Munasabah secara bahasa berasal dari kata ب َ َ نا-َُيُنَا ِسب-َ ُمنَا َس َبةyang berarti dekat,
ََ س
َ ْال ُمنَاsama artinya dengan ار َبة
serupa, mirip, dan rapat. س َبة َ َ ال ُمقyakni mendekatkannya dan
menyesuaikannya. Annasib juga berarti ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara
ayat-ayat Al-Qur’an.َ Ibnuَ Arabi,َ sebagaimanaَ dikutipَ olehَ imamَ As-Sayuti, mendefiisikan
munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’anَantaraَsebagiannyaَ denganَsebagianَ
yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapid an sistematis. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang
keterkaitan atau keserasian ayat-ayat Al-Qur’anَantarَsatuَdenganَyangَlain.
Menurut al-Biqa’i:َ munasabahَ adalahَ suatuَ ilmuَ yangَ mencobaَ mengetahuiَ alasan-
alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-qur’an,َbaikَayatَdenganَayatَatauَsurat
dengan surat
Zhahir Irtibath : Munasabah yang terjadi karena bagian al-Qur’anَ yangَ satuَ denganَ yangَ
lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain.
Khafy Irtibath : Munasabah yang terjadi karena antara bagian-bagian al-Qur’anَ tidakَ adaَ
kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, misalnya hubungan
antar ayat 189 dan ayat 190 surat Al-Baqarah:
َۡ ُس ۡٱلبِرۡ ۡبِأَنۡتَأتُواْ ۡٱلبُي
ۡوت َ جِ ۡ َولَيۡ ۡوٱل َحَۡ اس َ ۞يَسۡلُون ََك ۡ َع ِن ۡٱۡل َ ِهلَّ ِۡة ۡقُل ۡ ِه
ِ َّي ۡ َم َۡوقِيتُ ۡ ِللن
َۡۡٱّللَ ۡلَعَلَّ ُكم ۡتُف ِل ُحون َۡ وت ۡ ِمن ۡأَب َوبِ َه ۚا
َّۡ ۡ ْۡوٱتَّقُوۡا َۡ َُاۡولَ ِك َّن ۡٱلبِ َّۡر ۡ َم ِن ۡٱتَّقَىۡ ۡ َوأتُواْ ۡٱلبُي
َ وره ُ ِۡمن
ِ ظ ُه
ۡ١٨٩
ۡ ۡ١٩٠َۡۡٱّللَۡ ََلۡيُ ِحبۡٱل ُمعتَدِين َّۡ ۡۡو ََلۡتَعتَد ُٓو ۚاْۡ ِإ َّن
َ ٱّللِۡٱلَّذِينَۡۡيُقَتِلُونَ ُكم َ َۡوقَتِلُوۡاْۡفِي
َّۡ ۡس ِبي ِل
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-
tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang
bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu beruntung. (189)
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu
melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. (190).
Ayat 189 di atas bulan sabit (hilal), tanggal untuk tanda waktu dan untuk jadwal
ibadah haji. Sedangkan ayat 190 menjelaskan perintah menyerang kepada orang-orang yang
menyerang umat islam. Padahal kalaulah dicermati dapat diketahui munasabahnya, yaitu
pada waktu haji umat islam dilarang berperang. Kecuali kalau diserang musuh, maka dalam
kondisi demikian mereka boleh bahkan perlu melakukan balasan.
Adapun munasabah ditinjau dari segi materinya, terbagi menjadi dua bagian yaitu:
munasabah (hubungan) antar ayat dengan ayat dan munasabah (hubungan) antar surat dengan
surat.
Hubungan antara ayat dengan ayat itu tidak selalu ada pada semua ayat Al-Qur’an.َ
Ayat yang satu dengan ayat yang lain adakalnya muncul secara jelas menunjukkan hubungan
kalimat satu dengan yang lainnya. Hubungan itu memberikan kejelasan satu sama lain
tentang maksud keseluruhan ayat.
Namun ada juga hubungan yang tidak jelas. Kandungan makna suatu ayat menjadi
kabur karena kaitan kalimat satu denagan kalimat lain tidak dipahamkan secara utuh.
Munasabah ayat dengan ayat dalam setiap surat menambah keyakinan para mufasir
bahwa ikatan antara suatu ayat dengan ayat lain memang erat. Oleh karena itu, hubungan
tersebut juga mendukung keyakinan tentang adanya kaitan ayat dengan sebab turunnya.
Hubungan antara ayat dengan ayat Al-Qur’anَ terbagiَ dalamَ duaَ macam,َ pertama,َ
hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir
kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang
dibahah kemudian.
Hubungan yang belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan kalimat.
Munasabahَ denganَ menggunakanَ wawَ ‘athafَ iniَ biasanyaَ menghubungkanَ duaَ halَ
yang berlawanan, seperti masuk dan keluar, turun dan naik, langit dan bumi, rahmat dan azab
dan lain sebagainya.
Contoh yang lain, yaitu terdapat pada surah Al-Ghasyiyah, ayat 17-20
ِۡ ۡ َوإِلَىۡٱل ِجبَا١٨ۡۡرفِعَت
ۡل ُ ف َّ ۡۡ َوإِلَىۡٱل١٧ۡفۡ ُخ ِلقَت
َ س َما ٓ ِۡءۡ َكي َ لۡ َكي ِ ۡظ ُرونَ ۡإِلَى
ِۡ ِٱۡلب ۡ َ َأَف
ُ لۡيَن
ۡ٢٠ۡس ِط َحت ُ ۡف ۡ ِ ۡۡ َوإِلَىۡٱۡلَر١٩ۡصبَت
َ ضۡ َكي ِ ُ فۡن
َ َكي
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan. Dan langit,
bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana
dihamparkan.
Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain,
padahal hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit,
gunung, dan bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di
kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka sangat
tergantung pada ternak (unta), namun keadaan tersebut tak kan bisa berlangsung kecuali
dengan adanya air yang diturunkan dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana
mereka mengembala, dan mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk
berlindung dan berteduh, serta mencari rerumputan dan air dengan cara berpindah-pindah di
atas hamparan bumi yang luas.
Pada ayat tersebut membahas tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan
pakaian itu untuk menginagatkan manusia bahwa pakaian penutup aurat itu lebih baik.
Pakaian berfungsi sebagai alat untuk memperbagus apa yang Allah ciptakan. Pakaian
merupakan penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelek dan
bejat. Sedangkan penutup aurat adalah pintu takwa.
Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang, keras kepala tidak
percaya kepada kitab-kitab Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan
watak orang mukmin sangat berlawanan dengan watak orang kafir. Watak orang-orang
mukmin adalah memiliki kepercayaan yang kuat. Dia percaya adanya yang ghaib,
melaksanakan shalat, memiliki sifat kebersamaan yaitu tidak senang jika melihat saudaranya
kesulitan, baik dalam bidang materi maupun yang lainnya, lalu diambilkan sebagian dari apa
yang dimiliki dan diinfakkan kepada yang memerlukan, dan percaya akan adanya kitab-kitab
Allah sebelum Al-Qur’an,َapalagiَAl-Qur’an.َMukminَyakinَadanyaَ(kehidupanَ)َakhirat.
ۡٓ ۡ َوٱلَّذِينَۡ ۡيُؤ ِمنُونَ ۡ ِب َما٣ۡ َاۡرزَ قنَ ُهم ۡيُن ِفقُون
َ صلَو ۡة َۡ َو ِم َّم ِۡ ٱلَّذِينَۡ ۡيُؤ ِمنُونَ ِۡۡبٱلغَي
َّ ب ۡ َويُ ِقي ُمونَ ۡٱل
ۡ٤ۡ َۡوِۡبٱۡل ٓ ِخ َرةِۡۡ ُهمۡيُوقِنُونَ نز َلۡ ِمنۡقَب ِل َك ِ ُ ۡو َمآۡأ ِ ُأ
َ نز َلۡ ِإلَي َك
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat.
Contoh lain dari model ini dapat dilihat dalam Surah Al-Baqarah ayat 255 dan ayat 256 yang
berbunyi:
ۡت ۡ َو َما ۡ ِفي ِۡ س َم َو َ َةٞ َل ۡ ِإلَهَ ۡإِ ََّل ۡ ُه َو ۡٱل َحيۡ ۡٱلقَيو ۚ ُۡم ۡ ََل ۡتَأ ُخذُۡهۥُ ۡ ِسن
َّ ۚم ۡلَّ ۡهۥُ ۡ َما ۡ ِفي ۡٱلٞ ۡو ََل ۡنَو ٓ َ ۡ ُٱّلل
َّۡ
َۡۡطون ُ ۡو ََلۡۡيُ ِحي َ ۡو َماۡخَلفَ ُهم َ ضۡ َمنۡذَاۡٱلَّ ِۡذيۡيَشفَ ُعۡ ِعندَ ٓهۡۥُۡ ِإ ََّلۡ ِبإِذ ِن ۚ ِهۡۦۡ َيعلَ ُمۡ َماۡ َبينَ ۡأَيدِي ِهم ۡ ِ ٱۡلَر
َ ظ ُه َم ۚا
ۡۡو ُه َو َۡ تۡ َۡوٱۡلَر
ُ ضۡ َو ََلۡ َيۡودُۡهۥُۡ ِحف َّ ۡو ِس َعۡ ُكر ِسيهُۡٱل
ِۡ س َم َو َ ۡۡمنۡ ِعل ِم ِ ٓهۡۦۡ ِإ ََّلۡ ِب َما
َ شا ٓ ۚ َء ِ ِبشَي ٖء
٢٥٥ۡٱل َع ِليۡۡٱل َۡع ِظي ُۡم
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa
yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah
meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Dengan disebutkannya keesaan Allah secara sempurna (dalam ayat 255), maka selanjutnya
dalam ayat 156 ditegaskan bahwa tidak perlu adanya paksaan dalam memeluk agama untuk
memepercayai adanya Allah.
Tamkin
Tamkin artinya memperkokoh atau mempertegas pertanyaan. Fashilah dalam suatu ayat
memperkokoh pertanyaan yang tersebut dalam kandungan ayat itu. Arti fashilah di sini
berkaitan langsung dengan apa yang dimaksud ayat itu bila tidak ada hubugan ini kandungan
ayat itu tidak akan memberi arti yang lengkap boleh jadi mengelirukan.
Dari ayat ini dipahami bahwa Tuhan menghindarkan orang mukmin dari perang
disebabkan kelemahan mereka (orang-orang kafir), karena angin kencang atau malaikat yang
dikirim Allah. Pemahaman yang kurang lurus ini diluruskan dengan fhasilah artinya Allah
berkuasa memisahkan antara dua golongan dalam perang tersebut (dalam perang badar).
Kejadian ini menguatkan orang-orang beriman agar mereka merasa bahwa orang-orang
mukmin lah yang menang.
Al- Ighal
Al-Ighal adalah tambahan keterangan terhadap kandungan ayat yang sudah ada
sebelumfashilah (akhir ayat Al-Qur’an). Sekalipun tidak ada fashilahtersebut, maksud ayat
sudah lengkap.
ۡ ۡ٩٦ۡيم َ َۡفdan)
ِۡ س ِبحِۡۡبٱس ِۡمۡ َر ِب َكۡٱل َع ِظ
ۡ ِ تۡ َۡوٱۡلَر
ۡ١ۡضۡ َو ُه َوۡٱلعَ ِزي ُۡزۡٱلۡ َح ِكي ُۡم َّ حۡ ِ َّّللِۡ َماۡ ِفيۡٱل
ِۡ س َم َو َۡ َّسب
َ
Hubungan antara awal surat dan akhir surat
Yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain. Misalnya
munasabah antara isi kandungan surat al-baqarah sama-sama menjelaskan tentang aqidah,
ibadah,َmua’malah,َkisah,َjanji,َ danَancaman.َBedanyaَkandunganَ tersebut dalam surat al-
fatihah dijelaskan secara global sedangkan dalam surat al-baqarah dijelaskan secara perinci.1
1
https://al-badar.net/pengertian-macam-dan-cara-mengetahui-munasabah-al-quran/ diakses 22 Juli
jam 11.11