Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Perilaku kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik secara diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam Harnawati,
1993).
Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan
Sundeen, 1998).
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara
fisik baik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1998).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan
klien sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 1998).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik (Ketner et al., 1995).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito,
2000).
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut
WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.

C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a.) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1.) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2.) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3.) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan
genetik karyotype XYY.
4.) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b.) Teori Psikologik


1.) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang
dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku
agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2.) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua
mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif.
Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan
awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-
kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c.) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.

2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a.) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b.) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c.) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d.) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f.) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. PATHWAY

E. TANDA GEJALA
1. Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

F. RENTANG RESPON MARAH


1. Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
2. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
4. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
5. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
6. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.

Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.


G. AKIBAT PERILAKU KEKERASAN
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

H. PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
1. Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini
cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
2. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri
dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan
ngamuk.

I. PERILKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi,
wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.

3. Memberontak (acting out)


Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

Perilaku Kekerasan

J. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain : (Maramis, 1998)
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

K. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan keperawatan
dan terapi modalitas.
a.) Pendekatan proses keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan proses keperawatan, yaitu
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan
serta evaluasi.
b.) Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam perawatan
kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area kedokteran, keperawatan, dan
disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini secara singkat menjelaskan modalitas terapi
yang saat ini digunakan baik pada lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan
(Videbeck, 2001, hlm. 69).
(a.) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi semua klien
ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas atau kelompok yang
direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau
diskusi informal memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik dan
meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat yang tulus
terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran, serta perasaan klien.
Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman klien (Videbeck, 2001,
hlm. 259).
(b.) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama kelompok individu. Para
anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada kelompok
untuk membantu yang lain dan juga mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan
kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi
anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru memandang masalah atau cara
koping atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting (Videbeck, 2001, hlm. 70).
(c.) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien dan
anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika keluarga
memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional
keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif, dan menguatkan
perilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995 dalam Videbeck, 2001, hlm.
71).
(d.) Terapi individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada individu dengan
cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki
hubungan personal antara ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu,
memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan personal, memperbaiki
hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang sama dengan tahap
hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya
yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain
mendorong upaya mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat
maksimal yang mungkin dari terapi (Videbeck, 2001, hlm. 69).
2. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial.
a.) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan
perilaku kekerasan yaitu:
1.) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari penemuan
neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat (SSP) secara
langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi.
(Videbeck, 2001, hlm. 22).
Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa kategori obat yang digunakan
untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
(1.) Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti
Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini direkomendasikan untuk dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa
memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect dari
Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone obat
Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi
klien dengan cedera kepala, demensia dan ’developmental disability.
(2.) Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk
menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
(Dr.Budi Anna Keliat, Dkk. 2005).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Indentitas pasien.
Meliputi nama, jenis kelamin, agama, alamat, perkerjaan, tanggal lahir, umur, asal
daerah, suku bangsa, status perkawinan, tanggal pengkajian.
2. Indentitas penanggung jawab.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, perkerjaan dan hubungan dengan pasien.
3. Alasan masuk rumah sakit.
Yang menyebabkan klien dating kerumah sakit dan bagaimana gambaran tentang gejala.
4. Keluhan utama.
Yaitu keluan utama klien hingga dibawa kerumsh sakit.
5. Faktor Predisposisi
Adapun hal-hal yang perlu dikaji meliputi riwayat penyakit masalalu klien, riwayat
psikososial dan riwayat penyakit pada keluarga klien.
6. Faktor presipitasi.
Faktor pencetus yang membuat klien mengalami gangguan jiwa, timbulnya gejala
gangguan jiwa, penyebab munculnya gejala, apa saja yang telah dilakukan dan apa
hasilnya.
7. Pmeriksaan fisik
Pengkajian ttv, melakukan pemeriksaan fisik adakah keluhan sakit pada klien,system
integument, system syaraf, system pengindraan dan yang lainya yang dilakukan head toe
to.
8. Psikososial
Mengenai aspek social, aspek spiritual dan konsep diri pada klien seperti citra tubuh,
indetitas diri, peran diri, ideal diri, dan harga diri.
9. Status mental dan geonogram.
Meliputi penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, persepsi, isi
fikir, proses fikir, tingkat kesadran, memori, tingkat konsentrasi dan kehilangan, maslah
psikososial dan lingkungan, aspek medic, dan kebutuhan perencanaan pulang.

B. POHON MASLAH

Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Koping individu dan keluarga tidak efektif

L. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Perilaku Kekerasan.
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Perubahan persepsi sensori.
4. Harga diri rendah kronis.
5. Isolasi sosial. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
6. Berduka fungsional.
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
8. Koping keluarga inefektif.
(Nita Fitria, 2009. hal 146)
TGL DX RENCANA KEPERAWATAN INTERVENSI
Perilaku Setelah dilakukan ...x20 menit Beri salam / panggil
kekerasan interaksi diharapkan klien nama pasien.
menunjukkan tanda-tanda ·Sebut nama perawat
sambil Salaman
a. Pasien mau membalas salam. ·Jelaskan maksud
b. Pasien mau jabatan hubungan Interaksi
c. Pasien menyebutkan Nama ·Beri rasa nyaman dan
d. Pasien tersenyum sikap Empatis
e. Pasien ada kontak Mata ·Lakukan kontrak singkat tapi
f. Pasien tahu nama Perawat sering
Pasien menyediakan waktu untuk
kontrak
TUK Beri kesempatan
. Pasien dapat Mengungkapkan untukMengungkapkan perasaannya.
perasaannya. · Bantu pasien
b. Pasien dapat menyebutkan untukmengungkapkan marah atau
perasaan marah / jengkel jengkel.
TUK
Pasien dapat mengidentifikasi
tanda-tanda marah Anjurkan pasien
mengungkapkan perasaan
saat marah /jengkel.
·Observasi tanda perilaku
TUK
kekerasan pada pasien
Pasien dapatmengungkapkan
· Anjurkan pasienmengungkapkan
perilaku marah yang sering
marah yang biasa dilakukan
dilakukan
·Bantu pasien bermain peran sesuai
perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
.Bicarakan dengan pasien apa
dengan cara itu bisa menyelesaikan
masalah
RPK TUK: ·Identifikasi kemampuan keluarga
(Resiko a.pasien dapat dukungan keluarga merawat pasien dari sikap apa yang
Perilaku mengontrol marah. telah dilakukan
Kekerasan) ·Jelaskan peran serta keluarga
dalam merawat pasien.
· Jelaskan cara-cara
merawat pasien.
· Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara merawat
pasien.
·Bantu keluarga untuk
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
TUK
.Pasien dapat menggunakan obat Jelaskan jenis-jenis obat yang
dengan benar. diminum pasien dan oeluarga.
1.Diskusikan manfaat minum obat.
2. Jelaskan prinsip 5 benar minum
obat
3.Anjurkan pasien
minum obat tepat waktu
a.) Perilaku kekerasan / amuk
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku kekerasan SuObyektif
/ :
amuk  Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang

1. SP1.
Mengindentifikasi penyebab PK, tanda gejala PK, PK yang dilakukan klien, akibat PK,
caramngontrol PK, dan membantu pasien latihan mengontrol fisik I.
2. SP2.
Evaluasi jadwal kegiatan, melatih klien mengontrol PK dengan cara fisik II, dan
menganjurkan pasien memasukkan kegiatan di jadwal harian.
3. Sp3
Mengevaluasi jadwal kegiatan klien, melatih pasienmengontrol Pk dengan cara
verbal,dan menganjurkan klien memasukkan kegiatan kejadwal kegiatan harian.
4. SP4.
Keluarga
Mendidkusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien, menjelaskan

tentang penanganan PK, dan hal-hal yang dapat merugikan klien dan orang lain.
5. SP5.

Melatih keluarga dan mempraktekan cara merawat pasien dengan PK, melatih keluarga

melakukan cara merawat langsung pada klien PK, membantu keluarga membuatkan

jadwal aktivitas rumah dll.

Diagnosa 1: perilaku kekerasan


Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a.) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b.) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c.) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a.) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b.) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c.) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan :
a.) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b.) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c.) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a.) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b.) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c.) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a.) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b.) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c.) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
Tindakan :
a.) Diskuiskan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b.) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien
c.) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku
kekerasan, yaitu : tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal
7. Klien dapat mendemostrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan
Tindakan :
a.) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b.) Beri contoh cara berbicara yang baik
c.) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d.) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih
diruangan
8. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
a.) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b.) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
c.) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
d.) Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
9. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a.) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b.) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c.) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d.) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1
Keperawatan. Jakarta: Salemba

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.

Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan,
2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.

WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai