tambang
Rabu, 07 November 2012
Gambar 3.4
Dimensi Pengukuran Stripping ratio
3.5 RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN
Rancangan teknis penambangan merupakan
bagian dari suatu perencanaan tambang.
Rancangan penambangan ini merupakan
program penambangan yang akan dikerjakan
dan telah diberikan batas-batas dan aturan
tegas yang harus dipenuhi dalam setiap
aktivitasnya sebagai bagian dari keseluruhan
perencanaan tambang tersebut.
Setelah menganalisa dasar dari pemilihan
sistem penambangan, maka dibuat suatu
rancangan penambangan atau teknis
pelaksanaan penambangan tersebut. Analisa
yang dibuat berupa metode penambangan yang
akan diterapkan.
3.5.1 Persiapan Penambangan
Persiapan penambangan merupakan kegiatan
pendahuluan dari aktivitas penambangan.
Persiapan penambangan ini berupa
pembersihan areal yang akan ditambang
(Land Clearing), pembuatan jalan tambang,
penanganan masalah air (drainase) dan
pengupasan tanah penutup (Stripping OB).
Pembersihan lahan adalah suatu pekerjaan
tahap awal pada kegiatan penambangan.
Pembersihan lahan ini dilakukan untuk
menyingkirkan pepohonan dan semak belukar
yang tubuh di sekitar areal penambangan dan
mempersiapkan akses masuk ke tambang atau
pembuatan jalan angkut.
Penanganan masalah air tambang mencakup
pembuatan saluran, sumuran, dan kolam
pengendapan. Dimensi saluran, sumuran dan
kolam pengendapan harus dibuat sesuai
dengan debit air yang ada sehingga air
tambang tidak langsung mengalir ke air bebas
yang dapat menimbulkan masalah lingkungan.
Pekerjaan pengupasan yang dilakukan pada
tanah penutup,biasanya dilakukan bersama-
sama dengan clearing dengan menggunakan
alat bulldozer. Pekerjaan ini dimulai dari tepat
yang lebih tinggi, dan tanah penutup didorong
ke bawah ke arah yang lebih rendah sehingga
alat dapat bekerja dengan bantuan gaya
gravitasi.
3.5.2 Desain Jenjang dan Analisis
Kemantapan Lereng
Karena letak bijih berada dilapisan bawah dari
permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah
penutup, maka untuk mencapai lapisan bijih
itu biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu
jenjang yang dibuat harus mampu
menampung dan mempermudah pergerakan
alat-alat mekanis pada saat aktivitas
pengupasan tanah penutup dan pengambilan
bijih.
Dimensi suatu jenjang dapat ditentukan
dengan mengetahui data produksi yang
diinginkan, peralatan mekanis yang
digunakan, material yang digali, jenis
pembongkaran dan penggalian yang
dipergunakan dan batas kedalaman
penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta
data sifat mekanik dan sifat fisik batuan unutk
kestabilan lereng. Dimensi daripada jenjang
adalah:
a. Panjang jenjang
Panjang jenjang tergantung pada produksi
yang diinginkan dan luas dari areal
penambangan atau dibuat sampai pada batas
penambangan yang direncanakan. Pada
dasarnya adalah alat-alat mekanis yang
digunakan mempunyai ruang gerak yang
cukup untuk bermanuver dalam aktivitasnya.
b. Lebar jenjang
Lebar jenjang dirancang sesuai dengan jarak
yang dibutuhkan oleh alat mekanis dalam
beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan
alat angkut.Untuk menghitung lebar jenjang
minimum dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Wmin = 2R +JP + C + JA
……………………….. (3.4)
Dimana:
W min = Lebar jenjang minimum
R = Radius putar alat muat excavator back hoe
JP = Jangkauan penumpahan BH
C = Lebar alat angkut
JA = Jarak aman
c. Tinggi jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal yang
diukur dari kaki jenjang ke puncak jenjang
tersebut. Tinggi jenjang dibuat tergantung dari
faktor keamanan suatu lereng dan tinggi
maksimum penggalian dari alat gali yang
digunakan.
Analisis kemantapan lereng (slope stability)
diperlukan sebagai pendekatan untuk
memecahkan masalah kemungkinan longsor
yang akan terjadi pada suatu lereng. Lereng
pada daerah penambangan dapat mengalami
kelongsoran apabila terjadi perubahan gaya
yang bekerja pada lereng tersebut. Perubahan
gaya ini dapat terjadi karena pengaruh alam
atau karena aktivitas penambangan.
Kemantapan lereng tergantung pada gaya
penggerak (driving force) yaitu gaya yang
menyebabkan kelongsoran dan gaya penahan
(resisting force) yaitu gaya penahan yang
melawan kelongsoran yang ada pada bidang
gelincir tersebut serta tergantung pada besar
atau kecilnya sudut bidang gelincir atau sudut
lereng.
Menurut prof. Hoek (1981) kemantapan lereng
biasanya dinyatakan dalam bentuk faktor
keamanan yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
………………………………….. (3.5)
Dimana:
Fk > 1 berarti lereng aman
Fk = 1 berarti lereng dalam keadaan seimbang
Fk < 1 berarti lereng dianggap tidak stabil
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemantapan dari lereng diantaranya adalah:
1. Geometri lereng
2. Sifat fisik dan mekanik tanah/batuan
3. Struktur geologi
4. Pengaruh air tanah
5. Pengaruh gaya-gaya luar
6. Kedudukan lereng terhadap bidang
perlapisan batuan
7. Faktor waktu.
Longsoran pada suatu lereng dapat terjadi
dengan beberapa bentuk atau cara. Hal ini
yang membuat analisa dari kemantapan lereng
sangat penting menurut Hoek & Bray (1981),
klasifikasi longsoran dapat dibagi atas :
1. Longsoran busur
Bidang gelincir dari longsoran ini mempunyai
bentuk busur lingkaran. Longsoran ini
biasanya terjadi pada lereng dengan batuan
yang sudah mengalai pelapukan, tanah atau
batuan yang ikatan anatarbutirnya relatif
lemah. Analisis kemantapan lereng dengan
bentuk longsoran busur adalah yang paling
banyak dipakai terutama pada pekerjaan sipil
dan pertambangan atau tambang terbuka di
daerah tropis.
2. Longsoran bidang (Plane failure)
Pergerakan material pada jenis longsoran ini
akan melalui satu bidang luncur. Bidang
luncur adalah bidang lemah pada lereng
perlapisan, sesar, dan kekar. Longsoran ini
dapat terjadi jika terdapat bidang luncur dan
arah bidang luncur relatif sejajar dengan
kemiringan lereng. Kemiringan lereng lebih
besar dari sudut geser dalam dan terdapat
bidang bebas pada kedua sisi lereng.
3. Longsoran baji (wedge failure)
Bidang luncur dari longsoran jenis ini
merupakan dua bidang lemah yang saling
berpotongan. Arah pergerakan akan searah
dengan garis perpotongan bidang lemah
tersebut.
4. Longsoran guling ( topling failure)
Longsoran guling terjadi pada jenis batuan
yang keras dan pada batuan tersebut banyak
terdapat bidang lemah yang relatif sejajar satu
sama lain. Kondisi yang memungkinkan
terjadinya longsoran ini adalah jika
kemiringan lereng berlawanan arah dengan
kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Longsoran tanah pada daerah penambangan
diasumsikan bahwa:
a. Material yang membentuk lereng dianggap
homogen dngan sifat mekanik akibat beban
sama ke segala arah
b. Longsoran yang terjadi menghasilkan
bidang luncur berupa busur
c. Tinggi permukaan air pada lereng adalah
jenuh sampai kering sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Untuk menganalisa keungkinan longsoran,
ada beberapa macam cara yang digunakan.
Salah satu diantara cara yang digunakan
adalah dengan menggunakan diagaram Hoek
& Bray dimana tanah dengan lima macam
kondisi permukaan air tanahnya dibagi ke
dalam lima diagram. Pemilihan metode ini
selain dan cepat hasilnya juga cukup teliti dan
sering dipergunakan untuk tahap
perancangan.
3.5.3 Pembongkaran, Pemuatan dan
Pengangkutan
Pembongkaran adalah upaya yang dilakukan
untuk melepaskan batuan dari batuan
induknya baik dengan cara penggalian dengan
enggunakan alat gali maupun dengan cara
pemboran dan peledakan. Pada intinya
pembongkaran ini bertujuan agar batuan
dapat dengan mudah dan cepat dilepaskan
serta alat muat dapat dengan mudah memuat
material ke alat angkut.
Pemuatan adalah kegiatan lanjutan setelah
pembongkaran batuan pada loading point yang
bertujuan untuk memuat material ke alat
angkut kemudian diangkut ke titik dumping
baik itu grizzly atau pada disposal area.
Banyaknya material yang dibongkar, dimuat,
dan diangkut oleh masing-masing alat
dinyatakan dalam jumlah produksi yang dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan
yang dikemukakan oleh Partanto
Projosumarto berikut:
a. Produksi alat gusur
……………………… (3.6)
Dimana:
P(BD) = produksi bulldozer (ton/jam)
Fk = faktor koreksi (%)
BF = Blade faktor (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
D = density (ton/m3)
b. Produksi alat muat/gali
………………………. (3.7)
Dimana:
P(BH) = produksi excavator back hoe
(ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
c. Produksi alat angkut
…………………… (3.8)
Dimana:
P(DT) = produksi dump truck (ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
n = jumlah pengisian
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
3.5.4 Penirisan Tambang
Penirisan tambang adalah upaya untuk
mencegah atau mengeluarkan air yang masuk
atau menggenangi suatu daerah penambangan
yang dapat aktivitas penambangan.
Perkiraan air yang masuk ke dalam tambang
berasal dari air lipasan berupa air hujan dan
air tanah berupa rembasan. Upaya yang
dilakukan pada penirisan tambang ini
diantaranya adalah:
Pembuatan drainage/saluran air
Saluran air tambang berfungsi untuk
mencegah air dari luar tambang serta
menampung air limpasan pada suatu daerah
dan mengalirkannya ke tempat yang lain.
Saluran air ini dibuat di luar areal
penambangan.
Pemompaan
Pemompaan ini dilakukan jika air yang telah
masuk ke dalam tambang tidak bisa dialirkan
langsung menuju saluran yang dibuat. Untuk
mengeluarkan air yang masuk kedalam
tambang maka dibuatlah suatu saluran
penirisan dan pemompaan. Besarnya debit air
yang kedalam lokasi penambangan dapat
dihitung dengan menggunakan metode
”rasional” dengan persamaan sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A …………………………
(3.9)
Dimana:
Q = Debit air yang masuk kedalam lokasi
tambang (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (m2)
Dimensi saluran yang akan dibuat untuk
mengalirkan air dari tambang dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan “Manning”
berikut ini:
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A
………………………… (3.10)
Dimana:
Q = Debit air dalam saluran per detik
(m3/detik)
n = Koefisien kekerasan saluran
S = “gradien” kemiringan dasar saluran
A = Luas penampang
R = jari-jari hidrolis
Beberapa bentuk-bentuk saluran yaitu:
a. Bentuk penampang segitiga
Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk
saluran dangkal. Saluran bentuk ini tidak
mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah
membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
pembuatannya.
b. Bentuk penampang segiempat
Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air
yang besar kelebihannya yaitu mudah dalam
pembuatannya dan biasanya dibangun pada
bahan yang stabil misalnya kayu, batu dan
lain-lain. Kelemahannya adalah mudah terjadi
pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada
dasar saluran.
c. Bentuk penampang trapesium
Bentuk penampang ini adalah bentuk
kombinasi antara segitiga dan segiempat.
Biasanya digunakan untuk saluran yang
berdinding tanah dan tidak dilapisi sebab
stabilitas kemiringan dinding dapat
disesuaikan.Bentuk ini sering digunakan pada
daerah tambang karena tahan terhadap
pengikisan dan mudah digunakan pada daerah
tambang karena tahan terhadap pengikisan
dan mudah dalam pembuatannya serta cocok
untuk debit air yang besar.
Dan untuk menghitung dimensi saluran yang
optimum dapat digunakan persamaan efisiensi
hidrolis:
A = (b + zh) h
…………………............................................
(3.11)
P = b + 2h 1 + (z)2
…………………………………………. (3.12)
R = A/P
…………………………………………………
…… (3.13)
Dimanan :
b = Lembar dasar saluran (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolik (m)
Pembuatan sump / sumuran
Sumuran dibuat untuk menampung air yang
masuk kedalam tambang dan dibuat pada
dasar bukaan kemudian dipompa keluar
menuju kolampengendapan atau settling pond
yang lainnya. Setelah dari tambang tersebut
diendapkan, sebagian dipergunakan untuk
keperluan tambang sebagian dialirkan ke laut
sekitar.
Berbagi
Posting Komentar
‹ Beranda ›
Lihat versi web
Mengenai Saya
erik fransistin
Ikuti 0