Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN ANALISIS

TENTANG
ASAS PENDAFTARAN TANAH
YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NEGARA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Tanah dan Bangunan yang
diampu oleh Dr. Sumiyati, SH. Sp1., M.Hum

Disusun oleh : Kelompok

Pasya Faishal A (165244021)


Ryansyah Hamzah F (165244028)
Rifqi Rusdi Rahman (165244026)

KELAS 2A – MANAJEMEN ASET

PROGRAM STUDI D4 – MANAJEMEN ASET


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa terhaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
mengaruniakan kepada kita rahmat, hidayah dan inayahnya, karena dengan-Nya, laporan analisis
ini tentang asas pendaftaran tanah yang berlaku pada Badan Pertanahan Negara telah selesai
hingga waktu yang ditentukan. Penyusunan laporan ini ditujukan dalam rangka untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuiah Hukum Tanah dan Bangunan..
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya untuk setiap pihak yang
sudah mendukung kami baik berupa bantuan ataupun doa dalam menyusun laporan analisis ini.
Laporan ini telah kami buat agar diterima sebaik-baiknya, karena tidak tertutup
kemungkinan masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
dan menambah ilmu pengetahuan. Aamiin.

Kab.Bandung Barat, 06 Juli 2018

Kelompok
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL I

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI III

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Umum BPN 3


2.2 Analisis Asas Pendaftaran Tanah Pada BPN 4

BAB 3 PENUTUP 8

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Patut diketahui bahwa, di dalam era pembangunan dewasa ini, khususnya di bidang
pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib
Pertanahan yang meliputi:
1. Tertib hukum pertanahan
2. Tertib administrasi pertanahan.
3. Tertib penggunaan tanah.
4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.

Mengingat akan pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka tanah dapat dijadikan
sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, sehingga perlu campur tangan
negara untuk mengaturnya. Hal ini berdasarkan amanat konstitusional sebagaimana tercantum
pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Atas
dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA disebutkan
bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh
negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA
diartikan sebagai kepentingan kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Sehubungan dengan
ketentuan tersebut pemerintah menetapkan politik hukum pertanahan sebagai kebijakan Nasional
yang berkaitan dengan pertanahan.
Dari apa yang dikemukakan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Negara selaku badan
penguasa berusaha semaksimal mungkin untuk memanfaatkan pengelolaan fungsi bumi, air, dan
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya demi terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional dalam rangka
melaksanakan kebijakan di bidang pertanahan senantiasa berupaya untuk membina dan
mengembangkan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pengelolaan administrasi pertanahan,
termasuk di dalamnya meliputi pendaftaran tanah secara konseptional dan terpadu serta progam
lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kegiatan pendaftaran tanah ini dilaksanakan
berdasarkan asas-asas pendaftaran tanah yaitu sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
Diharapkan dengan penerapan asas ini dapat mempermudah akses bagi masyarakat yang akan
mendaftarkan kepemilikan hak atas tanahnya.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui telah dipenuhinya kriteria yang menjadi asas pendaftaran tanah oleh
Badan Pertanahanan Negara.
2. Untuk mengetahui prosedur pensertifikatan atas tanah melalui Badan Pertanahan Negara
berdasarkan asas pendaftaran tanah pada umumnya.

1.3 Manfaat
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
pengetahuan ilmu hukum, khususnya hukum Agraria terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemberian hak atas tanah.
2. Memberikan masukan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri di bidang hukum pada
umumnya dan Hukum Agraria pada khususnya
3. Hasil dari analisis ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pemikiran, literatur maupun
pengetahuan bagi semua pihak yang ingin meneliti permasalahan yang sama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Umum BPN


Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan
Pertanahan Nasional, BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan
tugasnya, BPN menyelenggarakan fungsi:
1. penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
2. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;
3. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah, pendaftaran tanah,
dan pemberdayaan masyarakat;
4. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan dan pengendalian
kebijakan pertanahan;
5. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;
6. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penanganan sengketa
dan perkara pertanahan;
7. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
8. pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
9. pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan
informasi di bidang pertanahan;
10. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan
11. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.

Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di
provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota.
Diawali dari tahun 2005, pertanahan nasional dibangun dan dikembangkan atas dasar empat (4)
prinsip pengelolaan:
1. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada kesejahteraan masyarakat,
2. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keadilan penguasaan dan
pemilikan tanah,
3. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada keberlanjutan sistem
kemasyarakatan dan Kebangsaan Indonesia,
4. Pengelolaan pertanahan harus mampu berkonstribusi pada harmoni sosial.

Adapun beberapa Agenda Kebijakan BPN RI adalah sebagai berikut:


1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara
menyeluruh di seluruh Indonesia.
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-
daerah konflik.
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di
seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem
pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang
telah ditetapkan.
10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.

2.2 Analisis Asas Pendaftaran Tanah Pada BPN


Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Sehubungan dengan itu Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia (BPNRI) yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, ditugaskan untuk melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan.
Pasal 1 angka 1 PP Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Mengenai pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA. Pendaftaran tanah menurut
ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA meliputi:
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak tersebut.
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (PP 10/1961). PP 10/1961
dipandang tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan, sehingga perlu disempurnakan dan
diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP
Pendaftaran Tanah).
Terdapat beberapa azas-azas pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dalam
pendaftaran tanah tersebut. Dengan adanya pendaftaran tanah tersebut seseorang dapat secara
mudah memperoleh keterangan-keterangan berkenaan dengan sebidang tanah seperti hak apa yang
dipunyainya, berapa luasnya, letaknya di mana, apakah telah dibebani dengan hak tanggungan atau
tidak. Dengan demikian penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan dengan asas sederhana,
terjangkau, mutakhir dan terbuka sesuai dengan Pasal 2 PP 24/1997.

Pendaftaran tanah di Indonesia berdasarkan Pasal 2 PP Pendaftaran Tanah menganut lima asas,
yaitu:
1. Sederhana, berarti ketentuan-ketentuan pokok dan prosedur pendaftaran tanah
harus mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama oleh
pemegang hak atas tanah.
Fakta yang terjadi di dalam praktik, ditemukan bahwa asas mudah dan dapat
dipahami hanyalah pada aturan prosedurnya artinya untuk kegiatan pendaftarannya
sendiri masih menemui kendala jangka waktu yang panjang, bahkan dalam
perjalanannya prosedur pendaftaran tanah tidak selesai disebabkan adanya kendala
biaya atau syarat tambahan. Ada beberapa alasan diantaranya sebagai contoh yaitu
alasan perbedaan luas tanah antara data yuridis dan data fisik setelah dilakukannya
pengukuran. Sehingga tujuan dari asas sederhana itu sendiri belum bisa tercapai.
Makna sederhana dalam kamus besar bahasa Indonesia dipahami sebagai suatu
perbuatan (tindakan) yang hemat dan tuntas. Tentunya hal tersebut harus dipahami
hemat dalam arti efisien baik biaya, waktu dan prosedurnya, sedang tuntas bisa
dipahami sebagai suatu perbuatan (tindakan) yang efektif artinya tidak berbelit-
belit dan prosedurnya terlaksana dengan baik sehingga terlihat hasilnya.

2. Aman, berarti pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat
sehingga hasilnya mampu memberikan jaminan kepastian hukum.
Makna aman pada dasarnya lebih mengacu pada suatu akibat dari perbuatan
subyek hukum, akan tetapi bukan mengacu pada hasil atau obyek hukum dari
dilaksanakan pendaftaran tanah tersebut, sebagai contoh yang sering terjadi dalam
praktik yaitu kasus atas kesalahan pengetikan tempat obyek tanah, atau nama
subyek tanah bahkan luas obyek tanah, yang tercatat atau tertera dalam sertipikat,
dalam hal ini ditemukan setelah akan dilaksanakan pada transaksi berikutnya di
hadapan PPAT atau bisa ditemukan setelah beberapa tahun kemudian dimana
kejadian pada kesalahan ketik atau penulisan tersebut baru disadari oleh pemilik
hak atas tanah setelah beberapa tahun kemudian tanah diukur ulang setelah akan
dilakukan pemecahan atau pembangunan, yang demikian itu secara keamanan tetap
aman sepanjang tidak ada suatu permasalahan yang ditemukan, akan tetapi hal
tersebut tetap saja tidak bisa dikatakan sebagai suatu yang teliti atau cermat, apakah
kasus yang demikian bisa dikatakan sebagai bentuk jaminan hukum.
Pemahaman aman yang terjadi dalam praktik pendaftaran HAT adalah
ketika secara yuridis syarat-syarat terpenuhi, artinya asas aman hanya berlaku
untuk para subyek hukumnya saja, dalam praktik yang terjadi di kantor PPAT jika
terjadi kesalahan pengetikan nama dalam sertipikat baik kesalahan itu di dasari oleh
akta PPAT atau kesalahan itu karena disebabkan keteledoran manusia (human
error) yang dilakukan dalam sistem birokrasi dan pelayanan publik BPN, maka bisa
dilakukan dengan cara penegasan tentang pemilik nama dengan mendasarkan pada
surat keterangan kelurahan yang menegaskan nama sipulan “fulan” sama dengan
nama sipulan “fulan” yang tertera dalam sertifikat. Kaitannya dengan jaminan
kepastian hukum, hal ini jelas suatu tindakan yang ceroboh dan menyepelekan,
karena bagaimana mungkin selembar surat tersebut bisa memberikan suatu
penegasan hanya di dasarkan pada keterangan sepihak yaitu orang yang
berkepentingan. Bisa dikatakan aman jika hasil dari produk sertifikat tersebut
akurat, sehingga akan lebih tepatnya dalam sistem pendaftaran tanah juga
diperlukan adanya asas akurasi, yaitu suatu asas pendaftaran HAT yang lebih
mendasarkan tidak sekedar pada subyeknya akan tetapi mendasarkan pada jaminan
hukum obyek HAT, artinya data-data yang dicatat dan ditulis dalam sertifikat
tersebut bebas dari sebuah kesalahan baik kesalahan ketik maupun kesalahan dalam
pendataan atas obyek yang dimaksud (human error) artinya baik data fisik maupun
data yuridis keberadaannya bisa mendapat jaminan kepastian hukum. BPN harus
lebih menegaskan kembali agenda kebijakan yang mereka pegang yaitu
memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).

3. Terjangkau, yaitu pelayanan yang diberikan dalam rangka pendaftaran tanah harus
bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan, terutama dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Asas terjangkau mempunyai maksud pada konsep efisiensi biaya artinya
diharapkan golongan ekonomi lemah bisa menjangkau biaya yang dibebankan atas
pendaftaran tanah. Yang terjadi dalam praktik terdapat beberapa penyimpangan dan
diskriminasi atas asas tersebut. Kebijakan hukum pertanahan masih menempatkan
warga negara sebagai objek hukum sehingga sistem birokrasi dan pelayanan publik
BPN cenderung bersifat diskriminatif. Persoalan mana disebabkan tanggungjawab
seorang pejabat lebih terfokus pada organisasi yang dikelolanya atau kepada
atasannya artinya tidak terfokus kepada warga negara yang secara langsung atau
tidak langsung terkena kebijakan yang diambilnya. Seharusnya seorang pejabat
tidak hanya menentukan kelompok sasaran yang akan memperoleh manfaat dari
kebijakan tersebut tetapi juga kelompok yang akan melaksanakan keputusan
tersebut dalam aktivitas-aktiviats tehnisnya.
Pengertian terjangkau ini semestinya tidak sekedar diartikan pada proses
pendaftarannya saja akan tetapi harus ditujukan pula terhadap pembuatan akta-akta
tanah ataupun perbuatan lain yang mendasarinya, seperti biaya pajak, biaya
peninjauan lokasi atau pengukuran ulang, jika hal tersebut diperlukan, terutama
dalam kaitannya dengan pajak dan juga kaitannya dengan beban-beban biaya yang
diluar ketentuan resmi masih terjadi dalam sistem birokrasi dan pelayanan publik
BPN.

4. Mutakhir, artinya tersedia kelengkapan yang memadai dalam melaksanakan


pendaftaran tanah dan pemeliharaan datanya. Data yang tersedia juga harus
mutakhir, sehingga harus dilakukan pendaftaran dan pencatatan perubahan-
perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Dari point ini, kunci dari asas ini adalah harus adanya sinergitas antara
pendaftar hak atas tanah dengan BPN. Dimana pendaftar harus taat hukum sesuai
prosedur yang ditentukan oleh BPN untuk pendaftaran pertama kali maupun
pemeliharaan pendaftaran tanah. Perlunya diikuti kewajiban mendaftar dan
pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut
pula dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, data yang tersedia lengkap dan up to date
sehingga kepastian dan perlindungan hukum tetap terjaga dan terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.

5. Terbuka, artinya setiap saat masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai


data yang benar.
Pelaksanaan asas ini dapat terealisasi dengan baik, dibuktikan dengan
kemudahan akses yang diberikan kepada public yang selaku pemegang hak atas
tanah untuk memperoleh berbagai pelayanan dari lembaga BPN. Selain datang
langsung ke Kantor Pertanahan BPN, dibantu juga dengan akses online yang bisa
dibuka dengan alamat www.bpn.go.id menambah transparansi lembaga BPN
kepada public. Akses untuk halaman pengaduan pun tersedia untuk menangani
keluhan para pemegang hak atas tanah maupun public pada umumnya. Namun,
tetap saja untuk akses secara detail tentunya dibatasi dengan berbagai kebijakan
birokrasi misalnya mengenai sertifikat hak atas tanah milik orang lain. Ini ditujukan
untuk menciptakan rasa aman untuk perlindungan hukum kepada pemegang ha
katas tanah terkait.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. “Sekilas BPN”.


http://www.bpn.go.id/TENTANG-KAMI/Sekilas-ATR-BPN (diakses tanggal 06 Juli 2018).

Tunardhy, Wibowo. “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah”. Jurnal Hukum. 17 November 2013. <
http://www.jurnalhukum.com/pelaksanaan-pendaftaran-tanah/> [diakses 06 Juli 2018].

Anda mungkin juga menyukai