Anda di halaman 1dari 14

Identitas Pasien

Nama : AN. AS
NO. RM : 388246
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 13 tahun
Alamat : Jl. Sepakat RT: 07 RW: 011 kelurahan lubang buaya
Jakarta Timur
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar SMP
Pendidikan : SD
Etnis/suku : Betawi
Pembayaran : BPJS
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan: Senin, 9 Juli 2018

Anamnesis

Anamnesis dilakukan Secara Autoanamnesis pada Hari Senin Tanggal 9 Juli


2018, pukul 11.00 WIB.

Keluhan utama : Gatal seluruh tubuh sejak 5 bulan sebelum masuk


rumah sakit.
Keluhan tambahan : Terdapat Luka bekas garukan, terasa gatal, kulit
kering dan bercak kehitaman.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik kulit RS. TK. II Ridwan Meuraksa diantar
oleh ibunya dengan keluhan timbulnya bercak kemerahan di hampir seluruh
tubuh disertai gatal dan karena gatal dan sering digaruk lama- lama menjadi
semakin meluas. Pasien mengatakan keluhan ini timbul sejak lahir namun
keluhan makin berat sejak 5 bulan yang lalu, bercak kemerahan muncul tiba-
tiba dan kambuhan, kulit tampak kering terutama pada bagian betis dikedua
kaki dan terdapat gelembung berisi air dibagian tangan kanan dan kiri, terlihat
luka bekas garukan, serta bercak kehitaman. saat timbul adanya gelembung
sering dipecahkan menggunakan tangan. Karena terasa sangat gatal. Riwayat
Pengobatan keluhan pasien sudah pernah diobati pertama kali di puskesmas
tapi tidak ada perubahan, pasien lupa nama obat yang digunakan. Pasien dan
Ayah pasien mengakui memiliki riwayat Asthma dan ibu pasien dulu juga
mempunyai keluhan yang serupa.
Riwayat penyakit dahulu :
 Keluhan serupa : Penderita pernah merasakan keluhan seperti ini sejak
lahir
 Alergi : Ada (Dermatitis Atopik)
 Asma : Ada
 Diabetes Melitus : Disangkal
 Jantung : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


 Keluhan serupa : Ibu pasien
 Alergi : Ada
 Asma : Ada. Ayah Pasien
 Diabetes mellitus : Riwayat DM disangkal
 Hipertensi : Disangkal
 Jantung : Disangkal
Riwayat kebiasaan/lingkungan :
Sering garuk- garuk dan pasien bersihkan lukanya menggunakan Nacl.
Riwayat sosial ekonomi :
Pasien adalah seorang anak Sekolah Menengah Pertama dengan ekonomi
menengah.
PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Composmentis

3. Berat Badan : 39 kg

4. Tinggi Badan : 157 cm

5. IMT : 15,85 kg/m2

Tanda-tanda vital

Tanggal TD RR SH ND
09-07-18 100/60 mmHg 20∗∕ 𝑚 36,1℃ 78∗∕ 𝑚

ASPEK KEJIWAAN

1. Tingkah Laku : Kooperatif

2. Proses pikir : Biasa

3. Kecerdasan : Wajar

STATUS GENERALIS

1. Kepala : Normosefal

2. Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak pucat, tidak ada


madarosis dan tidak ada injeksi konjungtiva.

3. Leher : Tidak ada pembesaran KGB


4. Ekstremitas : Pada tangan dan kaki tidak tampak edema

5. Akral : Hangat

STATUS DERMATOLOGIKUS
Foto Pasien
Distribusi : Generalisata
Regio : Wrist dextra dan sinistra (lengan kanan dan kiri), Cruris

Sifat lesi : multiple, ukuran lenticular- numular, sirkumskrip, difus


konfluens

Efloresens : Plak eritematosa, bulla, erosi, likenifikasi, skuama


pitiriasisformis, dan krusta.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan penunjang.

RESUME

Pasien datang ke poliklinik kulit RS. TK. II Ridwan Meuraksa diantar oleh
ibunya dengan keluhan timbulnya bercak kemerahan di hampir seluruh tubuh disertai
gatal dan karena gatal dan sering digaruk lama- lama menjadi semakin meluas. Pasien
mengatakan keluhan ini timbul sejak lahir namun keluhan makin berat sejak 5 bulan
yang lalu, bercak kemerahan muncul tiba-tiba dan kambuhan, kulit tampak kering
terutama pada bagian betis dikedua kaki dan terdapat gelembung berisi air dibagian
tangan kanan dan kiri, terlihat luka bekas garukan, serta bercak kehitaman. saat
timbul adanya gelembung sering dipecahkan menggunakan tangan. Karena terasa
sangat gatal. Riwayat Pengobatan keluhan pasien sudah pernah diobati pertama kali
di puskesmas tapi tidak ada perubahan, pasien lupa nama obat yang digunakan.
Pasien dan Ayah pasien mengakui memiliki riwayat Asthma dan ibu pasien dulu juga
mempunyai keluhan yang serupa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan statu generalis
dalam batas normal. Pada status dermatologikus didapatkan distribusi Generalisata.
Regio, Wrist dextra dan sinistra (lengan kanan dan kiri), dan Cruris . Sifat lesi,
multiple, ukuran lenticular- numular, sirkumskrip, difus konfluens.
Efloresens, Plak eritematosa, bulla, erosi, dan krusta.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSAIS BANDING

1. Diagnosis : Dermatitis Atopik

2. Diagnosis Banding : Seboroik dermatitis, dermatitis kontak, dermatitis


numular, skabies, iktiosis, psoriasis, dermatitis herpetiformis, sindrom sezary,
dan penyakit Letter-Siwe.

TATA LAKSANA

1. Non Medikamentosa
a. Pakaian harus lembut . Katun nyaman dan produk wol atau sintetik
harus dihindari.
b. Suhu dingin, terutama pada malam hari, sangat membantu karena
berkeringat menyebabkan iritasi dan gatal.
c. Sebuah humidifier mencegah kelebihan pengeringan dan harus
digunakan pada musim dingin, ketika pemanasan mengering
atmosfer, dan di musim panas, ketika AC menyerap kelembaban dari
udara.
d. Pakaian harus dicuci dalam deterjen ringan tanpa pemutih atau
pelembut kain.
e. Menghindari makanan Penyebab misalnya kacang, telur, ikan, susu,
dan cokelat.
f. Hindari stress
g. Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab. Hindari
pembersih antibacterial karena berisiko menginduksi resistensi.
h. Aplikasi pelembab setelah mandi.
2. Medikamentosa
 Pelembab: Petrolatum, Aquaphor, atau agen yang lebih baru seperti
Atopiclair dan Mimyx (unggul tetapi lebih mahal dan membutuhkan
evaluasi lebih lanjut)
 Steroid topikal (andalan saat pengobatan; umumnya digunakan dalam
hubungannya dengan pelembab): Hidrokortison, triamsinolon, atau
betametason; basis salep umumnya lebih disukai, khususnya di
lingkungan kering. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi
menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan
steroid berpotensi rendah misalnya, hidrokorison 1% - 2,5% begitu
juga pada daerah genitalia dan intertriginosa.
 Imunomodulator: Tacrolimus dan pimecrolimus (inhibitor kalsineurin;
dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua dan digunakan hanya
sebagai indikasi); omalizumab (antibodi monoklonal yang berfungsi
menghalangi imunoglobulin E [IgE]).

PENGOBATAN TOPIKAL
Hidrasi kulit. Kulit penderita DA. kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan
iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim
hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila
memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari
5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit
dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa
kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.
Perbaikan sawar kulit dengan perawatan kulit yang baik sangat penting untuk
mengontrol DA. Fungsi sawar kulit diperbaiki dengan hidrasi yang baik dan aplikasi
pelembab. Disarankan berendam di air hangat selama kurang lebih 10 menit,
memakai sabun dengan pelembab (moisturizing cleanser), diikuti aplikasi pelembab
segera setelah mandi. Untuk mengeringkan kulit disarankan menggunakan handuk
lembut dengan menekan lembut saja dan tidak menggosok kulit. Emolien
melembutkan kulit dan mengurangi gatal, menciptakan lapisan minyak di atas kulit
yang dapat memerangkap air di bawahnya. Perbaikan sawar ini mencegah penetrasi
bahan-bahan iritan, alergen dan bakteri. Emolien dapat berupa losion, krim, dan
ointment. Ointment paling efektif sebagai emolien, tetapi banyak orang lebih
menyukai krim atau losion. Produk emolien yang kaya ceramide sangat berguna
mempertahankan kelembapan kulit. Jika memakai tabir surya, emolien diaplikasikan
setengah jam sebelum memakai tabir surya. Dermatitis atopik ringan sering kali
membaik hanya dengan pemakaian emolien, tetapi pada keadaan infl amasi akut,
dibutuhkan tambahan steroid topikal yang dapat digunakan sebelum penggunaan
emolien agar efektivitasnya tidak berkurang.
Steroid topikal masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi DA. Namun
steroid topikal tidak dapat menggantikan peranan emolien yang diaplikasikan
berulang untuk memperbaiki sawar kulit. Potensi steroid yang digunakan bersifat
individual, bergantung pada derajat dermatitis, lokasi dermatitis, luas permukaan kulit
yang terkena, dan usia pasien. Risiko efek samping bergantung pada potensi steroid
yang digunakan, jumlah steroid yang digunakan, penggunaan oklusi, luas area yang
terlibat, dan keutuhan kulit. Penetrasi steroid paling tinggi pada wajah dan genitalia,
paling rendah pada telapak tangan dan telapak kaki. Antiinflamasi lain sebagai lini
kedua adalah takrolimus dan pimekrolimus topikal untuk anak berusia 2 tahun atau
lebih dan dewasa. Preparat tar memiliki efek antiinfl amasi dan antipruritik, dapat
digunakan sendiri atau bersama steroid. Preparat tar berbentuk sampo, sabun cair,
dan krim, tidak terlalu iritatif dibandingkan preparat tar berbentuk gel yang dapat
mengandung alkohol.
Takrolimus dan pimekrolimus adalah preparat imunomodulator topikal yang
baru mulai digunakan pada tahun 2002 untuk mengobati DA. Golongan inhibitor
calcineurin ini menghambat respons limfosit T dengan menghambat calcineurin. FDA
menyetujui penggunaannya sebagai lini kedua penanganan DA derajat sedang hingga
berat pada pasien imunokompeten berusia 2 tahun atau lebih, untuk jangka pendek
dan tidak terus menerus. Pada Januari 2006 FDA menyatakan bahwa keamanan
penggunaan jangka panjang kedua obat ini dan risikonya terhadap kanker kulit belum
dapat dipastikan.
Dibandingkan steroid golongan ini tidak menipiskan kulit bila dipakai jangka
panjang dan dapat diaplikasikan di wajah atau daerah intertriginosa (lipatan).
Takrolimus dan pimekrolimus dapat dioleskan dua kali sehari selama satu hingga tiga
minggu. Bila lesi membaik, frekuensi pemakaian dapat dikurangi menjadi sekali
sehari sampai lesi bersih. Daerah yang dioles harus menghindari pajanan matahari
atau sumber UV lain untuk menghindari risiko kanker kulit.
Pada pasien DA yang ekstensif dan refrakter, fototerapi menggunakan UVA
atau UVB atau kombinasi psoralen dengan UVA dapat menjadi pilihan. Pilihan terapi
lain untuk DA berat atau refrakter adalah kompres basah dan oklusi, imunosupresan
sistemik misalnya cyclosporin, dan antimetabolite. Tidak jarang ditemukan infeksi
sekunder pada pasien DA yang ditandai oleh lesi krusta atau eksematosa dengan atau
tanpa pustula. Keadaan ini dapat diatasi dengan antibiotika topikal atau sistemik
bergantung pada luas infeksinya. Selain itu, infeksi virus juga sering terjadi, misalnya
infeksi herpes simpleks (HSV). Infeksi HSV pada DA seringkali lebih luas
dibandingkan infeksi HSV pada nonDA. Pada keadaan ini dibutuhkan antiviral
sistemik untuk menghindari perburukan yang mengancam jiwa.
Antihistamin oral digunakan untuk mengontrol gatal. Antihistamin sedatif
misalnya hydroxyzine, diphenhydramine, chlorpheniramine, lebih disarankan
dibandingkan anti histamin non-sedatif karena efek sedatifnya lebih bermanfaat.
dibandingkan efek antipruritiknya. Pasien sering menggaruk di saat tidur
sehingga dengan efek sedasi antihistamin pasien terhindar dari lesi kulit akibat
garukan yang justru akan mem perberat kondisi DAnya. Efek sedasi ini akan
memperbaiki kualitas tidur tetapi dapat menghambat kemampuan konsentrasi pasien.
Cortikosteroid sistemik hanya di berikan untuk penanganan akut DA yang berat.
Penggunaan steroid sistemik jangka panjang tidak disarankan karena potensi efek
samping yang besar.

PENGOBATAN SISTEMIK
Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk
mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan
berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera
diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan
berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul
kembali.(Djuanda, 2011)
Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa
gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin
atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamih H1 dan H2,
dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.(Djuanda,
2011)
Anti-infeksi. Pada DA. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang
belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang
untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin.(Djuanda, 2011)
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid dihentikan
sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau
200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.(Djuanda, 2011)
Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi
dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan
perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
Siklosporin. DA. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat
diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek
yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif
kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan
umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbal
yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hipertensi.(Djuanda, 2011).

TERAPI SINAR (phototherapy)


Untuk DA. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy)
seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan
ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA
bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek
imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah
produksi sitokin keratinosit.(Djuanda, 2011)

Pengobatan Lainnya untuk Dermatitis Atopik


 Probiotik
Probiotik telah direkomendasikan sebagai pilihan terapi untuk pengobatan
dermatitis atopik. Hal ini dikarenakan produk bakteri ini dapat menyebabkan respon
imun dari Th 1 seri bukannya Th 2 dan karena itu bisa menghambat perkembangan
produksi antibodi alergi, IgE. Beberapa laporan manfaat terbatas dalam peran
pencegahan dan terapi. Sebuah meta-analisis dari 25 uji plasebo acak terkontrol yang
melibatkan 4.031 subjek menemukan bahwa pemberian probiotik saat prenatal dan
postnatal mengurangi kadar IgE pada bayi dan dapat melindungi terhadap sensitisasi
untuk alergi tetapi mungkin tidak melindungi terhadap asma. Pada bulan Januari
2015, Organisasi Alergi Dunia merekomendasikan penggunaan probiotik oleh ibu
hamil dan menyusui untuk mencegah perkembangan DA. Rekomendasi ini
didasarkan pada meta-analisis dari 29 studi yang digunakan probiotik oleh ibu hamil
mengurangi kejadian eksim sebesar 9% selama masafollow up 1-5 tahun dan
penggunaan oleh wanita menyusui dikaitkan dengan 16% pengurangan eksim selama
masa follow up 6 bulan. Konsumsi probiotik oleh menyusui bayi dikaitkan dengan
penurunan 5% pada eksim selama 6 bulan sampai 6 tahun masa tindak lanjut.

 Pada pasien dengan eksim herpeticum, asiklovir efektif.


 Pada pasien dengan penyakit berat, dan terutama pada orang dewasa,
fototerapi, methotrexate (MTX), azathioprine, cyclosporine,
mycophenolate mofetil dan telah digunakan dengan sukses.
 Kedua hydroxyzine dan diphenhydramine hydrochloride memberikan
tingkat tertentu bantuan dari gatal-gatal tetapi tidak efektif tanpa
pengobatan lain.
 Terapi berhasil dengan everolimus, macrolide rapamycin yang
diturunkan, telah dilaporkan pada 2 pasien dengan dermatitis atopik
parah. Terapi kombinasi dengan baik prednisone atau siklosporin A
tidak efektif. Namun, laporan dari ketidakefektifan everolimus telah
dipertanyakan.
 Hasil dengan banyak obat lain, seperti thymopentin, gamma
interferon, dan ramuan Cina, telah mengecewakan. Banyak obat yang
tidak praktis untuk digunakan, dan mereka bisa mahal. Beberapa obat
herbal Cina mengandung obat resep, termasuk prednison, dan telah
dikaitkan dengan masalah jantung dan hati.
 Antibiotik digunakan untuk pengobatan infeksi klinis yang disebabkan
oleh S aureus atau flare penyakit. Mereka tidak berpengaruh pada
penyakit yang stabil tanpa adanya infeksi. Bukti laboratorium S aureus
kolonisasi tidak bukti infeksi klinis karena organisme staphylococcal
umum menjajah kulit pasien dengan dermatitis atopik.

 Sebuah acak, penyidik-buta, percobaan terkontrol plasebo termasuk 31


pasien menunjukkan bahwa salep mupirocin intranasal dan pemutih
diencerkan (sodium hipoklorit) mandi ditingkatkan atopik dermatitis
gejala pada pasien dengan tanda-tanda klinis infeksi bakteri sekunder.

Prognosis
a. Quo Ad vitam : bonam
b. Quo Ad functionam : bonam
c. Quo Ad sanactionam : bonam

Sebagian besar pasien DA akan membaik dengan tatalaksana yang tepat.


Meskipun demikian, pasien dan orang tua pasien harus memahami bahwa penyakit
ini tidak dapat sembuh sama sekali.1 Eksaserbasi diminimalkan dengan strategi
pencegahan yang baik. Sekitar 90% pasien DA akan sembuh saat mencapai pubertas,
sepertiganya menjadi rinitis alergika dan sepertiga yang lain berkembang menjadi
asma. Prognosis buruk jika riwayat keluarga me miliki penyakit serupa, onset lebih
awal dan luas, jenis kelamin perempuan, dan bersamaan dengan rinitis alergika dan
asma.
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk DA. yaitu:
- DA luas pada anak
- menderita rinitis alergik dan asma bronkial
- riwayat DA. pada orang tua atau saudara kandung
- awitan (onset) DA. pada usia muda
- anak tunggal
- kadar igE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 hingga 50 persen DA. infantil akan berkembang menjadi
asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis
kontak iritan akibat kerja di tangan.

Anda mungkin juga menyukai