Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMOROID

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DI RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL

Oleh:
Nur khamid
1708023

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA HUSADA SEMARANG
2018
HEMOROID

A. Latar Belakang
Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi (pelebaran) pleksus vena hemoroidalis
internal yang fisiologis, sehingga tidak begitu berbahaya. Meskipun hemoroid tidak
berbahaya, akan tetapi apabila pelebaran pembuluh darah vena bertambah luas, maka
kita tetap perlu mencegahnya. Pencegahan dengan cara memperbanyak makan makanan
yang berserat tinggi, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Selain itu juga minum
air putih yang banyak (1 jam 1 gelas air putih). Minum air putih yang banyak dan makan
makanan yang berserat adalah cara agar dapat mempermudah defekasi. Apabila buang
air besar lancar, maka hemoroid kemungkinan besar tidak akan terjadi. Selain
mengkonsumsi makanan yang berserat dan banyak minum air putih, hemoroid dapat
dicegah dengan cara olah raga teratur, perbanyak jalan kaki, kurangi berdiri terlalu lama
dan duduk terlalu lama, serta istirahat yang cukup.

B. Definisi
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid
berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau
memperberat adanya hemoroid. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran pembuluh
(dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut disebut sebagai venecsia
atau varises di daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh darah tersebut terjadi
disebabkan karena bendungan darah dalam susunan pembuluh darah vena dan tidak
hanya melibatkan pembuluh darah, tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar
anorektal (Smeltzer, 2001).

C. Etiologi
Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut Sjamsuhidayat & Jong (2004)
yaitu:
1. Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi tipis dan
atonis.

2
2. Kehamilan, janin pada uterus serta perubahan hormonal menyebabkan pembuluh
darah hemorodialis meregang dan dapat diperparah ketika terjadi tekanan saat
persalinan.
3. Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat defekasi terlalu
lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses tetap
menjadi kering dan keras.
4. Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu lama dan
mengangkat beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk terjadi hemoroid.
5. Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
6. Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat
7. Obesitas

D. Patofisiologi
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena
vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun apabila
distensi terus menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh
darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat
konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang
dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak
memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan
tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat
kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena
tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya
sehingga vena prolap dan menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan
akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan
prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya.
Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak
adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran
hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh
darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).
3
E. Klasifikasi
Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi beberapa klasifikasi
diantaranya :
1. Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis interna yang
kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang
mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena. Hemoroid interna dikelompokkan
dalam derajat I, II, III dan IV sebagai berikut :
a. Derajat I : Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar
kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan
c. Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk kembali
ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat IV : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark
2. Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna
dibagi menjadi :
a. Hemoroid akut : Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
dan merupakan suatu hematoma. Bentuk ini
sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis atau skin tag : Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah.

F. Tanda dan Gejala


1. Hemoroid
Tanda dan gejala yang muncul dari hemoroid internal maupun eksternal menurut
Mansjoer (2000) diantaranya :
a. Hemoroid internal
- Prolaps dan keluar mukus
4
- Perdarahan rektal
- Rasa tidak nyaman
- Gatal
b. Hemoroid eksternal
- Rasa terbakar
- Nyeri (jika mengalami trombosis)
- Gatal
2. Post Hemoroidektomi :
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat Konstipasi
b. Kesulitan BAK, karena takut mengenai luka operasi
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah :
1. Anoskopi
Untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid
2. Sigmoidoskopi
Anus dan rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk
perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis,
polip rektal, dan kanker
3. Pemeriksaan Barium Enema X-Ray
Pemeriksaan ini dilakukan apda pasien dengan umur diatas 50 tahun dan pasa pasien
dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid

5
H. Pathway
Pre Hemoroidektomi

6
Post Hemoroidektomi

Resiko Konstipasi

7
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data
atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita tersebut.
1. Pre Operasi
Subjektif
a. Pola makan dan minum
- Kebiasaan
- Keadaan saat ini
b. Riwayat kehamilan
Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan hemorrhoid
berkembang cepat
c. Riwayat penyakit hati
Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar.
d. Gejala / keluhan yang berhubungan
- Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus
- Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes)
- Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-faktor yang
menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau
obat-obatan yang sudah digunakan)
- Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus
Obyektif
a. Pemeriksaaan daerah anus
- Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat dilihat
dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan apakah ada tanda
trombus juga amati apakah ada lesi.
- Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)
b. Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :
- Warna kulit
- Warna konjungtiva
- Waktu pengisian kembali kapiler
- Pemeriksaan Hb

8
2. Post Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah pengkajian
mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman), pengkajian mengenai
pengetahuan tentang perawatan pre operasi. Selain itu juga penting dilakukan
pengkajian mengenai harapan klien setelah operasi.
b. Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai kepatuhan
klien dalam menjalani diit setelah operasi.
c. Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya perdarahan.
Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil. Pemantauan klien saat
mengejan setelah operasi, juga kebersihan setelah BAB dan buang air kecil.
d. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah mengenai aktivitas
klien yang dapat menimbulkan nyeri, pengkajian keadaan kelemahan yang
dialami klien.
e. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur yang
dialami klien akibat nyeri.
f. Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang dilakukan
klien bila timbul nyeri.
g. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan yang
dialami klien setelah operasi.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan hemoroid (Doenges dkk, 1999) meliputi :
Pre operasi
1. Nyeri b.d agen injuri biologis (pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus)
2. Konstipasi b.d nyeri pada saat defekasi
3. Resti perdarahan b.d. penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
4. Cemas b.d. rencana pembedahan
5. Kurang pengetahuan b.d. kurang informasi tentang operasi.
Post operasi
1. Nyeri b.d agen injuri fisik (luka insisi post hemoroidektomi)
2. Resiko konstipasi b.d hemoroidektomi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d. menurunnya kekuatan/ketahanan konstruktur nyeri.
4. Resiko tinggi perdarahan b.d. hemoroidektomi
5. Defisit perawatan diri b.d. kelemahan, nyeri.
9
6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya luka operasi di daerah anorektal.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. resiko tinggi perdarahan.

K. Fokus Intervensi
1. Meningkatkan kenyamanan
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan informasi trntang prosedur pembedahan,/prognosis, kebutuhan
pengobatan dan potensial komplikasi.

L. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Pre Operasi Setelah dilakukan asuhan Pain Management
Nyeri b.d agen keperawatan diharapkan nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara
injuri biologisyang dirasakan pasien komprehensif termasuk lokasi,
(pembengka- berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kan, trombus hasil: dan faktor presipitasi
pembuluh - Observasi reaksi nonverbal dari
darah di anus) Pain Level, ketidaknyamanan
Pain control, - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
Post Operasi Comfort level nyeri
Nyeri b.d agen - Evaluasi pengalaman nyeri masa
injuri fisik Indikator lampau
(luka insisi - Kontrol lingkungan yang dapat
Mampu mengontrol
post hemoroid- mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab
ektomi) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mampu - Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nonfarmakologi untuk (farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi nyeri, inter personal)
mencari bantuan) - Ajarkan tentang teknik non
Melaporkan bahwa farmakologi
nyeri berkurang - Berikan analgetik untuk mengurangi
dengan menggunakan nyeri
manajemen nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mampu mengenali - Tingkatkan istirahat
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi Analgesic Administration
dan tanda nyeri) - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
Menyatakan rasa dan derajat nyeri sebelum pemberian
nyaman setelah nyeri obat
berkurang - Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
Tanda vital dalam dosis, dan frekuensi
rentang normal - Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan :
10
1. Keluhan ekstrim - Monitor vital sign sebelum dan
2. Keluhan berat sesudah pemberian analgesik pertama
3. Keluhan sedang kali
4. Keluhan ringan - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
5. Tidak ada keluhan dan gejala (efek samping)

Resiko Setelah dilakukan asuhan Constipation/ Impaction Management


konstipasi b.d keperawatan diharapkan - Monitor tanda dan gejala konstipasi
hemoroidek- konstipasi tidak terjadi dengan - Monior bising usus
tomi kriteria hasil: - Monitor feses: frekuensi, konsistensi
dan volume
Bowel elimination - Konsultasi dengan dokter tentang
Hydration penurunan dan peningkatan bising usus
- Mitor tanda dan gejala ruptur
usus/peritonitis
Indikator - Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
Mempertahankan tindakan terhadap pasien
bentuk feses lunak - Identifikasi faktor penyebab dan
setiap 1-3 hari kontribusi konstipasi
Bebas dari - Dukung intake cairan
ketidaknyamanan dan - Kolaborasikan pemberian laksatif
konstipasi
Mengidentifikasi
indicator untuk
mencegah konstipasi

Keterangan :
6. Keluhan ekstrim
7. Keluhan berat
8. Keluhan sedang
9. Keluhan ringan
10. Tidak ada keluhan

11
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan
(3 ed.). Jakarta: EGC.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). Kapita
selekta kedokteran (Edisi Ketiga ed., Vol. Jilid 1). Jakarta: Media Aesculaplus.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1.
Jakarta: EGC
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6
ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai