Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem struktur cold-formed steel atau yang biasa disebut dengan baja ringan
merupakan salah satu inovasi yang diterapkan pada konstruksi bangunan dan
digunakan sebagai alternatif dalam desain rangka atap. Hal ini dikarenakan struktur
baja ringan merupakan solusi yang efektif untuk konstruksi rangka atap bangunan
tingkat rendah dan tingkat sedang pada wilayah gempa yang tinggi. Di samping itu,
baja ringan memiliki desain yang sederhana, tipis, kuat, ringan dan dapat didaur
ulang serta memiliki fleksibilitas yang cukup tinggi sehingga konstruksi lebih cepat
dan menghemat waktu (Alica, 2013). Sistem rangka dengan baja ringan juga
menjadi solusi yang efisien pada konstruksi perumahan dan konstruksi komersial
lainnya. Hal ini dikarenakan sistem menggunakan elemen struktural dengan
dimensi yang kecil, tidak memerlukan perancah (scafolding), mobilisasi yang
mudah, serta konstruksi yang ramah lingkungan dibandingkan dengan kayu dan
beton bertulang (Easterling, dkk., 2005).
Perkembangan dunia konstruksi baja yang ramah lingkungan dalam beberapa
tahun terakhir menjadi alasan penggunaan struktur baja ringan, sehingga kekuatan
material baja ringan yang digunakan harus diperhitungkan layaknya struktur baja
konvensional. Saat ini, kuat tarik baja ringan telah mencapai 550 MPa (Zhao, 2014).
Akan tetapi pengaruh inersia penampang yang kecil menyebabkan kekakuan yang
relatif rendah, sehingga kegagalan tekuk lentur dan torsi dapat terjadi. Detail sistem
penampang struktur baja ringan ditunjukkan pada Gambar 1.
Selanjutnya, fenomena sensitivitas pada sambungan struktur baja ringan dapat
memicu perlemahan penampang, sehingga mengurangi kapasitas struktur untuk
menahan beban yang bekerja. Efek kombinasi antara perlemahan penampang dan
sambungan pada struktur baja ringan kerap menimbulkan kegagalan struktur.
Proses kegagalan diinisiasi pada kegagalan lokal sambungan atau tekuk pada
elemen tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan propagasi kegagalan yang
signifikan.

1
Berdasarkan kelemahan dari perilaku struktur baja ringan, beberapa upaya
yang telah dilakukan dalam memahami perilaku struktur sambungan dan
penampang pada struktur baja ringan. Schafer dan Pekoz (1999) menginvestigasi
penahan lentur pada sambungan baja ringan pada bagian sayap penampang.
Hancock. dkk. (2001) menjelaskan tiga mode dasar tekuk untuk elemen penampang
struktur baja ringan yaitu tekuk lokal, distorsi tekuk dan tekuk secara keseluruhan.
Berdasarkan parameter tersebut, metode desain menetapkan prosedur untuk
mengevaluasi kemungkinan kegagalan struktur terjadi pada elemen sambungan
(SNI 7971-2013), di mana elemen sambungan terdiri dari komponen struktur,
komponen struktur sambungan (cleat, pelat buhul, pengait atau pelat penyambung)
dan alat penyambung (las, baut, baut, paku keling, clinches, paku, lem).
Beberapa kasus dari struktur rangka baja ringan yang mengindikasikan
kegagalan struktur adalah keruntuhan gedung Metro di Tanah Abang di Jakarta
pada tahun 2009, Balai Pemuda Surabaya pada tahun 2012, ruko Sendangmulyo di
Semarang pada tahun 2012 (Anwar, 2016), gedung sekolah dasar di desa Harkat
Jaya, Bogor pada tahun 2013, dan gedung sekolah menengah pertama Negeri 278
Jakarta pada tahun 2013 (Sumaidi, 2015). Kasus keruntuhan struktur rangka baja
ringan juga terjadi di Ohio pada tahun 2014 akibat proses pengecoran beton
(Delatte, 2015).
Fakta terkait kasus keruntuhan struktur rangka baja ringan mengindikasikan
adanya kegagalan lokal penampang dan sambungan sehingga mengakibatkan
keruntuhan struktur. Oleh karena itu, AISI-S100-07 menetapkan metode desain
untuk properti penampang minimum yang digunakan. Modulus elastisitas dan
modulus geser yang digunakan berturut-turut adalah 29500 ksi atau 203 MPa dan
11300 ksi atau 77.9 Mpa. Di samping itu, AISI-S100-07 juga merekomendasikan
nilai rasio daktilitas tidak boleh kurang dari 1.08 dengan perpanjangan lebih dari
10% untuk panjang pengukuran 1 in atau 25.4 mm.
Beberapa studi terkait upaya dalam mempelajari hubungan sambungan baut
pada struktur rangka baja ringan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Bleich
(1952), Timoshenko dan Gere (1961), Bulson (1970) dan Allen dan Bulson (1980),
secara ekstensif menginvestigasi dan menyimpulkan tegangan kritis elastis untuk
tekuk lokal pada penampang C dan Z (Hancock, 1998). LaBoube dan Yu (1998)

2
juga meneliti tentang perilaku struktur rangka baja ringan dan menyimpulkan
bahwa penggunaan sistem baja ringan penampang C dengan sambungan self
drilling screw (baut) umum digunakan sebagai sistem konstruksi rangka baja
ringan.
Studi eksperimental pada struktur rangka baja ringan dengan penampang C
sebagai rangka perumahan juga dilakukan oleh Ibrahim (1998). Penelitian tersebut
memberikan rekomendasi yaitu, tekan badan pada penampang C berperilaku
sebagai balok-kolom dan hanya menunjukkan mode kegagalan tekuk lentur, elemen
sambungan badan harus dimodelkan sebagai sendi dan pemakaian untuk koefisien
momen (Cm) sebesar 0.85 dan faktor lebar efektif untuk perencanaan leleh sebesar
0.75. Upaya lain juga dilakukan oleh Lim (2003), di mana prediksi dilakukan
terhadap sambungan baut yang mendukung momen pada struktur rangka baja
ringan antara sambungan baut berulir dan baut polos. Sambungan baut tidak bisa
dikategorikan sebagai sambungan kaku karena adanya regangan bidang lokal pada
lubang baut. Untuk mengetahui kekakuan sambungan baut, maka perlu diketahui
initial elongation stiffness lubang baut. Hasil pengujian menunjukkan variasi
hubungan antara pembebanan dan perpanjangan lubang baut. Kekakuan dari
perpanjangan lubang baut untuk baut berulir lebih rendah dibandingkan dengan
baut polos.
Perilaku dan desain struktur baja ringan terhadap sambungan baut telah
diketahui dengan baik, namun perilaku sambungan struktur rangka baja ringan
menggunakan perekat adhesive belum dapat dirumuskan secara pasti. Hal ini
dikarenakan jenis adhesive yang berbeda akan memberikan respons berbeda
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga tinjauan studi yang dilakukan akan sangat
kompleks (Anwar, 2016). Selain itu, pengaruh ketebalan perekat adhesive juga
menjadi pertimbangan dalam peningkatan kinerja sambungan. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa kuat tarik sambungan menurun dengan meningkatnya
ketebalan adhesive. Sebaliknya, ketebalan adhesive tidak mempengaruhi kekuatan
geser sambungan. Analisa tegangan elastis menggunakan metode elemen hingga
menunjukkan bahwa tegangan normal terkonsentrasi pada interface antara substrat
dan adhesive (Naito, 2012).

3
Penggunaan perekat adhesive pada sambungan juga rawan terhadap rangkak,
di mana material berdeformasi akibat beban struktur terhadap waktu. Berdasarkan
hal tersebut, sambungan harus di desain berperilaku sendi bebas, sehingga tegangan
yang dihasilkan sangat kecil atau kurang dari 10% dari batas elastis pada daerah
adhesive. Selanjutnya, deformasi akibat rangkak akan terjadi secara signifikan jika
dibebani secara simultan terhadap perubahan temperatur dan kelembaban ekstrem
(Anwar, 2016). Temperatur ekstrem terjadi ketika temperatur pada lingkungan
aktual melebihi spesifikasi produk adhesive yang digunakan, sehingga
menyebabkan perubahan permanen sifat fisik dan mekanis. Hal tersebut berindikasi
pada pengurangan kekuatan adhesive yang signifikan.
Di samping itu Loh dkk. (2002) meneliti fracture energi sambungan epoxy
baja yang telah menerima pengaruh kelembaban lingkungan. Spesimen dibebani
tiga titik lentur yang memungkinkan terjadinya kegagalan pada lokasi sambungan.
Liljedahl, dkk. (2005) membuat simulasi kerusakan progresif sambungan adhesive
akibat pengaruh lingkungan selama periode waktu 8, 25 minggu dan 52 minggu
dengan menggunakan cohesive zone model (CZM). Parameter tersebut digunakan
untuk memprediksi respons dari sebuah spesimen yaitu antara sambungan adhesive
dengan takikan. Hasil penelitian menunjukkan keluaran yang mendekati dengan
simulasi modelling.
Hal lain yang memperkuat hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil
penelitian Anwar (2016) terkait kinerja model struktur terhadap beban aksial dan
lentur pada sambungan struktur rangka atap baja ringan. Penelitian difokuskan pada
rangka atap kuda-kuda baja ringan menggunakan perkuatan sambungan baut,
adhesive serta baut dan edhesive akibat beban statik. Penelitian Anwar (2016)
dikonsentrasikan pada kinerja struktur rangka atap baja ringan terkait sambungan
yang digunakan terhadap pengaruh temperatur, di mana cakupan yang dilakukan
hanya diterapkan pada satu titik elemen sambungan yang berada di tengah bentang
struktur kuda-kuda. Selain itu, penggunaan sambungan yang diterapkan hanya
menggunakan dua buah baut tanpa meninjau area optimum dan ketebalan adhesive
yang dipakai. Hasil penelitian menunjukkan, sambungan kombinasi baut dan
adhesive memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan metode
perkuatan sambungan lainnya. Oleh karena itu, penelitian terkait perbaikan perilaku

4
sambungan struktur rangka atap baja ringan terhadap model dan metode lain masih
perlu dipelajari dan dikembangkan untuk meningkatkan perilaku strukturnya
terhadap beban yang bekerja.
Penelitian ini berfokus pada perbaikan perilaku sambungan struktur rangka
atap baja ringan dengan menggunakan sambungan kombinasi baut dan adhesive.
Penggunaan adhesive dalam sambungan struktur rangka atap baja ringan adalah
untuk memberikan distribusi merata pada area sambungan dan meningkatkan
kapasitas geser. Selain itu, kombinasi dari penambahan adhesive pada sambungan
akan menghasilkan struktur rangka atap baja ringan yang kaku. Sambungan
adhesive akan meningkatkan kekakuan struktur antara 30% sampai dengan 100%
sebelum terjadi tekuk (Brandon, 2010).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perkuatan sambungan menggunakan
baut dan adhesive pada struktur rangka baja ringan dapat diterapkan untuk
menganalisis perilaku hubungan sambungan pada semua elemen struktur rangka
atap kuda-kuda baja ringan. Optimalisasi sambungan kombinasi antara baut dan
adhesive diinvestigasi dengan menggunakan metode elemen hingga, sehingga
didapatkan kinerja struktur yang optimum. Optimalisasi sambungan yang dilakukan
adalah terhadap jumlah perkuatan baut dan luas area serta pengaruh ketebalan
adhesive. Hasil penelitian diharapkan dapat memperbaiki perilaku hubungan
sambungan kombinasi struktur rangka atap baja ringan terhadap perilaku untuk
pembangunan konstruksi berkelanjutan yang efisien dan ramah lingkungan.

1.2 Permasalahan
Dalam penelitian ini, permasalahan utama yang akan dibahas adalah untuk
menganalisis perilaku pemakaian sambungan baut dan adhesive pada konstruksi
rangka atap baja ringan. Tujuan khusus dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku kekuatan sambungan struktur rangka atap baja ringan
menggunakan sambungan baut dan adhesive akibat aplikasi beban statik
pada struktur tarik, lentur dan struktur rangka kuda-kuda atap baja ringan.
2. Bagaimana perilaku kekuatan sambungan baut dan adhesive terhadap
variasi jumlah baut dan luasan serta ketebalan adhesive.

5
3. Bagaimana peningkatan kekakuan struktur pada sambungan akibat variasi
jumlah baut dan luasan serta ketebalan adhesive.
4. Bagaimana perilaku kerusakan sambungan yang terjadi menggunakan
analisa numerik berbasis metode elemen hingga.
5. Bagaimana hubungan antar sambungan yang direncanakan pada struktur
rangka atap kuda-kuda baja ringan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku pemakaian
sambungan baut dan adhesive pada konstruksi rangka atap baja ringan. Sedangkan
untuk tujuan penelitian khususnya adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis perilaku kekuatan sambungan struktur rangka atap baja ringan
menggunakan sambungan baut dan adhesive akibat aplikasi beban statik
pada struktur tarik, lentur dan struktur rangka kuda-kuda atap baja ringan.
2. Menganalisis perilaku kekuatan sambungan baut dan adhesive terhadap
variasi jumlah baut dan luasan serta ketebalan adhesive.
3. Mengetahui peningkatan kekakuan struktur pada sambungan akibat variasi
jumlah baut dan luasan serta ketebalan adhesive.
4. Menganalisis perilaku kerusakan sambungan yang terjadi menggunakan
analisa numerik berbasis metode elemen hingga.
5. Mengetahui hubungan antar sambungan yang direncanakan pada struktur
rangka atap kuda-kuda baja ringan.

1.4 Ruang Lingkup


Penelitian yang dilakukan dengan analisis numerik diberi batasan-batasan
sebagai berikut:
1. Model struktur adalah model struktur rangka atap kuda-kuda baja ringan
untuk bangunan tingkat rendah dan tingkat menengah.
2. Model struktur adalah kombinasi beban gravitasi (berat sendiri, superimposed
dead load, dan beban hidup tereduksi) dan beban aksial dengan mengacu pada
AISI-S100-07.

6
3. Perilaku struktur yang dievaluasi adalah distribusi tegangan dan regangan,
kekakuan dan kerusakan permukaan sambungan (surface damage) serta
pengaruh jumlah baut dan luas bidang dari sambungan baut dan adhesive.
4. Model numerik di desain menjadi dua model utama, model pertama
digunakan sebagai verifikasi model (spesimen kontrol) adalah model hasil
studi eksperimental yang sudah dilakukan sebelumnya. Model kedua
merupakan model yang dikembangkan/diusulkan untuk simulasi kerusakan
pada sambungan struktur rangka atap baja ringan.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil dari analisa pemakaian sambungan baut dan adhesive pada struktur
rangka atap baja ringan dapat dijadikan sebagai usulan dalam perencanaan
struktur rangka baja ringan untuk bangunan tingkat rendah dan menengah
pada wilayah gempa kuat.
2. Hasil permodelan dapat diterapkan untuk mengetahui tegangan lokal yang
terjadi pada penampang struktur maupun mengetahui perilaku struktur
secara kompleks.
3. Permodelan yang dilakukan dapat digunakan dan dikembangkan kembali
untuk sebagai penelitian yang berkelanjutan pada dunia konstruksi,
khususnya sebagai alternatif infrastruktur jembatan baja.
4. Permodelan struktur baja ringan dengan sambungan baut dan adeshive dapat
digunakan pada struktur dan dapat dikembangkan pada dunia konstruksi.

7
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Anda mungkin juga menyukai