Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Muskuloskeletal
pada Diabetes Melitus
Marcel Hamonangan Reinhard Sibarani
Poliklinik Bid Dokkes Polda Kepri, Batam, Kepulauan Riau, Indonesia

ABSTRAK
Gangguan muskuloskeletal merupakan salah satu komplikasi yang mulai sering ditemukan baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe
2. Patogenesisnya belum sepenuhnya dimengerti, namun sering dikaitkan dengan peningkatan pembentukan advanced glycosylation
end products (AGEs). Pengenalan dini dan penanganan yang baik sebaiknya dilakukan agar menghindari gangguan lebih lanjut yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien. Gejala umumnya adalah nyeri sendi atau otot, pembengkakan, dan berkurangnya pergerakan atau
range of motion (ROM). Diagnosis pasti gangguan muskuloskeletal pada pasien DM memerlukan pertimbangan riwayat pasien, temuan klinis,
hingga pemeriksaan penunjang. Saat ini belum ada penatalaksanaan baku, sebagian besar menganjurkan kontrol kadar gula secara optimal.

Kata kunci: Diabetes melitus, muskuloskeletal, sendi

ABSTRACT
Musculoskeletal disorders are one of the frequently found complications in type 1 and type 2 diabetes. The pathogenesis is not fully
understood, but often associated with increased formation of advanced glycosylation end products (AGEs). Early recognition and
detection can prevent further complications affecting quality of life. Symptoms are generally pain in joints or muscle, swelling, and limited
range of movement (ROM). Diagnosis requires patient’s history, clinical findings, and further workups. There is not a treatment guideline
for musculoskeletal disorders in DM patients, but it is important to achieve and maintain optimal glycemic control. Marcel Hamonangan
Reinhard Sibarani. Muskuloskeletal Disorders in Diabetes Melitus.

Keywords: Diabetes mellitus, musculoskeletal, joint

PENDAHULUAN karena proses penyembuhan yang buruk lain lengan, tangan, lutut, dan pinggang.7
Diabetes melitus merupakan kondisi dan iskemia perifer.5 Kondisi tersebut dapat membatasi pergerakan
metabolik kronik yang ditandai adanya sendi atau otot yang terkena, sehingga ter-
hiperglikemia persisten dengan morbiditas Komplikasi muskuloskeletal merupakan salah jadi gangguan fungsional. Patofisiologi sering
dan mortalitas yang signifikan terkait satu komplikasi yang mulai cukup banyak dikaitkan dengan peningkatan pembentukan
komplikasi mikrovaskuler ataupun makro- ditemukan, walau jarang dievaluasi lebih advanced glycosylation end products (AGEs)
vaskuler.1 DM tipe 1 disebabkan defisiensi mendalam. Manifestasi klinis biasanya yang menyebabkan gangguan tingkat seluler
insulin akibat destruksi sel-sel β di pankreas kurang dikenali dan tidak mendapat pe- yang dapat mengubah struktur matriks dan
yang diperantarai proses autoimun. natalaksanaan yang tepat dibandingkan sifat mekanik dari jaringan.6,8
Pada DM tipe 2, terjadi resistensi insulin, komplikasi lainnya seperti neuropati,
glukoneogenesis di hepar yang berlebihan, nefropati, dan retinopati.6 Molsted, dkk. Beberapa kondisi berikut mulai banyak di-
dan metabolisme lemak yang terganggu menemukan bahwa nyeri muskuloskeletal temukan pada pasien DM.
sehingga menyebabkan defisiensi relatif lazim ditemukan pada penderita DM tipe
hormon insulin.2-4 Kerusakan mikrovaskuler 2 dibandingkan populasi umum. Nyeri Frozen Shoulder
dan makrovaskuler pada diabetes me- muskuloskeletal dilaporkan lebih sering Frozen shoulder atau disebut juga adhesive
nyebabkan neuropati perifer dan berakibat terjadi pada perempuan. Pada kedua jenis capsulitis atau shoulder periarthritis
berkurangnya sensasi proprioseptif dan nyeri. kelamin, nyeri berhubungan dengan indeks merupakan manifestasi muskuloskeletal
Mikrotrauma berulang dan tidak nyeri akibat massa tubuh (IMT) yang besar, pola hidup yang mengacu pada kekakuan sendi gleno-
neuropati akan menyebabkan destruksi sedentary, dan adanya gangguan fungsi fisik. humeral akibat penebalan dan kontraksi
persendian secara perlahan dan diperberat Lokasi yang sering mengalami keluhan antara kapsul sendi menyebabkan penurunan cukup
Alamat korespondensi email: marcelsibarani@gmail.com

CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015 591


TINJAUAN PUSTAKA

dkk. mengatakan untuk mendiagnosis frozen


shoulder dapat melihat kriteria berikut: nyeri
pada bahu kurang lebih selama 1 bulan,
ketidakmampuan untuk berbaring satu
sisi pada bahu yang tekena, pergerakan
yang terbatas baik aktif maupun pasif pada
persendian bahu.3,12 Frozen shoulder yang di-
sertai dengan nyeri, bengkak, distrofi kulit,
dan ketidakstabilan vasomotor pada tangan
menyebabkan kondisi yang disebut sindrom
bahu tangan (shoulder-hand syndrome),
kondisi yang jarang namun berpotensi
menyebabkan disabilitas pada penderita
diabetes.15 Pemeriksaan X-ray dilakukan
untuk menyingkirkan beberapa kondisi lain.
Penatalaksanaan frozen shoulder meliputi
analgesik, injeksi kortikosteroid intra-artikuler,
dan fisioterapi.9,14 Harus diingat bahwa injeksi
kortikosteroid dapat meningkatkan kadar
gula darah 24-48 jam setelah penyuntikan.
Oleh karena itu, perlu pemantauan kadar
gula darah dan dipersiapkan rencana pe-
nanganannya.1

Limited Joint Mobility Syndrome


Sindrom kelainan muskuloskeletal 4 kali lebih
sering pada pasien diabetes dibanding pada
pasien non-diabetes.15 Limited joint mobility
syndrome (LJMS) atau dikenal juga dengan
diabetic cheiroarthopathy atau diabetic stiff
hand syndrome adalah suatu kondisi non-
inflamasi tanpa rasa nyeri disertai terbatasnya
mobilitas tangan, kaki, dan sendi besar.1,3,13
Gangguan ini sering disebut sebagai suatu
manifestasi intrinsik DM, terutama pada tipe
1, dengan prevalensi 8-58%, sedangkan pada
beberapa penelitian prevalensi pada DM
tipe 2 sebesar 8-76%. Kelainan tangan
dan bahu lebih sering terjadi pada pasien
Diagram. Teori jalur advanced glycation end product (AGE)8 diabetes.

besar kapasitas volume kapsul. Prevalensi persendian.9 Keluhan timbul perlahan-lahan Beberapa kelainan biokimia antara lain
frozen shoulder pada pasien diabetes melitus berupa nyeri dirasakan terutama pada malam peningkatan glikosilasi non-enzimatik
sebesar 11-30%.1,9 Sebuah studi cross-sectional hari, kekakuan, berkurangnya range of motion pada serat kolagen, peningkatan collagen
pada 294 pasien DM tipe 1 dan 134 pasien (ROM), terutama pada rotasi eksternal dan cross-link dengan konsekuensi berupa
DM tipe 2 menyebutkan bahwa prevalensi abduksi.12 Nyeri akan makin progresif yang resistensi terhadap pencernaan enzimatik,
frozen shoulder atau shoulder periarthritis selanjutnya dapat menyebabkan kontraktur peningkatan hidrasi yang diperantarai oleh
masing-masing sebesar 10% dan 22%.10 kapsul sendi dan melekat pada kaput jalur aldolase reduktase, dan peningkatan
Ramchrun, dkk. menemukan bahwa kelainan humeri, sehingga terjadi pengurangan pembentukan advanced glycosylation end
anggota gerak ekstremitas atas, terutama volume sendi. Perjalanan penyakit ditandai products (AGEs). AGEs akan terakumulasi di
daerah bahu, sering didapatkan pada diabetes dengan tiga fase, yaitu: (1) fase nyeri (2) jaringan, tergantung onset dan konsentrasi
dan berhubungan dengan kontrol gula darah fase adhesive, dan (3) fase resolusi.6,12,-14 glukosa serta kerusakan protein intra mau-
yang buruk serta komplikasi diabetes lain.11 Frozen shoulder lebih sering ditemukan pada pun ekstraseluler. Peningkatan pembentukan
Beberapa hipotesis menyebutkan glikosilasi pasien yang telah lama menderita diabetes, AGEs berhubungan dengan kejadian LJMS
non-enzimatik menyebabkan penebalan dan biasanya DM tipe 1 dan keluhan sering bilateral dengan komplikasi DM baik mikro maupun
peningkatan neoangiogenesis lokal pada dibanding pada pasien non-diabetes.14 Pal, makrovaskuler. Pada permukaan sel terdapat

592 CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

reseptor AGEs (RAGEs) yang merupakan kadar HbA1c tidak berhubungan dengan penting yang mampu menstimulasi
reseptor transmembran untuk imuno- kejadian LJMS, prevalensi LJMS cenderung proliferasi fibroblas dan deposit matriks
globulin yang akan membawa pesan ke rendah pada pasien dengan HbA1c kurang ekstraseluler, diduga berperan penting
dalam sel dan menyebabkan disfungsi sel. dari 7%.18 Pemberian sorbinil, obat golongan dalam patogenesis DD.8 Diabetes, kebiasaan
Beberapa penelitian menunjukkan adanya aldose reductase inhibitor 400 mg/hari pada merokok, dan genetik diperkirakan sebagai
penurunan respons vasodilatasi terhadap dua pasien DM tipe 1 dan mengalami faktor predisposisi DD. Perjalanan penyakit di-
nitric oxide dan AGEs dapat menurunkan LJMS berat telah memperbaiki LJMS yang awali dengan munculnya nodul pada telapak
elastisitas vaskuler.2,3,8,16 berkelanjutan.19 atau jari tangan, berkembang membentuk
cord patologis menyebabkan deformitas
Gejala timbul perlahan tanpa rasa nyeri, di- Dupuytren’s Disease berupa fleksi progresif jari-jari, yang terkena
awali perubahan kulit sekitar persendian Dupuytren’s disease (DD) atau disebut umumnya sendi metakarpo-falangeal dan
metakarpo-falangeal dan proksimal inter- juga dupuytren contracture adalah suatu interfalangealproksimal, terkadang juga
falangeal jari kelima disusul kelainan jari fibromatosis tangan, ditandai penebalan mengenai sendi interfalangeal distal.6
lainnya. Pada fase awal terdapat parastesia fasia palmaris, nodul di palmar dan jari-
dan nyeri yang akan makin progresif dan jari, penebalan dan perlekatan pada Pasien DD dengan riwayat DM memiliki
dipicu oleh gerakan tangan. Kulit akan be- kulit, pembentukan pre-tendinous band, gejala khas gangguan jari tengah dan jari
rubah menjadi tebal, kaku, licin menyerupai dan kontraktur berupa fleksi jari-jari.9,13 manis, sedangkan pada populasi umum
lilin (waxy) mirip skleroderma.1,6,12 Pasien Kontraktur disebabkan terjadinya fibrosis dan lebih sering mengenai jari kelingking dan jari
tidak mampu meluruskan sendi metatarso- pembentukan nodul pada fasia palmaris.17 manis dengan kontraktur lebih ringan. Kriteria
falangeal secara penuh disebut “prayer Prevalensi kasus DD dilaporkan sebanyak diagnostik antara lain adanya nodul palmar
sign”.1,3,17 5-21% pada pasien DM dibandingkan pada atau jari, penarikan palmar atau kulit jari, pre-
populasi umum sebesar 3-9%. Prevalensi DD tendinous band, dan kontraktur jari.4
Pada pemeriksaan USG ditemukan penebalan juga dilaporkan lebih tinggi pada usia tua dan
selubung fleksor tendon dan jaringan telah menderita DM lama.13 Penatalaksanaan DD dapat dengan infiltrasi
subkutis. Pada MRI juga terdapat penebalan kortikosteroid intralesi, pembedahan, dan
selubung fleksor tendon.6 Walaupun belum dipahami, perubahan fisioterapi. Terapi alternatif injeksi kolagenase
mioglobin dan tyrosine like orphan reseptor yang berasal dari Clostridium hystolyticum;
Terapi yang direkomendasikan yaitu fisio- 2 (ROR2) dikatakan berperan dalam pato- kolagenase akan menyebabkan disintegrasi
terapi dan obat-obat NSAIDs (nonsteroidal genesis DD.4 Faktor genetik seperti cord patologis melalui proses biokimia. Studi
anti-inflammatory drugs), tatalaksana yang transforming growth factor-β (TGF-beta I) pada 308 pasien diabetes mendapatkan
paling tepat yaitu kontrol kadar gula darah.3 merupakan salah satu sitokin fibrogenik 6,5% menunjukkan perbaikan kontraktur

Sebuah studi pada penderita DM tipe 1


dewasa di klinik endokrinologi di Inggris
menunjukkan penurunan prevalensi LJMS
dari 43% pada periode 1981 dan 1982 menjadi
23% pada tahun 2002, hipotesisnya adalah
karena implementasi rejimen pengontrol
kadar gula darah secara intensif. Walaupun

Gambar 1. Prayer sign3 Gambar 2. Dupuytren’s contracture12

CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015 593


TINJAUAN PUSTAKA

fleksi dan range of motion (ROM) persendian kombinasi faktor vaskuler ataupun mekanik entrapment atau terperangkapnya medianus
jari dengan injeksi kolagenase tiga kali atau pada DM.3 Prevalensi pada pasien DM di terowongan karpal.12 Fibrosis non-
lebih. Operasi dapat berupa limited atau total <1%-5%. Pada DM tipe 1 biasanya muncul inflamasi dengan berkas kolagen ireguler,
fasciectomy, percutaneus needle fasciotomy, di usia yang lebih muda, sedangkan pada neoangiogenesis, dan sejumlah connective
dan dermofasciectomy, namun pasien DM DM tipe 2 biasanya muncul pada penderita tissue growth factor (CTGF) merupakan
dikatakan cenderung tinggi rekurensinya DM yang sudah lama dengan rata-rata telah bagian dari patogenesis CTS.9
setelah operasi.3,12 DD berhubungan dengan menderita DM selama 15 tahun.4
lamanya penyakit dan usia,4 pada pasien DM Prevalensi CTS pada penderita diabetes
gejala umumnya lebih ringan.1 Neuropati memicu peningkatan aliran darah sekitar 5-25%, lebih banyak pada perempuan.
atau hiperemia distal mengakibatkan sti- Geoghegan, dkk. mengidentifikasi DM
Trigger Finger mulasi osteoklas dan peningkatan resorpsi sebagai faktor risiko CTS dan melaporkan OR
Trigger finger (TF) atau disebut juga tulang, osteoporosis, fraktur, dan kerusakan (odds ratio) untuk DM tipe 1 dan tipe 2 sebesar
palmar flexor tenosynovitis atau stenosing sendi. Pelepasan sitokin proinflamasi 1,51, lebih tinggi pada pasien pengguna
tenosynovitis merupakan komplikasi musku- menyebabkan peningkatan ekspresi poli- insulin dibandingkan obat diabetes oral.
loskeletal daerah tangan yang cukup sering peptida receptor activator of nuclear factor- OR akan berkurang setelah pengurangan
ditemukan pada penderita diabetes.4 Kondisi kβ ligand (RANKL). RANKL memicu sintesis indeks massa tubuh (IMT), namun tetap lebih
ini disebabkan oleh proliferasi jaringan faktor transkripsi nuclear factor-kβ dan akan tinggi dibandingkan dengan pasien non-
fibrosa selubung tendon dan menyebab- menstimulasi maturasi osteoklas dari sel-sel DM.22 Prevalensi CTS pada pasien diabetes
kan terbatasnya pergerakan normal tendon.1 prekursor osteoklas. NF-kβ akan menstimulasi tanpa polineuropati sebanyak 14%, lebih
Kasus ini banyak ditemukan pada pasien produksi osteoprotegerin glikopeptida dari 30% pada penderita diabetes dengan
diabetes, prevalensi pada DM tipe 1 tidak dari osteoblas. Sitokin proinflamasi, RANKL, polineuropati.12
terkontrol dilaporkan 20%, pada DM tipe 2 NF-kβ, dan osteoklas akan meningkatkan
sebesar 3%, dan pada kontrol sebesar 0-2%. osteolisis.12,13 Tarsal dan metatarsal merupa- Pasien mengeluh rasa terbakar, parastesia,
kan persendian yang sering terkena selain dan hilangnya sensasi saraf sesuai dengan
Pada palpasi teraba nodul atau penebalan sendi metatarso-falangeal dan tumit. Pasien distribusi saraf medianus pada ibu jari, jari
fleksor tendon dengan locking phenomenon umumnya mengeluh eritema dan edema telunjuk, jari tengah, dan setengah lateral jari
atau fenomena “terkunci” selama ekstensi atau unilateral kaki atau tumit. Kemudian diikuti manis. Nyeri dipicu oleh gerakan fleksi atau
fleksi jari-jari.9,17 Jari terkunci pada keadaan serangan berulang, artropati kronik, ditandai ekstensi pergelangan tangan, aktivitas seperti
fleksi, ekstensi, ataupun keduanya lebih sering dengan kolaps arkus plantaris dan tulang.3 memegang surat kabar atau menyetir mobil,
pada ibu jari, jari tengah dan atau jari manis. Pada penderita DM sebanyak 20% terjadi dan akan menghilang jika menggetarkan
Volume distal dari titik yang mengalami bilateral.9 tangan.4,9
konstriksi meningkat menyebabkan rasa
nyeri, sulit melakukan fleksi dan kembali ke Diagnosis pasti memerlukan pemeriksaan Diagnosis berdasarkan riwayat dan peme-
posisi ekstensi menyebabkan kondisi yang X-ray. Diagnosis radiologi fase awal hanya riksaan fisik dengan perkusi saraf medianus
disebut fenomena “terkunci”. Kejadian ini osteopenia, berkurangnya celah sendi, di daerah pergelangan tangan (Tinel test),
berhubungan dengan lamanya menderita dan edema jaringan lunak. Osteolisis akan pasien diminta dorsofleksi pada daerah
DM.4 Pilihan penatalaksanaan yaitu berupa berkembang dengan resorpsi di daerah pergelangan tangan.12 Pada kasus lanjut dapat
imobilisasi dan injeksi lokal kortikosteroid metatarsal dan falang. Luksasi, fragmentasi terjadi atrofi otot thenar dan berkurangnya
pada selubung tendon yang terkena, meski- tulang, sklerosis, dan neoformasi ditemukan kekuatan menggenggam. Pada ultrasonografi
pun terkadang prosedur ini kurang efektif pada fase lanjut. MRI dengan kontras di- dapat dijumpai penebalan saraf medianus,
pada pasien diabetes dan akan menganggu lakukan untuk menyingkirkan osteomielitis. perataan atau flatting saraf pada terowongan
kebutuhan insulin pasien sementara. Injeksi Tatalaksana umumnya konservatif tetapi dan tertekuknya fleksor retinakulum. MRI
kortikosteroid direkomendasikan sebagai biasanya kurang memuaskan. Pemasangan menunjukkan derajat keparahan kompresi
first-line therapy dan sebaiknya dilakukan splint untuk melindungi daerah yang terkena saraf dengan sensitivitas 96%, namun
dengan metode ultrasound.6,13,20 TF pada dari weight bearing dan kontrol kadar gula spesifisitasnya hanya 33-38%. Pemeriksaan
pasien DM sering berhubungan dengan sering dilakukan. Penatalaksanaan pilihan ultrasonografi memiliki sensitivitas hanya
gangguan muskuloskeletal lainnya seperti pertama konservatif seperti istirahat, me- 64,7%.
Dupuytren’s disease dan limited joint mobility ngurangi tekanan dengan tongkat, kursi
syndrome.9 Jika TF mengenai lebih dari 1 jari roda, dan imobilisasi.3 Antibiotik berspektrum Pengobatan dengan analgesik atau anti-
harus dicurigai sebagai pasien DM.21 luas dapat diberikan jika terdapat ulkus pada inflamasi, splint pergelangan tangan, dan
kulit dan artropati.4 Operasi dilakukan jika injeksi lokal kortikosteroid. Pembedahan di-
Charcot Joint penatalaksanaan konservatif gagal.9 lakukan untuk kasus refrakter atau rekuren.9
Charcot joint disebut juga neuropathic Kortikosteroid efektif mengurangi inflamasi
arthropathy merupakan artropati destruksi Carpal Tunnel Syndrome dan edema, namun dapat membatasi fungsi
progresif pada daerah yang mengalami Sindrom terowongan karpal atau carpal tenosit untuk mengurangi kolagen dan
kehilangan sensasi saraf.12 Kondisi ini adalah tunnel syndrome (CTS) adalah neuropati sintesis proteoglikan, sehingga menurunkan

594 CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015


TINJAUAN PUSTAKA

kekuatan tendon dan menyebabkan de- pemicu DISH. Aterosklerosis yang sering terjadi dan Niwayama tahun 1976, antara lain:
generasi lanjut. Terapi konservatif 4-14 kali pada sindrom metabolik dapat menyebabkan (1) kalsifikasi ligamentum memberikan
lebih sering gagal pada pasien diabetes di- kerusakan endotel dan agregasi trombosit, gambaran seperti mengalir (flowing) pada
banding pasien non-diabetes. Operasi untuk sehingga terjadi peningkatan IGF-1 dan setidaknya empat tulang vertebra; (2) ruang
membebaskan saraf mungkin diperlukan memicu proliferasi osteoblas dan formasi diskus intervertebralis dalam kondisi baik; (3)
jika konservatif gagal.12 Respons setelah tulang.12,17 Hiperinsulinemia terkait dengan tidak ada perubahan degeneratif spondilosis
operasi juga tidak terlalu memuaskan karena DM dan obesitas serta perkembangan ter- atau spondiloartropati.12
gangguan regenerasi saraf perifer pada DM jadinya hiperostosis vertebra. Insulin meru-
akibat mikroangiopati, disfungsi sel Schawn pakan salah satu faktor yang berperan Pengobatan DISH meliputi analgesik, NSAID,
dan macrophagic, serta berkurangnya ekspresi dalam pertumbuhan tulang pada DISH.13 dan fisioterapi.9 Sencan, dkk. melaporkan
faktor neurotropik dan reseptornya.3 Prevalensi DISH pada pasien DM dilaporkan bahwa prevalensi DISH meningkat seiring
sebesar 13-49% dibandingkan 1,6-13% dengan bertambahnya usia dan peningkatan
Diffuse Idiopathic Skeletal Hyperostosis pada populasi umum.9,17 Gejala DISH timbul kadar HbA1c.23
Diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH) perlahan dan biasanya tidak disertai rasa
disebut juga ankylosing hyperostosis atau nyeri. Pada stadium lanjut, pasien dapat SIMPULAN
Forestier’s disease merupakan kalsifikasi dan mengeluh nyeri punggung, kekakuan, Gangguan muskuloskeletal sering dijumpai
osifikasi ligamentum dan tendon terutama di dan berkurangnya gerakan. Gangguan ini baik pada pasien DM tipe 1 maupun tipe
daerah torakolumbal tulang belakang, namun lebih sering terjadi pada tulang belakang 2. Sebagian besar gangguan berhubungan
juga dapat mengenai daerah ekstraspinal.1 torakal, servikal, dan lumbal.4 DISH lebih dengan lamanya menderita DM dan kontrol
Faktor yang mempengaruhi patofisiologi banyak ditemukan pada penderita DM tipe kadar gula yang buruk. Hingga saat ini belum
DISH termasuk faktor metabolik, lingkungan, 2 dan pada laki-laki, terutama usia lanjut. ada pedoman diagnosis dan tatalaksana
genetik, dan endokrin (contoh: insulin dan Pada X-ray tulang belakang, terlihat adanya baku untuk gangguan muskuloskeletal pada
insulin-like growth factors pada DM tipe 2).9 pertumbuhan tulang meluas secara vertikal pasien DM. Evaluasi komplikasi DM sebaik-
Mekanisme terjadinya DISH belum diketahui anterolateral permukaan vertebra. Diagnosis nya mencakup pemeriksaan muskuloskeletal
pasti, namun insulin, growth hormon, dan DISH didasarkan pada pemeriksaan karena pada tahap lanjut akan mempe -
growth factor (IGF-1) dianggap sebagai faktor radiologi sesuai dengan kriteria Resnick ngaruhi kualitas hidup pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smith LL, Burnet SP, McNeil JD. Musculoskeletal manifestations of diabetes mellitus. Br J Sports Med. 2003; 37(1): 30-5.
2. Alvin CP. Diabetes mellitus. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill; 2008.pp.2275-310.
3. Silva MBG, Skare TL. Musculoskeletal disorders in diabetes mellitus. Rev Bras Reumatol. 2012; 52: 594-609.
4. Wyatt LH, Ferrance RJ. The musculoskeletal effects of diabetes mellitus. Journal of the Canadian Chiropractic Association 2006; 50(1): 43-50.
5. Boswell SB, Patel DB, White EA, Gottsegen CJ, Forrester DM, Masih S, et al. Musculoskeletal manifestations of endocrine disorders. Clin Imaging 2014; 38(4): 384-96.
6. Abourazzak FE, Akasbi N, Harzy T. Musculoskeletal manifestations of upper limbs in diabetes. OA Musculoskeletal Medicine 2014; 2(1): 9.
7. Molsted S, Tribler J, Snorgaard O. Musculoskeletal pain in patients with type 2 diabetes. Diabetes Research and Clinical Practice 2012; 96(2): 135-40.
8. Arkkila PE, Gautier JF. Musculoskeletal disorders in diabetes mellitus: An update. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2003; 17: 945-70.
9. Banon S, Isenberg DA. Rheumatological manifestations occurring in patients with diabetes mellitus. Scand J Rheumatol. 2013; 42: 1-10.
10. Arkkila PE, Kantola IM, Viikari JS, Rönnemaa T. Shoulder capsulitis in type I and II diabetic patients: Association with diabetic complications and related diseases. Ann Rheum Dis. 1996;
55(12): 907-14.
11. Ramchurn N, Mashamba C, Leitch E, Arutchelvam V, Narayanan K, Weaver J, et al. Upper limb musculoskeletal abnormalities and poor metabolic control in diabetes. Eur J Intern Med. 2009;
20: 718-21.
12. Al-Homood IA. Rheumatic conditions in patients with diabetes mellitus. Clin Rheumatol. 2013; 32(5): 527-33.
13. Lebiedz-Odrobina D, Kay J. Rheumatic manifestations of diabetesmellitus. Rheum Dis Clin North Am. 2010; 36: 681-99.
14. Garcilazo C, Cavallasca JA, Musuruana JL. Shoulder manifestations of diabetes mellitus. Curr Diabetes Rev. 2010; 6(5): 334-40.
15. Cagliero E, Apruzzese W, Perlmutter GS, Nathan DM. Musculoskeletal disorders of the hand and shoulder in patients with diabetes mellitus. Am J Med. 2002; 112: 487-90.
16. Larkin ME, Barnie A, Braffett BH, Cleary PA, Diminick L, Harth J, et al. Musculoskeletal complications in type 1 diabetes. Diabetes Care 2014; 37(7): 1863-9.
17. Crispin JC, Alcocer-Varela J. Rheumatologic manifestations of diabetes mellitus. Am J Med. 2003; 114: 753-7.
18. Lindsay JR, Kennedy L, Atkinson AB, Bell PM, Carson DJ, McCance DR, et al. Reduced prevalence of limited joint mobility in type 1 diabetes in a U.K. clinic population over a 20-year period.
Diabetes Care 2005; 28(3): 658-61.
19. Eaton RP, Sibbit Jr WL, Shah VO, Dorin RI, Zager PG, Bicknell JM. A Commentary on 10 years of aldose reductase inhibition for limited joint mobility in diabetes. Journal of Diabetes
Complications 1998; 12: 34-8.
20. Wang J, Zhao JG, Liang CC. Percutaneous release, open surgery, or corticosteroid injection, which is the best treatment method for trigger digits? Clin Orthop Relat Res. 2013; 471(6):
1879-86.
21. Koh S, Nakamura S, Hattori T, Hirata H. Trigger digits in diabetes: Their incidence and characteristics. J Hand Surg Eur. 2010; 35(4): 302-5.
22. Geoghegan JM, Clark DI, Bainbridge LC, Smith C, Hubbard R. Risk factors in carpal tunnel syndrome. J Hand Surg Br. 2004; 29: 315-20.
23. Sencan D, Elden H, Nacitarhan V, Sencan M, Kaptanoglu E. The prevalence of diffuse idiopathic skeletal hyperostosis in patients with diabetes mellitus. Rheumatol Int. 2005; 25: 518-21.

CDK-231/ vol. 42 no. 8, th. 2015 595

Anda mungkin juga menyukai