Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN VERTIGO

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan
orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan
mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem
diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk
memperetahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas
harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak
atau dirinya bergerak terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun
kadang berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita
vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang
involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing. S.M, 2013).

Vertigo adalah sensasi berputar atau pusing yang merupakan suatu gejala, penderita
merasakan benda-benda disekitarnya bergerak gerak memutar atau bergerak naik turun karena
gangguan pada sistem keseimbangan. (Arsyad Soepardi efiaty dan Nurbaiti, 2012).

2. Etiologi

a) Otologi 24-61% kasus.


 Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
 Meniere Desease
 Parese N VIII Uni/bilateral.
 Otitis Media.
b) Neurologik 23-30% kasus.
 Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum.
 Ataksia karena neuropati.
 Gangguan visus.
 Gangguan serebelum.
 Gangguan sirkulasi LCS.
 Multiple sclerosis.
 Vertigo servikal.
c) Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler.
 Tekanan darah naik turun.
 Aritmia kordis.
 Penyakit coroner.
 Infeksi.
 Glikemia.
 Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,
d) Psikiatrik > 50% kasus.
 Depresi.
 Fobia.
 Anxietas.
 Psikosomatis.
e) Fisiologik.
 Melihat turun dari ketinggian.

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang kadang-kadang
disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu
makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah
dengan selaput tipis.

Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu keadaan tertentu. Pasien
akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari
satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika
kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang
disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan
ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada
hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam
beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.

Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan posisi kepala
dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi kepala dan akan berkurang
serta akhirnya berhenti secara spontan setelah beberapa waktu. Pada pemeriksaan THT secara
umum tidak didapatkan kelainan berarti, dan pada uji kalori tidak ada paresis kanal.

Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling baik adalah dengan melakukan
manuver Hallpike : penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh pemeriksa, lalu
kepala dijatuhkan mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus
posisi dengan gejala :

1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya sendiri atau
lingkungan.
2. Merasakan mual yang luar biasa.
3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual.
4. Gerakan mata yang abnormal.
5. Tiba - tiba muncul keringat dingin.
6. Telinga sering terasa berdenging.
7. Mengalami kesulitan bicara.
8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar.
9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan

4. Patofisiologi

Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere, parese N VIII,
otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan
keseimbangan pada saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis
media).

Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti gangguan visus,
multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang
terganggu, vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan
terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan sempoyongan jika
berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.

Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang
tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat
mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N
VIII.

Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat mempengaruhi tekanan
darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan
vertigo dengan perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda.

5. Klasipikasi

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok:

a) Vertigo paroksismal Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa
menitatau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebutdapat
muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.Vertigo jenis ini
dibedakan menjadi : Yang disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus
Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa
cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen. Yang tanpa disertai keluhan telinga : Termasuk di
sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteriavertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen,
Vertigo pada anak (Vertigode L’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth). Yang timbulnya
dipengaruhi oleh perubahan posisi :Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal
laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.

b) Vertigo kronis Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin
DuniaKedokteran No. 144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi: Yang disertai
keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb,labirintitis kronis, Lues serebri, lesi
labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.Tanpa keluhan telinga : Kontusio
serebri, ensefalitis pontis, sindrom pascakomosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis
multipel, kelainanokuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler,
kelainanendokrin. Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.

3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan


menjadi

a) Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitisakuta, perdarahan
labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditivainterna/arteria vestibulokoklearis.
b) Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteriavestibularis anterior,
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosismultipleks, hematobulbi, sumbatan arteria
serebeli inferior posterior.

6. Pemeriksaan Penunjang

Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk pemeriksaan
diagnostik yang penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus vertigo antara lain:

1. Pemeriksaan fisik.
a. Pemeriksaan mata.
b. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh.
c. Pemeriksaan neurologic.
d. Pemeriksaan otologik.
e. Pemeriksaan fisik umum.
2. Pemeriksaan khusus.
a. ENG.
b. Audiometri dan BAEP.
c. Psikiatrik.
3. Pemeriksaan tambahan.
a. Radiologik dan Imaging.
b. EEG, EM.
7. Penatalaksanaan.
a. Penatalaksanaan Medis.
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan seperti :
1) Anti kolinergik.
2) Sulfas Atropin : 0,4 mg/im.
3) Scopolamin : 0,6 mg IV bisa diulang tiap 3 jam.
b. Simpatomimetika.
1) Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit.
2) Menghambat aktivitas nukleus vestibuler.
c. Golongan antihistamin, Golongan ini, yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis
adalah:
1) Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral bisa diulang tiap 2 jam.
2) Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam.

Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan untuk terapi bedah.
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) Terdiri dari :

1. Terapi kausal: sebagian besar kausa vertigo tidak diketahui penyebabnya, sehingga terapi
biasanya bersifat simtomatik. Terapi kausal disesuaikan dengan faktor penyebabnya.
2. Terapi simtomatik: ditujukan kepada 2 gejala utama yaitu rasa berputar dan gejala
otonomnya. Pemilihan obat-obat anti vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, berat
ringan vertigo dan fasenya. Misalnya pada fase akut dapat diberikan obat penenang untuk
menghilangkan rasa cemas, disamping anti vertigo lainnya.
3. Terapi Rehabilitasi: Bertujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kompensasi sentral
dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibuler. Beberapa bentuk latihan yang dapat
dilakukan adalah latihan vestibuler, latihan visual vestibuler atau latihan berjalan.

d. Penatalaksanaan Keperawatan.
1. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring diam dalam
kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
2. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan subyektif vertigo
pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien
dapat merasakan bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang dekat,
misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada
berbaring dengan kedua mata ditutup.
3. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan terjadinya ver-tigo,
maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang
kuat.
4. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah dehidrasi.
5. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer akut yang belum
dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit
berat dan sangat takut mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini
adalah pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar
gangguan vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan
bahwa kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah
beberapa hari.
6. Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk
rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan vestibu-lar akut.

8. Komplikasi.
a. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya
saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap
berdiri dan berjalan.
b. Kelemahan otot.
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih
sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang
terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

B. konsep Keperawatan

1. Pengkajian.

a. Anamnesa.

1) Identitas Klien: Identitas biasanya berisi tentang nama, umur, alamat, pendidikan,
agama, pekerjaan, dll.
2) Keluhan Utama: Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.
Biasanya pada pasien vertigo keluhan utama yang dirasakan yaitu nyeri kepala hebat
serta pusing.
3) Riwayat Penyakit Sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah
sakit. Pada pasien vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap
terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi
dan penyakit tumor otak. Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik,
aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat.
5) Riwayat Penyakit keluarga: Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetic maupun tidak.
6) Riwayat Psikososial: Di kaji emosi klien, body image klien, harga diri, interaksi klien
terhadap keluarga dan data spiritual klien.
7) Pola-Pola fungsi Kesehatan
a. Pola Fungsi dan tata laksana kesehatan: Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh
kurangnya pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit, pengobatan dan
prognosa.
b. Pola nutrisi dan metabolism: Adakah nausea dan muntah.
c. Pola eliminasi: Bagaimana BAK dan BABnya, lancar atau tidak.
d. Pola tidur dan istirahat: Dikaji bagaimana tidur klien nyenyak atau tidak, berapa
lama tidur klien, pada pasien vertigo biasanya pasien mengalami gangguan tidur.
e. Aktivitas: Biasanya pada pasien vertigo aktivitasnya kurang, klien sering mengalami
Letih, lemah, Keterbatasan gerak, Ketegangan mata, kesulitan membaca, Insomnia,
bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala, Sakit kepala yang hebat saat
perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
f. Pola hubungan peran: Meliputi hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat
sekitar
g. Pola presepsi dan konsep diri: Bagaimana klien menggambarkan dirinya terkait
dengan penyakitnya.
h. Pola sensori dan kognitif: Bagaimana klien menghadapi rasa sakit ? apakah
mengalami penurunan panca indra?
i. Pola reproduksi seksual: Dikaji bagaimana hubungan seksual klien dengan
pasangannya, apakah ada gangguan atau tidak.
j. Pola penanggulangan stress: Meliputi penyebab stress, koping terhadap stress.
k. Pola tata nilai dan keyainan: Di kaji tentang agama yang di anut klien

b. Pemeriksaan Fisik.

1. Gambaran Umum
a. Kesadaran: Compos mentis, apatis, somnolen, stupor atau koma.
b. Penampilan: Tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat.
c. TPRS: Meliputi BB, TB, Tekanan darah, suhu, nadi RR
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
a. Sistem integument
b. Inspeksi : Di lihat warna kulit.
Palpasi : kelembaban kulit, turgor kulit (normalnya kembali dalam 2detik)
c. Kepala.
Inspeksi : Bentuk kepala, warna rambut,
Palpasi : kekuatan rambut (rontok/tidak), ada nyeri tekan.
d. Leher.
Palpasi : ada pembesaran kelenjar getah beting dan kelenjar tyroid atau tidak.
e. Muka
Inspeksi :Bentuk muka, ekspresi muka
f. Mata.
Inspeksi : Biasanya pada pasien vertigo Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak
g. Telinga.
Inspeksi : Bentuk telinga simetris atau tidak, ada kotoran atau tidak
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak.
h. Hidung
Inspeksi: Bentuk hidung, adanya secret atau tidak.
Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak.
i. Mulut dan Faring.
Inspeksi : mulut simetris atau tidak, kebersihannya.
Palpasi : ada nyeri tekan tidak, ada benjolan tidak.
j. Thorax.
Inspeksi : ada retraksi dinding dada atau tidak
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris atau tidak.
Perkusi : bagaimana suara ketukannya
k. Paru.
Inspeksi : simetris atau tidak.
Palpasi : ada benjolan atau tidak.
Auskultasi : biasanya pada pasien vertigo Tidak ada weezing, rhonki.
l. Jantung.
Auskultasi : Pada pasien vertigo S1 dan S2 tunggal.
m. Abdomen.
Inspeksi : Dilihat bentuk abdomen,
Palpasi : pembesaran hati dan limpanya di kaji
Auskultasi : bising usus
n. Sistem neurologi.
Test nervus I (Olfactory).
1. Fungsi penciuman.
2. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi.Bandingkan dengan hidung bagian kiri
dan kanan.
Test nervus II ( Optikus).
1. Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang.
2. Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya.
3. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang
hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda
tersebut, ulangi mata kedua.
Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens).
1. Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
a. Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap
pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata
(jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
b. Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid
line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
c. Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
d. Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan
kapas pada kelopak mata atas dan bawah. Refleks kornea langsung maka
gerakan mengedip ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan
mengedip kontralateral. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis).
1. Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,
asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,
klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
2. Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya.
f. Test nervus VIII (Acustikus)
1. Fungsi sensoris :Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian
kanan-kiri.
2. Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah
dapat melakukan atau tidak.
g. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
h. N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini
sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX
mempersarafi M. Salivarius inferior.
i. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak,
sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
1. Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris
dan tertarik keatas.
2. Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan
tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
j. Test nervus XI (Accessorius).
1. Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya.
2. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan -test otot
trapezius.
k. Nervus XII (Hypoglosus).
1. Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan.
2. Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi).
3. Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
c. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Radiologi.

X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid, foto vertebra servikal, CT scan, MRI dsb
(atas indikasi).

b. Pemeriksaan Laboratorium dan EKG

c. Pemeriksaan lain-lain

· Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni, audiometrik nada tutur, SISI
tes, Tone Deccay tes, timpanometri, reflek stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat dilakukan BERA
(atas indikasi). Tes kalori, elektronistagmografi, posturografi (atas indikasi).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)

b. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring

c. Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan

d. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus

e. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.2002. Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung tenggorok kepala
leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru

Lumbantobing, SM. Vertigo Tujuh Keliling. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2013

Santosa, Budi.2015.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.Alih bahasa.Jakarta :


Prima Medika

Wilkinson, Judith M.2017.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC.Jakarta : EGC

Pitriono Zinbe.2013. Asuhan Keperawatan Vertigo

Anda mungkin juga menyukai