Anda di halaman 1dari 11

I.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau
bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler,
dan sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare,)
Ular berbisa dapat dibagi menurut reaksi bisanya yaitu:
1. Neurotoksik
2. Hemolitik
3. Neurotoksik dan hemolitik
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus
juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

B. Macam-Macam Ular
1. Ular jenis Neurotoksik
Ular yang tergolong berbisa neurotoksik ialah keluarga Epiladae yaitu: ular kobra, ular
kraits, dan ular karang.
Gejala yang ditimbulkan :
1. Jantung berdenyut tak teratur, diikuti dengan kelemahan seluruh badan dan berakhir
dengan syok
2. Sakit kepala hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu sehingga tidak sadar
3. Otot tidak terkordinasi, sehingga tidak dapat mengambil atau memindahkan benda
kecil
4. Sesak nafas karena terjadi kelumpuhan pernapasan
5. Mual, muntah dan mencret
2. Ular jenis Hemolitik
Ular jenis hemolitik termasuk dalam keluarga Krotaluidae, sering disebut juga keluarga pit
viper yaitu Rattelesnaker (crotalus), ular Copperhead (Angkis-Trodon)
Gejala yang ditimbulkan
1. Daerah yang digigit dalam waktu 3-5 menit akan membengkak hebat dan terjadi
ganggren. Hal ini disebabkan ular itu selalu mengeluarkan racun dan enzim proteolitik.
2. sakit yang hebat di daerah gigitan
3. daerah yang dihancurkan menembus dinding pembuluh lalu berkumpul di jaringan
sekitarnya
4. Sakit kepala hebat dan haus
5. Terjadinya perdarahan dalam usus dan ginjal sehingga terjadi melena dan hematuria.

3. Ular Jenis Neurotoksik dan Hemolitik


Ular laut tergolong pada jenis neurotoksik dan hemolitik.
Ø Tanda-tanda ular beracun:
1. diantara mata dan hidungnya terdapat cekungan.
2. Mempunyai 2 taring.
3. Pupil lonjong.
4. Dibawah ekornya terdapat sebaris lempengan.
Ø Tanda-tanda Ular tidak Beracun:
1. pupilnya bundar.
2. Tidak mempunyai taring atau cekungan antara mata dan hidung.
3. Dibawah ekornya terdapat 2 baris lempengan.

C. Etiologi
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
Ø Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
Ø Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
Ø Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa
ular yang telah diketahui ada 2 macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding
sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender)
pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan
yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar
luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.
D. Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
Ø Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot
lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat
kesadaran menurun sampai dengan koma.
Ø Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat
lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus
berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
Ø Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel
otot.
Ø Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
Ø Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
Ø Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
patukan
Ø Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah :
 Tanda-tanda bekas taring, laserasi
 Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
 Sakit kepala, mual, muntah
 Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
 Demam
 Keringat dingin
Bisa Neuro Toksik :
 Kelumpuhan otot pernafasan
 Kardiovaskuler terganggu
 Kesadaran menurun sampai koma
Bisa Haemolytik :
 Luka bekas patukan yang terus berdarah
 Haematoma pada tiap suntikan IM
 Haematuria
 Haemoptisis/haematemesis
 Kegagalan ginjal

Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi tiga :


1. Efek lokal
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan memberikan efek yang agak sulit di deteksi dan
hanya bersifat minor tetapi beberapa spesies, gigitannyadapat menghasilkan efek yang cukup
besar seperti: bengkak, melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis. Yang mesti
diwaspadai adalahterjadinya syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnyacairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.
2. Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-spesifik seperti: nyeri kepala,mual dan
muntah, nyeri perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejalayang ditemukan seperti ini
sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk memberi petolongan segera.
3. Efek sistemik spesifik
Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
Ø Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopati. Tanda tanda klinis yang
dapat ditemukan adalah keluarnya darah terus menerusdari tempat gigitan, venipuncture dari
gusi dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomesis, melena dan batuk
darah.
Ø Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila
terjadi paralisis pada pernafasan. Biasanya tanda-tandayang pertama kali dijumpai adalah
pada saraf kranial seperti ptosis,oftalmoplegia progresif bila tidak mendapat anti venom akan
terjadikelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan
memakan waktu + 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadilebih cepat, 3 jam setelah
gigitan.
Ø Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang diserang atau digigitoleh ular laut. Ular
yang berada didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan terjadinya miotoksisitas berat.
Gejala dan tanda adalah :nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan berpotensi untuk terjadinya
gagalginjal, hiperkalemia dan kardiotoksisitas
G. Derajat Gigitan Ular
1. Derajat 0
 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
 Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
 Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
 Sama dengan derajat I
 Petechie, echimosis
 Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
 Sama dengan derajat I dan II
 Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
 Sangat cepat memburuk

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan:
1. Pertama kali yang ditangani adalah kondisi gawat yang mengancam nyawa ( prinsip
ABC) kesulitan bernafas memerlukan ETT (endo tracheal tube) dan ventilator. Gangguan
sirkulasi darah memerlukan cairan intra vena dan mungkin berbagai obat untuk
menanggulangi gejala yang timbul : nyeri, kesemutan, pembengkakan.
2. Monitor tanda – tanda kegawatan pernafasan dan kardiovaskuler.
3. Siapkan ICU /ventilator bila sewaktu – waktu terjadi gangguan pernafasan.
4. Pasang intra venous line dengan jarum besar, berikan SABU 2 ampul / dalam 500 cc
Dextrose 5% / NaCL fisiologis, minimal 2000 cc per 24 jam. Maksimum pemberian
SABU 20 ampul per 24 jam. Bila jenis ular yang mengigit diketahui dan ada SABU yang
sesuai berarti SABU monovalendiberikan, atau alternatif bila ular penggigit tidak
diketahui dapat diberikan bisa polivalen.
5. Rawat /tutup luka dengan balutan steril dan salep / kasa antibiotic /antiseptic.
6. Waspadai terjadi kompartemen sindrom : 5P (pain, pallor, pulselessness, paralysis,
pale)
7. Berikan terapi suportif : tetanus toxoid, antibiotik
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit berupa agen infeksi
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur
isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.

III. FOKUS INTERVENSI

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin


Intervensi :
 Auskultasi bunyi nafas
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator
dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
 Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi
endotoksin.
 Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
 Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
 Observasi warna kulit dan adanya sianosis
 Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
 Batasi pengunjung klien
 Pantau seri GDA
 Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
 Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)

2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit berupa agen infeksi


Intervensi :
 Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
 1Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
 Beri kompres mandi hangat
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat kulit
kering.
 Beri antipiretik
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
 Berikan selimut pendingin
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak adekuat
Intervensi :
 Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
 Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
 Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
 Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
 Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
 Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
 Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuaka atau antisipasi dari
kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
 Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
 Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
 Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah sakit/prosedur


isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau kecacatan.
Intervensi:
 Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas,
memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
 Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur bebas
dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan
tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya
merawat luka.
 Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi untuk
menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien menunjukkan
tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga
merupakan mekanisme perlindungan.
 Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk membuat
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
 Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu
pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University Press,
2014

Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott, 2010

Donna D. Ignatavicius, at al., Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,


2nd Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 2011.

Susan Martin Tucker, at al., Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 2, EGC, Jakarta, 2013.

Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs, Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Contuinity of Care, 5th Edition, WB. Saunders Company, Philadelphia, 2012

Soeparman, Sarwono Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
2011

(Zulfikar. 2012. Askep Gigitan Ular, (Online)


http://zulfikar.blogspot.com/2012/12/askep-gigitan-ular.html,diakses27November 2012).

http://yafet-geu.blogspot.com .kumpulan askep gawat darurat.diakses 27November 2012

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PENGATURAN SUHU TUBUH PADA NY. S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SNAKE BITE
DI RUANG MAWAR RSUD UNGARAN

Disusun Oleh :

CHINDY FEBRIA RINNONI


P1337420116026

PRODI D III KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018

Anda mungkin juga menyukai