Anda di halaman 1dari 5

E.

Pembahasan
c. Gejala Klinis
Gejala yang sering muncul pada penderita cacing pita Cestoda adalah perut
mulas tanpa sebab, nafsu makan menurun, mual, kekurangan gizi, berat badan
menurun. Telur cacing pita babi bisa menetas di usus halus, lalu memasuki tubuh
atau struktur organ tubuh., sehingga muncul penyakit Cysticercosis, cacing pita
cysticercus sering berdiam di jaringan bawah kulit dan otot, gejalanya mungkin tidak
begitu nyata ; tetapi kalau infeksi cacing pita Cysticercus menjalar ke otak, mata atau
ke sumsum tulang akan menimbulkan efek lanjutan yang parah.Infeksi oleh cacing
pita genus Taenia di dalam usus biasanya disebut Taeniasis. Ada dua spesies yang
sering sebagai penyebab-nya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata. Menurut
penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8–23%.,
frekuensinya tidak begitu tinggi. Namun demikian, cara penanganannya perlu
mendapat perhatian, terutama kasus-kasus taeniasis Taenia solium yang sering
menyebabkan komplikasi sistiserkosis.Cara infeksinya melalui oral karena memakan
daging babi atau sapi yang mentah atau setengah matang dan me-ngandung larva
cysticercus. Di dalam usus halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan
gejala gastero- intestinal seperti rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, napsu
makan menurun atau meningkat, diare atau kadang-kadang konstipasi. Selain itu,
gizi penderita bisa menjadi buruk se-hingga terjadi anemia malnutrisi. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik
bahkan sebagian besar kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
Cacing dewasa Taenia saginata biasanya menyebabkan gejala klinis yang
ringan, seperti sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret,
pusing atau gugup. Gejala-gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid
cacing yang bergerak-gerak lewat dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala
yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila proglotid menyasar masuk apendiks,
atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobilla cacing. Berat
badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi. Xa Meskipun
infeksi ini biasanya tidak menimbulkan gejala, beberapa penderita merasakan nyeri
perut bagian atas, diare dan penurunan berat badan. Kadang-kadang penderita bisa
merasakan keluarnya cacing melalui duburnya.
d. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya proglotid gravid atau telur dalam
tinja atau daerah perianal dengan cara swab. Telur sukar dibedakan dengan telur
taenia solium. Proglotid gravidnya kemudian dapat diidentifikasi dengan
merendamnya dalam cairan laktofenol sampai jernih sehingga dengan mudah
dibedakan berdasarkan jumlah cabang lateral uterus atau scolexnya yang tidak
mempunyai kait-kait.
e. Pengobatan
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh
Taenia saginata antara lain sebagai berikut :
1) Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan),
buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2) Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3) Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan
menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4) Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja
segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak
mencemari sumber air.
5) Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan
pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit
dan mengobatinya dengan obat cacing.
6) Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke
rumah sakit.
7) Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali,
tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing
akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali
mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan
mengobatinya.

2. Diphyllobothrium latum
a. Morfologi
Ditemukan pada usus halus manusia, anjing, kucing, babi, beruang, mamalia
pemakan ikan. Cacing memiliki ukuran 2-12 m warna abu-abu kekuningan dengan
bagian tengah berwarna gelap (berisi uterusdan telur). Testis dan gld. Vitellaria
terletak di lateral, ovarium di tengah berlobus 2. Uterus berbentuk bunga di tengah
dan membuka di ventral. Porus uterus terletak disebelah porus genitalis. Telur keluar
terus menerus di tinja dengan ukuran 67-71 x 40-51 μ.
Cacing dewasa memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung
telur) dan panjangnya sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di
dalam usus dan dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan
menghasilkan embrio, yang akan termakan oleh krustasea (binatang berkulit keras
seperti udang, kepiting). Selanjutnya krustasea dimakan oleh ikan. Manusia
terinfeksi bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau yang dimasak
belum sampai matang.
b. Siklus Hidup
Telur berkembang untuk beberapa minggu, coracidium (onchosphere berkait
6 dilengkapi embriophore yang bercilia) berada di air, kemudian dimakan h.i. I
cyclopid/diaptomid (berkembang menjadi procercoid) di haemochole dalam 2-3
minggu selanjutnya h.i. I dimakan h.i. II ikan (berkembang menjadi plerocercoid) di
viscera dan otot. H.i. II dimakan h.d dan menjadi dewasa dengan periode prepaten
3-4 minggu.
c. Diagnosa dan Pengobatan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya telur cacing dalam tinja dan
diberikan niklosamid atau prazikuantel per-oral (melalui mulut).

3. Dipylidium caninum
a. Morfologi
Caninum dipylidium adalah cacing pipih panjang sekitar 40 sampai 50 cm,
memiliki 60-175 proglotid. Skolek berbentuk belah ketupat dengan 4 buah
penghisap lonjong dan menonjol,serta sebuah rostellum seperti kerucut refraktil yang
dilengkapi 30-150 kait. Proglotid gravid berukuran 0,5-1,0 cm dan tebal 0,1-0,2
cm,dipenuhi telur yang bermembran, setiap kapsul berisi 8-15 butir telur. Proglotid
dapat aktif keluar anus atau keluar bersama tinja satu persatu atau berkelompok
sebnayak 2 sampai 3 proglotid.Telur akan rusak terhadap pada suhu tinggi.
(Narasimham, M. V et al., 2013)

b. Siklus Hidup
Segmen cacing yang mengandung telur yang mengandung telur gravid
keluar dari tubuh bersama feses anjing secara spontan. Segmen tersebut secara
aktif bergerak di daerah anus atau jatuh ke tanah dan membebaskan telur cacing.
Kapsul cacing yang berisi embrio akan termakan oleh larva pinjal. Kapsul tersebut
pecah sehingga onkosfer menetas dan membebaskan embrio di dinding usus larva
pinjal yang selanjutnya berkembang mesnjadi sistiserkoid di dalam jaringan tubuh
larva. Saat pinjal menyelesaikan metamorfosisnya dan menjadi dewasa, sistiserkoid
mejadi infektif. Anjing yang tanpa sengaja memakan pinjal maka akan terinfeksi oleh
cacing Dipylidium sp. Di dalam usus akan mengalami evaginasi, skoleks akan
melekat diantara villi usus halus dan lama-lama akan berkembang sebagai cacing
dewasa. (CDC, 2013)
c. Gejala Klinis
Perubahan nafsu makan, diare atau bisa timbul gejala non-spesifik seperti
gelisah, agitasi, nyeri epigastrium, sembelit. Pada anak-anak yang lebih tua, gatal
pada anus dan nyeri. Gejala ini tidak sering dijumpai, sehingga hampir sepanjang
waktu infeksi bersifat asimtomatik. Proglotid cacing dapat ditemukan dalam tinja dan
popok pada anak. (Cabello, R.R. et al., 2011)
d. Pengobatan
Diberikan praziquantel palmoate dengan dosis 5-10mg/kg dan niklosamida.
Infeksi ini dapat dicegah dengan menjaga anjing peliharaan dan kucing untuk tidak
makan makanan sembarang. (Narasimham, M. V et al., 2013)

4. Hymenolepis diminuta
a. Siklus Hidup
Cacing dewasa berada di usus halus manusia akan mengalami
perkembangbiakan dari proglotid immature menjadi mature selanjutnya menjadi
proglotid gravid yang mengandung banyak telur cacing pada uterusnya. Proglotid
gravid akan melepaskan diri dan bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa
dikeluarkan bersama feses manusia. Telur yang berisi embrio tersebut memerlukan
hospes perantara, yaitu pinjal. Dalam usus pinjal, telur menetas menjadi larva dan
berkembang menjadi sistiserkoid dalam rongga tubuh. Apabila pinjal secara
kebetulan termakan oleh manusia atau tikus selanjutnya di usus halus sistiserkoid
pecah dan keluarlah skolek yang selanjutnya akan melekat pada mukosa usus.
Skolek akan berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature, mature dan
gravid. Proglotid gravid akan terlepas dari strobila dan bila pecah akan
mengeluarkan telur yang dikeluarkan bersama feses.
b. Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini umumnya tidak menimbulkan gejala yang berarti pada hospes.
c. Epidemiologi
Cacing ini tersebar secara kosmopolit, tetapi lebih suka daerah beriklim
panas daripada dingin termasuk Indonesia.
d. Diagnosa Laboratorium
Diagnosa laboratorium dapat ditegakkan apabila ditemukan telur atau bagian
dari cacing dewasa dalam feses. Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung
atau dengan cara tak langsung (konsentrasi).
F. Kesimpulan
1. Pada umumnya cestoda merupakan cacing yang langsing memanjang dengan bahan
pipih seperti pita atau ikat pinggang. Karena itu dinamakan cacing pita, tubuh cacing pita
dibagi atas tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian leher dan bagian rangkaian segmen
2. Semua cestoda merupakan endoparasit, cacing dewasa berada didalam usus vertebrata
dan larva dalam hospes perantara
3. Penyebaran cestoda pada populasi di alam, ada yang kosmopolitan dan ada yang
penyebarannya dilakukan secara tidak langsung oleh manusia. Karena penulalaran
cestoda terjadi secara langsung dan ada beberapa hospes yang terlibat dalam daur
hidupnya, pencegahannya sukar dilakukan.

G. Daftar Pustaka
Cabello, R. (2017, Mei 30). BMJ Case Reports. Retrieved from Dipylidium caninum
Infection: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3229318&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
CDC. (2017, Mei 30). Dipylidium caninum Infection. Retrieved from
http://www.cdc.gov/dpdx/dipylidium/
Narasimham, M. V. (2013). Dipylidium caninum Infection In a Child : A Rare Case Report.
Indian Journal of Medical Microbiology, 82-4. Retrieved from Indian Journal of
Medical Microbiology.

Anda mungkin juga menyukai