Anda di halaman 1dari 18

Kajian Redaman dan Kekakuan Bangunan Terhadap Konstruksi Rumah

Tahan Gempa Bumi*


Riris Saraswati**

Abstrak
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang rawan terjadi bencana alam.
Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah bencana alam
gempa bumi. Gempa bumi ini menyebabkan banyak kerugian bagi umat manusia.
Selain korban jiwa, gempa bumi juga menyebabkan kerusakan bagi rumah-rumah
masyarakat. Kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi ini disebabkan karena
ketidaktahuan pembuat rumah dalam membuat konstruksi bangunan rumah yang
tahan terhadap gempa bumi. Konstruksi bangunan rumah yang tahan terhadap
gempa bumi pada umumnya sama dengan konstruksi rumah biasa. Tetapi terdapat
beberapa penambahan agar rumah tersebut dapat tahan terhadap ancaman gempa
bumi. Rumah yang tahan terhadap ancaman gempa memiliki faktor kekakuan
bangunan dan redaman yang dapat meredam getaran gempa. Faktor kekakuan
bangunan mengahasilkan bangunan yang solid terhadap guncangan gempa. Faktor
kekakuan bangunan ini erat hubungannya dengan material penyusun bangunan
dan sambungan-sambungan. Material penyusun bangunan yang ringan, dapat
menghasilkan gaya gempa yang kecil. Material bangunan yang ringan adalah
material baja, beton ringan sebagai material dinding bangunan, dan material asbes
atau seng sebagai material atap bangunan. Sambungan-sambungan pada bangunan
harus dibuat erat, kuat, dan kaku agar percepatan yang dialami bangunan menjadi
kecil. Selain kekakuan, terdapat faktor redaman yang berfungsi untuk meredam
getaran gempa. Bahan yang dapat meredam getaran gempa adalah bantalan karet.
Bantalan karet memiliki elastisitas yang tinggi sehingga dapat meredam getaran
gempa.
Kata kunci: Gempa bumi, kerusakan rumah, kekakuan bangunan, redaman.

Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana alam. Hal tersebut
diungkapkan juga dalam undang-undang no 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana yang menyebutkan bahwa wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, biologis, hidrologis, dan
demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang di sebabkan oleh
faktor alam, faktor nonalam, maupun faktor manusia yang menyebabkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

1
dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan
nasional. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa
bumi. Gempa bumi menyebabkan korban jiwa dan rusaknya rumah akibat gaya
yang ditimbulkan oleh gempa. Rusaknya rumah tersebut disebabkan karena
ketidakmampuan konstruksi bangunan dalam menahan gaya gempa yang
menimpanya.

Pengetahuan tentang konstruksi rumah yang tahan terhadap gempa bumi


sangat dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia. Khususnya bagi masyarakat yang
tinggal di daerah yang rawan terjadi gempa bumi. Hal ini dimaksudkan agar
masyarakat dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi. Salah
satu cara untuk mengurangi kerugian akibat gempa bumi adalah dengan
membangun rumah yang tahan terhadap gempa bumi. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana penjelasan tentang kajian redaman dan
kekakuan bangunan terhadap konstruksi rumah tahan gempa bumi. Makalah ini
akan membahas tentang gempa bumi, kriteria rumah tahan gempa bumi, kekakuan
bangunan yang dapat mengurangi resiko gempa bumi, dan redaman yang
merupakan bahan yang dapat meredam getaran gempa bumi. Diharapkan dengan
adanya makalah ini dapat membantu mengetahui bagaimana penjelasan tentang
kajian redaman dan kekakuan bangunan terhadap konstruksi rumah tahan gempa
bumi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis sebuah


makalah dengan judul “Kajian Redaman dan Kekakuan Bangunan Terhadap
Konstruksi Rumah Tahan Gempa Bumi”. Makalah ini diharapkan dapat menjadi
referensi bacaan yang dapat menambah pengetahuan pembaca tentang konstruksi
rumah yang tahan terhadap bencana gempa bumi.

Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari kulit bumi yang
bersifat tidak abadi atau sementara dan kemudian menyebar ke segala arah

2
(Howel dalam Nandi, 2006). Proses terjadinya gempa bumi diibaratkan sebagai
sebuah telur. Dimana telur memiliki 3 bagian yaitu: (1) kulit telur; (2) putih telur;
(3) kuning telur. Kulit telur yang keras adalah kerak bumi, putih telur adalah
mantel bumi, dan kuning telur adalah inti bumi (inti luar dan inti dalam)
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Pada suatu ketika bagian
dalam mantel bumi mengalami pergerakan yang disebut dengan aliran mantel
bumi. Akibat adanya pergerakan inilah bagian atas mantel bumi dan juga kerak
bumi ikut bergerak secara perlahan-lahan. Bagian keras yang bergerak ini
dinamakan dengan lempeng. Gempa bumi terjadi pada saat batuan di kerak bumi
mengalami tekanan akibar pergerakan lempeng-lembeng bumi. Sebagian besar
terjadi ketika adanya gesekan antar dua lempeng. Lempeng yang dimaksud adalah
lempeng benua dan lempeng samudra. Akibat adanya pertemuan dua lempeng
yang bertabrakan tersebut menghasilkan gelombang kejut yang disebut dengan
gempa.
Gelombang yang Dihasilkan Ketika Gempa
Gelombang Badan
1. Gelombang Primer (P)
Gelombang Primer atau gelombang kompresi merupakan gelombang
badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari gelombang S.
Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang merambat bolak
balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan.
Gelombang ini merupakan gelombang yang pemtama kali tercatat pada
seismograf (Cristina, 2011). Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini
memiliki waktu tiba terlebih dahulu dari pada gelombang S. Kecepatan
gelombang P (𝑣𝑝 ) adalah > 8 𝑘𝑚/𝑠.

Gambar 1. Ilustrasi Gerak Gelombang Primer


Sumber: (Hidayati, 2010)

3
2. Gelombang Sekunder (S)
Gelombang S atau gelombang transversal (Shear wave) adalah salah satu
gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap
arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang transversal
muncul setelah gelombang longitudinal dan tercatat pada seismograf setelah
gelombang longitudinal (Cristina, 2011). Kecepatan gelombang S (𝑣𝑠 ) adalah
± 3 – 4 𝑘𝑚/𝑠 (Hidayati, 2010).

Gambar 2. Ilustrasi Gerak Gelombang Sekunder


Sumber: (Hidayati, 2010)
Gelombang Permukaan
1. Gelombang Love
Gelombang ini merupakan gelombang yang arah rambat partikelnya
bergetar melintang terhadap arah penjalarnya. Gelombang love merupakan
gelombang transversal. Gelombang love memiliki karakteristik yang sama dengan
gelombang sekunder. Perbedaan gelombang love dan gelombang sekunder adalah
terjadi pada lokasi perambatannya. Gelombang love terjadi pada permukaan bumi
sedangkan gelombang sekunder terjadi di dalam bumi. Kecepatan gelombang ini
(𝑣𝐿 ) adalah ±2,0 − 4.4 𝑘𝑚/𝑠 (Hidayati, 2010).
2. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang
memiliki kecepatan (𝑣𝑅 ) adalah ± 2,0 – 4,2 𝑘𝑚/𝑠. Arah rambatnya bergerak
tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar (Hidayati, 2010).
Kekuatan Gempa Bumi
Kekuatan gempa bumi dapat diukur menggunaka 2 macam skala yaitu
skala ritcher dan skala MMI (Modified Mercalli Intensity).

4
1. Skala Ritcher
Skala Richter adalah skala yang digunakan untuk memperlihatkan
besarnya kekuatan gempa. Alat yang digunakan untuk mencatat Skala Richter
disebut seismograph. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-
gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam
perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di
tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat
dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan
dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi.
Skala Ritcher diusulkan oleh fisikawan bernama Charles Ritcher.
Persamaan dasar untuk menghitung skala ritcher adalah:
𝐴
𝑀𝐿 = log 10 𝐴 − log 10 𝐴0 = log 10 ( )
𝐴0
Dimana A adalah ekskursi maksimum dari seismograf Wood Andersor.
Tabel 1. Skala Ritcher
Skala Keterangan
2,0 – 3,4 Tidak terasa, tapi terekam seismograf
3,5 – 4,2 Hanya terasa oleh beberapa orang
4,3 – 4,8 Terasa oleh banyak orang
4,9 – 5,4 Terasa oleh semua orang
5,5 – 6,1 Sedikit merusak bangunan
6,2 – 6,9 Merusak bangunan
7,0 – 7,3 Rel kereta api bengkok
7,4 – 7,9 Kerusakan hebat
8,0 – 8,9 Kerusakan luar biasa
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016: 3)
2. Skala MMI (Modified Mercalli Intensity)
Skala Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi.
Satuan ini diciptakan oleh seorang vulkanologis dari Italia yang bernama
Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Skala Mercalli terbaagi menjadi 12 pecahan
berdasarkan informasi dari orang-orang yang selamat dari gempa tersebutdan juga
dengan melihat dan membandingkan tingkat kerusakan akibat gempa bumi
tersebut. Oleh itu skala Mercalli adalah sangat subjektif dan kurang tepat

5
dibanding dengan perhitungan magnitudo gempa yang lain. Oleh karena itu, saat
ini penggunaan skala Richter lebih luas digunakan untuk untuk mengukur
kekuatan gempa bumi. Tetapi skala Mercalli yang dimodifikasi, pada tahun 1931
oleh ahli seismologi Harry Wood dan Frank Neumann masih sering digunakan
terutama apabila tidak terdapat peralatan seismometer yang dapat mengukur
kekuatan gempa bumi di tempat kejadian.
Tabel 2. Skala Mercalli
Skala Keterangan
1 MMI Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh
beberapa orang
2 MMI Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang
digantung bergoyang
3 MMI Getaran dinyatakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan
ada truk berlalu.
4 MMI Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar
oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan
dinding berbunyi.
5 MMI Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak
terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang
dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
6 MMI Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua
terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap
pada pabrik rusak, kerusakan ringan.
7 MMI Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah
dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Sedangkan pada
bangunan yang konstruksinya kurang baik terjadi retak-retak bahkan
hancur, cerobong asap pecah. Terasa oleh orang yang naik
kendaraan.
8 MMI Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat.
Retak-retak pada bangunan degan konstruksi kurang baik, dinding
dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-
monumen roboh, air menjadi keruh.
9 MMI Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi
tidak lurus, banyak retak. Rumah tampak agak berpindah dari
pondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.
10 MMI Bangunan dari kayu yang kuat rusak,rangka rumah lepas dari
pondamennya, tanah terbelah rel melengkung, tanah longsor di tiap-
tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.
11 MMI Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri. Jembatan
rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama

6
sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.
12 MMI Hancur sama sekali, Gelombang tampak pada permukaan tanah.
Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.
(BMKG.go.id)
Kriteria Rumah Tahan Gempa
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2006: 5-6), kriteria rumah yang
tahan terhadap gempa bumi adalah sebagai berikut:
a. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami
kerusakan sama sekali.
b. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada
elemen-elemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen
struktur.
c. Bila terkena gempa bumi yang kuat, bangunan tersebut tidak boleh runtuh
baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh mengalami
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki; bangunan tersebut boleh mengalami
kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat
sehingga dapat berfungsi kembali.
Pemilihan Lokasi Bangunan
Untuk menjamin keamanan bangunan rumah terhadap gempa bumi, maka
dalam memilih lokasi dimana bangunan akan didirikan harus memperhatikan hal-
hal berikut ini:
a. Bila bangunan rumah akan dibangun pada lahan perbukitan, maka lereng
bukit harus dipilih yang stabil agar tidak longsor pada saat gempa bumi
terjadi (Departemen Pekerjaan Umum, 2006: 14).
b. Bila bangunan rumah akan dibangun di lahan dataran, maka bangunan tidak
diperkenankan dibangun di lokasi yang memiliki jenis tanah yang sangat
halus dan tanah liat yang sensitif (Departemen Pekerjaan Umum, 2006: 14).
Kekakuan Bangunan

Kekakuan struktur bangunan rumah menjadikan struktur bangunan


menjadi lebih solid terhadap goncangan gempa bumi. Bangunan harus diberikan

7
kekakuan secukupnya, sehingga gaya inersia 𝐹 = 𝑚. 𝑎 yang terjadi tidak besar
(Kurnia, 2011). Gaya inersia ini sangat erat hubungannya dengan kekakuan
bangunan. Semakin kaku suatu bangunan, maka gaya inersianya juga semakin
besar. Ketika gaya inersia atau gaya untuk mempertahankan keadaan semakin
besar, maka kerusakan bangunan yang dikenai oleh gempa semakin kecil.
Kekakuan bangunan diperlukan agar bangunan tidak bergoyang secara berlebihan.
Kekakuan pada bangunan tahan gempa juga diperlukan agar pergerakan bangunan
dapat dibatasi ketika gempa bumi terjadi. Kekakuan bangunan berhubungan
dengan material struktur bangunan dan sistem sambungan struktur bangunan.

Material Struktur Bangunan yang Menghasilkan Kekakuan Bangunan

Material struktur bangunan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi


kekakuan bangunan. Material struktur bangunan ini berhubungan dengan massa
total struktur bangunan tersebut. Menurut Febri (2010), material baja adalah
material yang paling unggul dibandingkan dengan material beton dan kayu jika
ditinjau dari parameter kekakuan, kekuatan dan daktilitas bangunan. Rasio kuat
dibanding berat untuk volume yang sama dari baja ternyata lebih tinggi dibanding
beton. Baja memiliki keunggulan karena sifatnya yang lebih ringan dibanding
beton dan kayu (Febri, 2010).

Bangunan yang ringan akan menghasilkan gaya gempa yang kecil. Seperti
diketahui bahwa gaya gempa pada bangunan ditentukan oleh percepatan tanah (a)
dan juga massa bangunan (m). Menurut Hukum II Newton,

𝐹 = 𝑚. 𝑎 (Kurnia, 2011)
Menurut persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa semakin kecil massa
bangunan maka gaya gempa yang dihasilkan juga semakin kecil. Dengan
menggunakan bahan baja dalam konstruksi bangunan yang diketahui memiliki
massa yang ringan, maka gaya gempa yang dihasilkan juga semakin kecil.
Apabila gaya gempa kecil, maka kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh
gempa bumi juga kecil.
8
Material Dinding dan Atap Bangunan Tahan Gempa

Dinding rumah merupakan bagian rumah yang berada tepat di atas


pondasi. Dinding rumah digunakan sebagai penghubung antara pondasi rumah
dan atap rumah. Dinding rumah berfungsi sebagai pemisah antar ruang, baik antar
ruang dalam maupun ruang dalam dan ruang luar (Rihants, 2013). Pada konstruksi
dinding rumah yang tahan gempa bumi, material dinding bangunan juga harus
diperhatikan. Menurut Bolinggi (2009), bangunan rumah yang tahan terhadap
gempa bumi memerlukan material yang ringan dan kuat. Tak terkecuali material
dinding dan atap bangunan. Untuk bangunan tahan gempa, tredapat material-
material tertentu yang dapat dijadikan sebagai pilihan. Menurut Tribunnews
(2017), material beton ringan adalah material yang cocok digunakan untuk
bangunan yang ramah gempa bumi. Hal ini disebabkan karena beton ringan
memiliki massa yang ringan dan juga kuat. Salah satu jenis beton ringan adalah
quipanel. Quipanel dapat digunakan sebagai bahan dinding bangunan dan lantai
dak. Quipanel terbuat dari campuran semen, styrofoam dan bahan kimia tertentu
serta dilapisi oleh fiber semen pada bagian luarnya.

Gambar 5. Quipanel Beton Ringan


Sumber: https://www.sijubel.com/aneka-jasa/jasa-lainnya/quipanel-beton-
ringan_3702
Sedangkan untuk material atap bangunan tahan gempa terdapat bahan
tertentu. Menurut Bolinggi (2009), pemakaian genteng beton atau genteng
keramik tidak disarankan untuk bangunan tahan gempa dikarenakan massa
genteng beton dan genteng keramik yang cukup berat. Pemakaian atap zinkalume
(campuran seng dan aluminium) ataupun atap asbes yang ringan lebih disarankan
untuk material atap bangunan tahan gempa.

9
Sistem Sambungan Struktur Bangunan

Sistem sambungan struktur bangunan berhubungan dengan percepatan


bangunan akibat adanya gerakan oleh gempa bumi. Struktur bangunan yang kaku
akan menghasilkan percepatan bangunan yang kecil. Apabila percepatan
bangunan yang dihasilkan kecil, maka gaya yang dihasilkan juga kecil. Apabila
gaya gempa kecil, maka kerusakan bangunan juga kecil. Untuk menghasilkan
kekakuan bangunan yang diinginkan, maka sistem sambungan struktur bangunan
tahan gempa juga perlu diperhatikan. Berikut adalah beberapa sistem sambunngan
pada bangunan tahan gempa yang dapat menghasilkan kekakuan.

1. Sambungan Antara Sloof dengan Sloof dan Sloof dengan Kolom

Gambar 6. Sambungan Antara Sloof Dengan Sloof Dan Sloof Dengan


Kolom
Sumber: (Lasantha, 2011)

2. Detail Sambungan Pada Kolom dan Balok


Gambar berikut ini mengilustrasikan bagaimana sambungan pada kolom
dan balok yang dapat menahan getaran gempa.

Gambar 7. Detail Sambungan Pada Kolom dan Balok


Sumber: (Lasantha, 2011)

10
Pada setiap pertemuan antara besi kolom dengan besi ring balok harus
diperhatikan adanya pejangkaran pada tiap ujung besi kolom dan ujung besi ring
balok. Panjang penjangkaran yang disarankan adalah sepanjang 40 kali diameter
besi yang dipakai (Sahay, 2010). Misalnya, besi yang dipakai adalah 8 mm maka
panjang penjangkarannya sebesar 40 × 8 mm = 320 mm atau 32 cm. Penjangkaran
pada sistem struktur sangat berperan penting untuk menahan getaran gempa pada
sebuah bangunan. Panjang penjangkaran sangat berperan terhadap ketahanan
bangunan pada waktu terjadi gempa. Selama ini dalam membangun sebuah rumah
banyak pekerja mengabaikan persyaratan panjang penjangkaran besi. Akibatnya,
ikatan antara besi kolom dengan besi balok atau ring balok tidak memenuhi
persyaratan konstruksi.

Tabel 3. Ukuran Penjangkaran Besi Beton

No Diameter Besi Panjang Penjangkaran


1 6 mm 6 𝑚𝑚 𝑥 40 = 240 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 24 𝑐𝑚
2 8 mm 8 𝑚𝑚 𝑥 40 = 320 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 32 𝑐𝑚
3 9 mm 9 𝑚𝑚 𝑥 40 = 360 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 34 𝑐𝑚
4 10 mm 10 𝑚𝑚 𝑥 40 = 400 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 40 𝑐𝑚
5 12 mm 12 𝑚𝑚 𝑥 40 = 480 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 48 𝑐𝑚
6 13 mm 13 𝑚𝑚 𝑥 40 = 520 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 52 𝑐𝑚
7 16 mm 16 𝑚𝑚 𝑥 40 = 640 𝑚𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 64 𝑐𝑚
(Sahay, 2010)

Menurut SNI (2002), pembengkokan tulangan harus memenuhi ketentuan


sebagai berikut:

1. Bengkokkan 180o ditambah perpanjangan 4 𝑑𝑏 , tapi tidak kurang dari 60 mm


pada ujung bebas kait.
2. Bengkokkan 90o ditambah perpanjangan 12 𝑑𝑏 pada ujung bebas kait.
3. Untuk sengkang dan kait pengikat:
a. Batang D-16 dan yang lebih kecil, dibengkokkan 90o ditambah
perpanjangan 6 𝑑𝑏 pada ujung kait bebas.

11
b. Batang D-19, D-22, dan D-25, dibengkokkan 90o ditambah perpanjangan
12 𝑑𝑏 pada ujung kait bebas.
c. Batang D-25 dan yang lebih kecil, dibengkokkan 135o ditambah
perpanjangan 6 𝑑𝑏 pada ujung kait bebas

Redaman

Redaman adalah proses dimana terjadinya pengurangan amplitudo dari


suatu getaran. Suatu bangunan yang dikenai beban gempa tidak akan selamanya
bergetar. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu sifat peredam pada elemen-elemen
struktur dari struktuir bangunan. Kemampuan struktur bangunan untuk meredam
getaran bergantung pada bahan yang dipakai, bentuk struktur, sifat tanah dan sifat
getaran yang dialami (Kurnia, 2011).

Penggunaan peralatan peredam gempa tersebut berfungsi untuk menyerap


energi gempa yang dipikul oleh elemen struktur. Sehingga, bangunan menjadi
lebih elastis dan terhindar dari kerusakan gempa yang parah. Dalam
perkembangan teknologi, struktur bangunan tahan gempa telah digunakan
peredam mekanis yaitu berupa peredam dari logam yang cukup lunak atau sejenis
karet yang dipasang pada landasan bangunan dan kolom-kolom serta landasan
balok sebagai bantalan.

Gambar 8. Respons Antara Struktur Bangunan.


Sumber: (Pramana, 2010)

12
Pemasangan Alat Peredam Gempa Pada Bangunan Tahan Gempa Bumi

Terdapat beberapa jenis alat yang digunakan untuk meredam getaran


gempa pada bangunan tahan gempa. Pada makalah ini, alat peredam gempa yang
akan dicontohkan oleh penulis adalah bantalan karet sebagai alat peredam gempa.
Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, tampaknya penggunaannya
akan semakin berkembang luas di masa datang. Berbagai daerah di Indonesia
yang dikategorikan rawan gempa, menjadikan bantalan karet peredam gempa ini
sangat diperlukan untuk melindungi struktur bangunan. Bantalan karet ini
tergolong murah, dan bukan merupakan alat berteknlogi tinggi.

Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom,


yaitu diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam ini, berfungsi untuk
mengurangi getaran akibat gempa. Sedangkan lempengan baja, digunakan untuk
menambah kekakuan bantalan karet.

Gambar 10. Pemasangan Bantalan Karet Pada Tiap Kolom


Sumber: (Pramana, 2010)

Gaya reaksi yang sampai pada bangunan tersebut, dapat dikurangi melalui
penggunaan bantalan karet tahan gempa ini. Dengan adanya bantalan tersebut
memungkinkan bangunan untuk bergerak bebas pada saat berlangsung gempa
bumi tanpa tertahan oleh pondasi. Bantalan karet tersebut dapat mengurangi gaya
reaksi hingga 70%. Karena, secara alami karet alam memiliki fleksibilitas yang
tinggi dan dapat menyerap energi.

13
Pembahasan
Gempa bumi adalah getaran yang terjadi pada kulit bumi yang bersifat
sementara yang menyebar ke segala arah. Gempa bumi menghasilkan beberapa
jenis gelombang yaitu: gelombang primer, gelombang sekunder, gelombang cinta
dan gelombang rayleigh. Gelombang-gelombang gempa tersebut memiliki
kecepatan gerak yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian yang dilalui oleh gelombang tersebut.
Rumah tahan gempa adalah rumah yang dapat mengurangi resiko akibat
gempa bumi. Rumah yang tahan gempa bumi memiliki kriteria, yaitu: (1) bila
terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan
sama sekali; (2) bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak
pada elemen-elemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen
struktur; dan (3) bila terkena gempa bumi yang kuat, bangunan tersebut tidak
boleh runtuh baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh
mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki; bangunan tersebut boleh
mengalami kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan
cepat sehingga dapat berfungsi kembali. Selain kriteria bangunan tahan gemap,
pemerintah juga mengatur lokasi bangunan agar terhindar dari gempa bumi, yaitu:
(1) bila bangunan rumah akan dibangun pada lahan perbukitan, maka lereng bukit
harus dipilih yang stabil agar tidak longsor pada saat gempa bumi terjadi; (2) bila
bangunan rumah akan dibangun di lahan dataran, maka bangunan tidak
diperkenankan dibangun di lokasi yang memiliki jenis tanah yang sangat halus
dan tanah liat yang sensitif. Penentuan lokasi bangunan tersebut dimaksudkan
untuk mengurangi resiko akibat gempa bumi.
Konstruksi bangunan rumah tahan gempa, secara keseluruhan sama
dengan konstruksi rumah biasa. Namun terdapat beberapa hal yang perlu
ditambahkan agar rumah tersebut tahan terhadap gempa. Faktor kekakuan
bangunan dan redaman merupakan hal yang perlu ditambahkan agar bangunan
rumah tersebut tahan terhadap guncangan gempa bumi. Kekakuan struktur
bangunan rumah adalah hal yang menjadikan bangunan tersebut menjadi lebih
14
solid. Kekakuan bangunan ini berhubungan dengan massa bangunan dan gaya
gempa. Menurut Hukum II Newton 𝐹 = 𝑚. 𝑎. Berdasarkan persamaan tersebut
dapat diketahui bahwa semakin kecil massa bangunan, maka semakin kecil pula
gaya gempa yang dihasilkan. Kekakuan bangunan ini erat hubungannya dengan
material penyusun bangunan. Untuk mendapatkan massa bangunan yang kecil,
maka material bangunan yang digunakan harus memiliki massa yang ringan.
Material bangunan yang memiliki massa yang ringan adalah baja. Baja memiliki
kelebihan sifat yaitu lebih ringan dibanding beton dan kayu. Selain material baja,
pada dinding bangunan juga harus menggunakan material yang ringan agar massa
bangunan juga menjadi ringan. Pada metrial dinding bangunan digunakan jenis
material beton ringan. Dalam hal ini material beton ringan yang digunakan adalah
quipanel. Quipanel adalah bahan yang terbuat dari campuran semen, styrofoam
dan bahan kimia tertentu serta dilapisi oleh fiber semen pada bagian luarnya.
Bahan quipanel ini memiliki beberapa kelebihan, beberapa diantaranya yaitu
ringan dan kuat. Oleh sebab itu quipanel cocok digunakan untuk material
bangunan tahan gempa bumi. Selain material dinding bangunan, terdapat juga
material atap bangunan. Untuk material atap bangunan tidak disarankan
menggunakan genteng beton atau genteng keramik. Hal ini disebabkan karena
kedua bahan tersebut memiliki massa yang besar. Material atap bangunan yang
disarankan adalah seng atau asbes. Hal ini disebabkan karena seng atau asbes
memiliki massa yang lebih ringan. Untuk bangunan tahan gempa bumi,
disarankan menggunakan material-material bangunan yang memiliki massa yang
ringan. Hal bertujuan agar massa bangunan menjadi ringan. Apabila massa
bangunan kecil, maka gaya gempa yang dihasilkan juga kecil. Apabila gaya
gempa kecil, maka kerusakan yang dialami oleh bangunan juga semakin kecil.
Selain massa bangunan, kekakuan erat hubungannya dengan sambungan-
sambungan. Sambungan-sambungan yang ada pada bangunan yaitu: (1)
sambungan antara sloof dengan sloof; (2) sambungan antara sloof dengan kolom;
dan (3) sambungan antara kolom dengan balok. Sambungan-sambungan tersebut
harus dibuat sangat erat, kuat dan kaku. Hal ini bertujuan untuk mempersulit
15
gerakan-gerakan bangunan tersebut. Semakin sulit bangunan tersebut bergerak,
maka semakin kecil percepatan yang dihasilkan. Apabila percepatan kecil, maka
gaya gempa yang dihasilkan juga kecil. Apabila gaya gempa kecil, maka
kerusakan yang dialami oleh bangunan juga kecil.
Redaman adalah proses dimana terjadinya pengurangan amplitudo dari
suatu getaran. Pemberian alat peredam gempa ini bertujuan untuk memberikan
efek elastis kepada bangunan. Elastisitas erat hubungannya dengan gaya pemulih.
Gaya pemulih berfungsi untuk mengembalikan bangunan ke posisi semula setelah
mengalami pergerakan akibat gempa bumi. Dengan adanya hal tersebut, maka
bangunan tidak akan langsung patah setelah terkena gempa bumi karena bangunan
dapat kembali ke keadaan semula. Alat peredam gempa yang digunakan pada
bangunan tahan gempa adalah berupa bantalan karet yang dipasang diantara
pondasi dan bangunan di atas pondasi. Bantalan karet ini memiliki sifat yang
sangat elastis sehingga dapat mengurangi getaran akibat gempa. Dengan adanya
alat peredam gempa berupa bantalan karet ini, dapat memperkecil kerusakan
bangunan yang diakibatkan oleh gempa bumi.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan material baja, seng atau asbes sebagai material atap bangunan
serta beton ringan sebagai material dinding bangunan yang memiliki massa
ringan lebih dianjurkan pada bangunan tahan gempa. Karena semakin kecil
massa material bangunan, maka gaya gempanya juga semakin kecil. Apabila
gaya gempa kecil, maka kerusakan yang dialami oleh bangunan juga kecil.
2. Sambungan antara sloof dengan kolom dan sloof dengan sloof serta kolom
dengan balok harus dibuat sangat erat agar bangunan menjadi kaku dan
percepatan bangunan yang dihasilkan kecil sehingga memperkecil gaya
gempa.
3. Penggunaan material peredam gempa berupa bantalan karet dapat meredam
getaran gempa sehingga mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat
gempa bumi.
16
Saran
1. Untuk bangunan yang tahan gempa bumi, disarankan menggunakan material
bangunan ringan. Seperti asbes atau seng untuk struktur atap bangunan, beton
ringan untuk struktur dinding bangunan, dan material baja.
2. Untuk memperkecil getaran pada gempa bumi, disarankan untuk
menggunakan alat peredam gempa pada bangunan yang tahan gempa bumi.

Daftar Pustaka
BMKG. (2018). Skala MMI bmkg. http://www.bmkg.go.id/gempabumi/skala-
mmi.bmkg. Diakses pada 13 Februari 2018.

Bolinggi, I. (2009). Material Bangunan Tahan Gempa.


http://www.rumahide.com/material-bangunan-tahan-gempa. Diakses
pada 5 Februari 2018.

Burhanudin, U. (2015). Qiupanel Beton Ringan. https://www.sijubel.com/aneka-


jasa/jasa-lainnya/quipanel-beton-ringan_3702. Diakses pada 5 Februari
2018.

Cristina, J. (2011). Makalah yang Berjudul Gempa Bumi dan Aktivitasnya di


Indonesia. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. (2006). Pedoman Teknis Rumah Bangunan Tahan


Gempa. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Febri, B.Y. (2010). Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS 400
Studi Kasus di PT INKA Madiun. Tesis. Surabaya: FMIPA Institut
Teknologi Sepuluh November.

Hidayati, S. (2010). Pengenalan Seismologi Gunungapi. Diklat Pelaksana Pemula


Pengamat Gunungapi Baru, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. Bandung.

Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. (2016). Penanggulangan Krisis Kesehatan untuk Anak Sekolah.


Jakarta: Kemenkes RI.

Kurnia, A. (2011). Perancangan Bangunan Tahan Gempa. Pematang Siantar:


Universitas Simalungun.
17
Lasantha, L. (2011). Sambungan Tulangan Beton Tahan Gempa.
http://rumahdangriya.blogspot.co.id/2011/09/detail-sambungan-tulangan-
beton-tahan.html. Diakses pada 30 Januari 2018.

Nandi, N. (2006). Handout Geologi Lingkungan : Gempa Bumi. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia.

Pramana, S. (2010). Damper Isolator Gempa pada Struktur Bangungan.


https://sanggapramana.wordpress.com/2010/11/27/damper-isolator-
gempa-pada-struktur-bangunan/. diakses pada 30 Januari 2018

Republik Indonesia. (2007). Penanggulangan Bencana. Jakarta: Republik


Indonesia.

Rihants, R. (2013). Pengertian dan Fungsi Dinding.


http://www.rihants.com/2013/09/pengertian-dan-fungsi-dinding.html.
Diakses pada 5 Februari 2018.

Sahay, N.S. (2010). Penerapan Bentuk Desain Rumah Tahan Gempa. 5: 33-42.

SNI. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
Bandung: SNI.

Tribunnews, T. (2017). Bahan Rumah Tahan Gempa.


http://aceh.tribunnews.com/2017/01/29/ini-bahan-rumah-ramah-gempa.
Diakses pada 5 Februari 2018.

18

Anda mungkin juga menyukai