Anda di halaman 1dari 15

1

Penegakkan Diagnosis Tuberkulosis Mamma pada Kasus


Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Kriteria penegakkan diagnosis tuberkulosa mamma, dimulai
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. 1
a. Anamnesis
Beberapa gejala dari mastitis tuberkulosis yang didapatkan dari anamnesis: 1,2
1. Benjolan atau pembengkakan pada payudara, jarang terjadi benjolan yang
multipel, terasa nyeri atau tidak nyaman, ulserasi atau sinus yang tidak
menyembuh, cairan yang keluar dari puting susu atau dari benjolan, batuk yang
produktif. Pada bebrapa kasus gejala yang dialami berupa benjolan keras yang
tidak nyeri yang sulit dibedakan dengan karsinoma.
2. 75% pasien mengeluh adanya massa pada payudara yang tidak nyeri dengan onset
yang tersembunyi 1 hingga 4 bulan dengan atau tanpa keterlibatan aksila.
3. Gejala patognomonis: demam derajat rendah, badan terasa lemah atau mudah
lelah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, berkeringat di malam hari.
b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada tanda klinis yang pasti pada mastitis tuberkulosis dan seringkali
menyerupai karsinoma mamma. Mastitis tuberkulosis seharusnya dicurigai terjadi
jika terdapat benjolan atau area indurasi, dengan sinus yang mengeluarkan cairan
secara kronis atau discharging sinus, massa pada mamma yang tidak nyeri, edema
generalisata pada mamma, abses yang terlokalisasi dengan atau tanpa keterlibatan
aksila, atau benjolan dengan nyeri tekan yang kronis tanpa adanya tanda-tanda
inflamasi dan eritema juga dapat terjadi, ulserasi atau sinus kronis. 1,2,3
Benjolan pada mamma yang mengalami mastitis tuberkulosis seringkali berbatas
tidak tegas, iregular, kadang-kadang keras, dan tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma. Nyeri pada lesi lebih sering terjadi pada karsinoma, seringkali konstan dan
terasa seperti nyeri tumpul, atau nyeri yang tidak dapat dideskripsikan. Keterlibatan
dari puting susu dan areola mamma jarang terjadi pada mastitis tuberkulosis. Fiksasi
pada kulit sering terjadi, akan tetapi mamma masih bisa digerakkan. 1,2,3
2

c. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
mastitis tuberkulosis yaitu:1-5
1. Mammografi, penemuan pada pemeriksaan mamografi meliputi massa, kalsifikasi,
densitas yang asimetri dengan batas spiculated (seperti jarum), dan pembesaran
pada nodus limfe aksila. Manifestasi radiologi dari mastitis tuberkulosis dapat
diklasifikasikan menjadi tiga pola yang berbeda yaitu nodular, diseminata
(diffuse), dan sklerotik. Tuberkulosis pada tipe nodular bermanifestasi sebagai
massa yang berbatas tidak tegas dan ireguler yang sangat menyerupai karsinoma.

Gambar 1. Mamogram pada mamma sinistra menunjukkan massa lobular dengan tepi yang tidak
tegas (walaupun sebagian massa berbatas tegas) pada kuadran dalam dikutip dari Sabate

2. Ultrasonografi berguna dalam menggolongkan pencitraan dengan densitas yang


tidak tegas dan membedakan massa kistik, massa solid atau struktur kompleks pada
massa, dan membantu mengidentifikasi fistula atau traktus sinus. Pada pasien
mastitis tuberkulosis paling sering ditemukan gambaran massa yang batasnya halus
dengan tepi yang tipis dan heterogen, dan echo interna sedang. Selain itu dapat
juga ditemukan akumulasi cairan subkutan, atau abses dengan ukuran 2 hingga 11
cm.
3. Computed tomography (CT) scan merupakan modalitas radiologi yang optimal
untuk membedakan tuberkulosis primer dengan tuberkulosis sekunder. CT scan
dapat menggambarkan dengan lebih baik keterlibatan dari regio anatomi yang
berdekatan.
4. Pemeriksaan histopatologi dari fine needle aspiration biopsy (FNAB), biopsi
jaringan memiliki peran yang sangat penting dalam mendiagnosis mastitis
tuberkulosis. Secara mikroskopis pada jaringan akan ditemukan berbagai derajat
3

kaseasi dan granuloma yang terbentuk dengan jelas yang terdiri dari Langhan’s
giant cell, sel-sel epiteloid, infiltrasi sel-sel mononuklear, dan dikelilingi oleh
fibrosis.
5. Pemeriksaan histopatologi lainnya yaitu, fine needle aspiration cytology (FNAC)
merupakan prosedur diagnostik standar yang lebih sederhana dan lebih ekonomis
(dibandingkan dengan biopsy core-needle atau biopsy eksisional) dalam
mendiagnosis berbagai penyakit pada mamma, terutama benjolan pada payudara
dengan atau tanpa limfanedopati. Dengan teknik ini dapat membedakan antara
mastitis granulomatosus dengan mastitis tuberkulosis.
Diagnosis mastitis tuberkulosis dari pemeriksaan FNAC dibuat dengan melihat
organismenya atau mengisolasinya dengan kultur (kultur hanya positif pada 25%-
30% kasus). Basil tahan asam dapat dinyatakan positif pada smear yang diwarnai
dengan Ziehl Neelsen, atau dari pemeriksaan mikroskopis dengan jumlah basil
10.000- 100.000/mL material. Granuloma juga terdapat pada penyakit-penyakit
yang lain, yaitu mastitis granulomatous dan sarkoidosis. Pada kasus yang hanya
menunjukkan granuloma epiteloid pada smear tetapi basil tahan asamnya negatif,
dapat didiagnosis dengan inflamasi granulomatous, kemungkinan tuberkulosis.
Pasien seringkali pada usia muda dan secara klinis dicurigai menderita penyakit
keganasan. Secara histologis, gambaran mastitis granulomatosus yang paling
penting adalah suatu reaksi inflamasi yang terdiri dari granuloma yang tersendiri
discret dan noncaseating yang terbatas pada lobulus. Mikroabses juga dapat
ditemukan pada mastitis granulomatosus.
Smear FNA pada mastitis granulomatosus memiliki selularitas yang tinggi dan
secara konsisten menunjukkan adanya makrofag, multinucleated giant cell dari
benda asing dan tipe Langhan, sel-sel epiteloid, debris, neutrofil, dan sel-sel
epithelial. Nekrosis tidak diperhatikan. Pada smear FNAC, adanya nekrosis harus
membuat kita waspada akan diagnosis mastitis tuberkulosis, walaupun basil tahan
asam tidak ditemukan. Di India, pasien tetap diterapi antituberkulosis tanpa laporan
hasil kultur, dan diagnosis mastitis granulomatosus diberikan secara hati-hati.
4

Menurut Das. dkk, terdapat 4 grup mayor dari gambaran sitologi pada FNA dari
lesi mastitis tuberkulosis :
a. Tipe I, merupakan granuloma epiteloid tanpa nekrosis
b. Tipe II, adalah granuloma epiteloid dengan nekrosis. Reaksi tipe II merupakan
tipe yang paling sering (53,3%) diikuti oleh reaksi tipe III (36,7%) dan tipe I
(10%).
c. Tipe III, nekrosis tanpa granuloma epiteloid.
d. Tipe IV, terdiri dari sel epiteloid yang meragukan atau perkembangannya buruk
atau sel-sel epiteloid tambahan tanpa nekrosis atau giant cells yang khas.

Gambar 2. A. Granuloma epiteloid tanpa nekrosis : yang memperlihatkan sekelompok selsel


epiteloid dan 1 Langhans Giant Cells. Pengecatan untuk basil tahan asam (BTA) adalah negatif
(H&E, x400). B. Granuloma epiteloid dengan nekrosis. Pewarnaan BTA positif (May –
Grunwald – Giemsa, x400). C. Nekrosis tanpa granuloma epiteloid. Pengecatan untuk BTA
positif (May – Grunwald – Giemsa, x200) dikutip dari DAS

Keterbatasan dari pemeriksaan FNA yaitu kesalahan teknis, kesalahan interpretasi,


sampel yang tidak representatif, kesulitan dalam menemukan granuloma epiteloid
pada abses dingin, permasalahan dalam menentukan diagnosis banding karena
terdapat banyak komponen-komponen sitologi selain yang berhubungan dengan TB,
dan pada pasien dengan lesi inflamasi kronis FNA dapat menginisiasi perubahan epitel
sekunder yang nonspesifik, hal ini dapat menyerupai sel ganas saat di aspirasi
sehingga berisiko untuk menimbulkan kesalahan dalam diagnosis keganasan. 1-5
Pada kasus ini pasien didiagnosis tuberkulosis mamma yang jarang dijumpai. Dari
pemeriksaan awal, klinis pasien seperti benjolan atau area indurasi dengan discharge.
5

Hasil PA menunjukkan suatu radang kronis granulomatosa, namun pasien tidak


dilakukan FNAC, sehingga pasien dapat didiagnosis mastitis kronis kemungkinan
suatu tuberculosis. Tuberkulosis mamma pada pasien ini kemungkinan merupakan
infeksi primer karena radiologi paru normal, atau sekunder yang menyebar secara
hematogen atau limfogen, atau secara langsung. Studi menemukan hanya 1 dari 27
kasus TB payudara mempunyai riwayat kontak dengan pasien TB, namun studi lain
menemukan 5 dari 7 kasus mempunyai riwayat kontak dengan pasien TB.6-10

B. Pengaruh Tuberkulosis dan Pemberian OAT


Tanpa terapi antituberkulosis, kehamilan kemungkinan besar mengalami efek yang
tidak diinginkan dari perjalanan tuberkulosis aktif. Damian serta Arrendindi-Garcia
(1998) dari Meksiko melaporkan bahwa tuberkulosis pulmonal aktif berkaitan
dengan peningkatan insiden kelahiran kurang bulan, berat lahir rendah, dan
gangguan perkembangan pada bayi, serta mortalitas perinatal. Sementara Efferen
(2007) menyatakan insiden peningkatan berat lahir rendah dan bayi kurang bulan
serta preeklampsia meningkat dua kali lipat. Angka mortalitas perinatal meningkat
hampir sepuluh kali lipat. Hasil akhir berkorelasi dengan keterlambatan diagnosis,
terapi tidak selesai, dan lesi pulmonal yang luas.11,12,13
Tuberkulosis jarang terjadi pada negara maju, di AS 3.0 kasus per 100.000
penduduk. Sementara untuk tuberkulosis pada kehamilan sendiri data yang
diperoleh dari UK pada tahun 2008 diperkirakan 4 per 100.000 wanita hamil.
Tuberkulosis ekstrapulmonal lebih jarang. Jana dkk., (1999) melaporkan hasil akhir
pada 33 wanita hamil dengan tuberkulosis renal, intestinal, dan skeletal, dan
sepertiganya memiliki bayi baru lahir dengan berat lahir rendah. Llwelyn dkk.
(2000) melaporkan bahwa 9 dari 13 wanita hamil mengalami penyakit
ekstrapulmonal berkaitan dengan keterlambatan diagnosis. 13,14,15
Janin yang sedang berkembang terlindungi dari mikroba yang terdapat pada
saluran genital ibu. Invasi mikroba pada janin dan plasentapada umumnya dapat
terjadi setelah robeknya selaput ketuban. Basillemia tuberkular dapat menginfeksi
plasenta, tetapi hanya sedikit diantaranya, fetus juga terinfeksi dan menyebabkan
6

tuberkulosis kongenital. Istilah ini juga berlaku untuk neonatus yang terinfeksi
akibat aspirasi sekret terinfeksi pada saat kelahiran, masing-masig rute infeksi
terjadi pada setengah kasus. Tuberkulosis neonatal menyerupai infeksi kongenital
lain dan bermanifestasi sebagai hepatospleenomegali, distress pernapasan, demam
dan limfadenopati. 13,16
Cantwell dkk. (1994) melakukan tinjauan pada 29 kasus tuberkulosis kongenital
yang dilaporkan sejak tahun 1980. Hanya 12 ibu yang mengalami infeksi aktif, dan
tuberkulosis umumnya diketahui melalui biopsi endometrial pascapartum. Infeksi
neonatal sangat jarang terjadi jika ibu dengan penyakit aktif telah diterapi sebelum
kelahiran atau jika kultur sputum negatif. Karena neonatus rentan terhadap
tuberkulosis, sebagian pendapat merekomendasikan isolasi dari ibu yang terduga
mengalami penyakit aktif. Jika tidak diterapi, risiko penyakit pada bayi yang lahir
dari wanita dengan infeksi aktif adalah 50 persen pada tahun pertama. 13,15,17
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intesif 2 smpai 3 bulan
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Obat anti-tuberkulosis antara lain isoniazid (H),
rifampisin ( R), pirazinamid (Z), etambutol (E). 11
Panduan pengobatan dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas. Kasus yang dianjurkan antara
lain:
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
c. TB di luar paru kasus berat
Panduan obat yang diberikan: 2 bulan RHZE/4 bulan RH
Alternatif : 2 bulan RHZE/ 4 bulan R, 3 bulan H
2 RHZE/ 6 HE
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH dan alternative 2 RHZE/ 7 R3H3 seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas disertai komorbid (diabetes mellitus, pemakaian obat
imunosupresi)
c. TB kasus berat (milier)
7

2. TB paru kasus baru, BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau
6 RHE
Panduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan
3. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama
dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE /
6 RH
4. TB paru kasus gagal
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal
menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif (
seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal
selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2
RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi
a. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
b. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
5. TB paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan
OAT dilanjutkan sesuai jadual
b. Penderita menghentikan pengobatannya ≥2 minggu
8

Pada kehamilan lini pertama OAT yaitu pemberian isoniazid, pirazinamid dan
etambutol dapat diberikan, tetapi pemberiannya selama kehamilan harus difollow
up dan dimonitor fungsi hati karena meningkatnya risiko hepatotoksik setidaknya
setiap satu bulan.12
a. Isoniazid
OAT ini kategori A dalam kehamilan. Isoniazid dapat meningkatkan risiko
hepatotoksik pada wanita hamil. Isoniazid cukup aman untuk infeksi latent TB
(profilaksis) hanya direkomendasikan pada daerah dengan angka kejadian TB
dan HIV yang tinggi serta bila ada riwayat kontak lama
b. Piridoksin
Suplemen piridoksin direkomendasikan pada semua wanita hamil yang
mengkonsumsi isoniazid, karena pada studi disebutkan pada kasus yang
mengkonsumsi isoniazid populasi umumnya mengalami defisiensi piridoksin
c. Rifampicin
OAT ini kategori C dalam kehamilan. Dilaporkan adanya perdarahan
dikarenan hipoprotrombinemia pada infan dan ibu pada wanita hamil trimester
akhir yang mengkonsumsi rifampisin
d. Etambutol
OAT jenis ini dikategorikan A dalam kehamilan
e. Pirazinamid
Kategori B2 dalam kehamilan. Tidak ada laporan malformasi kongenital pada
wanita hamil yang mengkonsumsi pirazinamid.12
Pada kasus ini, pasien telah diberikan terapi OAT dari sebelum kehamilan,
kemungkinan pasien saat ini tidak dalam kondisi TB aktif, sehingga kemungkinan
tuberkulosis neonatal tidak terjadi, namun masih memerlukan pemeriksaan lanjutan
pada saat kelahiran.
Pada pasien ini karena didiagnosis TB ekstrapulmonal diberikan pengobatan
kategori OAT I dengan fase lanjutan yaitu rifampisin dan isoniazid, tetapi harus
diawasi efek samping hepatotoksik dan hipoprotrombinemia baik pada ibu mauoun
janin dengan pemeriksaan darah setidaknya setiap satu bulan.
9

C. Evaluasi pada Kasus


Untuk menegakkan pasien termasuk masih TB aktif atau melihat respon terapi,
standarnya dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen, atau dengan kultur. Selain itu
untuk melihat respon terapi pemeriksaan sederhana juga dapat dilakukan, dilihat
dari tidak adanya abses.18,19
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.19, 20
a. Evaluasi klinik
- Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik. Berat
badan bertambah bila pada awalnya mengalami penurunan berat badan, dan
gejala-gejala TB berkurang. 19, 20
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
- Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopi
a. Sebelum pengobatan dimulai
b. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
c. Pada akhir pengobatan
-
Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
20

c. Evaluasi radiologik
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
-
Pada akhir pengobatan. 20
10

d. Evaluasi efek samping secara klinik


- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan
gula darah , serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek
- samping pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila
ada keluhan)
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri (bila ada keluhan)
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinis kemungkinan terjadi
efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya
dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman. 20
e. Evaluasi keteraturan berobat
- Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting
penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.
Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan
lingkungannya
- Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
20

f. Evaluasi pasien sembuh


Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
-
Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif. 20
11

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal


dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis dahak dan foto toraks.
Mikroskopis BTA 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah
dinyatakan sembuh.20
Pada pasien ini pada pemeriksaan fisik, telah timbul jaringan sikatrik pada
mamma sinistra, dan tidak didapatkan adanya pus, setelah pengobatan fase
lanjutan. Respon terapi baik, kemungkinan tidak dalam kondisi TB aktif. Namun
perlu pemeriksaan lanjutan untuk evaluasi seperti FNAC, pewarnaan Ziehl-
Neelsen. Diperlukan juga evaluasi efek samping obat pada pasien dan saat bayi
lahir.

Pemberian ASI pada Kasus Mastitis


Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara
yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula
istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI
menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena
payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan,
akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan
bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. 17
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus
(saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi
tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi. 17
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke
lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
12

(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme


yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan
Streptococcus. Dapat ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan
bayi dapat menderita tuberkulosis tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosis
kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%. Beberapa faktor risiko yang dapat
memperberat mastitis, antara lain: 17
- Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
- Puting lecet.
- Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan
ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
- Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
- Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya
minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
- Pengosongan payudara yang tidak sempurna
- Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap
puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi
atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
- Ibu atau bayi sakit.
- Frenulum pendek.
- Produksi ASI yang terlalu banyak.
- Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
- Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman
pada mobil.
- Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan
kulit, dan lain-lain.
- Penggunaan krim pada puting.
- Ibu stres atau kelelahan.
- Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor
risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya
13

menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat
tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara
memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah
ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin
yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan
tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut
efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir
atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah
terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.17
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang
ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa
payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga
perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara
yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan. 17
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang
merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan
puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang
segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat
dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting
dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung
penggunaan bahan topikal lainnya. 17
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan
harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan
anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak
bantuan. 17
Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena
Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah
sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu
yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci
14

tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi
sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan. 17
Untuk mengetahui apakah terdapat kumat pada ASI dapat dilakukan kultur. Bahan
kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif
palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul
berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. 17
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena
stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu
dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi
bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat,
kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI
telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
17

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula
pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu
tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI. 17
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
15

membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah
ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah.
Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk
memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. 12
Pada kasus ini, pasien masih dalam keadaan hamil, namun untuk pemberian ASI
sudah harus dikonsultasikan. Kondisi pasien yang telah mendapatkan pengobatan,
sehingga kemungkinan TB tidak aktif pasien dapat memberikan ASI untuk bayi ketika
lahir. Untuk diagnosis pasti, dapat dilakukan kultur ASI dan pemeriksaan FNAC
mamma sehingga ASI dapat diberikan tanpa takut terjadi tuberkulosis pada bayi.
Beberapa hal dan kepatuhan juga harus dilaksanakan ibu agar tidak terjadi mastitis
berulang.

Anda mungkin juga menyukai

  • KOGI CTG Buku Acuan, JJE 20130115 PDF
    KOGI CTG Buku Acuan, JJE 20130115 PDF
    Dokumen34 halaman
    KOGI CTG Buku Acuan, JJE 20130115 PDF
    Judi Januadi Endjun
    96% (23)
  • Fluor Albus
    Fluor Albus
    Dokumen46 halaman
    Fluor Albus
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Siklus Menstruasi II
    Siklus Menstruasi II
    Dokumen46 halaman
    Siklus Menstruasi II
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • KB
    KB
    Dokumen56 halaman
    KB
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • HSV-2 Dalam Kehamilan
    HSV-2 Dalam Kehamilan
    Dokumen23 halaman
    HSV-2 Dalam Kehamilan
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Seksio Sesaria
    Seksio Sesaria
    Dokumen35 halaman
    Seksio Sesaria
    Anonymous YxucXep8T
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen3 halaman
    Bab 1
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Met Open
    Met Open
    Dokumen4 halaman
    Met Open
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Evidence Base SC
    Evidence Base SC
    Dokumen8 halaman
    Evidence Base SC
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Burst Abdomen Pasca SC (Case LPG)
    Burst Abdomen Pasca SC (Case LPG)
    Dokumen12 halaman
    Burst Abdomen Pasca SC (Case LPG)
    ddcring
    Belum ada peringkat
  • Simfisiolisis 1
    Simfisiolisis 1
    Dokumen15 halaman
    Simfisiolisis 1
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Dokumen17 halaman
    Diabetes Melitus
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Sectio Sesaria
    Sectio Sesaria
    Dokumen12 halaman
    Sectio Sesaria
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Sectio Sesaria
    Sectio Sesaria
    Dokumen12 halaman
    Sectio Sesaria
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Case Simfisiolisis
    Case Simfisiolisis
    Dokumen14 halaman
    Case Simfisiolisis
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    50% (2)
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen13 halaman
    Chapter II
    Dany Anggara
    Belum ada peringkat
  • Obstetri Operatif - As
    Obstetri Operatif - As
    Dokumen45 halaman
    Obstetri Operatif - As
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • OPTIMIZED PARTUS MANAGEMENT
    OPTIMIZED PARTUS MANAGEMENT
    Dokumen22 halaman
    OPTIMIZED PARTUS MANAGEMENT
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • VES-VENTRIKEL-EKSTRA-SISTOL
    VES-VENTRIKEL-EKSTRA-SISTOL
    Dokumen3 halaman
    VES-VENTRIKEL-EKSTRA-SISTOL
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • EPIS-HAMIL
    EPIS-HAMIL
    Dokumen11 halaman
    EPIS-HAMIL
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Simfisiolisis
    Simfisiolisis
    Dokumen14 halaman
    Simfisiolisis
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Symphysiolysis
    Symphysiolysis
    Dokumen2 halaman
    Symphysiolysis
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    0% (1)
  • Sectio Sesaria
    Sectio Sesaria
    Dokumen12 halaman
    Sectio Sesaria
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Sym Physio Lys Is
    Sym Physio Lys Is
    Dokumen8 halaman
    Sym Physio Lys Is
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Edit
    Edit
    Dokumen27 halaman
    Edit
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Simfisiolisis
    Simfisiolisis
    Dokumen14 halaman
    Simfisiolisis
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Edit
    Edit
    Dokumen27 halaman
    Edit
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • Asam Nuklear Plasenta
    Asam Nuklear Plasenta
    Dokumen27 halaman
    Asam Nuklear Plasenta
    Anonymous Tzn8RGBZ4
    Belum ada peringkat
  • $rtus Prematurus Iminen
    $rtus Prematurus Iminen
    Dokumen26 halaman
    $rtus Prematurus Iminen
    Yohanes Tjandra
    Belum ada peringkat