Anda di halaman 1dari 16

CHF

1. Pengertian

CHF ( Congestive Heart Failure )sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidak
mampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan kanan. ( Brunner dan Suddarth, 2002 : 805 ).

1. Etiologi
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam
enam kategori utama:
1.Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya
miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block),
berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2.Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3.Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4.Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5.Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6.Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
1. Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri
koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis mitral,
dan penyakit perikardial.
2. Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi,
aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis
infektif.
2. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan
dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi
frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada
tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung,
jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang
mengakibatkan curah jantung berkurang

3. Tanda Dan Gejala

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum dipakai untuk
menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:
Klas I: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada aktivitas yang lebih
berat dari aktivitas sehari-hari.
Klas II: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.
Klas III: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.
Klas IV: gejala timbul pada saat istirahat.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. Hepatomegali
5. efusi pleura
6. Takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus
ada pada saat yang bersamaan.

I. Anamesa
1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan dahulu pernah mengkonsumsi alcohol sejak 10 tahun yang lalu, merokok 2
bungkus/ hari

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien mengatakan Sesak nafas, dada terasa Berat. Edema pada ke-2 exstremitas, terdengar
ronchi pada kedua paru.
Dengan TB 160 cm BB 90 Kg

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

II. PENGKAJIAN 11 FUNGSIONAL GORDON

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus CHF akan timbul ketakutan akan terjadinya ketidakmampuan beraktivitas pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan dan prosedur pengobatan secara rutin.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya serta kepatuhan klien dalam berobat. (Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Gejala : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, penambahan berat badan secara signifikan,
pembengkakan ekstremitas bawah, kebiasaan diet tinggi garam dan kolestrol, penggunaan
diuretic.

Tanda : penambahan berat badan secara signifikan dan distensi abdomen/asites serta oedema.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus CHF perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
Gejala yang ditemukan : penurunan volume urin, urin berwarna gelap, kebiasaan berkemih
malam hari (nokturia).

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Pada klien CHF sering ditemukan insomnia, dispnea saat istirahat dan gelisah sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

(5) Pola Aktivitas

Pada klien dengan CHF sering ditemukan keletihan dan kelelahan sepanjang hari, nyeri dada dan
sesak saat beraktivitas, sesak saat istirahat. (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat bila klien harus menjalani
rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien CHF adalah rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien dengan CHF sering ditemukan perubahan status mental : letargi dan stress dengan
penyakitnya.

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien CHF akan terjadi perubahan pemenuhan kebutuhan seksual terutama karena
nyeri dada dan sesak yang menigkat karena aktivitas.
10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien CHF timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien CHF dengan bedrest total tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan sesak yang
dirasakan klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Penginderaan/Tingkat Kesadaran

Pasien mengalami konfusi karena volume darah dan cairan pembuluh darah meningkat.

Pernapasan

Paru diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk menentukan ada/tidak adanya
krekel&wheezing, Catat frekuensi dan dalamnya pernapasan. Takipnea, nafas dangkal,
pernafasan labred; penggunana otot aksesori pernafasan, nasal flaring. Batuk
kering/nyaring/nomproduktif atau mungkin batuk terus menerus dengan / tanpa pembentukan
sputum. sputum mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih(edema pumonal). Bunyi nafas
mungkin tidak tedengar, dengan krakels basilar dan mengi. Fungsi mental munglin menurun;
letargi; kegelisahan. Warna kulit pucat.

Jantung

Jantung diauskultasi mengenai adanya S1&S4. Jika ada berarti pompa mulai mengalami
kegagalan. Catat frekuensi dan irama jantung. Jika frekuensinya terlalu cepat menunjukkan
ventrikel perlu waktu lebih banyak untuk pengisian dan stagnasi darah terjadi di atria, akhirnya
di paru.
Perifer

Kaji adanya udem di bagian bawah tubuh pasien.Jika pasien duduk tegak, periksa kaki dan
tungkai bawah. Jika pasien berbaring terlentang, kaji sacrum dan punggungnya.Kaji juga jaridan
tangannya. Terjadi edema periorbital (kelopak mata tertutup karena bengkak). Hati diperiksa
untuk menentukan adanya hepatojugular refluks(HJR).

Distesi Vena Jugular

Kaji JVD dengan mengangkat pasien dengan sudut sampai 45° Jarak antara sudut Louis dan
tingginya disertai vena juguler ditentukan. Jika jaraknya lebih dari 3 cm,tidak normal.

Sirkulasi

Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan); normal (GJK ringan atau kronis; atau tinggi
(kelebihan beban caiaran/peningkatan TVS). Tekanan nadi mungkin sempit, menunjukkan
penurunan volume sekuncup, adanya takikardi, disaritmia, titk denyut maksimal mungkin
menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. bunyi jantung S3 adalah diagnostic; S4
dapat terjadi; S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan
adanya stenosis katup. Nadi perifer berkurang; perubahan kekuatan denyutan dapat terjadi; nadi
sentral mungkin kuat. Warna kulit pucat. Punggung kuku pucat dengan pengisian kapiler lambat,
pembesaran hepar, dan ada reflek hepetojugularis.

Bunyi nafas krekels, ronki dan terdapat edema.


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

I. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG

Hipertropi atrium atau ventrikel, iskemia, dam kerusakan pola mungkin terlihat. Kenaikan
segmen ST/ T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisme ventrikuler.

2. Sonogram(ekokardiogram, ekokardiogram dopple)

Menunjukan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area
penurunan kontraktilitas ventrikular

3. Scan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding

4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan
kiri, dan stenosis katup/isufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntikan
ke dalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi/ perubahan kontraktilitas

5. Roentgen dada

Dapat menunjuk perbesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi bilik, atau perubahan
dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan takanan pulmonal. Kontur abnormal, misal,
bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukan anuerisma ventrikel.

II. pemeriksaan laboratorium


1. enzim hepar
meningkat dalam gagal/ kongesti hepar

2. elektrolit

mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik

3. oksimetri nadi

saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut memperburuk PPOM atau GJK kronis

4. AGD

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2

5. BUN, kreatinin

Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal

6. Albumin/transferin serum

Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sistesis protein
dalam hepar yang mengalami kongesti

7. HSD

Mungkn menunjukan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan menandakan retensi air.
SDP mungkin meningkat, mencerminkan MI baru/ akut, perikarditis atau status inflamasi atau
infeksius lain

8. Kecepatan sedimentasi

Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut

9. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menurunkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre- pencetus GJK

V. PATHWAY
VI. Diagnosis

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya

curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan

berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung/penyakit/gagal jantung.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial ditandai dengan:


- Takikardia, disritmia, perubahan gambaran pola EKG
- Hipotensi/hipertensi
- Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
- Penurunan haluaran urine
- Nadi perifer tidak teraba
- Kulit dingin, kusam, diaforesis
- Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang) dan
bebas gejala gagal jantung

Intervensi:
a. Auskultasi nadi perifer
Rasional : biasanya terjadi takikardia
b. Catat bunyi jantung
Rasional : irama galkop umum S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis dan
posubial
d. Pantau tekanan darah
Rasional : pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer, sianosis dapat terjadi sebagai refraktori
f. Pantau haluaran urine
Rasional : ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium
g. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan manajemen medik/keperawatan,
membantu pasien menghindari stres
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung
h. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat dapat meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air ditandai dengan:
- Ortopnea, bunyi jantung S3
- Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
- Peningkatan berat badan, hipertensi
- Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi
nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.

Intervensi:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema atau asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama fase akut.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
d. Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi.
e. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi
f. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan atau tanpa
pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan
edema. Edema perifer mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah gambaran secara umum
hanya setelah retensi.
g. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru
h. Pantau TD dan CVP
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
i. Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan membantu proses penyembuhan.

4 . Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang


pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/gagal ditandai dengan:
- Pertanyaan
- Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
- Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi

Intervensi:
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan pasien dari fungsi
normal. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan GJK
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan
2. Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol
gejala.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat di antara
aktivitas.
Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat
mencegah terjadinya komplikasi obat.
5. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi
menghentikan tidur.
6. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan faktor.
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi.
7. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh edema, demam, hemoptisis.
Rasional : Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan
mencegah komplikasi.
8. Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk bertanya.
Rasional : Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping
dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat.
9. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah
toksisitas/perawatan di rumah sakit.

I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan
normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi
terdiri dari :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera pada saat
dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.
Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan CHF yaitu :
1) Tidak terjadi penurunan cardiac output,
2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri,
3) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,
4) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,
5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
6) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai