Anda di halaman 1dari 25

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

HIV-AIDS

I. KONSEP TEORI
A. Definisi
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
Sejarah Aids di Indonesia pada tahun1926 beberapa ilmuwan menganggap
HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar tahun 1926-1946, tahun 1982 para
ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune
Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan
kaum gay, tahun 1983 dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru
penyebab AIDS. Virus itu terkait dengan limfadenopati Lymphadenopathy-
Associated Virus (LAV).
B. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency
Virus. HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang
diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan
dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi
HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.

SAK HIV/AIDS Page 1


AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C. Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6
bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60
bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS
antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam
tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai
40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai
dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu
pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher,
ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab
yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai
kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul
tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan
penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan
sistem kekebalan tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya
seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang
menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan
pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat
pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala
pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :

SAK HIV/AIDS
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan
yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

SAK HIV/AIDS
D. Patofisiologi : Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise

HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen

Reaksi psikologis Organ target

Manifestasi oral Manifestasi saraf Gastrointestinal Respiratori Dermatologi Sensori

Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit Infek Gatal, sepsis, Gangguan
demensia biliari anorektal si nyeri penglihatan
dan
pendengaran
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat

Gangguan rasa nyaman :

Gangguan rasa nyaman :

Tidak efektif pol napas

Gangguan body imageapas


Tidak efektfi bersihan
Gangguan mobilisasi

Gangguan pola BAB


Aktivitas intolerans

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat

jalan napas
hipertermi

Gangguan sensori
nyeri

nyeri

SAK HIV/AIDS Page 4


E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. Hematokrit.
b. LED
c. CD4 limfosit
d. Rasio CD4/CD limfosit
e. Serum mikroglobulin B2
f. Hemoglobulin
F. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik
G. Penatalaksanaan HIV/AIDS
Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis
yaitu pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat
antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi
opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif (Bertozzi
et al., 2006).
1. Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly
Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal
tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi
virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu
memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. ARV dapat diberikan apabila
SAK HIV/AIDS
infeksi HIV telah ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
dibuktikan secara laboratories (Hammer et al., 2008).
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah
menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau
menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat
ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan jumlah
limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan
limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi.
Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3
dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai,
namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada
pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral
load kurang dari 100.000 kopi/ml (Dolin, 2008).
Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan
obat ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat ini
adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti
reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari
inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based inhibitor)
dan nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV terdiri dari
beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI),
protease inhibitor (PI) (Gatell, 2010).
Nucleoside Reverse Transcriptase Iinhibitor atau NRTI merupakan
analog nukleosida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat enzim
reverse transkriptase selama proses transkripsi RNA virus pada DNA
host. Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat,
yang kemudian secara kompetitif mengganggu transkripsi nukleotida.
Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi sedangkan analog
NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse transkriptase dan
menginaktifkannya. Obat yang termasuk dalam golongan NRTI antara
lain Abacavir (ABC), Zidovudine (AZT), Emtricitabine (FTC),
Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC) dan Stavudine (d4T), Tenofovir.
Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz (EFV) Nevirapine
(NVP), Delavirdine (Elzi et al., 2010).
SAK HIV/AIDS
Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease
HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap
selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi
sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI, produksi virion dan
perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi
dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain
Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos-Amprenavir (FPV), Indinavir
(IDV), Lopinavir (LPV) and Saquinavir (SQV) (Maggiolo, 2009).
Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah
kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.
Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi
obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit karena terdapat
generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan
dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan
analog nukleosida atau nukleotida seperti AZT, TDF, ABC atau d4T.
Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk
terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau NVP dapat
dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini
pertama. Terapi lini pertama dapat juga dengan mengkombinasikan 3 obat
golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh.
Pemilihan regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada
gambar 2.7.2. (Kitahata et al. 2009).
Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam
darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya kerusakan
kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis
dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan
penghitungan CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-load.
Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+. Selain
itu terjadinya toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan
efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat.
Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil
pemeriksaan fisik pasien, atau dari hasil pemeriksaan laboratorium,
tergantung dari macam kombinasi obat yang dipakai (Maggiolo, 2009).

SAK HIV/AIDS
Penilaian klinis toksisitas harus dibedakan dengan sindrom
pemulihan kekebalan (immuno reconstitution inflammatory syndrome /
IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV.
Sindrom ini ditandai oleh timbulnya infeksi oportunistik beberapa minggu
setelah ART dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap infeksi
oportunistik yang semula subklinik. Keadaan tersebut terjadi terutama
pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut.
Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala atipik dari
infeksi oportunistik. Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa
pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas
dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi (Maggiolo, 2009)
2. Terapi Infeksi Opportunistik
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau
kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang sebetulnya
berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah yang ada di sekitar
kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari lingkungan dan cara
hidup penderita (Paterson et al., 2000).
Hampir 65% penderita HIV/AIDS mengalami komplikasi
pulmonologis dimana pneumonia karena P.carinii merupakan infeksi
oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi M tuberculosis, pneumonia
bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang
terjadi.Alasan terpenting mengapa sering terjadi komplikasi pulmonologis
pada infeksi HIV adalah konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar
secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari
luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen terhadap
virus HIV (endogen) yang melemahkan sistem imun. Komplikasi
pulmonologis, terutama akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium
dengan berbagai manifestasi (Paterson et al., 2000).
Manajemen PCP tergantung dari derajat berat-ringannya
pneumonia yang terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat,
penderita harus di rawat di rumah sakit karena mungkin memerlukan
bantuan ventilator (sekitar 40% kasus). Obat pilihan adalah kotrimoksazol
SAK HIV/AIDS
intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini diberikan selama 21 hari.
Penderita yang berespon baik dengan antibiotika intravena, dapat
melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah
memungkinkan. Hipoksemia yang signifikan (PaO2 < 70 mmHg atau
gradien arterial-alveoler > 35), memerlukan kortikosteroid dan diberikan
sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan
risiko komplikasi dan memperbaiki prognosis.16,18 Pada kasus-kasus
ringan-sedang dapat diberikan kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960
mg selama 21 hari. Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah
pentamidin intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin
(pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone
plus trimetoprim, klindamisin plus primakuin, atovaquone atau
trimetrexate plus leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).
Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting
pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11%
penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada
akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia
mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian
sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan
derajat beratnya imunosupresi yang terjadi (Gatell, 2010).
Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama
dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV
harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang
ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka
kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan Bolus,
2008).
Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama
rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver
sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi
penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik
yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.
Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat
sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam
SAK HIV/AIDS
darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga
terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-
terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya
resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi
atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar
rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak
efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko
toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak
direkomendasikan (Gatell, 2010).
Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi keganasan
yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS. Penyakit yang
disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di
daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan
rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul,
berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui
kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di
daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan
kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan
neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.
Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif
bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan
imunomodulator interferon telah dicoba, yang sebenarnya lebih ditujukan
untuk memperpanjang masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan
(Sheng Wu et al., 2008).
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau
dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah
Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan
fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis
yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit,
sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan
dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat
dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita
lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan keluarga
penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus. Perawatan
SAK HIV/AIDS
khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang potensial
sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu mempergunakan
alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan, yang jasa pelindung,
pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan kontak
dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena
bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).

SAK HIV/AIDS
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obat.
2. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit
tidur.
3. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
4. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
5. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser
pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
6. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan ,
kaku kuduk, kejang, paraplegia.
7. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
8. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
9. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
10. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
11. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
12. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
B. Diagnosa keperawatan
1. Kelemahan berhubungan status penyakit, anemia, malnutrisi
2. Nyeri akut/kronis b/d infeksi, nyeri abdomen
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.
4. Kerusakan integritas kulit b/d edema
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Bersihan jalan nafas tidak efektif
7. Pola napas in efektif
8. hipertermi

SAK HIV/AIDS
C. Perencanaan keperawatan.

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Kelemahan b/d status penyakit, NOC : NIC :


 Endurance Energy Management
anemia, malnutrisi
 Concentration  Observasi adanya pembatasan klien dalam
 Energy conservation melakukan aktivitas
 Nutritional status : energy  Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil : terhadap keterbatasan
 Memverbalisasikan peningkatan  Kaji adanya factor yang menyebabkan
energi dan merasa lebih baik kelelahan
 Menjelaskan penggunaan energi  Monitor nutrisi dan sumber energi
untuk mengatasi kelelahan tangadekuat
 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
dan emosi secara berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
pasien
2 Nyeri akut/kronis b/d infeksi, nyeri NOC : Pain Management
abdomen  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
 Pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Definisi :  Comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Sensori yang tidak menyenangkan dan Kriteria Hasil : presipitasi
pengalaman emosional yang muncul  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal dari
secara aktual atau potensial kerusakan penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
jaringan atau menggambarkan adanya menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri nonfarmakologi untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

SAK HIV/AIDS Page 13


Internasional): serangan mendadak mengurangi nyeri, mencari  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
atau pelan intensitasnya dari ringan bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
sampai berat yang dapat diantisipasi  Melaporkan bahwa nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
dengan akhir yang dapat diprediksi dan berkurang dengan menggunakan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
dengan durasi kurang dari 6 bulan. manajemen nyeri masa lampau
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda menemukan dukungan
- Laporan secara verbal atau non nyeri)  Kontrol lingkungan yang dapat
verbal  Menyatakan rasa nyaman setelah mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Fakta dari observasi nyeri berkurang pencahayaan dan kebisingan
- Posisi antalgic untuk menghindari  Tanda vital dalam rentang normal  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Gerakan melindungi (farmakologi, non farmakologi dan inter
- Tingkah laku berhati-hati personal)
- Muka topeng  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Gangguan tidur (mata sayu, intervensi
tampak capek, sulit atau gerakan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
kacau, menyeringai)  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Fokus menyempit (penurunan  Tingkatkan istirahat
persepsi waktu, kerusakan proses  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
berpikir, penurunan interaksi keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
dengan orang dan lingkungan)  Monitor penerimaan pasien tentang
- Tingkah laku distraksi, contoh : manajemen nyeri
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas Analgesic Administration
berulang-ulang)  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
- Respon autonom (seperti derajat nyeri sebelum pemberian obat
diaphoresis, perubahan tekanan  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
darah, perubahan nafas, nadi dan dan frekuensi

SAK HIV/AIDS Page 14


dilatasi pupil)  Cek riwayat alergi
- Perubahan autonomic dalam tonus  Pilih analgesik yang diperlukan atau
otot (mungkin dalam rentang dari kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lemah ke kaku) lebih dari satu
- Tingkah laku ekspresif (contoh :  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
gelisah, merintih, menangis, dan beratnya nyeri
waspada, iritabel, nafas  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
panjang/berkeluh kesah) dan dosis optimal
- Perubahan dalam nafsu makan dan  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
minum pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
Faktor yang berhubungan : pemberian analgesik pertama kali
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
psikologis) nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : Nutrition Management


 Nutritional Status :  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b/d gangguan
 Nutritional Status : food and  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pencernaan Fluid Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
 Nutritional Status : nutrient dibutuhkan pasien.
Intake  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup  Weight control Fe
untuk keperluan metabolisme tubuh.  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Kriteria Hasil : dan vitamin C
Batasan karakteristik :  Adanya peningkatan berat badan  Berikan substansi gula
- Berat badan 20 % atau lebih di sesuai dengan tujuan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
bawah ideal  Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

SAK HIV/AIDS Page 15


- Dilaporkan adanya intake tinggi badan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
makanan yang kurang dari RDA  Mampumengidentifikasi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
(Recomended Daily Allowance) kebutuhan nutrisi  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
- Membran mukosa dan  Tidk ada tanda tanda malnutrisi makanan harian.
konjungtiva pucat  Menunjukkan peningkatan fungsi  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Kelemahan otot yang pengecapan dari menelan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
digunakan untuk  Tidak terjadi penurunan berat  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
menelan/mengunyah badan yang berarti nutrisi yang dibutuhkan
- Luka, inflamasi pada rongga
mulut Nutrition Monitoring
- Mudah merasa kenyang, sesaat  BB pasien dalam batas normal
setelah mengunyah makanan  Monitor adanya penurunan berat badan
- Dilaporkan atau fakta adanya  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
kekurangan makanan dilakukan
- Dilaporkan adanya perubahan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama
sensasi rasa makan
- Perasaan ketidakmampuan untuk  Monitor lingkungan selama makan
mengunyah makanan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
- Miskonsepsi selama jam makan
- Kehilangan BB dengan makanan  Monitor kulit kering dan perubahan
cukup pigmentasi
- Keengganan untuk makan  Monitor turgor kulit
- Kram pada abdomen  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
- Tonus otot jelek mudah patah
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa  Monitor mual dan muntah
patologi  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
- Kurang berminat terhadap makanan kadar Ht
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh  Monitor makanan kesukaan
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Kehilangan rambut yang cukup  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

SAK HIV/AIDS Page 16


banyak (rontok) jaringan konjungtiva
- Suara usus hiperaktif  Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Kurangnya informasi, misinformasi  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
Faktor-faktor yang berhubungan :  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
4 Kerusakan intergritas kulit b/d edemaNOC : NIC :
Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
Definisi : Perubahan pada epidermis
Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
dan dermis
Kriteria Hasil : yang longgar
 Integritas kulit yang baik bisa  Hindari kerutan padaa tempat tidur
Batasan karakteristik :
dipertahankan (sensasi,  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
- Gangguan pada bagian tubuh
elastisitas, temperatur, hidrasi, kering
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
pigmentasi)  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
- Gangguan permukaan kulit
 Tidak ada luka/lesi pada kulit dua jam sekali
(epidermis)
 Perfusi jaringan baik  Monitor kulit akan adanya kemerahan
Faktor yang berhubungan :
 Menunjukkan pemahaman  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Eksternal :
dalam proses perbaikan kulit derah yang tertekan
- Hipertermia atau hipotermia
dan mencegah terjadinya sedera  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Substansi kimia
berulang  Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban udara
 Mampu melindungi kulit dan  Memandikan pasien dengan sabun dan air
- Faktor mekanik (misalnya : alat
mempertahankan kelembaban hangat
yang dapat menimbulkan luka,
kulit dan perawatan alami
tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim

SAK HIV/AIDS Page 17


- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
5 Diare b/d proses pemyakit NOC: NIC :
 Bowel elimination Diarhea Management
 Fluid Balance  Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
 Hydration gastrointestinal
 Electrolyte and Acid base  Ajarkan pasien untuk menggunakan obat
Balance antidiare
Kriteria Hasil :  Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat
 Feses berbentuk, BAB sehari warna, jumlah, frekuenai dan konsistensi dari
sekali- tiga hari feses
 Menjaga daerah sekitar rectal dari  Evaluasi intake makanan yang masuk
iritasi  Identifikasi factor penyebab dari diare
 Tidak mengalami diare  Monitor tanda dan gejala diare
 Menjelaskan penyebab diare dan  Observasi turgor kulit secara rutin
rasional tendakan  Ukur diare/keluaran BAB

SAK HIV/AIDS Page 18


 Mempertahankan turgor kulit  Hubungi dokter jika ada kenanikan bising
usus
 Instruksikan pasien untukmakan rendah serat,
tinggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan
 Instruksikan untuk menghindari laksative
 Ajarkan tehnik menurunkan stress
 Monitor persiapan makanan yang aman
6 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau obstruksi patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dari saluran pernafasan untuk  Aspiration Control suctioning.
mempertahankan kebersihan jalan  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
nafas. Kriteria Hasil : suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Minta klien nafas dalam sebelum suction
Batasan Karakteristik : dan suara nafas yang bersih, tidak dilakukan.
ada sianosis dan dyspneu (mampu  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
- Dispneu, Penurunan suara nafas
mengeluarkan sputum, mampu memfasilitasi suksion nasotrakeal
- Orthopneu
bernafas dengan mudah, tidak ada  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
- Cyanosis
pursed lips) tindakan
- Kelainan suara nafas (rales,
 Menunjukkan jalan nafas yang  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
wheezing)
paten (klien tidak merasa tercekik, dalam setelah kateter dikeluarkan dari
- Kesulitan berbicara
irama nafas, frekuensi pernafasan nasotrakeal
- Batuk, tidak efekotif atau tidak
dalam rentang normal, tidak ada  Monitor status oksigen pasien
ada
suara nafas abnormal)  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
- Mata melebar
 Mampu mengidentifikasikan dan suksion
- Produksi sputum
mencegah factor yang dapat  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
- Gelisah
menghambat jalan nafas pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
- Perubahan frekuensi dan irama

SAK HIV/AIDS Page 19


nafas saturasi O2, dll.
Faktor-faktor yang berhubungan: Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
- Lingkungan : merokok,
atau jaw thrust bila perlu
menghirup asap rokok, perokok
pasif-POK, infeksi  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Fisiologis : disfungsi ventilasi
neuromuskular, hiperplasia  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dinding bronkus, alergi jalan jalan nafas buatan
nafas, asma.  Pasang mayo bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, sekresi tertahan,  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
banyaknya mukus, adanya jalan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nafas buatan, sekresi bronkus, tambahan
adanya eksudat di alveolus,  Lakukan suction pada mayo
adanya benda asing di jalan nafas.  Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
7 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi  Respiratory status : Airway  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
dan/atau ekspirasi tidak adekuat patency atau jaw thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : ventilasi
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan batuk efektif  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
inspirasi/ekspirasi dan suara nafas yang bersih, tidak jalan nafas buatan
- Penurunan pertukaran udara per ada sianosis dan dyspneu (mampu

SAK HIV/AIDS Page 20


menit mengeluarkan sputum, mampu  Pasang mayo bila perlu
- Menggunakan otot pernafasan bernafas dengan mudah, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
tambahan pursed lips)  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Nasal flaring  Menunjukkan jalan nafas yang  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Dyspnea paten (klien tidak merasa tercekik, tambahan
- Orthopnea irama nafas, frekuensi pernafasan  Lakukan suction pada mayo
- Perubahan penyimpangan dada dalam rentang normal, tidak ada  Berikan bronkodilator bila perlu
- Nafas pendek suara nafas abnormal)
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
- Assumption of 3-point position  Tanda Tanda vital dalam rentang
Lembab
- Pernafasan pursed-lip normal (tekanan darah, nadi,
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat pernafasan)
keseimbangan.
lama
- Peningkatan diameter anterior-  Monitor respirasi dan status O2
posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal Terapi Oksigen
 Bayi : < 25 atau  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
> 60  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Usia 1-4 : < 20  Atur peralatan oksigenasi
atau > 30  Monitor aliran oksigen
 Usia 5-14 : < 14  Pertahankan posisi pasien
atau > 25  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Usia > 14 : < 11  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
atau > 24 oksigenasi
- Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat istirahat Vital sign Monitoring
 Bayi volume  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
tidalnya 6-8 ml/Kg  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Timing rasio  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
- Penurunan kapasitas vital atau berdiri

SAK HIV/AIDS Page 21


 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
Faktor yang berhubungan : bandingkan
- Hiperventilasi  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
- Deformitas tulang dan setelah aktivitas
- Kelainan bentuk dinding dada  Monitor kualitas dari nadi
- Penurunan energi/kelelahan  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Perusakan/pelemahan muskulo-  Monitor suara paru
skeletal  Monitor pola pernapasan abnormal
- Obesitas  Monitor suhu, warna, dan kelembaban
- Posisi tubuh kulit
- Kelelahan otot pernafasan  Monitor sianosis perifer
- Hipoventilasi sindrom  Monitor adanya cushing triad (tekanan
- Nyeri nadi yang melebar, bradikardi,
- Kecemasan peningkatan sistolik)
- Disfungsi Neuromuskuler  Identifikasi penyebab dari perubahan vital
- Kerusakan persepsi/kognitif sign
- Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

8 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :


Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas  Suhu tubuh dalam rentang normal  Monitor suhu sesering mungkin
rentang normal  Nadi dan RR dalam rentang normal  Monitor IWL
 Tidak ada perubahan warna kulit  Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik: dan tidak ada pusing, merasa  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang nyaman  Monitor penurunan tingkat kesadaran
normal  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 serangan atau konvulsi (kejang)  Monitor intake dan output

SAK HIV/AIDS Page 22


 kulit kemerahan  Berikan anti piretik
 pertambahan RR  Berikan pengobatan untuk mengatasi
 takikardi penyebab demam
 saat disentuh tangan terasa hangat  Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang berhubungan :  Berikan cairan intravena
- penyakit/ trauma  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- peningkatan metabolisme  Tingkatkan sirkulasi udara
- aktivitas yang berlebih  Berikan pengobatan untuk mencegah
- pengaruh medikasi/anastesi terjadinya menggigil
- ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat Temperature regulation
- terpapar dilingkungan panas  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
- dehidrasi  Rencanakan monitoring suhu secara
- pakaian yang tidak tepat kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan

SAK HIV/AIDS Page 23


 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

SAK HIV/AIDS Page 24


DAFTAR PUSTAKA

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St.


Louis.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa
: I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year
Book, Toronto

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.

NIC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam. Elsevier.

NOC. Bulechek,et.al. 2016. Nursing Interventions Classification. Edisi Enam.


Elsevier.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1.

SAK HIV/AIDS

Anda mungkin juga menyukai