c. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
mastitis tuberkulosis yaitu:1-5
1. Mammografi, penemuan pada pemeriksaan mamografi meliputi massa, kalsifikasi,
densitas yang asimetri dengan batas spiculated (seperti jarum), dan pembesaran
pada nodus limfe aksila. Manifestasi radiologi dari mastitis tuberkulosis dapat
diklasifikasikan menjadi tiga pola yang berbeda yaitu nodular, diseminata
(diffuse), dan sklerotik. Tuberkulosis pada tipe nodular bermanifestasi sebagai
massa yang berbatas tidak tegas dan ireguler yang sangat menyerupai karsinoma.
Gambar 1. Mamogram pada mamma sinistra menunjukkan massa lobular dengan tepi yang tidak
tegas (walaupun sebagian massa berbatas tegas) pada kuadran dalam dikutip dari Sabate
kaseasi dan granuloma yang terbentuk dengan jelas yang terdiri dari Langhan’s
giant cell, sel-sel epiteloid, infiltrasi sel-sel mononuklear, dan dikelilingi oleh
fibrosis.
5. Pemeriksaan histopatologi lainnya yaitu, fine needle aspiration cytology (FNAC)
merupakan prosedur diagnostik standar yang lebih sederhana dan lebih ekonomis
(dibandingkan dengan biopsy core-needle atau biopsy eksisional) dalam
mendiagnosis berbagai penyakit pada mamma, terutama benjolan pada payudara
dengan atau tanpa limfanedopati. Dengan teknik ini dapat membedakan antara
mastitis granulomatosus dengan mastitis tuberkulosis.
Diagnosis mastitis tuberkulosis dari pemeriksaan FNAC dibuat dengan melihat
organismenya atau mengisolasinya dengan kultur (kultur hanya positif pada 25%-
30% kasus). Basil tahan asam dapat dinyatakan positif pada smear yang diwarnai
dengan Ziehl Neelsen, atau dari pemeriksaan mikroskopis dengan jumlah basil
10.000- 100.000/mL material. Granuloma juga terdapat pada penyakit-penyakit
yang lain, yaitu mastitis granulomatous dan sarkoidosis. Pada kasus yang hanya
menunjukkan granuloma epiteloid pada smear tetapi basil tahan asamnya negatif,
dapat didiagnosis dengan inflamasi granulomatous, kemungkinan tuberkulosis.
Pasien seringkali pada usia muda dan secara klinis dicurigai menderita penyakit
keganasan. Secara histologis, gambaran mastitis granulomatosus yang paling
penting adalah suatu reaksi inflamasi yang terdiri dari granuloma yang tersendiri
discret dan noncaseating yang terbatas pada lobulus. Mikroabses juga dapat
ditemukan pada mastitis granulomatosus.
Smear FNA pada mastitis granulomatosus memiliki selularitas yang tinggi dan
secara konsisten menunjukkan adanya makrofag, multinucleated giant cell dari
benda asing dan tipe Langhan, sel-sel epiteloid, debris, neutrofil, dan sel-sel
epithelial. Nekrosis tidak diperhatikan. Pada smear FNAC, adanya nekrosis harus
membuat kita waspada akan diagnosis mastitis tuberkulosis, walaupun basil tahan
asam tidak ditemukan. Di India, pasien tetap diterapi antituberkulosis tanpa laporan
hasil kultur, dan diagnosis mastitis granulomatosus diberikan secara hati-hati.
4
Menurut Das. dkk, terdapat 4 grup mayor dari gambaran sitologi pada FNA dari
lesi mastitis tuberkulosis :
a. Tipe I, merupakan granuloma epiteloid tanpa nekrosis
b. Tipe II, adalah granuloma epiteloid dengan nekrosis. Reaksi tipe II merupakan
tipe yang paling sering (53,3%) diikuti oleh reaksi tipe III (36,7%) dan tipe I
(10%).
c. Tipe III, nekrosis tanpa granuloma epiteloid.
d. Tipe IV, terdiri dari sel epiteloid yang meragukan atau perkembangannya buruk
atau sel-sel epiteloid tambahan tanpa nekrosis atau giant cells yang khas.
tuberkulosis kongenital. Istilah ini juga berlaku untuk neonatus yang terinfeksi
akibat aspirasi sekret terinfeksi pada saat kelahiran, masing-masig rute infeksi
terjadi pada setengah kasus. Tuberkulosis neonatal menyerupai infeksi kongenital
lain dan bermanifestasi sebagai hepatospleenomegali, distress pernapasan, demam
dan limfadenopati. 13,16
Cantwell dkk. (1994) melakukan tinjauan pada 29 kasus tuberkulosis kongenital
yang dilaporkan sejak tahun 1980. Hanya 12 ibu yang mengalami infeksi aktif, dan
tuberkulosis umumnya diketahui melalui biopsi endometrial pascapartum. Infeksi
neonatal sangat jarang terjadi jika ibu dengan penyakit aktif telah diterapi sebelum
kelahiran atau jika kultur sputum negatif. Karena neonatus rentan terhadap
tuberkulosis, sebagian pendapat merekomendasikan isolasi dari ibu yang terduga
mengalami penyakit aktif. Jika tidak diterapi, risiko penyakit pada bayi yang lahir
dari wanita dengan infeksi aktif adalah 50 persen pada tahun pertama. 13,15,17
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intesif 2 smpai 3 bulan
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Obat anti-tuberkulosis antara lain isoniazid (H),
rifampisin ( R), pirazinamid (Z), etambutol (E). 11
Panduan pengobatan dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas. Kasus yang dianjurkan antara
lain:
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
c. TB di luar paru kasus berat
Panduan obat yang diberikan: 2 bulan RHZE/4 bulan RH
Alternatif : 2 bulan RHZE/ 4 bulan R, 3 bulan H
2 RHZE/ 6 HE
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH dan alternative 2 RHZE/ 7 R3H3 seperti pada keadaan:
a. TB dengan lesi luas disertai komorbid (diabetes mellitus, pemakaian obat
imunosupresi)
c. TB kasus berat (milier)
7
Pada kehamilan lini pertama OAT yaitu pemberian isoniazid, pirazinamid dan
etambutol dapat diberikan, tetapi pemberiannya selama kehamilan harus difollow
up dan dimonitor fungsi hati karena meningkatnya risiko hepatotoksik setidaknya
setiap satu bulan.12
a. Isoniazid
OAT ini kategori A dalam kehamilan. Isoniazid dapat meningkatkan risiko
hepatotoksik pada wanita hamil. Isoniazid cukup aman untuk infeksi latent TB
(profilaksis) hanya direkomendasikan pada daerah dengan angka kejadian TB
dan HIV yang tinggi serta bila ada riwayat kontak lama
b. Piridoksin
Suplemen piridoksin direkomendasikan pada semua wanita hamil yang
mengkonsumsi isoniazid, karena pada studi disebutkan pada kasus yang
mengkonsumsi isoniazid populasi umumnya mengalami defisiensi piridoksin
c. Rifampicin
OAT ini kategori C dalam kehamilan. Dilaporkan adanya perdarahan
dikarenan hipoprotrombinemia pada infan dan ibu pada wanita hamil trimester
akhir yang mengkonsumsi rifampisin
d. Etambutol
OAT jenis ini dikategorikan A dalam kehamilan
e. Pirazinamid
Kategori B2 dalam kehamilan. Tidak ada laporan malformasi kongenital pada
wanita hamil yang mengkonsumsi pirazinamid.12
Pada kasus ini, pasien telah diberikan terapi OAT dari sebelum kehamilan,
kemungkinan pasien saat ini tidak dalam kondisi TB aktif, sehingga kemungkinan
tuberkulosis neonatal tidak terjadi, namun masih memerlukan pemeriksaan lanjutan
pada saat kelahiran.
Pada pasien ini karena didiagnosis TB ekstrapulmonal diberikan pengobatan
kategori OAT I dengan fase lanjutan yaitu rifampisin dan isoniazid, tetapi harus
diawasi efek samping hepatotoksik dan hipoprotrombinemia baik pada ibu mauoun
janin dengan pemeriksaan darah setidaknya setiap satu bulan.
9
c. Evaluasi radiologik
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
-
Pada akhir pengobatan. 20
10
menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat
tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara
memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah
ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin
yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan
tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut
efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir
atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah
terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.17
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang
ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa
payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga
perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara
yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan. 17
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang
merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan
puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang
segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat
dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting
dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung
penggunaan bahan topikal lainnya. 17
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan
harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan
anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak
bantuan. 17
Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena
Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah
sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu
yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci
14
tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi
sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan. 17
Untuk mengetahui apakah terdapat kumat pada ASI dapat dilakukan kultur. Bahan
kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif
palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul
berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. 17
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena
stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu
dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi
bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat,
kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI
telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara
sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
17
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula
pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu
tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI. 17
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
15
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah
ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah.
Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk
memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu. 12
Pada kasus ini, pasien masih dalam keadaan hamil, namun untuk pemberian ASI
sudah harus dikonsultasikan. Kondisi pasien yang telah mendapatkan pengobatan,
sehingga kemungkinan TB tidak aktif pasien dapat memberikan ASI untuk bayi ketika
lahir. Untuk diagnosis pasti, dapat dilakukan kultur ASI dan pemeriksaan FNAC
mamma sehingga ASI dapat diberikan tanpa takut terjadi tuberkulosis pada bayi.
Beberapa hal dan kepatuhan juga harus dilaksanakan ibu agar tidak terjadi mastitis
berulang.