Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL

DEFORMITAS DAN COLUMNA VERTEBRALIS


1. DEFINISI
Deformitas musculoskeletal adalah kelainan dan trauma pada system musculoskeletal
yang bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstremitas atau batang tubuh.
Deformitas / malformasi bawaan adalah kelainan atau defek yang biasa terjadi, ketika
didalam kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan
anak dikemudian hari.
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa deformitas
merupakan kelainan bawaan pada system musculoskeletal yang tidak terlihat pada usia dini
namun dapat berkembang dikemudian hari.

KLASIFIKASI DEFORMITAS

1. Deformitas pada sendi


a. Macam-macam deformitas sendi
1) Bergesernya sendi
Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila
hanya sebagian yang bergeser disebut sublukasi dan bila seluruhnya
disebut dislokasi.
2) Mobilitas sendi yang berlebihan ( excessive mobility of the joint )
Kapsul dan ligament sendi meruakan jaringan fibrosa yang berfungsi
mengamankan sendi dari gerakan yang abnormal. Apabila terdapat
kelemahan (laxity) kapsul/ ligament karena suatu sebab, akan terjadi
kecenderungan hpermobilitas sendi.
3) Mobilitas sendi yang berkurang ( restricted mobility of the joint )
Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu
sebab sehingga kemampuan pergerakan sendi kurang dari normal.
b. Penyebab deformitas pada sendi
1) Pertumbuhan abnormal bawaan pada sendi
Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada
dislokasi panggul bawaan ( congenital dislocation of the hip ) atau
fibrosis pada jaringan sekitar sendi (mis, pada arthrogriposis multiple
congenital).
2) Dislokasi akuisita
Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat) baik karena
trauma (yang mengakibatkan robekan pada ligament), infeksi tulang,
atau karena instabilitas sendi.
3) Hambatan mekanis
Pada osteoarthritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi
menjadi ireguler sehingga terjadi ketidakseimbangan ( incongruous )
permukaan sendi dan dapat menimbulkan gangguan gerakan sendi
akibat adanya blok yang bersifat mekanis.
4) Adhesi sendi
Pada suatu infeksi, misalnya penyakit arthritis septic atau arthritis
rheumatoid dapat terjadi adhesi pada sendi yang bersangkutan.
5) Kontraktur otot
Deformitas sendi dapt pula disebabkan oleh kontraktur otot, misalnya
akibat spasme otot yang berkepanjangan atau pada iskemia Volkmann.
6) Ketidakseimbangan otot
Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya
pada penyakit poliomyelitis, paralisis yang bersifat flaksid/ spastic dan
paralisis serebral.
7) Kontraktur fibrosa dan fasia dan kulit ( fibrous contractures of fascia and
skin )
Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit, baik
kontraktur akibat adanya jaringan parut pada kulit/ fasia karena suatu
sebab ( mis, luka bakar ) ataupun kontraktur Dupuytern.
8) Tekanan eksternal
Tekanan yang terus-menerus pada sendi di suatu sisi tertentu akan
menyebabkan trauma pada sisis tersebut dan akan mengakibatkan
gangguan sendi.
9) Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya
Dalam kelompok ini dimasukkan deformitas sendi yang kausanya tidak
diketahui ( mis, skoliosis).

2. Deformitas Muskuloskeletal

a. Deformitas yang dapat terjadi pada tulang


1) Ketidaksejajaran tulang ( loss of alignment )

Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam kesejajaran ( alignment )


karena terjadi deformitas torsional atau deformitas angulasi.

2) Abnormalitas panjang tulang ( abnormal length )

Kelainan panjang pada tulang dapat berupa tulang memendek/ menghilang


sama sekali atau panjangnya melebihi normal.

3) Pertumbuhan abnormal tulang ( bony outgrowth )

Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada


tulang, misalnya osteoma atau ostekondroma.

b. Penyebab deformitas tulang


1) Pertumbuhan abnormal bawaan pada tulang ( Kongenital )

Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, dysplasia, duplikasi atau
pseudoartrosis.

2) Fraktur
Deformitas juga dapat terjadi akibat kelainan penyembuhan fraktur berupa mal-
union atau non-union. Kelainan lain, yaitu fraktur patologis yang terjadi karena
sebelumnya sudah ada kelainan patologis pada tulang.

3) Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis

Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis, baik karena trauma maupun


kelainan bawaan, dapat menyebabkan derfomitas tulang.

4) Pembengkokan abnormal tulang ( bending of abnormally soft bone )

Pada keadaan tertentu, dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada


penyakit metabolic tulang yang bersifat umum, rakitis atau osteomalasia.

5) Pertumbuhan berlebih pada tulang matur ( overgrowth of adult bone )


Pada kelainan yang disebut penyakit Paget ( osteitis deformans ), terjadi
penebalan tulang. Kelainan ini dapat pula terjadi pada osteokondroma karena
terjadi pertumbuhan local.

DEFORMITAS KONGENITAL PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

Beberapa keadaan, sering kita dapatkan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang sudah
diderita klien sejak lahir. Masalah adanya kelainan dan perubahan bentuk tubuh sangat memberi dampak
pada psikologis klien yang menderita kelainan konginetal sistem muskuloskeletal karena selain klien yang
biasanya anak-anak minder dalam pergaulan, juga memberi dampak pada orang tua yang cemas akan
perkembangan anaknya. Insiden kelainan ini sulit ditentukan karena kadang kala kelainan yang ada sangat
minimal dan sulit dibedakan dengan keadaan normal sehingga tidak terdeteksi pada waktu lahir. Hanya
sebesar 3% dari kelainan bawaan yang dapat diamati pada bayi baru lahir dan pada usia satu tahun dapat
mencapai 6%.

1. Faktor Penyebab

Kelainan kongenital adalah kelainan atau defek yang dapat terjadi ketikan didalam kandungan dan
terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan anak dikemudian hari. Kadang-
kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat kelainan biokimiawi atau histologis
yang dapat berkembang dikemudian hari.

Walaupun penyebab pasti belum ditemukan, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelainan kongenital, meliputi:

a. Faktor Genetik

Kelainan bawaan dapat ditransmisikan melalui gen kromosom sel telur dan sperma dan
ditransmisikan dalam kelainan-kelainan yang spesifik sesuai dengan hukum mendel. Bila faktor
genetik ini bersifat dominan, kelainan akan memberikan manifestasi klinis pada anak yang bersifat
herediter.

Kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. Beberapa kelainan genetik yang
dikenal, antara lain Sindrom Down dan Osteogenesis Imperfekta.
b. Faktor Lingkungan

Melalui beberapa penelitian pada hewan percobaan, faktor lingkungan telah dibuktikan
dapat menyebabkan kelainan bawaan. Beberapa keadaan yang diketahui mempunyai efek
teratogenik, yaitu:

1) Faktor Hormonal. Misalnya, Hipoglikemia karena bermacam-macam sebab termasuk


hiperinsulinisme yang dapat menyebabkan kelainan bawaan.

2) Obat-obatan. Obat-obatan juga dapat menimbulkan kelainan. Misalnya, talidomid,


hipervitaminosis A, dan obat-obat endokrin seperti ACTH atau kortison.

3) Defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi terutama defisiensi ribovlamin (B2) dapat


menyebabkan kelainan bawaan.

4) Zat-zat kimia. Zat-zat kimia terutama logam berat seperti Pb, nitrat, atau merkuri.

5) Radiasi. Radiasi pada janin khususnya pada tiga bulan pertama dapat berakibat
teratogenik. Misalnya, kelainan pada palatum dan sum-sum tulang belakang.

6) Infeksi. Terutama pada infeksi rubela, Toxoplasma gondii, dapat menyebabkan


kelainan bawaan.

7) Faktor Mekanis. Trauma langsung pada embrio pada minggu-minggu awal kehamilan
dapat menimbulkan kelainan bawaan.

8) Anoksia. Pada hewan percobaan telah terbukti bahwa anoksia dapat menimbulkan
anensefali dan spina bifida.

c. Faktor kombinasi genetik dan lingkungan

Kelainan bawaan umumnya disebabkan oleh multifaktor dan tidak diketahui penyebab
utamanya (60-70%), 20% disebabkan oleh faktor lingkungan, dan hanya 10% oleh faktor genetik.

2. Penegakan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dibagi dalam beberapa fase pertumbuhan, meliputi fase prenatal
dan fase anak-anak.

a. Fase prenatal. Pemeriksaan janin dalam kandungan untuk mengenali kelainan genetik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan DNA. Dengan diagnosis prenatal, kelainan bawaan yang serius pada
janin dapat dideteksi sehingga memberikan pilihan kepada orang tua untuk melakukan abortus
medisinasi secara selektif. Pemeriksaan lainnya juga dapat dilakukan pada fase ini adalah sebagai
berikut:

1) Pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan ultrasound lebih disaenangi karena kurang beresiko


dibandingkan dengan pemeriksaan lain (misalnya amniosintesis). Sesudah minggu ke-20
kehamilan, ultrasound dapat mendeteksi adanya keadaan abnormal pada janin seperti defek
saluran neural (neural tube).
2) Skrining maternal. Skrining maternal dilakukan melalui pemeriksaan cairan aminon.
Peningkatan kadar alfa fekton protein (AFP) merupakan indikasi adanya defek susunan saraf
dan sebaliknya pada sindrom down kadar AFPnya lebih rendah dari normal.

3) Amniosintesis. Dengan anestesia lokal, cairan amnion diambil sebanyak 20ml untuk
pemeriksaan kromosom dan biokimiawi.

4) Pemeriksaan vilus korion. Pemeriksaan vilus korion dilakuikan dengan mengambil jaringan
korion pada minggu ke-8 dan minggu ke-10 kehamilan. Mesenkim fibroblas dapat dikultur
untuk pemeriksaan kromosom, biokimia, dan analisis DNA.

b. Fase anak-anak. Fase ini, pemeriksaan untuk menetapkan diagnosis, dibedakan antara pemeriksaan
pada bayi dan pemeriksaan pada anak.

1) Pemeriksaan pada bayi

Untuk mendiagnosis kelainan bawaan pada bayi, dilakukan pemeriksaan sistem muskuloskeletal
yang merupakan bagian integral pemeriksaan pediatrik pada bayi yang baru lahir. Melalui
pemeriksaan ini, beberapa kelainan bawaan ortopedi dapat diketahui secara dini. Pemeriksaan ini
juga berguna untuk mendeteksi atau mengetahui adanya trauma kelahiran, yaitu fraktur pada
anggota gerak atas atau bawah atau paresis fleksus brakialis. Trauma kelahiran biasanya terjadi
pada persalinan yang sulit seperti pada persalinan letak sungsang. Bila pada pemeriksaan
ditemukan kelainan bawaan, dianjurkan untuk memeriksakan secara teratur bayi tersebut sampai
dengan usia 1 tahun, dan bila perlu lakukan koreksi yang lebih dini. Standar pemeriksaan ortopedi
pada bayi terdiri atas:

a) Pemeriksaan umum

Pemeriksaan pergerakan sendi pada bayi dilakukan dengan mengamati gerakan spontan
bayi atau gerakan pasif bayi melalui suatu stimulasi. Pada pemeriksaan, diperhatikan pula sikap
berbaring bayi yang merupakan gambaran sikap intra-uterinnya, dan ini memberikan perkiraan
besar jangkauan pergerakan sendinya. Kedudukan normal intra-uterin janin adalah tungkai bawah
menyilang dalam posisi rotasi eksterna, pada posisi ini diharapkan bayi mempunyai gerakan
abduksi penuh pada kedua tungkai. Secara normal sendi punggul, lutut, serta siku pada bayi tidak
dapat diekstensikan secara penuh dan hal ini biasanya berlangsung beberapa minggu.

b) Pemeriksaan status local

Pemeriksaan status lokal pada bayi dilakukan secara head to toe atau pemeriksaan fisik
dari kepala sampai ujung kaki. Menurut Chairudin Rasjad (1998), pemeriksaan kelainan kongenital
sistem muskuloskeletal meliputi:

© Leher

Pemeriksaan leher pada posisi telentang biasanya sulit dilakuka karena kedudukan fleksi,
kepala, atau karena halangan dari lemak pada dagu dan dada. Untuk mengatasi keadaan
ini, satu tangan diletakkan diatas punggung bayi hingga kepala dalam keadaan ekstensi
dan sekaligus menyebabkan bahu dan dada lebih menonjol.pada saat yang bersamaan,
diamati pergerakan anggota gerak atas bayi karena pada tindakan ini bayi akan
menggerakkan kedua anggota gerak atas sebagai reaksi perlawanan. Dada, klavikula,
bahu, dan leher dipalpasi dengan tangan serta leher digerakkan kesegala arah. Melalui
pemeriksaan ini, dapat ditemukan fraktur klavikula akibat trauma kelahiran, tortikulis
(kontraktur otot sternokleidomastoideus), sindrom Klippel-Feil (kegagalan segmentasi
vertebra servikalis), deformitas springel (skapula letak tinggi), serta kelainan-kelainan
lainnya

© Bahu, siku dan tangan

Adanya pembengkakkan serta deformitas pada bahu mengarahkan pada kecurigaan pada
suatu fraktur hemerus. Pada pemeriksaan ini, bayi dibiarkan memegang tangan
pemeriksa, kemudian dilakukanrotesi interna dan eksterna pada bahu untuk mengetahui
resistensi otot. Kelainan lain yang dapat ditemukan adalah peresis brakialis yang terjadi
akibat suatu persalinan yang sulit. Pada paresis brakialis kelumpuhan yang terjadi dapat
berupa kelumpuhan-Erb, klumpke, atau kombinasi keduanya. Pemeriksaan pada siku
berupa pengamatan adanya pembengkakkan dan dilanjutkan dengan gerakan siku
kesegala arah (harus diingat siku belum dapat diekstensikan secara penuh). Pada tangan
kelainan-kelainan yang dapat diamati adalah jari picu, sindaktili, dan polidaktili.

© Tulang belakang

Dengan tangan kiri bayi ditelungkupkan dalam posisi punggung sedikit fleksi melalui
inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya meningokel skoliosis konginetal serta
kadang dapat diraba adanya spina bifida. Pada posisi tengkurap diamati gerakan anggota
gerak bawah yang biasanya menendang-nendang dan bila tidak ada pergerakan anggota
gerak bawah perlu dicurigai adanya kelumpuhan.

© Sendi panggul

Lipatan bokong diamati, lipatan ini biasanya simetri dan sangat tinggi bila terjadi dislokasi
panggul bawaan, lipatan-lipatan ini akan berubah. Pemeriksaan ini bayi diletakkan dalam
keadaan telentang pada alas yang keras dan rata kemudian sendi panggul digerakkan ke
segala arah.

© Sendi lutut dan tungkai bawah

Pemeriksaan pada lutut bertujuan untuk melihat adanya dislokasi dan kekakuan sendi
lutut seperti artrogriposis multipel bawaan pada tungkai bawah diperiksa adanya torsi
tibia adanya constriction band yang mencekik tungkai sehingga bagian distalnya tidak
berfungsi. Pada pergerakan diperiksa apakah dorsofleksi pasif ibu jari kaki dapat
menyentuh permukaan depan tibia. Kelainan-kelainan pada kaki yang dapat segera
terlihat yaitu talipes ekuinovarus kongenital, kalkaneus vagus, metartasus primus vagus,
metartasus varus, sindaktili dan polidaktili.

2) Pemeriksaan pada anak

Pemeriksaan pada anak dilakukan secara teratur dan memberikan keyakinan kepada orang tua
klien. Apabila didapatkan kecurigaan adanya kelainan bawaan perlu dilakukan adanya
pemeriksaan laboratorium dan konsultasi pada ahli genetik untuk mengetahui apakah penyakit
ini merupakan penyakit genetik, memberikan pemahaman tentang resiko yang mungkin terjadi
kepada orang tua klien dan memberikan dukungan moral agar orang tua sabar untuk
melanjutkan program pengobatan anaknya.

2. ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
4. MANIFESTASI KLINIS
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan klien dengan kelainan bawaan tergantung pada jenis penyakitnya, kelainan
genetik yang terjadi derajat deformitas atau kecacatannya kapasistas mental dan status sosialnya.
Meskipun demikian suatu standar dasar yang bersifat umum untuk penanganan kelainan bawaan
tetap diperlukan. Kelainan kongenital pada anak sangat bermacam-macam untuk mengetahui dan
menilai kelainan kongenital tersebut. Perawat perlu mempelajari dan mengetahui anatomi
fisiologi dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak secara cermat. Secara umum kelainan
konginetal pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi pada tulang, sendi, otot, dan anggota gerak.
Keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman perawat sangat mendukung untuk mengenal setiap
kelainan kongenital yang dihadapi sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Beberapa kelainan konginetal pada anak biasanya akan berkurang pada saat anak
mencapai kedewasaan. Hal ini menambahkan adanya perbaikan secara spontan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik diperlukan klien dengan kelainan kongenital meliputi:
a. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan dengan foto polos merupakan penunjang yang sangat
penting untuk melihat dampak kelainan tulang akibat dari kongenital. Lokasi yang akan dilakukan
foto adalah daerah regional kelainan. Biasanya klien akan menjalani pemeriksaan foto AP pelvis
dan panggul, foto pergelangan tangan dan kaki, dan foto lateral tulang belakang.
b. Pemeriksaan biokimia. Beberapa kelainan bawaan menyebabkan peningkatan produksi dan
ekskresi enzim. Pemeriksaan enzim dapat dilakukan melalui pemeriksaan serum darah, sel-sel
darah atau kultur sel fibroblas kulit.
c. Biopsi tulang. Biopsi tulang kadang kala diperlukan pada kelainan-kelainan tertentu.
7. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN :
a. PENGKAJIAN
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
c. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
d. IMPLEMENTASI
e. EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai