Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang
biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein ( Askandar, 2008 ).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk,
2007).
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahawa diabetes melitus adalah gan
gguan metabolisme yang di tandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik yang disebabkan oleh
kelainan skresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

B. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta
dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen
dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral
tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. Tanda dan Gejala


1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur.
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer).

E. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti
nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi). Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.
Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah
besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia
yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
F. Pathway

G. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus)
digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia/ koma hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan.
b. Ketoasidosis diabetic (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih.
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik.
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah
sebagai berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma
dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik
oral golongan sulfonilurea.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian
obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah
kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi :
a. Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi
menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.
2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi
pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan
mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan
luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan
albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak
20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika
pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya
penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi
turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai
perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit
dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari.
Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa
nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama
menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula
darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan
diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum,
sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada
mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar
glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk Rumah Sakit, nomor register, diagnose medis.
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
5) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
6) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus
Meliputi : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus
vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot.
Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
7) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik
dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi
pasien dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota
keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman,
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
yang disukai, penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat
dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas,
kemampuan pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
mengetahui tentang penyakitnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi ,
komunikasi, car berkomunikasi.
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama
sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake
nutrisi (tipe 2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
e. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Nyeri akut NOC: 1. Manajemen nyeri :
berhubungan 1. Tingkat nyeri a. Lakukan pegkajian nyeri secara
dengan agen 2. Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi,
injuri biologis 3. Tingkat kenyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
(penurunan Setelah dilakukan asuhan kualitas dan ontro presipitasi.
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, b. Observasi reaksi nonverbal
perifer) klien dapat : dari ketidaknyamanan.
1. Mengontrol nyeri, dengan c. Gunakan teknik komunikasi
indikator : terapeutik untuk mengetahui
a. Mengenal faktor-faktor pengalaman nyeri klien
penyebab sebelumnya.
b. Mengenal onset nyeri d. Kontrol lingkungan yang
c. Tindakan pertolongan mempengaruhi nyeri seperti
non farmakologi suhu ruangan, pencahayaan,
d. Menggunakan analgetik kebisingan.
e. Melaporkan gejala-gejala e. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
nyeri kepada tim f. Pilih dan lakukan penanganan
kesehatan. nyeri (farmakologis/non
2. Nyeri terkontrol farmakologis).
Menunjukkan tingkat nyeri, g. Ajarkan teknik non
dengan indikator: farmakologis (relaksasi,
a. Melaporkan nyeri distraksi dll) untuk mengetasi
b. Frekuensi nyeri nyeri.
c. Lamanya episode nyeri h. Berikan analgetik untuk
d. Ekspresi nyeri; wajah mengurangi nyeri.
e. Perubahan respirasi rate i. Evaluasi tindakan pengurang
f. Perubahan tekanan darah nyeri/ontrol nyeri.
g. Kehilangan nafsu makan j. Kolaborasi dengan dokter bila
. ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
k. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
2. Administrasi analgetik :
a. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
a. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
b. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
c. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
d. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbang Nutritional Status : Food and 1. Nutrition Management
an nutrisi kurang Fluid Intake a. Monitor intake makanan dan
dari kebutuhan 1. Intake makanan peroral yang minuman yang dikonsumsi
tubuh b.d. adekuat klien setiap hari.
ketidakmampuan 2. Intake NGT adekuat b. Tentukan berapa jumlah kalori
menggunakan 3. Intake cairan peroral adekuat dan tipe zat gizi yang
glukose (tipe 1) 4. Intake cairan yang adekuat dibutuhkan dengan
5. Intake TPN adekuat berkolaborasi dengan ahli gizi.
c. Dorong peningkatan intake
kalori, zat besi, protein dan
vitamin C.
d. Beri makanan lewat oral, bila
memungkinkan.
e. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT.
f. Lepas NGT bila klien sudah
bisa makan lewat oral.
3 Ketidakseimbang Nutritional Status : Nutrient 1. Weight Management
an nutrisi lebih Intake a. Diskusikan dengan pasien
dari kebutuhan 1. Kalori tentang kebiasaan dan budaya
tubuh b.d. 2. Protein serta faktor hereditas yang
kelebihan intake 3. Lemak mempengaruhi berat badan.
nutrisi (tipe 2) 4. Karbohidrat b. Diskusikan resiko kelebihan
5. Vitamin berat badan.
6. Mineral c. Kaji berat badan ideal klien.
7. Zat besi d. Kaji persentase normal lemak
8. Kalsium tubuh klien.
e. Beri motivasi kepada klien
untuk menurunkan berat
badan.
f. Timbang berat badan setiap
hari.
g. Buat rencana untuk
menurunkan berat badan klien.
h. Buat rencana olahraga untuk
klien.
i. Ajari klien untuk diet sesuai
dengan kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan b.d 1. Fluid balance 1. Fluid management
Kehilangan 2. Hydration a. Timbang popok/pembalut jika
volume cairan 3. Nutritional Status : Food and diperlukan
secara aktif, Fluid Intake b. Pertahankan catatan intake dan
Kegagalan Kriteria Hasil : output yang akurat
mekanisme a. Mempertahankan urine c. Monitor status hidrasi
pengaturan output sesuai dengan usia ( kelembaban membran
dan BB, BJ urine normal, mukosa, nadi adekuat, tekanan
HT normal darah ortostatik ), jika
b. Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal d. Monitor vital sign
c. Tidak ada tanda tanda e. Monitor masukan makanan /
dehidrasi, Elastisitas turgor cairan dan hitung intake kalori
kulit baik, membran harian.
mukosa lembab, tidak ada f. Kolaborasikan pemberian
rasa haus yang berlebihan cairan IV.
g. Monitor status nutrisi.
h. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
i. Dorong masukan oral
j. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
k. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
l. Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
m. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
n. Atur kemungkinan tranfusi
o. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Setelah dilakukan asuhan 1. Managemen Hipoglikemia:
Hipoglikemia keperawatan selama….x24 jam a. Monitor tingkat gula darah
PK: diharapkan perawat akan sesuai indikasi
Hiperglikemi menangani dan meminimalkan b. Monitor tanda dan gejala
episode hipo/ hiperglikemia. hipoglikemi ; kadar gula darah
< 70 mg/dl, kulit dingin,
lembab pucat, tachikardi, peka
rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
c. Jika klien dapat menelan
berikan jus jeruk / sejenis jahe
setiap 15 menit sampai kadar
gula darah > 69 mg/dl.
d. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol.
e. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.
2. Managemen Hiperglikemia
a. Monitor GDR sesuai indikasi
b. Monitor tanda dan gejala
diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan
bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia,
mual dan muntah, tachikardi,
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
c. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi.
d. Berikan insulin sesuai order.
e. Pertahankan akses IV.
f. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan.
g. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk.
h. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
i. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
j. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
k. Anjurkan banyak minum
l. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
6 Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak efektif b.d 1. Circulation status 1. Peripheral Sensation
hipoksemia 2. Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
jaringan. Kriteria Hasil : sensasi perifer)
a. Mendemonstrasikan a. Monitor adanya daerah
status sirkulasi tertentu yang hanya peka
b. Tekanan systole terhadap
dandiastole dalam panas/dingin/tajam/tumpul
rentang yang diharapkan b. Monitor adanya paretese
c. Tidak ada c. Instruksikan keluarga
ortostatikhipertensi untuk mengobservasi kulit
d. Tidak ada tanda tanda jika ada lsi atau laserasi
peningkatan tekanan d. Gunakan sarun tangan
intrakranial (tidak lebih untuk proteksi
dari 15 mmHg) e. Batasi gerakan pada
e. Mendemonstrasikan kepala, leher dan
kemampuan kognitif punggung
yang ditandai dengan: f. Monitor kemampuan BAB
berkomunikasi dengan g. Kolaborasi pemberian
jelas dan sesuai dengan analgetik
kemampuan h. Monitor adanya
menunjukkan perhatian, tromboplebitis
konsentrasi dan orientasi i. Diskusikan menganai
memproses informasi penyebab perubahan
membuat keputusan sensasi
dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Pengenalan Penyakit DM Mellitus & Penanganannya Dewasa Ini
http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=detil_berita&kd_berita=87 . Diakses pada
tanggal 26 juli 2016 pukul 18.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai