui tentang :
dan masyarakat. 1. Penatalaksanaan ISPA.
3. Rumuskan tujuan secara mandiri
dalam program
pendidikan
kesehatan (ISPA)
4. Tekankan manfaat
kesehatan positif
yang berlangsung
atau (manfaat)
jangka pendek yang
bisa diterima oleh
perilaku gaya
hidup.
5. Melakukan
demonstrasi/demont
rasi ulang,
partisipasi
pembelajaran, dan
manipulasi bahan
ketika mengajarkan
dengan
psikomotorik.

KERJA SAMA 90 % dari total lansia


1. Rencanakan tindak dapat menerapkan pola
lanjut jangka Afektif hidup sehat melalui
panjang untuk aktivitas fisik,
memperkuat penatalaksaan mandiri
perilaku kesehatan yang telah diajarkan dan
dengan cara mengikuti kegiatan
menganjurkan posyandu lansia
kepada kader dan (Posbindu).
lansia untuk mebuat
posbindu.
2. Ikut dalam kegiatan
Posbindu

Anda mungkin juga menyukai