Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ONLINE 1

PENILAIAN INVESTASI PADA RUMAH SAKIT

DI SUSUN OLEH :

ITA PUSPITA SARI ( 2013-31-109 )

UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

JL. ARJUNA UTARA NO.9, TOL TOMANG KEBUN JERUK

JAKARTA BARAT 11510

2013
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana suatu industri yang mempunyai struktur fixed cost yang tinggi, rumah
sakit menghadapi problem dalam investasi dan pengembangan program. Problem ini
terjadi apabila sumber daya subsidi pemilik/pemodal berkurang. Sementara Misi
rumah sakit menununtut agar dalam memberikan pelayanan, rumah sakit dituntut
untuk melayani masyarakat tanpa membedakan status ekonominya. Akan tetapi disisi
lain kemampuan untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ekonomi
lemah terkadang terhalang oleh system birokrasi dan sistem reimbursement dari
pemerintah yang kurang cepat. Akibatnya terjadi berbagai isu ekonomi yang berkaitan
dengan tarif rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Pada prinsipnya tarif yang
ada, cost-recovery-nya tidak memungkinkan rumah sakit pemerintah untuk
berkembang.

Kebutuhan untuk berkembang ini semakin tinggi karena persaingan antar rumah sakit
semakin besar. Fenomena yang menarik yaitu adanya rumah sakit yang tidak mampu
mengembangkan diri, ibarat seseorang yang masuk lumpur pasir, semakin berusaha
akan semakin terpuruk. Jika suatu rumah sakit secara ekonomis tidak menarik bagi
stafnya, mutu pelayanan akan semakin turun. Hal ini berakibat menurunnya jumlah
pasien atau melayani pasien yang terbatas kemampuan membayar dan tuntutannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Nilai Waktu Uang


Investasi pada umumnya memerlukan jangka waktu yang panjang, untuk itu perlu
dinilai apakah investasi tersebut dapat memberikan seberapa besar kelayakannya.
Untuk itu perlu konsep nilai waktu uang ”time value of money ” dan beberapa metode
penilaiannya. Nilai waktu uang pada dasarnya membahas tentang bunga ”interest ”
menurut Riggs dkk yang dikutip Robert J.K. (1997) ada dua macam bunga, yaitu
bunga biasa ”simple interest ” dan bunga majemuk ”compount interest ”

1. Bunga Biasa
Bunga biasa adalah perhitungan bunga yang sederhana dengan menggunakan
formula sebagai berikut :
I = p i n Keterangan :
P = jumlah atau nilai sekarang
F = jumlah atau nilai yang akan datang
i = tingkat bunga pada suatu periode
n = waktu

Bila suatu rumah sakit meminjam sejumlah uang P dengan bunga i maka uang
yang harus dikembalikan adalah :
F (harga yang akan datang) = P + i = P + P i n
P(1+in)

Contoh : RS.X meminjam uang Rp. 1.000,00 dengan bunga i = 20 % per tahun.
Tiga bulan atau ¼ tahun kemudian uang dikembalikan. Berapa besarnya ?
F = P ( 1 + ¼ . 20 % )
= 1.000 ( 1 + 0,05 )
= Rp. 1.050,00
Bagaimana bila pengembaliannya selama 2 tahun
F = P ( 1 + 2 . 20 % )
= 1.000 ( 1 + 0,40 )
= Rp. 1.400,00
2. Bunga Majemuk
Bunga yang didapat pada suatu periode dibungakan lagi sehingga berlipat
(majemuk) Pada kasus di atas untuk pengembalian 2 tahun
Pada tahun pertama F1 = 1.000 ( 1 + 20 % ) = Rp. 1.200,00
Pada tahun kedua F2 = 1.200 ( 1 + 20 % ) = Rp. 1.440,00
Ada penambahan sebesar Rp. 40,00 dibandingkan dengan bunga biasa, angka ini
merupakan penggandaan bunga dari tahun pertama sebesar 20 % . Rp. 200,00
Bila dilihat dengan rumus menjadi
Tahun pertama = F1 = P ( 1 + i )
Tahun kedua = F2 = F1 ( 1 + i ) = P (1+i)(1+i) = P (1+i)2
Tahun ketiga = F3 = F2 ( 1 + i ) = P (1+i)3
……………………..
Tahun ke-n = Fn = P (1+i)n

B. Nilai Sekarang
Nilai sekarang ”present value ” menunjukkan berapa nilai uang pada saat ini untuk
nilai tertentu di masa yang akan datang. Apabila sejumlah uang yang diinginkan A
pada waktu 1 tahun lagi dan PV menunjukkan jumlah uang yang ditabung serta i
merupakan tingkat bunga, maka :
A = PV ( 1 + i )
PV =
Bila harga TV pada 1 tahun mendatang sebesar Rp. 500.000,00 dan tingkat bunga i =
15 % per tahun. Berapa uang yang harus ditabung saat ini ?
500.000
PV = ————— = Rp. 432.483,00
( 1 + 0,15 )

Nilai sekarang pada 2 tahun mendatang menjadi


PV =
PV = An1
PV = 500.000 [ --------------- ] = Rp. 378.072,00
( 1 + 0,15 )2
C. Metode Penilaian Investasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai suatu investasi, yaitu npv,
irr, dan pi. Misal suatu proyek memerlukan investasi untuk aktiva tetap Rp. 800 juta
dan untuk modal kerja Rp. 200 juta. Aktiva tetap ditaksir memiliki usia ekonomis 8
tahun tanpa nilai sisa dan disusut dengan metode garis lurus. Biaya operasional tunai
diperkirakan Rp. 1.000 juta. Penghasilan dari penjualan ditaksir Rp 1.500 juta. Bila
pajak penghasilan 35 % layakkah proyek tersebut ? Untuk menyelesaikan persoalan di
atas terlebih dahulu ditentukan laporan laba/rugi sebagai berikut :
LAPORAN LABA/RUGI
Pemasukan
Penghasilan dari penjualan = Rp. 1.500 juta
Pengeluaran
Operasional tunai = Rp. 1.000 juta
Penyusutan = 800/8 = Rp. 100 juta
= Rp. 1.100 juta
Laba sebelum pajak = Rp. 400 juta
Pajak 35 % = Rp. 140 juta
Laba setelah pajak = Rp. 260 juta
Aliran kas per tahun = laba + penyusutan
(proceed) = Rp. 260 juta + Rp. 100 juta
= Rp. 360 juta

1. Metode “Net Present Value”


Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal aliran
kas) di masa yang akan datang bernilai positif.
NPV = P + + + …… +
360 360 360 + 200
NPV = 1.000 + —— + ——- + ……. + ————-
(1+i) (1+i)2 (1+i)8
Bila bunga diketahui sebesar 25 % maka
NPV = 1.000 + 1.232,04
= Rp. 232,04 juta
Karena positif, maka proyek diterima atau layak
2. Metode ”Internal Rate of Return ”
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi
dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa yang akan
datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga yang relevan
(tingkat keuntungan yang disyaratkan ”MARR”)
P = + + …… +
360 360 360 + 200
1.000 = —— + ——- + ……. + ————
(1+i) (1+i)2 (1+i)8
Bila MARR = 25 % dan nilai bunga hasil trial and error = 33 % diperoleh sisi
kanan persamaan Rp 999,99 juta. Suatu angka yang tepat bila IRR = 33 %. Karena
IRR lebih besar dari MARR maka proyek diterima atau layak.

3. Metode ”Profitability Index ”


Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-
penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau PI
lebih besar dari 1, maka proyek diterima atau layak.
1.232,04
Profitability Index = ———- = 1,232
1.000
Karena PI lebih besar dari 1 maka proyek diterima atau layak.

D. Permasalahan
Trend yang terjadi pada sepuluh tahun terakhir menunjukkan tingkat kepedulian
pemilik/pemodal investasi manajemen korporasi yang tinggi terhadap kepentingan
stakeholders, hal ini memunculkan istilah Return On Capital Employed (ROCE),
ROCE adalah bagaimana suatu korporasi mengolah dana investasi yang diberikan
oleh pemodal untuk diputarkan dalam operasional korporasi, sehingga setelah
dikurangi dengan biaya operasional, biaya pajak, biaya depresiasi, biaya investasi dan
pembagian deviden akan didapat Free Cash Flow (FCF) yang sesungguhnya bagi
korporasi tersebut. Dari paragraf diatas yang paling sulit bagi manajemen suatu
korporasi adalah menyisihkan biaya investasi untuk kepentingan pengembangan
bisnisnya, sehingga yang terjadi adalah korporasi sudah dapat melaksanakan
pembagian deviden bagi stakeholders namun bisnisnya mengalami stagnasi atau jalan
ditempat karena tidak mampu menjalankan re-investasi.

E. Pemecahan Masalah
Kondisi tersebut diatas juga terjadi pada industri rumah sakit, banyak pengelola
rumah sakit yang mengeluhkan akan ketidakmampuan dalam hal ber re-investasi
dengan alasan tidak memiliki dana berlebih sehingga mereka takut untuk menambah
struktur modal investasi dengan cara meminjam dana dari pihak Bank, hal inilah yang
menjadi ide awal munculnya konsep Kerja Sama Operasional (KSO) dalam
pengelolaan bisnis Rumah Sakit.
Investasi rumah sakit merupakan investasi yang aman. Banyak para pemilik modal
perseorangan maupun sekelompok orang belum mengetahui hal tersebut. Pihak
Rumah Sakit, selalu mengkaitkan pengembangan rumah sakit dengan perubahan
struktur neraca yang otomatis berhubungan langsung dengan struktur modal milik
mereka sendiri. Dasar dari konsep KSO sendiri adalah penggabungan kebutuhan
pengembangan rumah sakit, dengan investasi para pemilik modal di luar rumah sakit
sehingga tercapai sebuah kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua belah
pihak, tanpa merubah struktur modal maupun kepemilikan saham pada rumah sakit
tersebut.
Sebagai firma, rumah sakit harus membuat keputusan investasi. Sebagai contoh, pada
akhir dekade 1990-an Direksi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dihadapkan pada
keputusan penting, apakah akan membangun rumah sakit baru untuk mengatasi
semakin padatnya rumah sakit lama yang berada di jantung kota Yogyakarta.
Keputusan membangun rumah sakit baru ini membutuhkan pertim-bangan yang
benar. Andaikata salah memutuskan ada kemungkinan RS PKU akan kesulitan cash-
flow dan akan berakibat buruk. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito
mendapatkan soft-loan dari pemerintah Austria dalam bentuk pembangunanCentral
Operating Theatre dengan teknologi mutakhir berlantai lima. Rumah Sakit (RS)
Tabanan di Bali bermaksud memperluas bangsal VIP yang ada. Banyak rumah sakit
yang akan membeli USG baru untuk meng-gantikan USG yang lama. Para manajer
rumah sakit-rumah sakit tersebut membutuhkan keterampilan investasi agar keputusan
yang diambil tidak salah. Sebagaimana keputusan perorangan, direksi rumah sakit
dalam memutuskan investasi sebenarnya berada dalam ketidakpastian. Apakah
dengan mengembangkan bangsal VIP baru, nantinya penduduk Tabanan akan
menggunakannya? Dalam hal ini perlu pemahaman akan tahap-tahap dalam
keputusan investasi. Menurut Handaru (1996) tahap-tahap dalam keputusan investasi
meliputi :
a. Penentuan tujuan. Organisasi atau perusahaan yang bersangkutan harus
menentukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas. Misalnya, memaksimalkan
laba, memaksimalkan tingkat pertum-buhan, penguasaan pasar, kepuasan
pelanggan, atau sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Perkiraan biaya proyek dan biaya operasi. Biaya investasi awal harus
diperkirakan. Begitu pula biaya-biaya operasi yang akan dikeluarkan selama umur
investasi. Untuk dapat memperkirakan biaya-biaya tersebut, pemahaman
mengenai perilaku biaya sangat diperlukan.
c. Perkiraan permintaan. Memperkirakan permintaan diperlukan untuk mengestimasi
jumlah penerimaan (pendapatan operasi) yang diterima rumah sakit pada setiap
periode selama umur investasi. Pada saat memperkirakan permintaan ini, unsur
ketidak-pastian muncul. Dalam kasus di rumah sakit, ketidak-pastian ini terkait
dengan berbagai faktor demand, termasuk perubahan pola penyakit ataupun
perilaku dokter.
d. Perhitungan tambahan aliran kas bersih. Aliran kas bersih perlu dihitung setelah
mengetahui taksiran penerimaan, pengeluaran, pajak, dan biaya non-tunai yang
dicadangkan. Prinsip yang digunakan dalam penghitungan aliran kas bersih antara
lain, sesudah pajak dan merupakan aliran kas tambahan (incremental cash flows).
e. Perhitungan nilai sekarang aliran kas. Dengan menentukan taksiran aliran kas
dengan suatu tingkat biaya modal perusahaan atau proyek, akan didapatkan nilai
sekarang dari seluruh aliran kas yang dihasilkan proyek selama umur investasi.

Menarik untuk dicermati dalam kasus investasi, misalnya di RSUP Dr. Sardjito
dalam hal soft-loan dari pemerintah Austria. Dalam hal ini RSUP pendidikan
berfungsi pula sebagai pusat pengem-bangan ilmu kedokteran. Alasan sebagai
tempat pengembangan ilmu ini sering dipakai untuk melakukan pengembangan
baru dengan teknologi baru yang mahal, tetapi tidak menggunakan kaidah-kaidah
investasi. Investasi pengembangan Central Operating Theatre lima lantai di
RSUP Dr. Sardjito diputuskan tanpa perhitungan investasi, sehingga pertanyaan
kritisnya adalah apakah demi pertimbangan ilmu, maka tidak perlu menggunakan
model investasi? Jawabannya tentulah tidak. Semua pengembangan sebaiknya
berdasarkan investasi. Andaikata secara politis atau ilmu pengetahuan menyatakan
bahwa keputusan investasi harus dijalankan walaupun secara ekonomis tidak
menguntungkan, maka hal ini merupakan kenyataan. Akan tetapi, keputusan
politis ataupun demi ilmu ini harus konsekuen, artinya dapat
dipertanggungjawabkan termasuk untuk mencari subsidi pada fase operasional
program investasi. Di Indonesia sudah banyak kasus investasi besar dalam rumah
sakit, tetapi tidak mempunyai biaya operasional dan pemeliharaan sehingga
proyek pengembangan akhirnya gagal.
Salah satu yang membedakan konsep penilaian investasi rumah sakit dengan
perusahaan-perusahaan pada umumnya adalah memerlukan pelatihan yang
continue dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan informasi dan teknologi
terkini. Contohnya : rumah sakit investasi alat-alat penunjang medis, tentunya
harus diikuti dengan pelatihan staf rumah sakit tersebut.

F. Kategori Investasi
Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit. Ber-dasarkan konsep
Handaru (1996) berbagai jenis investasi misalnya:
a. Penggantian peralatan medik yang lama dengan teknologi yang lebih baru, atau
teknologi tetap tetapi alat baru.
b. Perluasan perlengkapan modal yang sudah ada misalnya, penam-bahan kapasitas
dengan menambah ruangan bangsal.
c. Perluasan atau penambahan garis produk baru dengan pembelian mesin atau
peralatan baru yang belum pernah dimiliki.Sebagai contoh, pengembangan operasi
jantung RSUP Dr. Kariadi Sema-rang dengan soft-loan dari pemerintah Jerman
(KfW).
d. Sewa atau leasing peralatan baru.
e. Merger atau pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang lebih baik
keadaan keuangannya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai penutup bagian ini telah menguraikan mengenai analisis demand para
pengguna rumah sakit dan rumah sakit sebagai suatu firma. Uraian ditujukan
untuk lebih memahami penggunaan konsep ekonomi dalam manajemen rumah
sakit. Pembahasan menggunakan model Circular Flow pada
aspek demand membahas berbagai hal yang spesifik untuk rumah sakit, yang
berbeda dengan analisis demandpada sektor lain. Salah satu perbedaan penting
adalah adanya fenomena supplier-induced-demand.

Dalam pengkajian rumah sakit sebagai firma, telah dibahas terutama konsep
produksi dan informasi biaya dalam keputusan manajerial rumah sakit. Untuk
menetapkan keputusan manajemen yang baik, seorang manajer rumah sakit
harus memahami perilaku biaya. Dua fungsi biaya yang utama digunakan
dalam pembuatan keputusan-keputusan manajemen adalah fungsi biaya jangka
pendek dan fungsi biaya jangka panjang. Fungsi biasa jangka pendek yaitu
periode waktu dengan beberapa sarana produksi sebuah usaha tidak dapat
diubah dan digunakan dalam keputusan sehari-hari. Fungsi biaya jangka
panjang adalah periode waktu yang cukup panjang yang memungkinkan suatu
usaha mengubah sistem produksinya secara penuh melalui penambahan,
pengurangan, atau penggantian asetnya dan digunakan untuk keperluan
perencanaan.

Di dalam sektor rumah sakit pemikiran dalam mencari keuntungan


memerlukan pemakaian informasi biaya, misalnya bangsal VIP. Rumah sakit-
rumah sakit yang memerlukan subsidi juga memerlukan analisis biaya.
Tindakan ini mutlak dilakukan agar subsidi tepat penggunaanya dan dapat
direncanakan dengan baik. Tanpa informasi biaya, berbagai keputusan
manajemen seperti penetapan harga tidak dapat ditentukan secara benar.
Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan suatu proses yang mudah.
Tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi dengan baik sebelum dilakukan suatu
analisis biaya yaitu, struktur organisasi rumah sakit yang baik, sistem
akuntansi yang tepat, dan adanya informasi statistik yang cukup baik. Masalah
yang muncul adalah sulitnya rumah sakit dalam memenuhi prasyarat ini.
Sebagai contoh, perbaikan sistem akuntansi membutuhkan penanganan yang
tepat dengan ujung tombak oleh profesi akuntan. Diharapkan dengan
pemahaman mengenai konsep produksi dalam rumah sakit beserta analisis
biayanya, pihak rumah sakit menjadi semakin menghargai informasi akuntansi
biaya untuk keperluan pengambilan keputusan manajemen termasuk
keputusan penetapan tarif dan investasi.

Anda mungkin juga menyukai