Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Obstructive sleep apnea (OSA)
adalah suatu penyakit yang mulai
banyak dijumpai dengan tanda dan
gejala seperti terbangun dengan rasa
tercekik, hipertensi dan / atau fibrilasi
atrial, mendengkur, lingkar leher yang
besar, laki-laki atau perempuan pascamenstruasi, obesitas,
Gambar 1 Obstruksidilaporkan
Sleep Apnea oleh

pasangan tidur dengan apnea atau tercekik, tertidur saat mengemudi (Institute
for Clinical Systems Improvement, 2008).
Menurut American Academy of Sleep Medicine (2014) secara
klinis OSA didefinisikan sebagai berulangnya mengantuk berlebihan di siang
hari, mendengkur, saksi mata yang melihat adanya gangguan nafas,
terbangun karena terengah–engah atau tersedak yang terjadi paling sedikit 5
kejadian osbtruksi nafas (apnea, hiponea atau usaha nafas saat bangun) per
jam selama tidur. Adanya > 15kali kejadian obstruksi nafas per jam selama
tidur tanpa disertai gejala klinis terkait sudah cukup untuk mendiagnosa
OSA, terkait adanya hubungan tingkat obstruksi. Pada OSA yang terjadi
adalah penghentian air dan udara namun usaha napas tetap ada, sedangkan
henti napas sentral (CSA) adalah penghentian aliran udaradan usaha napas
secara bersamaan. (Antariksa, Budhi 2010)
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan
tidur, dapat berupa henti napas (apnea) atau menurunnya ventilasi
(hypoapnea) (Smeltzer & Bare, 2002).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah
suatu gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang
didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha
ventilasi yang ditandai dengan adanya rasa tercekik hipertensi dan / atau
fibrilasi atrial, mendengkur.
2

B. Etiologi
Menurut Downey, Ralph et. Al (2016), penyebab OSA melibatkan tiga
faktor, yaitu faktor struktural dan nonstruktural, termasuk faktor genetik.
Tabel. 1 Faktor-faktor terkait etiologi OSA
Faktor Struktural Faktor non Struktural Faktor Genetik
1. Faktor yang berhubungan 1. Faktor non struktural pada 1. Keluarga dengan
dengan anatomi tulang OSA: OSA
a. Kegemukan (obesitas).
kraniofasial yang memiliki resiko 2 –
b. Distribusi lemak
mempengaruhi pasien 4x
sentral.
dengan c. Jenis kelamin laki-laki. dibanding subjek
d. Usia
OSA terhadap kolapsnya normal.
e. Kondisi
2. Studi Larkin et al.
faring
pascamenopause.
(2010)
saat tidur: f. Penggunaan alcohol.
a. Variasi anatomi g. Penggunaan obat mengungkapkan gen
bawaan penenang. glial
h. Merokok
(elongasi wajah, cell line-derived
i. Kebiasaan mendengkur
kompresi neurotrophic faktor
dengan EDS
wajah posterior). j. Posisi tidur terlentang (GDNF)
b. Retrognatia dan k. Tidur rapid-eye
Alel A, Alel G dan
mikrognatia movement
CRP (Creactive
c. Hipoplasia mandibula.
(REM)
d. Bentuk kepala protein) beresiko
2. Kondisi lain terkait OSA:
Brachysefalik - Terkait a. Hipotiroidisme meningkatkan resiko
peningkatan AHI pada dikaitkan dengan OSA
kulit macroglossia pada orang Amerika-
putih tetapi tidak pada dan peningkatan massa Eropa
Afrika Amerika.. jaringan lunak di sedangkan pada
e. Displacement inferior
daerah AfrikaAmerika selain
hyoid.
faring. gen GDNF alel A,
f. Hipertrofi
b. Sindrom neurologis
adanya mutasi pada
adenotonsillar,
sindrom postpolio,
reseptor serotonin 2a
terutama pada anak-
distrofi
juga berdampak
anak
otot, dan sindrom
peningkatan
dan dewasa muda.
kegagalan
g. Sindrom Pierre Robin. OSA.
h. Down syndrome. otonom seperti sindrom
i. Sindrom Marfan.
ShyDrager
j. Sindrom Prader-Willi.
c. Stroke
k. Palatum dengan
d. Akromegali
lengkungan e. Paparan lingkungan,
tinggi (terutama pada meliputi asap, iritasi
wanita) lingkungan atau
2. Faktor struktural yang
3

berhubungan dengan alergen, dan alkohol


obstruksi dan obatobat sedatif
hidung meliputi polip, hipnotik.
deviasi
septum, tumor, trauma,
dan
stenosis.
3. Faktor struktural yang
berhubungan dengan
obstruksi
retropalatal meliputi (1)
palatum dan uvula letak
memanjang, dan posterior
dan
(2) hipertrofi tonsil dan
adenoid.
4. Faktor struktural yang
berhubungan dengan
obstruksi
retroglossal meliputi
makroglossia dan tumor.

C. Klasifikasi
Menurut (Sumardi, dkk, 2006 dalam Sumpono, 2010) ada tiga tipe Sleep
Apnea yaitu :
1. Tipe obstruktif (obstruktif sleep apnea/OSA)
Tipe ini yang paling sering terjadi keadaan ini terjadi bila ventilasi
menurun atau tidak adanya ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau
oklusi total pada saluran napas atas selama paling tidak sepuluh detik tiap
episode yang terjadi. Episode henti napas sering berlangsung selama antara
10 detik sampai 60 detik.
2. Tipe Sentral (Central Sleep Apnea)
Tipe ini jarang terjadi. Penyebab utamanya adalah kelainan pada
sistem saraf pusat yang mengatur sistem kardiorspirasi.
3. Tipe Campuran
Dimulai dari CSA kemudian diikuti dengan OSA.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang umum menurut Anthariksa, Budhi 2005
dihubungkan dengan kejadian OSA tampak pada tabel dibawah ini :
Tabel 2 Gejala klinis pada OSA
4

Gejala klinis Insidensi (%)


Suara dengkur 95 (%)
Mengantuk 75 (%)
Restless sleep 99 (%)
Mental abnormal 58 (%)
Perubahan personaliti 48 (%)
Impotensi 40 (%)
Sakit kepala siang hari 35 (%)
Nokturia 30 (%)
Enuresis tidak diketahui
Nocturnal choking tidak diketahui
Gambar 2 Gambaran polisomnogram obstructive apnea dan central
apnea

Menurut

Anthariksa, Budhi (2005), seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat:


A. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan
karena sebab lain.
B. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa
kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah
sepanjang hari dan gangguan konsentrasi.
C. Hasil PSG menunjukkan AHI ≥ 5 (jumlah total apnea ditambah terjadi
hipopnea perjam selama tidur).
D. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.

E. Faktor resiko Obstructive Sleep Apnea/OSA


Factor resiko kejadian sleep apnea menurut Daniel, 2008 dalam
Sumpono, 2010 yaitu :
1) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor penting terjadinya Obstructive
Sleep Apnea/OSA. Penekanan obesitas pada Obstructive Sleep
Apnea/OSA bukan terletak pada besarnya lingkar perut melainkan lingkar
leher. Penumpukan jaringan lemak pada anterolateral saluran napas
menyebabkan lumen saluran napas menyempit. Studi menunjukkan
lingkar leher merupakan prediktor kuat Obstructive Sleep Apnea / OSA.
5

Lingkar leher 48 cm beresiko tinggi. Pengukuran lingkar leher tepat


dilakukan dibawah Adam’s Apple.
2) Kebiasaan merokok dan minum alkohol
Asap rokok memicu inflamasi selama tidur selain itu juga menimbulkan
kerusakan mekanik dan saraf pada saluran napas atas, serta meningkatkan
resiko kolaps otot-otot faring selama tidur. Kebiasaan minum alkohol
terbukti bisa memicu terjadinya apneu pada individu
normal/asimptomatik. Alkohol mem perpanjang durasi apneu dan
memperberat hipoksemia.
3) Hipotiroid
Diduga kadar hormon tiroid yang menurun dan obesitas yang biasa
ditemukan pada pasien hipotiroid berperan terhadap terjadinya Obstructive
Sleep Apnea/OSA. Teori lain memaparkan, hipotiroid menyebabkan
akumuasi asam hialuronat pada kulit dan jaringan subkutan. Deposit
mukoprotein pada saluran napas akan menyebabkan pembesaran lidah dan
faring serta membran mukosa laring sehingga meningkarkan
kecenderungan kolaps salura napas pada waktu tidur.
4) Kelainan kraniofasial
Kelainan kraniofasial yang juga sering dikaitkan dengan Obstructive Sleep
Apnea / OSA adalah hipertrofi tonsil (terutama pada anak).

F. Patogenesis
Pada OSA terjadi pendorongan lidah dan palatum ke belakang sehingga
aposisi dengan dinding faring posterior yang menyebabkan oklusi nasofaring
dan orofaring. Sewaktu tidur oklusi saluran napas menyebabkan berhentinya
aliran udara meskipun pernapasan masih berlangsung sehingga timbul
apnea, asfiksia sampai proses terbangun yang singkat dari tidur dan terjadi
perbaikan patensi saluran napas atas sehingga aliran udara dapat diteruskan
kembali. Dengan
perbaikan asfiksia,
penderita tidur kembali
sampai kejadian
berikutnya terulang
kembali.
Saluran napas atas
kolaps jika tekanan

Gambar 3 Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita


mendengkur
6

faring negatif selama inspirasi melebihi kekuatan stabilisasi otot dilator dan
abduktor saluran napas atas. Beberapa penderita dengan penyempitan saluran
napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertropi adenotosilar, magroglossia
atau akromegali. Reduksi ukuran orofaring menyebabkan complaince saluran
napas atas meningkat sehingga cenderung kolaps jika ada tekanan negative.
Obesitas juga berperan dalam penyempitan jalan napas. Berat badan
yang berlebihan pada dinding dada dan disfungsi diafragma mengganggu
upaya ventilasi saat tidur dan jaringan lemak pada leher dan lidah
menurunkan diameter saluran napas yang merupakan predisposisi terjadinya
penutupan prematur saat jaringan otot relaksasi waktu tidur.
Saat bangun, aktiviti otot saluran napas atas lebihbesar dari normal,
kemungkinan kompensasi dari penyempitan dan tahanansaluran napas yang
tinggi. Aktiviti otot yang menurun saat tidur menyebabkan kolaps saluran
napas atas sewaktu inspirasi. Reduksi fisiologis aktivitas saluran napas atas
terjadi selama tidur REM. Alkohol dan obat sedatif menyebabkan depresi
aktiviti otot saluran napas atas sehingga terjadi kolaps.
Beberapa penderita juga tampak obstruksi hidung, tahanan tinggi
merupakan predisposisi kolaps saluran napas atas karena tekanan negatif
meningkat di faring saat inspirasi menyebabkan kontraksi diafragma
meningkatuntuk mengatasi tahanan aliran udara di hidung. Akhir obstructive
apnea tergantung proses terbangun dari tidur ke tingkat tidur yang lebih
dangkal dan diikuti oleh aktiviti otot dilator dan abduktor saluran napas atas
dan perbaikan posisi saluran napas.
Pada orang normal, ukuran dan panjang palatum lunak, uvula dan besar
lidah, saluran napas atas pada tingkat nasofaring, orofaring dan hipofaring
ukuran dan konturnya normal (Anthariksa, Budhi 2005).

G. Patofisiologi
Obstructive Sleep Apnea/OSA ditandai dengan kolaps berulang dari
saluran napas atas baik total atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara
pernapasan berkurang (hipoapnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi
desaturasi oksigen (hipoksemia). Kadang-kadang penderita benar-benar
terbangun pada saat apnea dimana mereka merasa tercekik. Lebih sering
penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial aurosal yang berulang,
berakibat pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.
7

Keadaan ini menyebabkan penderita mengantuk pada siang hari, kurang


perhatian, konsentrasi dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan
partial aurosal 6 yang disertai dengan peningkatan aktivitas andregenik
menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita
Obstructive Sleep Apnea/OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan
tidurnya dan datang ke dokter hanya karena teman tidurnya mengeluhkan
suara mendengkur yang keras (fase pre obstruktif) diselingi oleh keadaan
senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif) (Saragih, 2007 dalam
Sumpono, 2010).

Obesitas Kebiasaan merokok hipotiroid Kelainan kraniofasial


dan minum alkohol

Penumpukan Inflamasi saluran pembesaran Hipertrofi


lemak pada nafas atas lidah dan tonsil
anterolateral faring

H. Pathway

Tertutupnya saluran napas atas saat tidur


(Sleep Apnea)

Henti napas
Berhentinya aliran udara saat tidur saat tidur

Tidak mampu tidur Terbangun saat tidur

Cemas Gangguan
Gangguan Pola Tidur
Pertukaran Gas
8

Sumber : Daniel, 2008 dalam Sumpono, 2010, Anthariksa, Budhi 2005 dan
Nanda NIC NOC, 2015

I. Diagnostik
skala tidur dari Epworth sering digunakan untuk mengetahui kuantitas
dari derajat gangguan tidur pada seorang pasien sleep apnea. Pemeriksaan
fisik yang penting adalah menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT). Obesitas
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sleep apnea. Obesitas sentral
perlu diukur, karena dengan IMT normal, obesitas sentral juga salah satu dari
faktor risiko sleep apnea.
Morfologi saluran napas atas dan bentuk anatomis kraniofasial perlu
diperiksa untuk ditentukan kemungkinannya menjadi faktor risiko sleep
apnea. Leher yang pendek, mikrognatia, retrognatia, ukuran skor. Mallampati
sangat berhubungan dengan OSA.
Pengukuran saturasi oksigen selama tidur malam dengan oksimetri, dapat
digunakan untuk menguji apakah terjadi sleep apnea pada seseorangpasien
dengan gangguan tidur. Walaupun demikian, sepertiga pasien OSA tidak
terjadi penurunan saturasi oksigen.
Diagnostik baku untuk menentukan OSA adalah dengan polisomnografi
nocturnal yang dilakukan di klinik sleep apnea. Alat ini menggunakan
kombinasi dari elektroensefalografi untuk mencatat gelombang listrik saraf
pusat, elektro-okulografi untuk mencatat gerakan mata, oksimetri untuk
mencatat rekaman jantung, dan elektromiografi untuk mencatat gerakan otot
pernapasan selama keadaan tidur malam, dan monitor posisi tidur. Parameter
9

yang dihasilkan adalah hasil dari penghitungan terjadinya periode apnea dan
hypopnea (AHI). Indeks normalnya adalah kurang dari 5 kejadian perjam.
Dinyatakan OSA bila AHI lebih dari 5 kali perjam. Polisomnografi dengan
peralatan monitor yang lebih sederhana dapat dilakukan di rumah. Alat ini
digunakan selama 4 jam tidur malam. Penilaian polisomnogram meliputi
berhentinya aliran udara minimal 10 detik dengan gerakan napas masih
berjalan (OSA), berhentinya aliran udara dengan diikuti juga berhentinya
gerakan napas (CSA), dan campuran keduanya (Smeltzer & Bare, 2002).

Table 3 Penilaian Polisomnogram


Derajat OSA Indeks Gangguan Respirasi (IGR) Saturasi O2 (%)
Ringan 5-15 >85
Sedang 16-30 65 – 84
Berat >30 <65
IGR = rerata jumlah apnea dan hypopnea perjam selama tidur
(Menurut American Academy of Sleep Medicine, 1999)

J. Manajemen OSA
Manajemen ditujukan terutama pada resiko terjadinya gangguan
kardiovaskular dan kondisi hipersomnolen pada pasien OSA. Hipersomnolen
pada siang hari dapat menyebabkan pasien OSA kehilangan kewaspadaan
yang dapat berakibat gangguan social, kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu
lintas. Penyakit kardiovaskular yang bberhubungan dengan kejadian OSA
adalah hipertensi, stroke, penyakit jantung iskemia, hipertensi pulmonal.
Menurut penelitian dari Sleep Hearth Health Study, sindrom metabolic seperti
dyslipidemia, resistensi insulin, obesitas sentral, intoleransi glukosa dapat
merupakan kejadian yang mempengaruhi OSA (Smeltzer & Bare, 2002).
1. Pengobatan Konservatif
Manajemen konservatif termasuk perubahan posisi tidur miring ke
samping kanan atau kiri, tergantung pada perbaikan IGR. Mengurangi
berat badan, menghindari minuman mengandung alcohol dan mengurangi
konsumsi obat – obatan sedative termasuk juga pada menejemen
konservatif. Penurunan berat badan sebesar 10% akan mengurangi IGR
sebesar 26% (Smeltzer & Bare, 2002).
2. Pengobatan dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP)
10

Penggunaan CPAP berguna untuk mempertahankan patensi saluran


napas atas selama keadaan tidur tekanan oksigen disalurkan melalui
masker hidung (nasal mask). Masker dihubungkan dengan tekanan
oksigen yang dipompakan secara berkala, sesuai dengan frekuensi
pernapasan dengan IGR lebih dari 30 kejadian perjam. Pasien dengan IGR
antara 5 sampai dengan 30 kejadian perjam, yang disertai tanda dan gejala
hipersomnolen siang hari, gangguan konsentrasi dan adanya penyakit
serebrovaskular (hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner),
memerlukan terapi CPAP (Smeltzer & Bare, 2002).
3. Manajemen dengan Alat Penopang Mulut (Oral Appliances)
American Academy of Sleep Medicine, merekomendasikan alat ini
untuk OSA derajat ringan sampai sedang, apabila pasien tidak dapat
menggunakan CPAP. Prinsip alat ini adalah untuk tetap menjaga patensi
saluran napas atas. Penggunaan alat penopang mulut ini tidak menjamin
keberhasilan terapi OSA secara bermakna (Smeltzer & Bare, 2002).
4. Manajemen secara pembedahan
Tindakan bedah yang dilakukan untuk terapi OSA adalah
uvulopalatofaringoplasti, uvulopalatoplasty dengan sinar laser,
tonsilektomi, ablasi atau reseksi parsial lidah, rekonstruksi rahang atas
atau bawah, sampai dengan tindakan trakeostomi. Hasil maksimal dengan
tindakan bedah ini adalah 40%, untuk mengatasi OSA (Smeltzer & Bare,
2002).

K. Perawatan Pada Pasien Sleep Apnea


Asuhan keperawatan untuk klien dengan sleep apnea berfokus pada
pengajaran klien dan keluarga tentang bagaimana cara menggunakan
peralatan untuk membebaskan pernapasan dan manajemen lainnya.
Diskusikan hubungan obesitas, alkohol, dan obat penenang pada sindrom ini
dan berikan instruksi agar mengontrol berat badan (Burke, 2006)
11

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
 Riwayat Tidur
1. Kaji kebiasaan pola tidur klien, bed time ritual (aktivitas
untuk meningkatkan tidur seperti membaca, minum susu
dll), kuantitas dan kualitas tidur, apakah menggunakan obat
tidur, kaji lingkungan / ruang tidur
2. Kaji dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah
merasa segar setelah tidur, apa yang terjadi jika kurang
tidur
3. Gangguan tidur / faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan
tidur, kapan masalah tidur mulai terjadi
 Pemeriksaan Fisik
1. Kaji penampilan wajah klien, adakah lingkaran hitam
disekitar mata, mata sayu, konjungtiva merah, kelopak mata
bengkak, wajah terlihat kusut dan lelah
2. Kaji perilaku klien : cepat marah, gelisah, perhatian
menurun, bicara lambat, postur tubuh tidak stabil
3. Kaji kelelahan fisik, fatique, letargi
 Pemeriksaan Penunjang
1. EEG, EOG EMG Saturasi O2 dan ECG untuk mengatahui
adanya sleep apnoe
II. DIAGNOSA
1. Ganguan pola tidur b/d Sering terjaga di malam hari, sekunder
akibat (gangguan transport oksigen, gangguan eliminasi, gangguan
metabolisme).
2. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti
nafas saat tidur,a(sleep apnea) dan keetidak mampuan mengawasi
prilaku.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.

III. INTERVENSI
Menurut Nanda NIC NOC 2015

NO DIAGNOSA NOC NIC


12

1 Gangguan pola tidur NOC NIC


 Anxiety reduction Sleep Enhancement
 Comfort level  Determinasi
 Pain level efek-efek
 Rest: Extent and
medikasi
Pattern
 Sleep: Extent and terhadap tidur
 Jelaskan
Pattern
pentingnya tidur
Kriteria Hasil: yang adekuat
 Jumlah jam tidur  Fasilitas untuk
dalam batas normal mempertahanka
6-8 jam/hari n aktivitas
 Pola tidur, kualitas
sebelum tidur
dalam batas normal  Ciptakan
 Perasaan segar
lingkungan yang
sesudah tidur atau
nyaman
istirahat  Kolaborasi
 Mampu
pemberian obat
mengidentifikasi hal-
tidur
hal yang  Diskusikan
meningkatkan tidur dengan pasien
dan keluarga
tentang teknik
tidur pasien
 Instruksikan
untuk
memonitor tidur
pasien
 Monitor waktu
makan dan
minum dengan
waktu tidur
 Monitor/ catat
kebutuhan tidur
13

pasien setiap
hari
2 Ansietas NOC NIC
 Anxiety self-control Ansiety Reduction
 Anxiety level (penurunan
 Coping
kecemasan)
Kriteria Hasil:  Gunakan
 Klien mampu pendekatan
mengidentifikasi dan yang
mengungkapkan dan menenangkan
menunjukkan teknik  Nyatakan
untuk mengontrol dengan jelas
cemas harapan
 Vital sign dalam terhadap
batas normal pelaku pasien
 Postur tubuh,  Jelaskan
ekspresi wajah, semua
bahasa tubuh dan prosedur dan
tingkat aktivitas apa yang
menunjukkan dirasakan
berkurangnya selama
kecemasan prosedur
 Pahami
prespektif
pasien
terhadap
situasi stress
 Temani pasien
untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi
takut
 Bantu pasien
mengenal
14

situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien
untuk
mengungkapka
n perasaan,
ketakutan,
persepsi
 Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
 Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan
3 Gangguan pertukaran NOC NOC
 Respiratory Status: Airway
gas
Gas Exchanage Management
 Respiratory Status:  Buka jalan
Ventilation nafas, gunakan
 Vital Sign teknik chin lift
Kriteria Hasil: atau jaw thrust
 Mendemonstrasikan bila perlu
peningkatan  Posisikan
ventilasi dan pasien untuk
oksigenasi yang memaksimalka
adekuat n ventilasi
 Memelihara  Identifikasi
kebersihan paru- pasien perlunya
paru dan bebas dari pemasangan
tanda distress alat jalan nafas
pernafasan buatan
15

 Mendemonstrasikan  Pasang mayo


batuk efektif dan blia perlu
 Lakukan
suara nafas yang
fisioterapi dada
bersih, tidak ada
jika perlu
sianosis dan
Respiratory
dyspnue (mampu
Monitoring:
mengeluarkan  Monitor rata-
sputum, mampu rata kedalaman,
bernafas dengan irama, dan
mudah, tidak ada usaha respirasi
pursed lips)  Catat
 Tanda-tanda vital pergerakan
dalam rentang dada, amati
normal kesimetrisan,
penggunaan
otot tambahan,
retraksi otot
supraclavicular
dan intercostal
 Monitor suara
nafas seperti
dengkur
 Monitor pola
nafas:
bradipnea,
takipnea,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes
16

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah suatu gangguan pernafasan saat


tidur yang paling sering terjadi dengan ketiadaan aliran udara meskipun
terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya rasa tercekik hipertensi
dan / atau fibrilasi atrial, mendengkur.

Hambatan maupun pengurangan aliran udara selama apnea


menyebabkan hipoksia dan hiperkabnia. Untuk mengatasi resistensi jalan
udara selama pernafasan, diperlukan peningkatan usaha inspirasi. Jika
kejadian sleep apnea ini dibiarkan terus menerus, maka akan berisiko
terhadap kejadian hearth failure.

B. Saran

Kepada seluruh mahasiswa kesehatan, khususnya mahasiswa


keperawatan diharapkan dapat memahami bagaimana proses patofisiologi
pada pasien dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA). Sehingga, kita sebagai
perawat, dapat memberikan tindakan yang cepat, tepat dan akurat guna untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit Obstructive Sleep Apnea
(OSA).

DAFTAR PUSTAKA
17

American Lung Association State of Lung Disease in Diverse Communities.


2010.Obstructive Sleep Apnea or Sleep-Disordered Breathing; Diunduh
dari: http://www.lung.org/assets/ documents /publications/solddc-
chapters/osa.pdf. (diambil 8 Agustus 2017)

Anthariksa, Budhi.2005.Patogenesis, Diagnostik dan Skrinning OSA


(Obstructive Sleep Apnea).Jakarta: FKUI

Antariksa, B, Santoso, RM, Astuti, P. 2010. Obstructive Sleep Apnea (OSA)


dan Penyakit Kardiovaskular. Dept Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi, FKUI – RS Persahabatan dan Dept Kardiologi dan Ilmu
Kedokteran Vaskular, FKUI – RSPN Jantung Harapan Kita; Diunduh dari:
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA%20JANTUNG.pdf
(diambil 8 Agustus 2017)

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth’s


Edisi 8. Jakarta : EGC

Burke, Karen M. 2006. Medical Surgical Nursing Care. Jakarta : FKUI

Downey, R, et al. 2016. Obstructive Sleep Apnea;. Diambil dari:


http://emedicine.medscape.com/article/295807-overview#showall. (diambil
10 Agustus 2017)

Garvey, Jhon F et al.2015.Epidemiological Aspects of Obstructive Sleep


Apnea.
Diambil dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4454867/
(diambil 10 Agustus 2017)

Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI).2008.Diagnosis and


Treatment of Obstructive Sleep Apnea. Bloomington (MN): Institute for
Clinical Systems Improvement (ICSI)

Nurarif, A. H. dan Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis & Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : MediAction

Parati, Gianfranco et al.2016.Hearth Failure and Sleep Disorders.


(http://palgrave.nature.com/nrcardio/journal/v13/n7/full/nrcardio.2016.71.h
tml#access) (diambil 10 Agustus 2017)

Sumpono, A. S. B. 2010. Hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Dengan


Kejadian Hipertensi Di Poli Saraf Rsud Dr.Moewardi. Surakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai