Anda di halaman 1dari 4

Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan

oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau
jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan atau jatuh
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah
permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke
jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan benda keras
atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit.
Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, meskipun
demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi cedera yang lebih gawat dalam kepala.
Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas, misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung
Nugroho, 1995: 52).
2. Etiologi
a. Benturan benda keras.
b. Pukulan.
c. Tendangan/jatuh
3. Manifestasi Klinis
 Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil, juga
berhubungan dengan fraktur.
 Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
 Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak
(Brunner & Suddart,2001: 2355).
 Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu kemudian, begkak
yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
 Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari setelah
terjadinya cedera.
 Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
 Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut hematoma.
 Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai
berat (Hartono Satmoko, 1993:191).

4. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan kulit. Kontusio dapat juga
terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah
maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau
biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat
darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993:
192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang oleh makrofaga.
Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin
menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi
darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit,
serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau
pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono
Satmoko, 1993: 192).
5. Paralisisneralisis
 Sindrom post traumatic (post contusion sindrom)
 Epilepsy post trauma
 Osteomyelik
 Atelectasis
 Hiperthermi
 Syock
6. Penatalaksanaan
a. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
 Tinggikan daerah injury
 Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk vasokonstriksi,
menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
 Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk
melancarkan sirkulasi dan absorpsi
 Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
 Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner &
Suddart,2001: 2355).

b. Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai berikut:
 Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
 Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan lunak yang
rusak.
 Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

7. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
 Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyaka npada otot, ligament atau tendon ditandai
dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
 Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas ditandai
dengan gerakan yang minim (imobilisasi)
 Resiko tinggi trauma berulang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap kondisi, prognosis
dan pengobatan
 Cemas berhubungan dengan hospitalisasi dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta
penanganan yang akan didapatkan

8. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament atau tendon ditandai
dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema, nyeri.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan nyeri berkurang atu terkontrol.
- Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri.
Intervensi Keperawatan
 Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dant
anda-tanda rasa sakit non verbal.
 R: Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.
 R: Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera.
 Tinggikan bagian ekstremitas yang sakit.
 R: Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
 Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
 R: Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman kecelakaan
 Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
 R:Menurunkan edema / pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
 Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgesik non narkotik.
 R: Untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidakmampuan, ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.

Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
 Mempertahankan fungsi posisi.
 Mempertahankan atau pun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh.
 Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi Keperawatan
 Kaji tingkat mobilitas yang masih dapat dilakukan klien.
 R:Membantu dalam menentukan kebutuhan bantuan mobilitas yang akan diberikan dan keefektifan
program.
 Instruksikan klien / bantu dalam rentang gerak klien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak
sakit.
 R:Meningkatlan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak
sendi.
 Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga
pada bak atau pancuran dan toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda
 R:Menghindari terjadinya cedera berulang.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian
yang dilindungi atau disangganya.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan
oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau
jatuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
3. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai