Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN DENGAN FROZEN


SHOULDER

Diajukan Sebagai Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter


BagianIlmu Rehabilitasi Medik

Oleh:
Devina Nathania 0607012110045

Pembimbing:
dr. Nur Aini Indah Kusumawardhany, Sp. KFR

SMF ILMU KESEHATAN REHABILITASI MEDIK


RSUD DR MOHAMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CIPUTRA
SURABAYA
2022
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 4
DAFTAR PUSTAKA 24

ii
iii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Frozen Shoulder

Frozen shoulder atau adhesive capsulitis adalah suatu kondisi yang ditandai
oleh nyeri dan berkurangnya secara gerak aktif maupun pasif dari sendi bahu.
Frozen shoulder primer biasa bersifat idiopatik dan radiologinya nampak
normal. Frozen shouldr sekunder terjadi akibat adanya perjalanan penyakit,
yang mana dapat diklasifikasikan sistemik, ekstrinsik dan intrinsik.
2.2 Etiologi Frozen Shoulder
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Frozen
shoulder lebih sering terjadi pada mereka yang berusia di atas empat puluh,
wanita, dan jauh lebih umum pada penderita diabetes dan pasien yang menderita
stroke, penyakit tiroid, penyakit parkinson, periode immobilisasi yang lama,
akibat trauma, overuse, injuries atau operasi pada sendi, penyakit
cardiovascular, dan clinical depression. Beberapa teori dari etiologi frozen
shoulder:
- Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
- Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada
saat yang sama.
- Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-
hasil rusaknya jaringan lokal.
- Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur
tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

4
Ada dua klasifikasi:
- Frozen Shoulder Primer.
Hal ini terjadi secara idiopatik, trauma, inflamasi.
- Frozen Shoulder Sekunder.
Hal ini terjadi akibat cedera, pembedahan, atau penyakit yang
menimbulkan risiko terjadinya frozen shoulder (Diabetes, Hipotiroid,
Hipertiroid, Parkinson, Penyakit Jantung, Stroke)
2.3 Gejala klinis
a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma,
seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-
angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang
terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu
kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri
menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi
tidak lagi normal.
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak
sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah
suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard,
diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis
cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60
tahun dan lebih sering pada wanita. Nyeri dirasakan pada daerah otot
deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan
dengan mengangkat bahunya (srugging).
c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri
dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran

5
penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan
melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai
adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan
neurologik biasanya dalam batas normal.
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan
pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya
nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara
langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang
dijalaninya.

Gejala utama frozen shoulder adalah nyeri dan kekakuan sendi bahu. Nyeri
dapat lebih parah di malam hari, yang dipicu oleh peletakan atau penekanan bahu
yang sakit. Saat bahu kehilangan luas gerak sendi, aktivitas normal seperti
berpakaian, menelepon, atau melakukan pekerjaan lainnya akan menjadi sulit.
Frozen shoulder memiliki tiga stadium atau tahap berdasarkan perkembangan
penyakitnya. Setiap tahap umumnya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk
maju ke tahap berikutnya. Perkembangan normal frozen shoulder melalui ketiga
tahap tersebut adalah antara enam bulan hingga dua tahun. Tanpa usaha terencana
untuk mengembalikan luas gerakan sendi bahu melalui tatalaksana koprehensif,
efek dari frozen shoulder dapat menjadi permanen, walaupun sifat dari frozen
shoulder itu sendiri adalah self limiting disease. Tiga tahap perkembangan penyakit
frozen shoulder, yaitu :

• Freezing /painful stage : Nyeri pada bahu adalah tanda utama pada stadium
ini. Nyeri muncul secara bertahap dan semakin lama semakin memburuk.
Ketika nyeri memburuk, luas gerak sendi bahu mulai berkurang. Stadium
ini berlangsung 6 minggu hingga 9 bulan.
• Stiffness/ frozen stage : Nyeri mungkin berkurang pada stadium ini, atau
muncul hanya ketika sendi digerakkan. Tetapi, kekakuan dan restriksi bahu
meningkat. Keadaan ini menyebabkan luas gerak sendi bahu sangat terbatas.
Stadium ini berlangsung 4-6 bulan, dan selama itu pula aktivitas sehari-hari
akan terganggu, sehingga otot bahu berisiko mengalami atrofi.

6
• Recovery/ thawing stage : Stadium ini ditandai dengan berkurangnya rasa
nyeri yang nyata, disertai gerakan sendi bahu yang meningkat secara
bertahap. Pada stadium ini, bahu akan lebih responsif terhadap terapi
latihan. Untuk mencapai stadium ini, dibutuhkan waktu 6-24 bulan, atau
bahkan lebih, terhitung mulai stadium freezing dan stiffness.

2.4 Penegakan Diagnosa


Anamnesis
• Keluhan nyeri bahu bertahap yang semakin lama semakin memberat,
dapat mencapai hitungan bulan, disertai keterbatasan luas gerak sendi
bahu.
• Keluhan nyeri bahu terutama saat malam hari, muncul ketika bahu yang
sakit menjadi penopang atau mengalami tekanan.
• Keluhan nyeri bahu memberat apabila sendi bahu digerakkan, baik aktif
maupun pasif, sehingga pasien mengatakan lebih nyaman memegangi
lengan atas mendekati tubuh dengan tujuan proteksi dari rasa nyeri.
• Keluhan nyeri leher dan punggung atas dapat menyertai nyeri maupun
keterbatasan luas gerak sendi bahu.
• Keluhan kaku dan kesulitan menggerakkan sendi bahu bertahap yang
semakin lama semakin berat, diikuti rasa nyeri bahu yang berkurang
dibanding sebelumnya.
• Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengkancingkan
kemeja, mengambil sesuatu di saku celana belakang,mengangkat
telepon, mengambil barang diatas lemari, menjemur pakaian, dan
sebagainya.
• Tidak semua bahu yang kaku atau nyeri adalah frozen shoulder.
Kekakuan terjadi dalam berbagai kondisi artritis, rematik, pasca trauma
dan pasca operatif. Diagnosis frozen shoulder bersifat klinis, bergantung
pada dua ciri khas:
(1) pembatasan gerakan yang menimbulkan rasa sakit dengan sinar-x
normal

7
(2) perkembangan alami melalui tiga fase. Saat pasien pertama kali
terlihat, sejumlah kondisi harus dikecualikan:
- Infeksi Pada penderita diabetes, sangat penting untuk menyingkirkan
infeksi. Selama satu atau dua hari pertama, tanda- tanda peradangan
mungkin tidak ada.

- Kekakuan pasca trauma Setelah cedera bahu parah, kekakuan bisa
berlanjut selama beberapa bulan. Ini maksimal pada awal dan sedikit
demi sedikit berkurang, tidak seperti pola bahu yang membeku.
- Kekakuan bersifat diffuse, jika lengan dirawat terlalu hati-hati (setelah
fraktur lengan) bahu bias menjadi kaku
- Distrofi simpatik refleks Bahu nyeri dan kaku bisa mengikuti infark
miokard atau stroke. Cirinya mirip dengan frozen shoulder dantelah
disarankan bahwa yang terakhir adalah bentuk distrofi simpatik refleks.
Pada kasus yang parah, seluruh anggota tubuh bagian atas terlibat,
dengan perubahan trofik dan vasomotor di tangan (the shoulder hand
syndrome).

Pemeriksaan fisik

• Inspeksi: Melihat sendi bahu yang terkena dan jaringan di sekitarnya,


apakah bengkak, kemerahan. Mengobservasi kesejajaran dari servikal,
thoraks, dan lumbal dan posisi dari humerus dan scapula. Pasien dengan
frozen shoulder sering datang dengan posisi adduksi dan internal rotasi
pada sendi bahu. Pasien tampak memegang lengan atas mendekati tubuh
dengan tujuan proteksi dari rasa nyeri. Terkadang pasien menampilkan
postur sedikit menunduk atau membungkuk pada daerah bahu yang
sakit. Dapat terlihat adanya atrofi otot bahu (deltoid dan rotator cuff)
pada sisi yang sakit (dibandingkan dengan sisi yang sehat dan
pertimbangkan tangan dominan yang digunakan pasien).

• Palpasi: Palpasi pada scapula, cervical, dan bahu. Penekanan pada


daerah bahu yang sakit atau kaku akan menimbulkan nyeri atau
bertambah beratnya nyeri dibandingkan sebelum penekanan. Otot bahu
sisi yang sakit, terutama otot deltoid dan otot-otot rotator cuff, terasa

8
lebih 
kecil dibandingkan otot bahu sisi yang sehat karena mengalami
atrofi.

• Pemeriksaan ROM : Tanda yang patognomonik pada frozen shoulder


yaitu sangat terbatasnya (hampir sepenuhnya) gerakan eksternal rotasi,
baik aktif maupun pasif. Tanda ini dapat membedakan frozen shoulder
dengan ruptur atau robeknya otot-otot rotator cuff. Seluruh luas gerak
sendi glenohumeral akan berkurang pada frozen shoulder.
• Kekuatan otot : Dapat dilakukan dengan tes otot manual. Teknik ini
menggunakan skala subjektif yang berkisar dari 0-5. Pasien mulanya
disuruh angkat tangannya dan diberikan tahanan. Mulainya tahanan
ringan kemudian kalau dapat melawan tahanan ringan dilanjutkan
ketahanan berat.

Pemeriksaan Penunjang

• Frozen shoulder sering tidak tampak pada X-ray, kecuali terdapat


deformitas yang berat pada sendi bahu. CT-scan dan MRI terkadang
dapat mengkonfirmasi berbagai temuan pada frozen shoulder, tetapi
seringkali tidak dibutuhkan.
• Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat menentukan faktor risiko
dan/atau penyakit dasar dari frozen shoulder, contoh: pemeriksaan gula
darah, darah lengkap, hormon tiroid, dan sebagainya.

Pemeriksaan khusus

• Appley scratch

Merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi aktif


pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan
tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala. Pada Capsulitis
adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat
bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada
gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab
keterbatasan. Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang

9
membentuk muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan
akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena
atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya.

• Drop arm test

Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada otot-
otot serta tendon yang menyusun rotator cuff dari bahu. Pemeriksa
mengabduksikan shoulder pasien sampai 900 dan meminta pasien
menurunkan lengannya secara perlahan-lahan pada sisi tersebut sebisa
mungkin. Tes ini positif jika pasien tidak dapat menurunkan lengannya
secara perlahan-lahan atau timul nyeri hebat pada saat mencoba melakukan
gerakan tersebut, hasil test positif indikasi cidera pada rotator cuff complex

• Empty can test

Posisi: duduk atau berdiri, bahu abduksi 90, adduksi horizontal 30 dan
endorotasi penuh. Pemeriksa meletakkan tangan pada bagian atas lengan
atas. Pemeriksaan: pasien mempertahankan posisi ini sambil diberikan
tahanan ke bawah. Perhatian jika ada kelemahan otot, jangan lupakan nyeri.

• Lift off test

Manuver: Pasien dapat duduk atau berdiri, kemudian tangan pasien


melakukan internal rotasi ke bagian belakang kemudian diminta untuk
menaikkan tangannya dari punggung bawahnya.

Interpretasi: Jika tidak dapat mengangkat tangannya, maka terdapat


kelemahan pada subscapularis

• External rotation test

Manuver: Pasien duduk. Siku fleksi 90 ° dan external rotasi sebesar 45 °


dan pemeriksa melakukan tahanan dengan mendorong ke dalam tangan
pasien. Hal ini dilakukan untuk menilai kekuatan otot infraspinatus dan teres
minor.

10
Interpretasi: Jika terdapat nyeri atau tidak mampu melawan tahanan yang
diberikan maka terdapat kelumpuhan pada infraspinatus yang dapat terjadi
karena trauma,

• Neer Impingement test

Pada pemeriksaan ini pasien duduk atau berdiri dan pemeriksa dalam posisi
berdiri. Fiksasi skapula ipsilateral untuk mencegah protraksi. Kemudian
pasien di suruh elevasi secara pasif ke depan dari lengan. Perhatian apabila
ada nyeri pada bahu. Nyeri tersebut biasanya penjepitan tuberkulum mayor,
degenerasi supraspinatus dan bursa subakromial terhadap akromion.

• Belly Press Test

Manuver : Pasien duduk dengan tangan yang akan diperiksa di perut


kemudian diminta untuk menekan perut dengan menggunakan tangan
sampai terjadi endorotasi maksimmal

Interpretasi : Jika siku jatuh ke belakang dan endorotasi tidak terjadi maka
positif mengindikasikan adanya masalah pada subscapularis

• Hawkin’s impingement test

Manuver : Bahu difleksikan 90° dan siku fleksi 90° kemudian dilakukan
internal rotasi

Interpretasi : Jika nyeri maka terdapat subacromial impingement

• Speed test

Pemeriksa memberikan tahanan pada shoulder pasien yang berada dalam


posisi fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan pronasi lengan
bawah dan ekstensi elbow. Tes ini positif apabila ada peningkatan
tenderness didalam sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis
bicepitalis.

• Yergasson test

11
Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon otot bicep dapat
mempertahankan kedudukannya didalam sulkus intertuberkularis atau
tidak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara memfleksikan elbow
sampai 90o dan supinasi lengan bawah (lengan yang diperiksa) dan
stabilisasi pada thorax yang berlawanan dengan pronasi lengan bawah
(lengan yang tidak diperiksa). Selanjutnya pasien melakukan gerakan lateral
rotasi lengan melawan tahanan. Hasil positif jika ada tenderness didalam
sulcus bicepitalis atau tendon keluar dari sulcus, ini merupakan indikasi
tendinitis bicipitalis.

2.5 Tatalaksana
Farmakologi
• Non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) seperti aspirin dan
ibuprofen
dapat mengurangi nyeri dan pembengkakan. Obat-obatan ini digunakan
jangka pendek dan hanya jika perlu. Obat-obatan ini dapat digunakan
sebagai pereda nyeri sebelum memulai terapi latihan.
• Muscle relaxant seperti diazepam dapat digunakan untuk mengurangi
kekakuan dan nyeri dengan menghilangkan spasme pada otot-otot bahu.
• Steroid intra-artikular : cortisone adalah salah satu contoh obat yang
biasa digunakan untuk injeksi intraartikular. Dapat diberikan untuk
pasien yang tidak membaik dengan obat oral dan terus-menerus
mengalami nyeri. Injeksi intraartikular juga dapat dilakukan sebagai
kombinasi untuk membantu latihan peregangan. Pengobatan ini dapat
perlu dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan
dengan bantuan radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT.
Bantuan radiologis digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan
tepat pada sendi bahu. Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan
saline normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul untuk
mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini
disebut hidrodilatasi

12
Non Farmakologi

Modalitas

• Terapi dingin (ice packs atau cold gel packs)

- Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh


cedera muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut
Capsulitis adhesive lebih baik diberikan terapi dingin.
Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas,
mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema
dan aktivitas enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi.
Pemberian terapi dingin pada peradangan sendi kronis
menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal pengurangan
nyeri.
- Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai
berikut:
o Kompres dingin

✓ Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam


kantongan yang tidak tembus air lalu kompreskan pada
bagian yang dimaksud.
✓ Lama: 20 menit, dapat diulang dengan jarak waktu 10 menit.

o Masase es

✓ Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es


yang telah dibungkus. Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat
berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.

- evaluasi setelah melewati fase akut sebagai pertimbangan untuk


menggantinya dengan terapi panas. 


• Terapi panas

13
- Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun
dalam, terjadi oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada
umumnya reaksi fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar
aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan meningkatkan
viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi.
Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai
ambang nyeri serabut- serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki
spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga membantu resolusi
infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi.
- Beberapa menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang
bermanfaat sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan
panas yang tertinggi pada permukaan tubuh namun penetrasinya
kedalam jaringan hanya beberapa milimeter. Pada terapi panas
dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau
suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi
masuk kejaringan tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai
jaringan dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang sering disebut
diatermi, terdiri dari: o Diatermi gelombang pendek (short wave
diathermy=SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
- Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah
ultrasound diathermy (US) yang merupakan gelombang suara
dengan frekuensi diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling
dalam diantara diatermi yang lain. Gelombang suara ini selain
memberikan efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/
mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus
perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8

dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10


menit, diberikan setiap hari atau 2 hari sekali. US memerlukan
media sebagai penghantarannya dan tidak bisa melalui daerah

14
hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal
adalahgel.
Efek US pada Capsulitis adhesive :

• Meningkatkan aliran darah

• Meningkatkan metabolisme jaringan

• Mengurangi spasme otot

• Mengurangi perlekatan jaringan

• Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

- Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini


digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang
gelombang 11m yang diubah menjadi panas sewaktu melewati
jaringan.Pada umumnya pemanasan ini paling banyak diserap
jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di permukaan.

✓ Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan


menggunakan stressor berupa energi elektromagnetik yang
dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12
MHz, dengan panjang gelombang 11m.
✓ Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh
penentuan intensitas dan dosis.Intensitas ditentukan oleh
perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar
kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi
panas yang diterima pasien oleh karena itu antara orang satu
dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang
diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi
empat tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak
merasakan panas), (b) Intensitas mitis (penderita merasakan
sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan

15
hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita
merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan).
✓ Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD
ini adalah:

o Mengurangi nyeri

Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan


tidak normal. Jaringan tersebut merupakan sumber
nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan
iritasi kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi
selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C” tanpa
myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut
“A” delta bermielin (nyeri tajam, cepat). Panas yang
diberikan akan memberikan efek sedative karena
adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya
vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat
“pain producing substance”.

o Memberikan relaksasi otot- otot spasme

Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari


tubuh berupa spasme otot- otot sekitar bahu. Ini
dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak
bergerak, yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri.
Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem
peredaran darah setempat yang mengakibatkan
terhambatnya reorgnisasi jaringan dan “pain
producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri,
sehingga siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel
abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh
pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh
gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat
dinormalkan.

16
Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian
terapi dengan SWD:

1) Stadium dari penyembuhan luka

2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami


kerusakan

3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami


kerusakan

• Stimulasi listrik (transcutaneus electrical nerve stimulation/TENS

- Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut


maupun nyeri kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri
pada Capsulitis adhesive.
- Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan
sampai sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif.
Namun peletakkan elektrode harus tetap berdasarkan pengetahuan
akan dasar- dasar anatomi dan fisiologi. Letak elektroda yang biasa
dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor point,
trigger point, titik akupuntur.
- Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan
gerak abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan
aksila dan elektroda kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot
deltoid penderita. Pasien berdiri disamping sebuah dinding dan
diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan dinding. Pada saat
stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas di
dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit
sampai beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita.
Angka keberhasilan untuk menghilangkan nyeri bervariasi dari 25%
sampai 80–95%.

Terapi Latihan

17
- Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive.
Pada awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila
rasa nyeri begitu berat. Setelah nyeri berkurang latihan dapat
dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang timbul pada waktu
sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan saat
dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri
sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga
latihan gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat
pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa akut sudah
berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan
gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus
ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan
lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak
menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi latihan gerak
akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat
seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger ladder, dan
tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder

• Codman’s pendulum exercise


Tahap awal, penderita menggunakan berat lengannya tanpa
menambahkan beban, lalu secara bertahap menggunakan dumbbells
ringan. Lengan yang terkena mengikuti gerak tubuh. Jaga punggung
lurus dan kaki selebar bahu. Gunakan gerakan tubuh untuk membuat
gerakan bahu. Latihan ini dimulai dengan lingkaran kecil secara
bertahap menjadi lingkaran besar. Lakukan 20-25 lingkaran setiap
latihan.
• Pulley exercise

Latihan menggunakan pulley atau katrol ini dapat dilakukan dengan


berbagai gerakan. Latihan ini dilakukan 2-3 siklus setiap hari, tiap
siklusnya mengandung 10- 20 kali tarikan total dari kedua tangan. Setiap
tarikan tidak boleh dilakukan terlalu cepat, serta setiap lengan yang tidak

18
sedang menarik tidak boleh memberikan tahanan yang berlebihan
kepada lengan yang sedang menarik.

• Latihan finger ladder


Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara
obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk
melakukan latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu
diperhatikan agar penderita berlatih dengan posisi yang benar, jangan
sampai penderita memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun melakukan
elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi dan abduksi.
Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari tangan sisi
yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan
menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan
abduksi dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding
• Latihan dengan shoulder wheel
Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk
memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup
gerak sendi bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita
berdiri sedemikian rupa sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan
aksis roda pemutar sehingga gerak lengan sesuai dengan gerak putaran
roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan roda secara penuh,
tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan sendi
bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan

endorotasi maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90o dan siku

fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat
dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi.
• Towelexercise
Towel exercise biasanya dilakukan dengan gerakan internal rotasi dalam
posisi berdiri. Tangan pada bagian bahu yang sakit memegang handuk
di belakang punggung, sedangkan tangan lain memegang handuk di
depan. Tangan yang sehat menarik handuk tersebut secara perlahan ke
arah bawah depan, sedangkan tangan yang sakit harus relaks dan mampu

19
perlahan-lahan mengikuti gerakan ke atas dari handuk. Ketika regangan
yang nyaman dirasakan, tahan posisi tersebut selama 10-30 detik,
diulang 5-10 kali atau sampai lelah.
• Anterior shoulder stretch dan advanced anterior shoulder stretch
Latihan ini bertujuan untuk meregangkan otot-otot anterior bahu. Pada
anterior shoulder stretch, diawali dengan meletakkan siku pasien di
dekat tubuhnya dengan tangan pasien menyentuh pintu atau dinding,
perlahan-lahan putar tubuh bagian bawah hingga mencapai peregangan
dalam tingkat toleransi yang nyaman, pertahankan siku pasien di dekat
tubuhnya, lalu tahan selama 10-30 detik, diulang 5- 10 kali setiap
latihan. Dengan kata lain, latihan anterior shoulder stretch mengandung
gerakan eksternal rotasi bahu. Pada advanced anterior shoulder stretch,
pasien mencoba peregangan bahu dengan prinsip yang mirip dengan

anterior shoulder stretch, tetapi posisi lengan 90o, siku ditempatkan ke


pintu atau dinding, posisi salah satu kaki pada sisi bahu yang sakit
menerjang maju, dan gerakan yang dilakukan adalah bersandar ke depan
perlahan-lahan hingga terasa regangan yang nyaman pada daerah
anterior bahu.
• Wand exercise
Wand exercise adalah latihan pada sendi bahu dengan bantuan tongkat.
Tongkat tersebut akan digenggam oleh kedua tangan, lalu akan dibentuk
posisi tertentu sesuai dengan gerakan yang akan dilakukan. Pada latihan
ini, gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi, ekstensi, internal rotasi,
eksternal rotasi, abduksi, dan adduksi sendi bahu. Wand exercise dapat
dilakukan baik pasif maupun aktif, dengan gerakan yang perlahan-lahan,
dilakukan selama beberapa siklus selama pasien dapat mentoleransi.
• Terapi latihan lainnya
Terapi latihan lain yang dimaksud adalah latihan tanpa menggunakan
alat bantu maupun beban. Latihan ini disesuaikan dengan luas gerak
sendi bahu (ROM bahu), berupa gerakan fleksi, ekstensi, internal rotasi,
eksternal rotasi, abduksi, dan adduksi, diawali dengan gerakan pasif
(dibantu pemeriksa atau dirinya sendiri menggunakan sisi yang sehat),

20
lalu diikuti oleh gerakan aktif, baik pada posisi berdiri, duduk, maupun
tidur.

Tindakan Invasif

• Injeksi steroid intra-articular (seperti triamcinolone acetonide, dan


sebagainya) dapat mengurangi bahkan menghilangkan nyeri dan
reaksi inflamasi lainnya dengan cepat, sehingga dapat digunakan
sebagai terapi awal sebelum menjalankan tatalaksana lainnya. Ijeksi
ini berisiko menyebabkan ruptur dari tendon dan ligamen, sehingga
penyuntikan dilakukan maksimal 2 kali dalam setahun, dianjurkan
hanya 1 kali dalam setahun, dan tidak dianjurkan untuk injeksi
ulangan bila tidak berindikasi.
• Manipulation under anesthesia (MUA) dilakukan pada kasus frozen
shoulder dengan gejala persisten yang tidak memberikan perbaikan
setelah terapi konservatif adekuat. Selama prosedur MUA, pasien
akan diberikan general anesthesiaI sehingga tertidur, lalu dokter
yang bersangkutan akan menggerakan sendi bahu pasien secara
paksa hingga mengalami peregangan. Tindakan tersebut akan
melepaskan perlekatan kapsul sendi dan meningkatkan ruang gerak
sendi.
• Operatif (shoulder arthroscopy) juga dilakukan pada kasus frozen
shoulder dengan gejala persisten yang tidak memberikan perbaikan
setelah terapi konservatif adekuat. Tindakan ini dilakukan dengan
insisi minimal di daerah bahu yang sakit, lalu melepaskan perlekatan
kapsul sendi yang ada. Tindakan ini sering dikombinasikan dengan
manipulasi (didahului manipulasi) untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Fase pemulihan post-operasi bervariasi antara 6 minggu
hingga 3 bulan. Selama waktu tersebut, diperlukan terapi latihan luas
gerak sendi untuk mencegah komplikasi operasi.

2.9 Edukasi

21
• Jelaskan mengenai apa itu frozen shoulder, serta beri pengertian bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri tetapi diperlukan penanganan di bidang
rehabilitasi medik (selain obat-obatan) berupa fisioterapi dengan modalitas,
latihan luas gerak sendi dan mobilisasi untuk menghindari komplikasi, serta
mempercepat penyembuhan dan pemulihan.
• Edukasi pasien untuk melaksanakan simple exercise pada sendi bahu di
rumah, serta bagaimana gerakan-gerakannya. Kegiatan ini dilaksanakan
dengan bantuan keluarga karena membutuhkan gerakan pasif apabila pasien
belum bisa melaksanakan gerak aktif.
• Edukasi pasien bahwa penyembuhan umumnya dapat dicapai dalam 6 bulan
hingga 2 tahun, dimana pemulihan akan lebih cepat apabila pasien mau
menjalani rehabilitasi.
• Setelah pasien sembuh, edukasi pasien untuk mencegah imobilitas sendi
bahu, dengan cara melanjutkan simple exercise pada sendi bahu secara
teratur.
• Edukasi pasien untuk menghindari penggunaan obat anti-inflamasi jangka
panjang.
• Edukasi pasien untuk memperbaiki pola hidup dan perilaku.

• Lakukan aktifitas sederhana (jangan terlalu berat) yang melibatkan sendi


bahu setiap hari seperti senam, jogging sambil mengayunkan lengan
secukupnya, dan aktivitas lain yang bertujuan menghindari imobilisasi sendi
bahu, tetapi juga tidak overuse.
• Apabila mengalami keadaan post-fraktur yang memerlukan imobilisasi
yang cukup lama, atau kelumpuhan anggota gerak seperti pada stroke yang
sudah tidak akut, sedapat mungkin segera ke pusat rehabilitasi untuk
mendapatkan edukasi, fisioterapi dengan modalitas, latihan gerak sendi,
mobilisasi, dan sebagainya.
• Apabila mengalami penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, dan sebagainya,
segera terapi sesuai indikasi dokter sebelum timbul komplikasi.

22
23
DAFTAR PUSTAKA

AAOS. Frozen Shoulder. US: American Academy of Orthopaedic


Surgeons; 2013
Harris JD, Griesser MJ, Copelan A, Jones GL. Treatment of adhesive
capsulitis with intra- articular hyaluronate: A systematic review. Int J Shoulder
Surg. 2011;5:31–37.
Laswati H, Andriati, Pawana A, Arfianti L.Buku Ajar Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi. Ed. 3. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Maria D’Orsi G.,Gia Via A., Frizziero A.,Oliva F..Treatment of adhesive
capsulitis: a review. Journal of Muscles Ligaments Tendons. 2012 Apr-Jun; 2(2):
70–78.
Neviaser, Andrew S., Neviaser, Robert J.. Adhesive Capsulitis of the
Shoulder. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons: 2011
September;19( 9):536–542 Universitas Airlangga; 2015. hal. 39-56.
Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. Pelatihan Ketrampilan

Medis Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Medk . Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
2011.
Soebadi RD, Subagyo, Wulan SMM, Putra HL, Andriati, Subadi I, et al. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Rehabilitasi Medik. Ed. 1. Surabaya: Rumah
Sakit Umum Dokter Soetomo; 2008. hal. 12-14. 

Solomon, Warwick, Nayagam. Apley’s System of Orthopedics and Fractures
9th edition; Pg.356.2010
Wirawan RP, Wahyuni LK, Hamzah Z, et al. Asesmen dan Prosedur
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDORSI); 2012. hal. 17-18, 29. 

Wolf BR. Frozen Shoulder. US: The American Orthopaedic Society for
Sports Medicine; 2016

24

Anda mungkin juga menyukai