A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a.) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1.) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2.) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3.) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
4.) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a.) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b.) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c.) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d.) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f.) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. PATHWAY
E. TANDA GEJALA
1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
H. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
1. Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini
cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
2. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri
dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan
ngamuk.
I. PERILKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
Perilaku Kekerasan
J. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain : (Maramis, 1998)
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
K. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan keperawatan
dan terapi modalitas.
a.) Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses keperawatan, yaitu
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan
serta evaluasi.
b.) Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam perawatan
kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area kedokteran, keperawatan, dan
disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas terapi
yang saat ini digunakan baik pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
(Videbeck, 2001, hlm. 69).
(a.) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi semua klien
ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang
direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau
diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik dan
meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat yang tulus
terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien.
Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien (Videbeck, 2001,
hlm. 259).
(b.) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama kelompok individu. Para
anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok
untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi
anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru memandang masalah atau cara
koping atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting (Videbeck, 2001, hlm. 70).
(c.) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien dan
anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika keluarga
memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional
keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan menguatkan
perilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995 dalam Videbeck, 2001, hlm.
71).
(d.) Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan
cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki
hubungan personal antara ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu,
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki
hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang sama dengan tahap
hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya
yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain
mendorong upaya mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi (Videbeck, 2001, hlm. 69).
2. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial.
a.) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan
perilaku kekerasan yaitu:
1.) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari penemuan
neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat (SSP) secara
langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi.
(Videbeck, 2001, hlm. 22).
Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa kategori obat yang digunakan
untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
(1.) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti
Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa
memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect dari
Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat
Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi
klien dengan cedera kepala, demensia dan ’developmental disability.
(2.) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk
menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
(Dr.Budi Anna Keliat, Dkk. 2005).
B. POHON MASLAH
Perilaku kekerasan
Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang
1. SP1.
Mengindentifikasi penyebab PK, tanda gejala PK, PK yang dilakukan klien, akibat PK,
caramngontrol PK, dan membantu pasien latihan mengontrol fisik I.
2. SP2.
Evaluasi jadwal kegiatan, melatih klien mengontrol PK dengan cara fisik II, dan
menganjurkan pasien memasukkan kegiatan di jadwal harian.
3. Sp3
Mengevaluasi jadwal kegiatan klien, melatih pasienmengontrol Pk dengan cara
verbal,dan menganjurkan klien memasukkan kegiatan kejadwal kegiatan harian.
4. SP4.
Keluarga
Mendidkusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien, menjelaskan
tentang penanganan PK, dan hal-hal yang dapat merugikan klien dan orang lain.
5. SP5.
Melatih keluarga dan mempraktekan cara merawat pasien dengan PK, melatih keluarga
melakukan cara merawat langsung pada klien PK, membantu keluarga membuatkan
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.