Anda di halaman 1dari 3

7 Tips Pengasuhan Anak di Era Digital dari

Psikolog Elly Risman


Alissa Safiera - wolipop

Foto: Thinkstock

Jakarta - Membesarkan anak di zaman millenial butuh usaha ekstra dibanding puluhan tahun yang
lalu. Perkembangan dunia digital tak hanya memberi kemudahan, malah kadang membuat gap
antara orangtua dan anak. Tak jarang berakhir dengan anak yang membangkang atau masalah
lainnya.

Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman berbagi tujuh cara mengasuh anak di
era digital yang bisa dipraktikkan agar hubungan antara orangtua dan anak tetap terjaga.

1. Tanggung Jawab Penuh


Ketika bicara mengenai pola asuh anak, peran seorang ibu seringkali dianggap hal paling utama.
Padahal menurut Elly, sosok ayah dalam mendidik anak tak kalah penting. Di era digital seperti
sekarang ini, ayah dan ibu harus memiliki pandangan yang sama, yaitu sama-sama
bertanggungjawab atas jiwa, tubuh, pikiran, keimanan, kesejahteraan anak secara utuh. Masih
banyak orangtua muda masa kini yang melepaskan anak-anaknya secara total di tangan orang
ketiga, entah mertua atau pembantu. Namun jika hal ini terpaksa dilakukan, maka perlu dicek
kembali bagaimana sejarah dari orang yang Anda rekrut untuk menjaga buah hati.
"Sebuah tesis pernah membahas mengenai peran ayah. Anak-anak yang kurang sosok ayah, dan
dia punya anak laki dia nakal, agresif, narkoba, seks bebas. Anak perempuan biasanya depresi,
seks bebas. Jadi ayah harus selalu ada, pulang kerumah di era digital," ujar Elly di Plaza Selatan,
Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2016).

2. Kedekatan
Perlu adanya kedekatan antara ayah dan anak, juga ibu ke anak. Kedekatan ini bukan hanya berarti
melekat dari kulit ke kulit, melainkan jiwa ke jiwa. Artinya, Anda dan pasangan tak bisa hanya sering
memeluk sang anak namun juga harus dekat secara emosional. "Banyak anak yang tidak dapat hal
itu dari kecil sehingga jiwanya hampa," tambah Elly.

3. Harus Jelas Tujuan Pengasuhan


"Dari riset yang saya lakukan untuk ibu 25-45 tahun, bekerja tak bekerja, ekonomi menengah ke
atas dan menengah ke bawah. Mereka tidak punya tujuan pengasuhan. Mereka tidak tahu anak ini
mau di bawa ke mana?"

Elly menyarankan agar orangtua mulai merumuskan tujuan pengasuhan sejak anak dilahirkan. Perlu
membuat kesepakatan bersama suami, prioritas apa saja yang diberikan kepada anak dan
bagaimana cara pendekatannya.

4. Berbicara Baik-baik
Orangtua harus belajar berbicara baik-baik dengan anak. Tidak boleh membohongi, lupa membahas
keunikan anak, dan juga perlu membaca bahasa tubuh, serta mau mendengar perasaan anak.

"Menyalahkan, memerintah, mencap, membandingkan, komunikasi seperti ini akan membuat anak
merasa tak berharga, tak terbiasa memilih dan tak bisa mengambil keputusan."

5. Mengajarkan Agama
Menjadi kewajiban orangtua untuk mengajarkan anak-anaknya tentang agama. Pendidikan tentang
agama perlu ditanam sejak sedini mungkin. Dalam hal ini, mengajarkan agama tak hanya terbatas ia
bisa membaca Al-Qur'an misalnya, bisa berpuasa atau pergi ke gereja. Orangtua perlu
menanamkan secara emosional agar anak menyukai aktivitas itu.

"Jangan kosong dan lalu dimasukkan ke sekolah agama. Tidak ada dasarnya jika begitu. Bisa dan
suka itu berbeda. Bisa hanya sekadar melakukan, tapi jika suka, ada atau tidak ada orangtua dia
akan tetap baik," tuturnya.

6. Persiapkan Anak Masuk Pubertas


Kebanyakan orangtua malu membicarakan masalah seks dengan anak dan cenderung
menghindarinya. Menurut Elly, pembicaraan justru perlu dimulai sejak dini dengan bahasa yang
mengikuti usianya.
"Kalau sudah keluar air mani, sudah menstruasi, itu artinya mereka sudah aktif secara seksual dan
sudah telat untuk menanamkan tentang pemahaman seks. Ya jadi suka-sukanya anak, dia bebas
melakukan berbagai macam hal," tambah Elly.

7. Persiapkan Anak Masuk Era Digital


Bukan berarti Anda harus memberikannya gadget sejak bayi. Namun mengajarkan anak jika
penggunaan gadget ada waktunya dan memiliki batasan untuk itu. Akses internet pun perlu dibatasi
untuk mencegah anak melihat situs yang tidak diinginkan.

"Ajarkan mereka untuk menahan pandangan, menjaga kemaluan. Karena jika otakmu rusak,
kemaluanmu tidak bisa dikendalikan. Jika kita tidak membicarakan, anak tidak tahu bagaimana akan
bersikap." tuturnya.

Kedepankan komunikasi sebagai pengganti gadget. Sebagai contoh, ajak anak bicara tiap kali
pulang sekolah. Hal-hal di sekolah seperti tugas menumpuk, teman jahil atau guru menyebalkan
sudah menjadi hal berat untuknya. Oleh karena itu, Elly menyarankan untuk berkomunikasi tentang
perasaannya. Misalnya tanya perasaannya di hari itu, apa yang membuatnya bahagia dan apa yang
membuatnya sedih. Dengan begitu, secara otomatis anak akan dengan mudah bercerita pada Anda
tiap kali ia merasakan sesuatu.

"Ketika anak dibatasi dia pegang gadget, orangtua perlu beri alternatif lain. Tidak bisa kalau ibu atau
ayahnya tidak di rumah. Contohnya ikuti les berenang, main basket, futsal, gitar atau apa yang
disukai anak," pungkas Elly. (asf/asf)

Anda mungkin juga menyukai