Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Gastroenteritis

2.1.1 Anatomi

a. Mulut

Mulut (oris) merupakan organ yang pertma dari saluran pencernaan

yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan

antara mulut dengan faring, terdiri dari :

1) vestibulum oris : bagian di antara bibir dan pipi diluar, gusi dan

gigi bagain dalam. Bagian atas dan bawah vestibulumdibatasi

oleh lipatan membran mukosa bibir, pipi dan gusi. Pipi

membentuk lateral vestibulum, disusun oleh M. buksinator,

dilapisi oleh membrane mukosa. Sebelah luar M. buksinator

ditutupi oleh fasia bukofaringealis, berhadapan dengan gigi

molar kedua. Bagian atas terdapat papilla kecil tempat

bermuaranya duktus glandula parotis.

2) kavitas oris propia : bagian di antara arkus alveolaris, gusi dan

gigi, memiliki atap yang dibentuk oleh palatum durum (palatum

keras) bagian depan, palatummole (palatum lunak) bagian

belakang.

Dasar mulut sebagian besar dibentuk oleh anterior lidah dan

lipatan balik membrane mukosa.Sisi lidah pada gusi diatas

8
9

mandibular.Garis tengah lipatan membrane mukosa terdapat

frenulum lingua yang menghubungkan permukaan bawah lidah

dengan dasar mulut.Di kiri dan kanan frenulum lingua terdapat

papilla kecil bagian puncaknya bermuara duktus glandula

submandibularis (Syaifuddin, 2011).

a. Faring dan Esofagus

Faring merupakan penghubung antara rongga mulut dan

kerongkongan.Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)

yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak

bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang (Syaifuddin, 2011).

Esofagus merupakan saluran berotot yang relative lurus dan

berjalan memanjang diantara faring dan lambung.Sebagian besar

esophagus terletak didalam rongga toraks dan menembus diafragma

untuk menyatu dengan lambung di rongga abdomen beberapa

sentimeter dibawah diafragma. Mobilitas yang berkaitan dengan

faring dan esophagus adalah menelan atau deglutition, dalam proses

menelan yang sebenarnya mengacu pada keseluruhan proses

pemindahan makanan dari mulut melalui esophagus lalu kedalam

lambung. Dalam proses menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :

tahap orofaring dan tahap Esophagus (Syaifuddin, 2011).


10

Tahap Orofaring berlangsung sekitar satu detik yang berupa

perpindahan bolus dari mulut melalui faring dan masuk ke

esophagus.Saat masuk faring sewaktu menelan, bolus harus

diarahkan kedalam esophagus dan dicegah untuk tidak masuk ke

saluran lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,

makanan harus dicegah untuk tidak kembali ke mulut, masuk ke

saluran hidung dan masuk ke trakea (Syaifuddin, 2011).

Semua ini dilakukan melalui aktifitas yang telah

terkoordinasi.Tahap esophagus, merupakan tahap untuk memulai

menelan.Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang

mengalir dari pangkal ke ujung esophagus, mendorong bolus yang

ada di depannya melewati esophagus lalu ke lambung.Gelombang

peristaltik berlangsung sekitar 5-9 detik mencapai ujung bawah

Esophagus (Syaifuddin, 2011).

b. Lambung

Lambung (ventrikulus) merupakan sebuah kantong

muskuler yang letaknya antara esophagus dan usus halus, sebelah

kiri abdomen, di bawah diafragma bagian depan pancreas dan

limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang

karena adanya gerakan peristaltic terutama di daerah

epigaster.Fungsi terpenting pada lambung adalah menyimpan

makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan


11

kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang

optimal.Fungsi kedua lambung adalah mensekresikan asam

hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang memulai pencernaan

protein (Syaifuddin, 2011).

Dalam lambung terdapat empat aspek motilitas lambung, yaitu :

1) Pengisian lambung

2) Penyimpanan lambung

3) Pencampuran lambung

4) Pengosongan lambung

Bagian-bagian dari lambung :

1) Fundus ventrikuli : bagian yang menonjol ke atas, terletak

sebelah kiri osteum kardiak, biasanya berisi gas. Pada batas

dengan esophagus terdapat katup sfinger kardiak.

2) Korpus ventrikuli : merupakan segitiga osteum kardia yaitu

suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor, merupakan

bagian utama dari lambung.

3) Antrum pylorus bagian lambung berbentuk tabung, mempunyai

otot yang tebal membentuk sfinger pylorus, merupakan muara

bagian distal, berlanjut ke duodenum.

4) Kurvatura minor : sebelah kanan lambung terbentang dari

osteum kardia sampai ke pylorus. Kurvatura minor dihubungkan

ke hepar oleh omentum minor, lipatan ganda dari peritoneum.


12

5) Kurvatura mayor : terbentang pada sisi kiri ostium kardia

melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus

inferior, lebih panjang dari kurvatura minor, dihubungkan

dengan kolon transversum oleh omentum mayor lipatan ganda

dari peritoneum.

6) Ostium kardia : merupakan tempat esophagus bagian abdomen

masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pylorus,

tidak mempunyai sfinger khusus hanya berbentuk cincin

membuka dan menutup. Dengan kontraksi dan relaksasi, osteum

dapat tertutup oleh lipatan membran mukosa dan serat otot pada

dasar esophagus.

Lapisan lambung dari dalam keluar :

1) Lapisan selaput lender (mukosa), apabila lambung dikosongkan

lapisan ini berlipat-lipat yang disebut rugae.

2) Lapisan otot melingkar (M. aurikularis), merupakan jaringan otot

yang kuat.

3) Lapisan otot miring (M.oblig), mempunyai otot bergaris miring.

4) Lapisan otot panjang (M.longitudinal), susunan lapisan otot

lambung yang panjang.

5) Jaringan ikat (peritoneum) atau serosa, melapisi lambung bagian

luar.
13

c. Usus halus

Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari

sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan

berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan

saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat proses

pencernaan dan absorpsi pencernaan. Bentuk dan sususnannya

berupa lipatan-lipatan melingkar.Makanan dalam intestinum minor

dapat masuk karena adanya gerakan dan memberikan permukaan

yang lebih halus.Banyak jonjot-jonjot tempat absorpsi dan

memperluas permukaannya.Pada ujung dan pangkalnya terdapat

katup.Intestinum minor terletak dalam rongga abdomen dan

dikelilingi oleh usus besar (Syaifuddin, 2011).

Lapisan usus halus dari dalam keluar : tunika mukosa,

tunika propia, tunika submukosa, tunika muskularis, tunika serosa

(adventisia). Usus halus terdiri dari bagian-bagian yaitu :

duodenum, jejenum, dan ileum. Mukosa usus halus merupakan

permukaan epitel yang sangat halus melalui lipatan mukosa dan

mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi.Lipatan ini

dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar

permukaan usus halus (Syaifuddin, 2011).

Membran mukosa berupa lipatan sirkuler dan semisirkuler

(spiral) yang seluruh permukaannya terdapat berjuta-juta vili dan

ditutupi oleh selapis sel yang mengandung pembuluh darah,


14

pembuluh limfe, dan saraf. Pada penampang melintang dari vili

dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam

hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan penting dalam

proses pencernaan (Syaifuddin, 2011).

Fungsi usus halus yaitu :

1) Menyekresikan cairan usus : untuk menyempurnakan pengolahan

zat makanan di usus halus.

2) Menerima cairan empedu dan prankreas melalui duktus

kholedukus dan duktus pankreatikus.

3) Mencerna makanan : getah usus dan pancreas mengandung enzim

pengubah protein menjadi asam amino, karbohidrat menjadi

glukosa, lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

4) Mengabsorpsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam

amino, karbohidrat dalam bentuk monoksida.

5) Menggerakkan kandungan usus : sepanjang usus halus oleh

kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang

menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih

cepat.

d. Usus besar

Usus besar (intestinum mayor) merupakan saluran

pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar

dengan panjang kira-kira 1,5-1,7 meter dan penampang 5-5 cm.

lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik


15

mengelilingi usus halus terbentang dari valvula iliosekalis sampai

ke anus. Lapisan usus besar dari dalam keluar yaitu : lapisan selaput

lendir (mukosa), lapisan otot melingkar (M. sirkuler), lapisan otot

memanjang (M. longitudinal), lapisan jaringan ikat (serosa). Bagian

dari usus besar yaitu : Sekum, Kolon Asendens, Kolon Transversum,

Kolon Desendens, Kolon Sigmoid (Syaifuddin, 2011).

Fungsi usus besar meliputi :

1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa

membentuk massa yang lembek yang disebut feses.

2) Menyimpan bahan feses. Sampai saat defekasi, feses ini terdiri

dari sisa makanan, serat-serat selulosa, sel-sel epitel bakteri,

bahan sisa sekresi (lambung, kelenjar intestine, hati, pancreas)

magnesium fosfat dan Fe.

3) Tempat tinggal bakteri koli. Sebagian dari kolon berhubungan

dengan fungsi pencernaan dan sebagian lagi berhubungan dengan

penyimpanan. Untuk kedua fungsi ini tidak diperlukan gerakan

yang kuat dengan pergerakan yang lemah.

e. Rektum dan anus

Rektum merupakan lanjutan dari kolon Sigmoid yang

menghubungkan intestinum mayor dengan anus sepanjang 12 cm,

dimulai dari pertengahan sacrum dan berakhir pada kanalis

anus.Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan Os Koksigis

(Syaifuddin, 2011).
16

Rektum terdiri dari dua bagian :

1) Rectum propia : bagian yang melebar disebut ampula rekti. Jika

ampula rekti terisi makanan akan timbul hasrat defekasi.

2) Pars analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot

polos (M. sfinger anti internus dan serabut otot lurik (M. sfinger

ani eksternus). Kedua otot ini berperan pada waktu defekasi

tunika mukosa rectum banyak mengandung pembuluh darah.

Bagian dari saluran pencernaan dengan dunia luar terletak di

dasar pelvis dan dindingnya diperkuat oleh sfinger ani yang terdiri

dari :

1) Sfinger ani internus, sebelah dalam bekerja tidak menurut

kehendak.

2) Sfinger levator ani, bagian tengah bekerja tidak menurut kehendak.

3) Sfinger ani eksternus, sebelah luar bekerja menurut kehendak.

Defekasi adalah hasil refleks apabila bahan feses masuk

kedalam rectum. Dinding rectum akan meregang menimbulkan impuls

aferens yang disalurkan melalui pleksus mesenterikus dan

menimbulkan gelombang peristaltic pada kolon desendens. Kolon

sigmoid mendorong feses kea rah anus.Apabila gelombang peritaltik

sampai di anus, sfinger ani internus dihambat dan singer ani eksternus

melemas sehingga terjadi defekasi (Syaifuddin, 2011).


17

2.1.2 Fisiologi

1. Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk

menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energy,

menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah serta membuang bagian

makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut

dari tubuh.

2. Makanan yang dimakan penting sebagai sumber energi, kemudian

digunakan oleh sel dalam menghasilkan ATP untuk menjalankan

aktivitas sebagai zat pembangun dan pengganti sel-sel yang

rusak.Pembuangan sisa atau sampah tubuh hanya merupakan fungsi

kecil dari sistem pencernaan melalui defekasi. Pembuangan lain

berlangsung melalui paru, ginjal, dan kulit berupa keringat. Agar

makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan,

saluran pencernaan harus memiliki persediaan air, elektrolit, dan

makanan yang terus-menerus, untuk ini dibutuhkan yaitu : pergerakan

makanan melalui saluran pencernaan, sekresi getah pencernaan,

absorpsi hasil pencernaan air dan elektrolit, sirkulasi darah melalui

organ-organ gastrointestinal yang membawa zat yang akan diabsorpsi,

pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon.

3. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menyediakan zat nutrient yang

sudah dicerna secara berkesinambungan, untuk didistribusikan

kedalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur (air, elektrolit, dan


18

zat gizi).Sebelum zat ini diperoleh tubuh makanan harus

berjalan/bergerak sepanjang saluran pencernaan. Susunan saluran

pencernaan terdiri dari oris (mulut); faring (tekak); esophagus

(kerongkongan); ventrikulus (lambung); intestinum minor (usus halus)

yang terbagi menjadi duodenum (usus 12 jari); ileum (usus

penyerapan); jejenum; intestinum mayor (usus besar) yang terbagi

menjadi kolon asendens (usus besar naik); kolon transversum (usus

besar mendatar); kolon desendens (usus besar turun); kolon sigmoid;

rectum dan anus (dubur). Organ yang menghasilkan getah cerna

meliputi kelenjar ludah, kelenjar getah lambung, kelenjar hati, kelenjar

pancreas, dan kelenjar hati ( Syaifuddin, 2011).

2.1.3 Definisi Gastroenteritis

Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung

dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak

dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang

patogen (Bararah dan Jauhar 2013).

Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan

usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran

gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai

muntah (Muttaqin dan Sari 2013).

Diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak

normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
19

dapat di sertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari

terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus (Lestari, 2016)

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x/hari) disertai perubahan

konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan lendir.

Diare dibedakan menjadi 2 yaitu diare akut adalah diare yang terjadi

secara mendadak pada anak atau bayi yang sebelum nya sehat dan

diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih

dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah

(failure to thrive) selama masa diare tersebut (Suraatmaja, 2010).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

gastroenteritis adalah peradangan pada mukosa usus(usus kecil dan

usus besar) ditandai dengan diare dengan frekuensi lebih banyak dari

biasanya. Infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh berbagai

enteropatogen, termasuk bakteria dan parasit dengan tinja berbentuk

cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih

banyak dari biasanya lebih dari 200 ml/24jam. Dengan frekuensi lebih

dari 3 kali per hari.buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai

lendir dan darah


20

2.1.4 Etiologi

Menurut Lestari (2016) etiologi atau penyebab terjadinya gastroenteritis

dibedakan beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor infeksi

Infeksi internal : infeksi saluran yang merupakan penyebab

utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli,

Sallmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas) infeksi

virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dsb), infeksi

parasit (E. Hystolytica, G. Lamblia , T. Hominis) dan jamur (C.

Albicans). Infeksi parenteral : merupakan infeksi diluar sistem

pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : otitis media

akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan lain sebagainya.

b. Faktor mal absorbsi

Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,

maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa

dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang

terpenting pada bayi dan anak. Disamping itu dapat terjadi

malabsorbsi lemak dan protein.

c. Faktor makanan

Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi,

beracun dan beralergi terhadapap jenis makanan tertentu.


21

d. Faktor psikologis

Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan

cemas), jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih

besar. penyebab terutama beberapa kuman usus penting, yaitu

Rotavirus,Escerichia coli, Shigella, Criyptosporidium, Vibrio

cholorea, Salmonella. Selain kuman, ada beberapa prilaku yang

dapat meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu :

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4 – 6 bulan pertama

kehidupan

2. Menggunakan botol susu

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar

4. Air minum tercemar dengan bakteri tinja

5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (BAB),atau

sebelum menjamah makanan.

2.1.5 Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus

(Rotravirus Adenovirus Enteris, Virus Norwalk), bakteri atau toksin

(complyobacter,salmonella, escherihia coli, yersinia dan lainnya),

parasit (biardia lambia, cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme

patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, atau melekat pada

dinding usus pada gastroenteritis akut (Bararah dan Jauhar 2013).

Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu kilen

ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebab patogen dikarnakan


22

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar

penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang

tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga

usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam

rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare) (Bararah

dan Jauhar 2013).

Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di

dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian

terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan

hiperperistaltik dan elektrolit (dehidrasi) yang meningkat gangguan

asam basa (asidosis metabolik dan hipolalemia), gangguan gizi (intake

kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah

(Bararah dan Jauhar 2013).

Secara umum kondisi peradangan pada gastrointestinal

disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,

memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin.

Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau

menurunkan absorbsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan

hilangnya nutrisi dan elektrolit (Mutaqqin dan Sari 2013).


23

a. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya

kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.

Sebaiknya bila peristaltik usus menurun akan menakibatkan bakteri

tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare. Usus halus menjadi

bagian absorbsi utama dan usus besar melakukan absorbsi air yang

akan membuat solid dari komponen fases, dengan adanya gangguan

dari gastroenteritis akan menyebabkan absorbsi nutrisi dan

elektrolit oleh usus halus, serta absorbsi air menjadi terganggu.

Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya

mikroorganisme hidup kedalam usus setelah berhasil melewati

rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang

biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut

terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang diproduksi

agen bakteri (seperti E.coli dan Vibrio cholera) akan memberikan

efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam

lumen gastrointestinal.

Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin(seperti

Shigella tlysenteriae, Vibrio parahaemolyticus, Clostrium difficile,

enterohemorahgic E.coli) yang menghasilkan kerusakan sel-sel

mukosa, serta menyebabkan fases bercampur darah dan lendir bekas

sisa sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberap


24

mikroba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif

E.coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.

Pada manifestasi lanjut diare dan hilangnya cairan,

elektrolit memberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam

basa dan ganguan sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan

asam basa (asidosis metabolik). Hal ini terjadi karena kehilangan

Na-bikarbonat bersama fases. Metabolisme lemak tidak sempurna

sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya

penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk

metabolismeyang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya

pemindahan ionNatrium dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan

intraseluler.

Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare

berat adalah dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam

keseimbangan air yang disebabkan output melebihi intake sehingga

jumlah air ada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah

cairan, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi

dapat terjadi karena kekurangan air (water defletion), kekurangan

Natrium (sodium defletion), serta kekurangan air dan Natrium

secara bersama-sama.

Kekurangan air atau dehidrasi primer (water defletion) pada

peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan


25

absorbsi cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas.

Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit

sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuria, sangat lemah,

serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium.

Pada stadium awal kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut

menghilang dengan cairan tetapi akhirnya terjadi reabsorbsi ion

melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel

mengandung Natrium dan kalor berlebihan, serta terjadi hipertoni.

Hal ini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi

intrasel, inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi

perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon

antidiuretik sehingga terjadi oliguria.

Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada

gastroenteritis, dehidrasi sekunder merupakan dehidrasi yang

terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung

elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan

melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare

yang hebat. Akibat dari kekurangan Natrium terjadi terjadi

hipotoniekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan

cairan interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni

ekstrasel, air akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi

sekunder adalah nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta

perasaan lesu dan lelah. Akibat turunnya volume darah, maka curah
26

jantung pun menurun sehingga menyebabkan terjadinya

penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan resiko gangguan

keseimbangan asam basa dan hemokonsentrasi.

Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan

(syock) hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan

oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan)

antara volume darah dan ruang vaskuler. Faktor yang menyebabkan

ketidakseimbangan ini adalahbertambahnya kapasitas ruang

susunan vaskular dan berkurangnya volume darah.

Syock dibagi dalam syock primer dan syock sekunder. Pada

syock primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular

membesar karena vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar

mengakibatkan darah seolah-olah ditarik dari sirkulasi umum dan

segera masuk kedalam kapiler dan venula alat-alat dalam (visera).

Pada syocksekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan yang

menyebabkandefisiensi sirkulasiperifer disertai jumlah volume

darah yang menurun, aliran darah yang kurang, serta

hemokonsentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu.

Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi setelah adanya

kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya.

Gejala-gejalanya adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah,

kolaps vena terutama vena superfisial, pernafasan dangkal, nadi


27

cepat dan lemah, tekanan darah rendah, oliguria dan kadang

muntah.

Faktor penyebabterjadinya disparitas pada gastroenteritis

adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang

bertambah secara menyeluruh (Mutaqqin & Sari 2013).

2.1.6 WOC
28
29

2.1.7 Manifestasi Klinis

Menurut Lestari (2016) pada anak yang mengalami diare tanpa

dehidrasi (kekurangan cairan) tanda – tandanya : berak cair 1 – 2

kali/hari, muntah(-), haus (-),nafsu makan tidak berkurang, masih ada

keinginan untuk bermain. Pada anak yang mengalami diare dengan

dehidrasi ringan atau sedang. Tandanya adalah : berak cair 4 – 9

kali/hari, kadang muntah 1 – 2 kali/hari, suhu tubuh meningkat, haus,

tidak nafsu makan, lesu dan lemas. Sedangkan pada anak diare dengan

dehidrasi berat. Tanda – tandanya : berak cair terus menerus, muntah

terus menerus, haus, mata cekung, bibir kering dan biru, tangan dan

kaki dingin, sangat lemah, tidak nafsu makan, tidak ada keinginan

untuk bermain, tidak BAK selama 6 jam atau lebih, kadang kejang dan

panas tinggi.

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah – muntah,

demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut atau kejang perut. Akibat

paling fatal dari diare yang berlagsung lama tanpa dehidrasi adalah

kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau

gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut.

Seseorang yang kekurangana cairan akan merasakan haus, berat badan

berkurang, ubun – ubun dan mata cekung, membran mukosa kering,

tulang pipi menonjol, turgor kulit jelas(elastisitas kulit menurun), serta

serak pada suara. Keluhan dan gejala ini desebabkan oleh deplesi air

yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonat(HCO3) maka


30

perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibtakan

penurunan PH darah yang merangsang pusat pernafasan sehingga

frekuensi pernafasan meningkat dan lebih dalam (pernafasan kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat

dapat berupa renjatan dengan tanda – tanda nadi cepat (>120x/menit),

tekanan darah menurun dan tak terukur. Pasien mulai gelisah, muka

pucat, akral dingin dan kadang – kadang sianosis. Karena kekurangan

kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan

tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjalmenurun sampai timbul

oliguria atau anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul

penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal

ginjal akut.

Sedangkan menurut Bararah dan Jauhar (2013) tingkat dehidrasi

gastroenteritis adalah sebagai berikut :

a. Dehidrasi ringan : Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan dengan

gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum

jatuh pada keadaan syock.

b. Dehidrasi sedang : Kehilangan cairan 5-8% dari berat badan dengan

gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyock nadi cepat

dan dalam.

c. Dehidrasi berat : Kehilangan cairan 8-10% dari berat badan dengan

gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah


31

dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku

sampai sianosis.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemesiksaan

fisik yang telah dilakukan, menurut Lestari (2016) ada beberapa hal

yang wajib di lakukan untuk menegakkan diagnosa keperawatan, yaitu

sebagai berikut :

a. Pemeriksaan tinja

1) Makroskopis dan mikroskopis

2) PH dan kadar gula dalam tinja

3) Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme

penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh

tinja.

b. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah dilakukan untuk :mengetahui kadar elektrolit

dan jumlah sel darah putih

2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,

bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan

analisa gas darah atau astrup.

3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal

ginjal
32

4) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui

jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan

pada penderita diare kronik

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi menurut Bararah dan Jauhar (2013). Adalh sebagai

berikiut :

1) Dehidrasi

2) Ranjatan hipovoloemik

3) Kejang

4) Bakterimia

5) Mal nutrisi

6) Hipoglikemia

7) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus

Tingkat dehidrasi gastroenteritis adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi Ringan

Kehilangan cairan 2-5% dari berat badan dengan gambaran klinik

turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada

keadaan syok.

b. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5-8% dari berat badan dengan gambaran klinik

turgor kulit jelek, suara sesak, presyok nadi cepat dan dalam.
33

c. Dehidrasi berat.

Kehilangan cairan 8-10% dari berat badan dengan gambaran klinik

seperti tada-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran

menurun, apatis sampai koma, otot-otot kuku sampai sianosis

2.1.10 Penatalaksanaan

a. Pemberian cairan (jenis cairan, cara pemberian dan jumlah)

(Bararah dan Jauhar, 2013).

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien

dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan (Bararah.T

dan Jauhar.M, 2013). Adapun hal yang perlu diperhatikan yaitu :

1) Memberikan asi.

2) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,

vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

c. Obat-obatan.

Prinsip : mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan/tanpa

muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan

glukosa/karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras,dll)

(Wijayadan Putri 2013).

Obat yang diberikan adalah :

1) Obat anti sekresi

Asetosal : dosis 25 mg/thn dengan dosis minimum 30 mg.

Klorpromazin : dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.


34

2) Obat spasmolitik

Papaverin, ekstrak beladon, opium loperamid tidak digunakan

pada klien diare. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin,

charcoal tabonal tidak bermanfaat mengatasi diare sehingga

tidak diberikan lagi.

3) Anti biotik

Umumnya anti biotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab

yang jelas.Pada klien kolera diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg

BB/hari. ATS diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti

: OMA, Faringitis, bronchitis, bronkopneumoni.

2.2 KonsepDasarAsuhanKeperawatanTeoritisGastroenteritis

2.2.1 Pengkajian

Menurut Wijaya dan Putri (2013) berikut merupakan data

pengkajian secara teori yang di temukan pada pasien dengan

gastroenteritis. Data dasar pengkajian pada pasien dengan penyakit

gastroenteritis, adalah sebagai berikut :

a. Biodata

Biodata terdiri dari nama, umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, suku, tanggal masuk, no, MR,

identitas keluarga, yang lebih ditekankan anak karena berkaitan

dengan diagnosa Gastroenteritis.


35

b. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang (RKS)

Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi

klinis berupa BAB yang tidak normal/cair lebih banyak dari

biasanya.

P : (Paliatif) apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa

yang telah dilakukan. Diare dapat disebabkan oleh karena

infeksi, malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis.

Q : (Kualitataif, Kulitas), gejala yang dirasakan akibat diare

biasanya berak lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa

darah atau lendir mules, muntah. BAB konsistensi, awitan, badan

terasa lemah, sehingga menggangu aktivitas sehari-hari.

R : (Regonal), perut terasa mules, anus terasa basah/lecet.

S : (Skala/keparahan), kondisi lemah dapat menurunkan daya

tahan tubuh dan aktivitas sehari-hari.

T (Timing), gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang

terjadi karena infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut

3-5 hari, diare berkepanjangan > 7 hari dan diare kronis > 14

hari.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,

hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola


36

kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik,

kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.

a. Prenatal Care

Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutama pada kehamilan

trimester pertama, penyakit selama kehamilan yang

menyertai seperti TORCH, DM Hipertyroid yang dapat

mempengaruhi dan perkembangan janin di dalam rahim.

b. Natal

Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat

mempengaruhi fungsi dan maturitas organ vital.

c. Post Natal

APGAR skor kurang dari 6 berhubungan dengan Asfiksia,

resuitasi atau hiperbilirubinemia. Berat badan dan panjang

badan untuk mengikutin pertumbuhan dan perkembangan

anak pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI

terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi

buatab dapat mengurangin pemgaruh infeksi pada tubuh

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Penyakit, Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare

atau tetangga yang berhubungan dengan distribusi penularan.

2) Lingkungan rumah dan komunitas, Lingkungan rumah yang

kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah

terkena kuman penyebab diare.


37

3) Perilaku yan mempengaruhi kesehatan

BAB yang tidak pada tempat (sembarangan) atau disungai

dan cara bermain anak yang kurang hygienis dapat

mempermudah masuknya kuman lewat fecal-oral.

4) Persepsi keluarga

Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu

khusus untuk penanganan awal atau lanjutan ini bergantung

pada tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh

anggota keluarga.

c. Pola fungsi kesehatan

1) Pola nutrisi

Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang

hygienis berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat

berubah ringan dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan berat

badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada

anak ≤ 1 tahun atau ≥ 1 tahun dengan berat badan ≤ 7 kg dapat

diberikan air susu ibu (ASI) atau susu formula dengan rendah

laktosa, umur ≥ 1 tahun dengan berat badan ≥ 7 kg dapat

diberikan makanan padat atau makanan cair.

2) Pola eliminasi

BAB (frekuensi, banyak warna dan bau) atau tanpa lendir,

darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman


38

penyebab dan penanganan lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk

output terhadap kehilangan cairan lewat urine.

3) Pola istirahat

Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat

terganggu karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga

menjadi tidak nyaman.

4) Pola aktivitas

Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan

sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

d. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan Umum

Subjektif : Klien tidak sadar, kadang disertai kejang.

Inspeksi : Keadaan umum klien mulai pertama kali bertemu

dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan

atau tidak tanpak sakit. Keadaan diamati komposmentis, apatis,

samnolen, delirium, stupor dan koma.

Palpasi : Adakah parese, anesthesia.

Perkusi : Reflek fisiologis dan reflek patologis.

2) Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala: Messosepal, tidak ada luka, bersih, rambut pendek

dan berminyak

2. Mata: Simetris, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak

ikhterik
39

3. Hidung: Simetris dan bersih

4. Telinga: Simetris, bersih tidak ada serumen

5. Mulut: Bersih, bibir simetris, tidak ada sianosis, mukosa bibie

kering

6. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

7. Thorak

a. Inspeksi: pengembangan dada kiri dan kanan simetris

b. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

c. Perkusi: Sonor atau Redup

d. Auskultasi: Vesikuler

8. Abdomen

a. Inspeksi: Simetris, tidak ada luka

b. Auskultasi: Terdengar peristaltic 32 x/menit

c. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

d. Perkusi: Tympani

9. Jantung

a. Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak

b. Ictus cordis tidak teraba

c. Perkusi: Pekak

d. Auskultasi: BJ I dan II terdengar


40

10. Ekstremitas

a. Atas: Tidak ada oedema dan lesi

b. Bawah: Tidak ada oedema, lesi dan lecet, terpasang infus

RL 10 tpm dikaki sebelah kanan

11. Anus: Bersih, tampak kemerahan

12. Genitalia: Bersih, tidak ada lesi tidak ada keluhan

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Menurut NANDA (2015) diagnosa keperawatan yang dapat

ditegakkan pada pasien dengan penyakit gastroenteritis ialah :

1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilangan cairan pada gastrointestinal, pengeluaran elektrolit dari

muntah dan diare

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan iritasi saluran

gastrointestinal.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Iritasi kulit daerah

anal akibat sering defekasi dengan fases encer dengan asam tinggi.

5. Resiko syock hipovolemik berhubungan dengan efek sekunder

kehilangan cairan dari gastrointestinal.

6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ataua

ncaman kematian.

Anda mungkin juga menyukai