Anda di halaman 1dari 47

GAMBARAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

ABORTUS DI RS SMC KABUPATEN TASIKMALAYA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar


Ahli Madya Kebidanan (AM.Keb)

Oleh :

Ghina Nur Ilmiati Raina


NPM : 0200130043

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RESPATI TASIKMALAYA
2016
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang terutama pada

perempuan dalam usia reproduksi sering terabaikan dan tidak mendapat perhatian

yang khusus. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang

mempunyai masalah pada kesehatan masyarakatnya, terutama pada masalah

kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu serta kematian bayi baru lahir

menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dimana

angka kematian ibu mencapai 359/100. 000 kelahiran hidup dan kematian bayi

32/1000 kelahiran hidup, sedangkan hasil survey tahun 2007 mencapai 228/100.

000 kelahiran hidup. Hal ini tampak terjadi peningkatan dari hasil survey

sebelumnya (Depkes, 2013).

Melihat dari tingginya angka kematian tersebut, Indonesia belum

mencapai target sesuai dengan tujuan dalam Millenium Development Goals

(MDGS), salah satu tujuan dalam program tersebut adalah menurunkan angka

kematian ibu menjdi 102 per 100,000 kelahiran hidup dan kematian bayi 23 per

1000 kelahiran hidup. Menurut Saifudin (2010) penyebab langsung angka

kematian ibu (AKI) adalah perdarahan pasca salin 25%, sepsis 15%, hipertensi

dalam kehamilan 12%, partus macet 8% komplikasi aborsi tidak aman 13% dan

sebab lain 8%.

1
2

Kejadian abortus dapat ditekan dengan tersedianya pelayanan kesehatan

maternal dan neonatal yang efektif, sehingga diharapkan ibu-ibu hamil dapat

mendeteksi secara dini keamanan dan keselamatan baik ibu maupun janin.

Menurut hasil penelitian Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2012 menunjukan kejadian abortus sebanyak 637 kasus. Adapun menurut

tahapan proses terjadinya yaitu Abortus Completus (0,2%), Abortus Incompletus

(71,0% - 74,7 %, Abortus Incipiens (5,9% - 11,3%), Abortus Imminens (14,1% -

23,6%) dan Missed Abortion (0,9%) (Suparyanto, 2012).

Kehamilan trimester awal (0-12 minggu pertama) memiliki resiko

mengalami abortus atau keluarnya jaringan hasil konsepsi, gambaran klinis dari

abortus adalah adanya perdarahan sebelum kehamilan 20 minggu, disertai nyeri

perut bagian bawah. Salah satu penyebab terjadinya abortus adalah dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu terkait dengan faktor ibu / karakteristik Ibu (Manuaba,

2006). Menurut Awaludin (2003) karakteristik adalah kesadaran ibu untuk

merawat kesehatannya tercermin dari perilakunya dalam memilih pelayanan

dengan dijelaskan oleh model faktor sosial ekonomi, paritas, risiko kehamilan,

usia ibu, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan jarak kehamilan. Dengan demikian,

kompleksitas model dapat menjelaskan perilaku ibu dalam melakukan pilihan

permintaan pelayanan persalinan dan diharapkan akan berdampak pada

keselamatan ibu dan bayi.

Berdasarkan data yang terdapat di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya pada

bulan tahun 2015 jumlah kasus abortus sebanyak 124 kasus (25.3%) dari 490
3

kehamilan, hal ini trjadi peningkatan bila dibandingkan tahun 2014 sebelumnya

yakni 86 kasus (27.4%) dari 310 kehamilan. Melihat dari persentase tersebut,

kasus aborts mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Menurut hasil

wawancara dengan bidan diproleh keterangan karakteristk ibu yang mengalami

abortus diantaranya adalah umur < 20 tahun dan > 35 tahun, paritas multigravida,

pendidikan rendah, pekerjaan ibu sebagai IRT dan terjadi pada usia kehamilan 9

minggu.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis bermaksud untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran faktor ibu hamil yang mengalami

abortus di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.

B. Rumusan Masalah

Kasus abortus merupakan salah satu penyebab kematian ibu tinggi,

berbagai faktor penyebab dari abortus diantaranya adalah umur yang terlalu muda

atau terlalu tua, parits lebih dari 3 anak serta ekonomi yang rendah. Oleh karena

itu rumusan dalam penelitian ini adalah bagimana “Gambaran faktor yang

berhubungan dengan kejadian abortus di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun

2016.
4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor yang berhubungan

dengan kejadian abortus di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran faktor penyebab abortus di RS SMC Kabupaten

Tasikmalaya tahun 2016.

b. Mengetahui gambaran penatalaksanaan ibu hamil yang mengalami abortus

di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016

c. Mengetahui gambaran komplikasi yang berhubungan dengan kejadian

abortus di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan tentang ibu hamil dengan risiko

tinggi serta sebagai saarana untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu

yang telah diberikan dan diterima dalam rangka pengembangan kemampuan

diri.
5

2. Bagi Institsui Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan kepustakaan di

Perpustakaan STIKes Respati serta dapat dijadikan data awal bagi penelitian

yang selanjutnya.

3. Bagi Profesi Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai pengetahuan ibu hamil

tentang abortus sehingga dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan melalui pendidikan kesehatan tentang abortus.

4. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan serta

informasi guna meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya terhadap ibu

dengan abortus di RS SMC Kabupaten Tasikmalaya.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitain ini dapat dijadikan sebagai data awal atau referensi bagi

peneliti yang akan meneliti mengenai abortus.

E. Keaslian stdi kasus

Berdasarkan hasil penelaahan literatur mengenai penelitian tentang abortus

telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Febrianti (2013) dengan judul Studi

Kasus pada Ibu hamil Ny. P G2P1A0usia 28 tahun umur kehamilan 12 minggu

dengan abortus inkompletus di RS Kasih Ibu Surakarta, jenis penelitiannya


6

menggunakan studi kasus, teknik pengumpulan data diantaranya adalah data

primer meliputi pemeriksaan fisik (inspeksi, pallpasi dan perkusi), wawancara,

observasi dan data sekuner meliputi studi dokumentasi dan kepustakaan.

Perbedaan dengan penelitian yang sekarang adalah terletak dalam

metodependekatan yang digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan metode

studi kasus pendekatan observasional. Analisis data diperoleh menggunakan

wawancara kemudian di analisis secara naratif untuk menggambarkan faktor

resiko, komplikasi dan penatalaksanaan abortus inkomplit.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan

1. Pengertian

Ibu hamil adalah seorang wanita yang tidak menstruasi biasanya

ditandai dengan keluarnya kolostrum, buah dada membesar, mual-muntah

serta bila dilakukan test urine hasilnya positif. Kehamilan mulai dari konsepsi

sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu)

atau 9 bulan 7 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir (Triexmedia,

2009).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahir janin. Lama

kehamilan normal yaitu 280 hari atau 40 minggu atau 10 bulan (lunar

months). Kehamilan dibagi atas 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari

konsepsi sampai 3 bulan (0-12 minggu), triwulan kedua dari bulan ke-4

sampai 6 bulan (12-28 minggu), triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai 9

bulan (28-40 minggu) (Saifudin, 2010).

Masa kehamilan dan pertumbuhan janin dimulai dari proses

pembuahan (konsepsi) sampai sebelum janin lahir. Kehamilan normal

berlangsung selama 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari), dihitung mulai

dari hari pertama menstruasi terakhir (Indrawati, 2010).

6
8

2. Tanda dan Gejala Kehamilan

Kehamilan dapat dilihat dari tanda dan gejala, tanda gejala tersebut adalah:

a. Tanda Tidak Pasti Kehamilan

Menurut Saifuddin (2010) tanda-tanda kehamilan yang tidak pasti adalah

sebagai berikut :

1) Pigmentasi kulit

Terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih di daerah pipi, hidung dan

dahi akibat pengaruh hormon plasenta yang merangsang melanofor

dan kulit. Ini dikenal sebagai kloasma gravidarum.

2) Leukore

Sekret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan hormon

progesteron.

3) Perubahan payudara

Payudara menjadi tegang dan membesar karena pengaruh estrogen dan

progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli payudara. Daerah

areola menghitam karena deposit pigmen berlebihan. Terdapat

kolostrum pada kehamilan lebih 12 minggu.

4) Perubahan organ-organ dalam pelvik :

a) Tanda Chadwick : vagina livid, terjadi pada kehamilan kira-kira 6

minggu.

b) Tanda Hegar : segmen bawah uterus lembek pada perabaan.

c) Tanda Piscaseck : uterus membesar ke salah satu jurusan.


9

d) Tanda Braxton-Hicks : uterus berkontraksi saat dirangsang. Tanda

uterus ini khas pada masa kehamilan.

b. Gejala Kemungkinan Hamil

Gejala yang tidak pasti sebagai tanda kehamilan adalah :

1) Amenore (tidak mendapat haid)

Penting diketahui tanggal dari hari pertama mendapat haid terakhir

untuk menentukan usia kehamilan dan taksiran partus. Rumus taksiran

partus menurut Naegele bila siklus haid sekitar 28 hari adalah tanggal

dijumlah 7 sedangkan bulan dikurangi 3.

2) Nausea (enek) dengan atau tanpa vomitus (muntah)

Sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama kehamilan, disebut

morning sickness.

3) Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu)

4) Konstipasi / obstipasi

Ini disebabkan terjadinya penurunan peristaltik usus oleh hormon

steroid.

5) Sering kencing

Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama kehamilan

tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan berkurang

perlahan-lahan lalu timbul lagi pada akhir kehamilan.


10

6) Pingsan dan mudah lelah

Pingsan sering dijumpai bila berada di tempat ramai pada bulan-bulan

pertama kehamilan lalu hilang setelah kehamilan 18 minggu.

7) Anoreksia (tidak ada nafsu makan).

c. Tanda dan Gejala Pasti

Menurut Annisa (2009) tanda gejala pasti adalah sebagai berikut :

1) Terasa bagian janin dan balotemen serta gerak janin pada palpasi.

2) Terdengar bunyi jantung janin (BJJ) pada auskultasi. BJJ dapat

terdengar saat menggunakan stetoskop Laennec pada mulai kehamilan

18-20 minggu sedangkan Doppler pada mulai 12 minggu.

3) Terlihat gambaran janin dengan menggunakan ultrasonografi (USG)

atau scanning.

4) Tampak kerangka janin pada pemeriksaan sinar X. Sekarang tidak

digunakan karena dampak radiasi terhadap janin.

3. Tahapan usia kehamilan

a. Kehamilan triwulan pertama

Triwulan pertama usia kehamilan dimulai saat terjadi pembuahan

sperma terhadap sel telur sampai dengan usia kehamilan 12 minggu.

Dalam triwulan pertama ini alat-alat tubuh janin mulai dibentuk.

b. Kehamilan triwulan kedua (antara 12 sampai 28 minggu)

Triwulan kedua dimulai dari usia kehamilan 12 sampai dengan 28

minggu. Dalam triwulan kedua alat-alat telah dibentuk, tetapi belum


11

sempurna dan viabilitas janin masih disangsikan. Bila hasil konsepsi

dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan di bawah 20 minggu disebut

abortus.

c. Kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu)

Triwulan ketiga atau triwulan terakhir adalah sejak kehamilan berusia

28 miggu sampai dengan 40 minggu. Janin yang dilahirkan dalam

trimester terakhir telah viabel. Bila ini terjadi di bawah 36 minggu disebut

partus prematurus (Saifuddin, 2008).

B. Abortus

1. Pengertian Abortus

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat

tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah

kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (JNPK-KR, 2008).

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

diluar kandungan (Saifuddin,2010).

Menurut Badudu dalam Manuaba (2008) abortus dapat didefinisikan

sebagai keluarnya janin sebelum waktunya, baik secara sengaja maupun tidak

sengaja.

Abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup

di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau usia

kehamilan kurang dari 28 minggu.


12

Menurut Kodim (2006) Abortus dapat didefinisikan sebagai upaya

terminasi kehamilan yang dilakukan sebelum janin mampu hidup di luar

kandungan.

Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup diluar

kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi,

karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram

dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan

sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu

(Saifuddin, 2010).

2. Klasifikasi Abortus

Menurut (Wiknjosastro, 2007) Abortus dibagi 2 :

a. Abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi secara alamiah tanpa adanya

upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.

1) Abortus Imminens

Abortus imminens terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan

ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Kehamilan masih

mungkin berlangsung berlanjut atau dipertahankan.

Tanda dan Gejala

a) Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.

b) Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah

menyertai perdarahan.

c) Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
13

d) Tidak ditemukan kelainan pada serviks.

e) Serviks tertutup.

2) Abortus incipiens

Abortus incipiens yaitu terjadi perdarahan ringan pada kehamilan

muda, dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Hal ini

menandakan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut

menjadi abortus incompletus atau completus.

Tanda dan Gejala

a) Perdarahan per vaginam kadang – kadang keluar gumpalan darah.

b) Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim

kuat.

c) Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.

3) Abortus incompletus

Abortus incompletus terjadi dengan dikeluarkannya sebagian hasil

konsepsi. Abortus incompletus adalah sebagian hasil konsepsi masih

tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan penyakit

(Siswosuadarmo, 2010). Abortusin completus, apabila sebagian dari

buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim.

Gejala klinis yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang terus

menerus, sehingga dapat terjadi anemia. Dengan perdarahan yang

banyak akan menimbulkan syok, apabila disertai infeksi akan ditandai

dengan suhu tinggi dan dapat terjadi degenerasi ganas (chorio


14

carsinoma) setelah terjadi abortus dengan pengeluaran

jaringan,perdarahan berlangsung terus, sering cervix tetap terbuka

karena masih ada benda didalam rahim yang dianggap corpus

allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkan dengan

mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama,

cervixakan menutup kembali.

Tanda dan Gejala

a) Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah

keluar.

b) Nyeri perut bawah mirip kejang.

c) Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus

yang dianggap sebagai corpus allienum.

d) Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).

4) Abortus completus

Abortus completes ditandai semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan,

perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus mengecil

(Prawirohadjo,2010).

Tanda dan Gejala

a) Serviks menutup.

b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.

c) Gejala kehamilan tidak ada.

d) Uji kehamilan negatif.


15

5) Missed abortion

Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati selama 8

minggu atau lebih. Gejala-gejala selanjutnya adalah : rahim tidak

membesar,malahan mengecil karena absorpsi air ketuban dan macerasi

janin, buah dada mengecil kembali. Gejala-gejala lain yang penting

tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus (Prawirohardjo, 2010).

Tanda dan Gejala

a) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air

ketuban dan macerasi janin.

b) Buah dada mengecil kembali.

c) Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.

b. Abortus Provokatus (Induced abortion)

Adalah abortus yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun

alat-alat.

Abortus ini terbagi menjadi :

a. Abortus theurapetik, tindakan yang dilakukan oleh medis, dengan

alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu

(berdasarkan indikasi medis).

b. Abortus Kriminalis,abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

(Prawiroharjo, 2010).
16

3. Patofisiologis

Pada awal abortus terjadi perdrahan dalam desidua basalis diikuti

nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap

benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabka uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan < 8 minggu villi

kkorialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat

dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khorialis sudah

menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan

menimbulkan banyak perdrahan. Apabila kehamilan > 14 minggu, janin

dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Perdarahan tidak banyak jika

plasenta segera dilepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai

persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat

dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada kalanya kantong amnion kosong atau

tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama,

mola kruenta, maserasi, fetus kompresus.

4. Diagnosis

a. Terlambat haid atau amenorea < 20 minggu

b. Pemeriksaan fisik yang terdiri dari keadaan umum tampak lemah,

tekanan darah normal atau ,enurun, denyut nadi normal atau cepat, suhu

badan bormal atau meningkat (jika keadaan umum buruk, lakukan

resusitasi dan stabilisasi)


17

c. Adanya perdarahan pervaginam yang dapat disertai keluarnya jaringan

janin, mual dan nyeri pinggang, akibat kontraksi uterus.

d. Pemeriksaan ginekologik meliputi inspeksi vulva dengan melihat

perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan janin, dan tercium atau

tidak bau busuk dari vulva inspekulo

e. Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup

teraba ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, dan ada atau tidak

cairan atau jaringan busuk dari ostium

f. Pada periksa dalam, dengan melihat porsio masih terbuka atau sudah

tertutup teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai

atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio masih

digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa , dan kavum douglas tidak

menonjol dan tidak nyeri. (Mansjoer, dkk, 2009)

Pemeriksaan penunjang yang umumnya dilakukan antara lain:

a. Tes kehamilan akan menunjukan hasil positif bila janin masih hidup

bahkan 2-3 hari setelah abortus

b. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentuka apakah janin masih

hidup

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Arif Mansjoer

dkk, 2009)
18

5. Faktor Penyebab Abortus

Menurut Mansjoer (2009) faktor yang berperan dalam abortus diantaranya

adalah :

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (kematian janin atau

kecacatan janin yang berat) dan konsepsi tidak berkembang (blighted

ovum) dapat menyebabkan abortus. Faktor yang menyebabkan kelainan

dalam pertumbuhan diantaranya:

1) Kelainan kromosom

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (kematian janin atau kecacatan

janin yang berat) dan konsepsi tidak berkembang (blighted ovum)

dapat menyebabkan abortus

2) Lingkungan kurang sempurna. Paparan dari lingkungan seperti

kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol serta paparan faktor

eksogen seperti virus, radiasi, zat kimia, memperbesar peluang

terjadinya abortus.

3) Pengaruh dari luar

Pengaruh dari luar seperti radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya

dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya

dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen


19

b. Kelainan pada tali pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak

dalam cairan amnion sehingga pertumbuhan dan perkembangan berjalan

dengan baik. Namun adakalanya tali pusat mempunyai kelainan sinsersi

vasa previa yaitu pembuluh darahanya melewati kanalis servikalis.

(Benson, 2009)

Kelainan pada tali pusat minyalnya terjadi pada kasus hipertensi

yang menahun sehingga timbul gangguan pada tali pusat yang

menyebabkan kurangnya aliran oksigen ke tali pusat dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

c. Penyakit ibu

Penyakit mendadak, seperti infeksi di paru, penyakit tifus, infeksi pada

ginjal, malaria, anemia berat dan hipertensi (Manuaba, 2010).

1) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis kongenital hampir mirip penyakit yang

disebabkan oleh organisme seperti virus herpes simplex,

cytomegalovirus, dan virus rubella. Bayi prematur dengan

toksoplasmosis dapat mengembangkan SSP dan penyakit mata pada

tiga bulan pertama kehidupan. Sebaliknya, T. gondii yang terinfeksi

penuh bayi lebih sering memiliki manifestasi penyakit ringan,

dengan hepatosplenomegali dan limfadenopati dalam dua bulan

pertama. Meskipun sebagian besar bayi terinfeksi dalam kandungan


20

dilahirkan tanpa tanda-tanda jelas toksoplasmosis pada pemeriksaan

rutin bayi baru lahir, hingga 80 persen mengakibatkan cacat visual di

kemudian hari.Pada wanita hamil, toksoplasma berdampak signifikan

yaitu bisa mengakibatkan keguguran dan cacat.

Tiga serangkai klasik dampak pada bayi akibat infeksi

toksoplasmosis pada kehamilan adalah meliputi korioretinitis,

hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial.90% bayi yang terinfeksi

toksoplasma menderita gangguan penglihatan sampai buta setelah

beberapa bulan atau beberapa tahun sejak ia lahir. Dari jumlah

tersebut, 10% dapat mengalami gangguan pendengaran.

2) Rubela

Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan

keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin. Sebanyak

50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa.

Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang

telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-

bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah

beberapa hari.

Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12

minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi

dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin

terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun, risiko janin tertular


21

meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia

kehamilan > 36 minggu.

Sindrom Rubella Kongenital akibatnya katarak pada lensa

mata bayi, gangguan pendengaran atau tuli, gangguan jantung, dan

kerusakan otak. Di samping itu, bayi juga berisiko lebih besar

untuk terkena diabetes melitus, gangguan tiroid, gangguan

pencernaan dan gangguan syaraf (pan-encephalitis)

3) Cytomegalovirus (CMV)

Kemungkinan infeksi dan luasnya penyakit pada bayi baru

lahir tergantung pada status kekebalan ibu. Jika infeksi primer ibu

terjadi selama kehamilan, tingkat rata-rata transmisi ke janin

adalah 40%, sekitar 65% dari bayi ini memiliki penyakit

Cytomegalovirus saat lahir. Dengan infeksi ibu yang berulang,

risiko penularan pada janin lebih rendah, berkisar 0,5-1,5%,

dengan sebagian besar bayi tampak normal saat lahir.

Bila seorang ibu hamil didiagnosa tertular virus sitomegalo,

janin dalam kandungan bisa diperiksa dengan melakukan

pemeriksaan amniosintesa. Cara pemeriksaan ini hampir 80%

dapat mendeteksi bayi apakah juga terinfeksi virus atau tidak.

Tetapi tetap belum dapat diketahui apakah bayi menderita penyakit

berat atau tidak. Namun demikian, periksaan USG pada janin

dalam kandungan, bisa mengetahui kelainan otak dan organ lain.


22

4) Herpes Simpleks

Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya

sendiri tertular herpes simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini

terjadi karena ibu yang baru tertular belum memiliki antibodi

terhadap virus, sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat

lahir. Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada

kemungkinan yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran

kelahiran saat melahirkan.

Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat,

mengakibatkan kerusakan yang menahun pada susunan saraf pusat,

perlambatan mental, atau kematian.Pengobatan, bila diberi secara

dini, dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan

menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan antiviral, infeksi ini

berdampak buruk pada kebanyakan bayi.

5) Anemia

Selain itu, ibu hamil yang mengalami anemia dapat

mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan dapat

menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian

perinatal. Anemia adalah Anemia dalam kehamilan adalah kadar

hemoglobinnya kurang dari 11 gr%. Anemia pada trimester kedua

saat kadar hemoglobinnya kurang dari 10,5 gr% dan anemia pada
23

trimester satu dan ketiga saat kadar hemoglobinnya kurang dari 11

gr% (Manuaba, 2008).

Pemeriksaan dan pengawasan HB dapat dilakukan

dengan menggunakan alat sahli dilakukan minimal dua kali selama

kehamilan, yaitu pada trimester I dan pada trimester III.

Pembagian anemia menurut kadar HB dalam darah sebagai berikut

(Manuaba, 2008):

Hb 11 gr% : tidak anemia

Hb 9-10,5 gr% : anemia ringan

Hb 7-8 gr% : anemia sedang

Hb <7 gr% : anemia berat

Anemia dalam kehamilan memiliki resiko baik pada ibu

maupun pada janin. Ibu hamil dengan anemia dapat

mengalami keguguran, lahir sebelum waktunya, BBLR,

perdarahan sebelum dan selama persalinan bahkan dapat

mengakibatkan kematian pada ibu dan janinnya. Hal ini

disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada

placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta

terhadap janin. Turunya kadar hemoglobin pada ibu hamil

akan menambah risiko keguguran, pertumhan janin

terhambat, risiko perdarahan sebelum dan pada saat


24

persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan

bayinya (Mansjoer, 2011).

6) hipertensi

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan

vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam

kehamilan atau pada permulaan persalinan, hipertensi dalam

kehamilan menjadi penyebab penting dari kelahiran mati dan

kematian neonatal. Ibu dengan hipertensi akan menyebabkan

terjadinya insufisiensi plasenta, hipoksia sehingga pertumbuhan

janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur. Hipertensi

pada ibu hamil merupakan gejala dini dari pre-eklamsi, eklampsi

dan penyebab gangguan pertumbuhan janin sehingga

menghasilkan berat badan lahir rendah (Manuaba, 2008).

d. Kelaianan alat genital

Rahim yang terlalu bengkok ke belakang, myoma uteri atau kelainan

bawaan rahim seperti rahim yang memiliki dua tanduk, incompetent

cervik (leher rahim yang tidak kuat menahan isinya karena kelainan

bawaan pada leher rahim).

e. Faktor Umur Ibu

Bobak dkk (2008) mengatakan umur ibu sangat mempengaruhi

terhadap kejadian abortus. Hal itu bisa dilihat dari karakteristik usia
25

reproduktif. Dimana usia reproduktif tersebut dapat menentukan

keamanan proses berlangsungnya kehamilan tersebut. Usia reproduktif

itu berkisar antara umur 20-35 tahun sehingga dalam interval umur

tersebut merupakan waktu yang aman untuk menghasilkan

reproduksinya. Artinya jika dalam kurun waktu tersebut seorang ibu

bereproduksi maka hasil dari proses reproduksi itu akan berlangsung

aman. Dengan kata lain risiko/komplikasi yang akan dihadapi jauh lebih

sedikit dibandingkan dengan umur ibu di bawah ataupun di atas batas

normal. Wanita yang berada dalam usia kurang dari 20 tahun ataupun

lebih dari 35 tahun rentan sekali akan resiko dan komplikasi yang akan

dihadapi, baik itu dalam masa kehamilan bahkan dalam masa persalinan.

Oleh karena itu, penyebab tertinggi lain dari abortus adalah usia lebih

dari 35 tahun.

f. Paritas

Menurut Kodim (2008) wanita yang melakukan abortus

mempunyai satu atau dua anak, sekitar 32% mempunyai 3-4 anak, dan

41% telah mempunyai lebih dari lima anak. Paritas 2-3 merupakan

paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal, paritas tinggi

(lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.

Saifuddin (2010) mengatakan lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian

maternal sehingga risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau


26

dicegah dengan keluarga berencana, dan sebagian kehamilan pada

paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

Klasifikasi paritas dapat digolongkan sebagai berikut

(Siswosudarmo, 2010):

1) Primipara adalah seorang yang telah melahirkan seorang anak matur

atau prematur

2) Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari

satu anak sampai 4 anak

3) Grandemulti adalah seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang

anak atau lebih

Paritas merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan,

kehamilan resiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan

grandemultipara, keadaan endometrium pada daerah korpus uteri sudah

mengalami kemunduran dan berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi

karena degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta pada

kehamilan sebelumnya di dinding endometrium. Adanya kemunduran

fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium

menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur dan tidak siap

menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan oksigenisasi

kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi darah

ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan.


27

Setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan akan

menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang

berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding

uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah

nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan

sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin

(Saifuddin, 2010:607).

Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin, bila

terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah

melahirkan 4 orang anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya

gangguan pada waktu kehamilan, persalinan, dan nifas.

Faktor multipara sampai grandemultipara dapat merupakan

penyebab kejadian varises yang dijumpai pada saat hamil di sekitar

vulva, vagina, paha, dan tungkai bawah (Manuaba, 2008:204). Resiko

terjadinya persalinan yang lama, abortus, kelahiran prematur dan BBLR

juga semakin meningkat.

g. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2010) Pendidikan adalah suatu kegiatan

atau usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan

membina potensi pribadinya, yang berupa rohani (cipta, rasa dan karsa)

dan jasmani (panca indera dan keterampilan)


28

Prawirohardjo (2007) berpendapat tingkat pendidikan ibu

sangat erat hubungannya dengan pemeriksaan antenatal. Makin tinggi

tingkat pendidikan ibu maka semakin tinggi kesadaran tentang hak

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan

kesehatan sehingga akan meningkatkan tuntutan tentang hak untuk

menerima/ menolak pelayanan kesehatan/ pengobatan. Tingkat

pendidikan yang tinggi dalam rumah tangga akan mempermudah sebuah

keluarga dalam mengenali gejala awal suatu penyakit sehingga mereka

akan merasa lebih khawatir dengan kondisi kesehatannya.

Pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan di sekolah

ialah secara teratur, sistematis bertingkat dan dengan mengikuti syarat-

syarat yang jelas dan ketat.

Jenjang pendidikan formal (Wikipedia, 2007) ialah :

1) Pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs).

2) Pendidikan menengah (SMA/MA/SMK).

3) Pendidikan tinggi (diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor).

Pendidikan non formal sering disebut pendidikan luar sekolah

ialah pendidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah,

disengaja tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan ketat. Pendidikan non

formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan

penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional

serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.


29

Menurut Kodim (2008) Tingkat pendidikan sangat berpengaruh

terhadap pemahaman abortus, tetapi tidak dijadikan jaminan dengan

pendidikan yang tinggi akan memahami pengetahuan antenatal.

Penyuluhan terhadap ibu hamil sangat diperlukan untuk memberikan

pengetahuan mengenai kehamilan, perubahan yang berkaitan dengan

kehamilan, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,

perawatan diri selama kehamilan serta tanda bahaya yang perlu

diwaspadai. Pengetahuan tersebut diharapkan menjadi motivasi bagi ibu

hamil untuk menjaga diri dan kehamilannya dengan menaati nasihat

yang diberikan oleh pelaksana pemeriksa kehamilan, ibu hamil mau

memeriksakan kehamilan sesuai dengan ketentuan.

h. Ekonomi

Faktor yang mendorong abortus disebabkan dampak ekonomi,

terutama ibu-ibu peserta KB yang mengalami kegagalan kontrasepsi

ataupun akibat PHK atau belum bekerja (Wiknjosastro, 2004).

Menurut Affandi (2007), pertolongan abortus yang tidak aman

lebih banyak dialami oleh kelompok masyarakat yang miskin, karena

ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka untuk membiayai jasa

pertolongan profesional. Sebaliknya, kelompok masyarakat kaya yang

dikatakan relatif lebih banyak yang melakukan abortus, mempunyai

risiko lebih kecil untuk mendapat pertolongan abortus yang tidak aman.
30

6. Penatalaksanaan Abortus

a. Penatalaksanaan secara umum

1) Lakukan penilaian secra cepat mengenai keadaan umum pasien,

termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan dan

suhu).

2) Periksa tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan

sistolik < 90 mmHg, nadi lebih cepat lebih dari 112 kali / menit.

3) Jika dicurigai terjadi syok, segera mulai penanganan syok. Jika tidak

terlihan tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat

penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena

kondisinya dapat memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat

penting untuk memulai penanganan syok dengan segera.

4) Jika pasien dengan keadaan syok pikirkan kemungkinan kehamilan

ektopik terganggu.

5) Pasang infus dengan jarum besar (16 G atau lebih besar), berikan

larutan garam fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500

ml dalam 2 jam pertama).

b. Penatalaksanaan tiap klasifikasi abortus

1) Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka

pasien:

a) Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam).


31

b) Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.

c) Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi

kerentanan otot-otot rahim (misal gestanon).

d) Dilarang coitus sampai 2 minggu.

2) Abortus incipiens

Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:

a) Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan

tiap ½ jam sebnayak 6 kali.

b) Mengurangi nyeri dengan sedativa.

c) Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan

cukup besar.

3) Abortus incompletus

Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehntikan

perdarahan.

4) Missed abortion

a) Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk

mencegah perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika.

Segera setelah kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10

satuan dalam 500 cc glucose.

b) Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.


32

Adapun Standar Operasional Prosedur dalam penatalaksanaan abortus di

RS SMC Singaparna terdiri dari :

1) Abortus iminens

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Melakukan informed concent setiap tindakan.

d) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.

f) Menganjurkan klien untuk bedrest total.

g) Kolaborasi dengan petugas laboratorium.

2) Abortus Insipien

Sebelum kuretase :

a) Membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Melakukan informed concent setiap tindakan.

d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi dan tindakan

kuretase.

e) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah.

f) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

g) Memasang infus jaga RL.

h) Memotivasi keluarga untuk mencari darah untuk transfusi (bila HB

< 10 gr/dl.
33

i) Mempersiapkan pasien untuk tindakan kuretase, meliputi: puasa,

pasang laminaria, skin test antibiotik dan bila perlu sedia darah.

Setelah kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

d) Memeberikan terapi sesuai advis dokter.

e) Memberitahukan pada klien untuk kontrol 1 minggu ke poli

kandungan.

f) Memberika KIE tentang nutrisi, pemenuhan kebutuhan seksual,

KB dan memberitahukan kunjungan berikutnya.

3) Abortus Inkomplit

Sebelum kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Melakukan informed concent setiap tindakan.

d) Melakukan kolaborasi dengan dokter jaga IGD ( untuk PONEK ).

e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi dan tindakan

kuretase.

f) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah.

g) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

h) Memasang infus jaga RL.


34

i) Memotivasi keluarga untuk mencari darah untuk transfusi (bila HB

< 10 gr/dl.

j) Mempersiapkan pasien untuk tindakan kuretase, meliputi: puasa,

pasang laminaria, skin test antibiotik dan bila perlu sedia darah.

Setelah kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

d) Memeberikan terapi sesuai advis dokter.

e) Memberitahukan pada klien untuk kontrol 1 minggu ke poli

kandungan.

f) Memberika KIE tentang nutrisi, pemenuhan kebutuhan seksual,

KB dan memberitahukan kunjungan berikutnya.

4) Missed abortion.

Sebelum kuretase:

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Melakukan informed concent setiap tindakan.

d) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah.

e) Kolaborasin dengan dokter untuk penanganan pada pasien dan

terapi sesuai protap ruangan :

1) USG
35

2) Berikan antibiotik

3) Bila TFU dibawah 3 jari atas sympisis untuk kuretase dan bila

diatasnya untuk pitdrip/ pitdrip+laminaria stif/

pitdrip+metrolisa.

f) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

g) Memasang infus jaga RL.

h) Memotivasi keluarga untuk mencari darah untuk transfusi (bila HB

< 10 gr/dl.

i) Mempersiapkan pasien untuk tindakan kuretase, meliputi: puasa,

pasang laminaria, skin test antibiotik dan bila perlu sedia darah

atau memberikan terapi pitdrip/ pitdrip laminaria stif/

pitdrip+metrolisa.

Setelah Kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

d) Memeberikan terapi sesuai advis dokter.

e) Memberitahukan pada klien untuk kontrol 1 minggu ke poli

kandungan.

f) Memberika KIE tentang nutrisi, pemenuhan kebutuhan seksual,

KB dan memberitahukan kunjungan berikutnya.


36

5) Abortus Septiok

Sebelum kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Melakukan informed concent setiap tindakan.

d) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi dan tindakan

kuretase.

e) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah.

f) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

g) Memasang infus jaga RL.

h) Memotivasi keluarga untuk mencari darah untuk transfusi (bila HB

< 10 gr/dl.

i) Mempersiapkan pasien untuk tindakan kuretase, meliputi: puasa,

pasang laminaria, skin test antibiotik dan bila perlu sedia darah.

Setelah kuretase :

a) Membina hgubungan baik dengan ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.

c) Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan.

d) Memeberikan terapi sesuai advis dokter.

e) Memberitahukan pada klien untuk kontrol 1 minggu ke poli

kandungan.
37

f) Memberika KIE tentang nutrisi, pemenuhan kebutuhan seksual,

KB dan memberitahukan kunjungan berikutnya.

7. Komplikasi Abortus

a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan rahim dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu dilakukan pemberian transfusi darah.

b. Perforasi / robeknya rahim

Perforasi / robeknya rahim karena kerokan dapat terjadi, terutama pada

rahim yang posisinya sangat bengkok, biasanya dilakukan tindakan

histerektomi.

c. Infeksi

Pemberian antibiotic yang tepat dan kuat harus dilakukan jika terjadi

infeksi akibat abortus.

d. Shock

Shock pada abortus biasanya terjadi karena perdarahan (shock

hemoragik dan infeksi berat (shock endoseptik).

8. Konsep Asuhan pada Ibu dengan Abortus

a. Pengkajian Data Fokus

Pada Ibu hamil dengan kasus abortus pada umumnya mengalami

keluhan sebagai berikut:


38

1) Tidak enak badan.

2) Badan panas, kadang- kadang panas disertai menggigil dan panas

tinggi.

3) Sakit kepala dan penglihatan terasa kabur.

4) Keluar perdarahan dari alat kemaluan, kadang-kadang keluar flek-

flek darah atau perdarahan terus-menerus.

5) Keluhan nyeri pada perut bagian bawah, nyeri drasakan melilit

menyebar sampai ke punggung dan pinggang.

6) Keluhan perut dirasa tegang, keras seperti papan, dan kaku.

7) Keluhan keluar gumpalan darah segar seperti kulit mati dan jarinagn

hati dalam jumlah banyak.

8) Perasaan takut dan khawatir terhadap kondisi kehamilan.

9) Ibu merasa cemas dan gelisah sebelum mendapat kepastian

penyakitnya.

10) Nadi cenderung meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi

meningkat dan suhu meningkat.

b. Pemeriksaan Penunjang:

1) Pada pemeriksaan dalam ditemukan terdapat pembukaan serviks

atau pada kasus abortus imminens sering ditemukan serviks tertutup

dan keluhan nyeri hebat pada pasien.

2) Porsio sering teraba melunak pada pemeriksaan dalam, terdapat

jaringan ikut keluar pada pemeriksaan.


39

3) Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat

perdarahan.

4) Pemeriksaan kadar HCG dalam urine untuk memastikan kehamilan

masih berlangsung.

5) Pemeriksaan auskultasi dengan funduskop dan doppler untuk

memastikan kondisi janin.

6) Pemeriksaan USG untuk memastikan kondisi janin.


40

C. Kerangka Alur Pikir

Kehamilan

Fisiologis Patologis

Faktor : Perdarahan (hml


Penyakit ibu < 20 mgg)
Faktor Umur Ibu
Paritas
Pendidikan
Ekonomi

Abortus Abortus Abortus Abortus


Completus Incompletus Incipien infeksiosus

Abortus Abortus Missed


Habitualis Imminens Abortion

Penatalaksanaan
Sesuai klasifikasi
41

BAB III

DEFINISI ISTILAH

Variabel Definisi Operasional


Abortus Suatu keadaan dimana ibu hamil mengalami pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan
Penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil seperti pneumonia, tifus, malaria,
sifilis dan lain-lain sampai ibu mengalami abortus imminens.
Toksoplasma Penyakit yang diderita ibu selama kehamilan yang diakibatkan
oleh virus herpes simplek yang dilihat dari hasil lab RS SMC
Tasikmalaya
Anemia Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin ibu kurang 11,5 gr%
Hipertensi suatu keadaan dimana ibu yang mengalami abortus memiliki
tekanan darah sistolik 140 mmHg dan doastolik 90 mmHg,
Umur Usia ibu saat mengalami abortus yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun
atau > 35 tahun
Paritas Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan baik hidup maupun
meninggal dengan kategori primipara, multipara dan grandepara
Penatalaksanaan Tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengatasi
masalah abortus di RS SMC Tasikmalaya

41
42

BAB IV

METODE STUDI KASUS

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan studi kasus dengan metode

deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini akan mengkaji secara mendalam

terhadap kasus ibu hamil yang mengalami abortus melalui wawancara secara

mendalam kepada keluarga, PP Test, kemudian data diolah dan dianalisis dengan

kualitatif.

B. Subjek Studi Kasus

Sasaran dalam studi kasus ini adalah ibu yang mengalami abortus di RS

SMC Kabupaten Tasikmalaya pada bulan Maret tahun 2016.

C. Prosedur pengumpulan Data

1. Data Primer

Untuk pengambilan data primer penulis terlebih dahulu mencari tentang

kejadian abortus di Puskesmas Singaparna. Setelah diperoleh data, penulis

mencari ibu yang mengalami abortus sesuai dengan alamat yang dituju,

selanjutnya subjek penelitian diberikan informed consent untuk kesediaan

menjadi responden. Wawancara dilakukan pada ibu yang mengalami riwayat

42
43

abortus secara langsung kemudian di konfirmasikan kepada petugas

kesehatan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan yang sudah tersedia

seperti hasil diagnosis dari petugas kesehatan.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Studi kasus ini telah dilaksanakan pada bulan Maret bertempat di RS SMC

Kabupaten Singaparna.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini

teridiri dari :

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui faktor risiko abortus

seperti umur, riwayat penyakit ibu, gaya hidup, pendidikan, paritas dan sosial

ekonomi yang langsung diperoleh melalui tanya jawab dengan pasien.

2. Format Isian

Yaitu instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dari hasil diagnosis

dokter untuk memperoleh data tentang abortus.


44

F. Etika Studi Kasus

Sebelum melakukan penelitian, maka akan diedarkan lembaran

persetujuan untuk menjadi responden dengan tujuan agar subjek mengerti

maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden

tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

Pada pengumpulan data dijelaskan terlebih dahulu alat ukur penelitian

dengan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya

menuliskan kode lembar pengumpulan data sehingga nama responden bisa

dirahasiakan.

Penelitian menjamin kerahasiaan masalah-masalah responden yang harus

dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah terkumpul

dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.


45

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, 2010. Demografi Kependudukan. Fitramaya. Jakarta

Adnani. 2013. Filosofi Kebidanan. Trans Info Media: Jakarta.

Ambarwati. 2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Jogjakarta.

Bobak dkk. 2000. Keperawatan Maternitas dan Ginekologi. IAPKP: Bandung.

Depkes, 2013. Angka Kematian ibu di Indonesia. http://www.depkes.go.id

Dudedja. 2010. Patofisiologi Abortus. [Online]. Tersedia: http//wordhealth.com.


[diakses tanggal 23 Februari 2016].

Friedman. 2008. Paket Pelatihan Klinik Asuhan Pasca Keguguran Panduan


Penatalaksanaan Klinik dan Pengorganisasian Pelayanan. Bina Rupa Aksara.
Jakarta

Kodim. 2008. Studi Intervensi, Rujukan Obstetrik Perinatal di Bogor dan Serang.
FKUI: Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2006. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.
EGC: Jakarta.

Mochtar. 2008. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta.

Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Rhineka Cipta:


Jakarta.

Pantiawati. 2011. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Medical Book.
Jakarta

Saifuddin. 2010. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:


Jakarta.
46

SDKI. 2013. Angka Kematian Ibu. [Online]. Tersedia: http://www.depkes.go.id.


[diakses tanggal 17 Februari 2016].

Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Graha Ilmu. Jakarta.

Wiknjosastro. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai