Nomor : 026/SK/DIR/RS-TAB/II/2015
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS Prof. Dr. Tabrani, maka
diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi.
b. Bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan salah satu
gugus tugas / unit pelayanan di RS Prof. Dr. Tabrani yang harus mendukung
pelayanan rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. Bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan.
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b dan c,
perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Keputusan Direktur RS Prof. Dr. Tabrani tentang kebijakan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi RS Prof. Dr. Tabrani.
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS Prof. Dr. Tabrani
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ditetapkan di : Pekanbaru
Pada Tanggal : Januari 2015
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RS Prof.Dr.Tabrani
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih, tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan kurang
mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu layanan,
keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan
masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah Sakit
Prof.Dr.Tabrani
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient
centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi
hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan
edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit pelayanan
tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-
Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit dan melibatkan
berbagai individu.
7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan, mengelola,
dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun
visi-misi rumah sakit.
10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi
lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam) sasaran
Keselamatan Pasien.
12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur
sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan
ketentuan yang berlaku.
15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar
prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan rumah sakit
yang berlaku.
16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat.
17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi
secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien
serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
18. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat
rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada
manajemen rumah sakit.
20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar keselamatan
pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
21. RS Prof.Dr.Tabrani bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melaksanakan PONEK. RS
Prof.Dr.Tabrani saat ini sedang mempersiapkan untuk melengkapi SDM dan fasilitas PONEK.
Terkait PONEK RS Prof.Dr.Tabrani mengupayakan pelayanan meliputi : penanganan awal /
emergency ibu dan bayi dan pelayanan rujukan kerumah sakit lain yang mampu memberikan
pelayanan lebih lanjut.
22. RS Prof.Dr.Tabrani bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan pasien
dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan RS Prof.Dr.Tabrani meliputi ;
palayanan Voluntary Conceling and Testing (VCT), pelayanan rujukan HIV ke rumah sakit lain
yang di tunjuk melayanai HIV/AIDS, dan penerapan Universal Precaution.
23. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia dengan pedoman stategi
DOTS
24. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka pasien harus dirujuk
ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien / keluarga
25. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
26. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien
yang dilayani.
27. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun eksternal
untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di Rumah
Sakit, maka RS Prof.Dr.Tabrani melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI). Komite
PPI RS Prof.Dr.Tabrni bertanggung jawab langsung kepada Direktur.Tim PPI bertanggung
jawab langsung kepada Komite PPI.
c. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2011.
d. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit dan
menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RumahSakit RS
Prof.Dr.Tabrani memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang
bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus
tugas perawatan,IPSRS,Farmasi,Gizi,Administrasi,Ugd,Laboratorium,.
f. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control
Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf ) sebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen,
penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang
aman,kebersihan pernafasan/etika batuk,praktek lumbal punksi,perawatan peralatan
pasien,penatalaksanaan linen,program kesehatan karyawan,penempatan pasien.Kewaspadaan standar
diterapkan secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap
situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI RS Prof.Dr Tabrani.
KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di seluruh lingkungan
RS Prof.Dr.Tabrani
b. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera :setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif.
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk
menghindari kontaminasi silang
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,urine, keringat dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan.
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk/ bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau
telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana
administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat
waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan
meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.
a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang melindungi
pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi
nosokomial ( imuno supressed )
b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk
kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif , namun saat ini kita
menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone disease, dengan sistem HEPA fillter
dan pertukaran udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya
terpisah dari pasien dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
e) kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
f) prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
g) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
h) mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
i) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan
menggunakan bahan desinfektan.
j) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien yang
tidak menular.
k) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, etika batuk.
l) Adanya pengaturan alur penyakit menular.
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR
dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas
RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah,
jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan
memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera (maksimal
30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu pasien tersebut
berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain (ruang
isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem kohorting dengan lama perawatan
maksimal 2 minggu.
e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan ekshaust) di
ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta UGD) untuk
mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak
menularkan orang lain.
f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan ventilasi tekanan
negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan
terhadap pasien tersebut.
g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII (Airbone
Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan sistem ventilasi (Well Ventilated
Sputum Induction Booth).
h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air mengalir
dan sabun atau dengan larutan handrubs.
i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi melalui kontak.
j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan kesehatan
rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya Manusia danK3 RS.
k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
l) mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
m) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas
kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.
PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang
dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai
dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS Prof.Dr.Tabrani
a. AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien
baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien.
b. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya
c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan
dan pengawasan mutu di bagian CSSD
d. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan fungsi dari
alat / bahan.
e. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g. Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.
PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang dan
bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi
permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah
padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Sub Bagian
Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan Komite PPI RS, sehingga
aman bagi lingkungan.
a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuk limbah infeksius &
B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah non medis / domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi binatang
atau serangga.
b). Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan ( safety
box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
c). Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
d). Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.Pengangkutan dilakukan 2 kali
apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
e). Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah
medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga
f). Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan khusus, masker,
sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm
g).Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan , cara
penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai
efektivitas yang tinggi.
PENGELOLAAN LINEN
Jenis linen di RS Prof.Dr.Tabrani dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius,
linen kotor non infeksius
Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang berbeda,
linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong
linen kuning
Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi kereta
linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan tangan, penggunaan alat
pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja
PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai atau
pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat
terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan
b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari
debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis
bahan makanan.
c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses penyiapan bahan
sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa monitoring kultur
mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Komite K3 RS.
d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama 6 (enam)
bulan sekali
b) Peralatan
Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap hari dengan
kain lembab memakai detergen dan air bersih
Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi susu bayi, dari
toilet, dll
Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis & Varicella.
Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi sakit.
Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi saat memberi
susu bayi.
Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
Ibu yang menyusui di kamar bayi
Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada botol harus
ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.
Bayi
Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan riwayat
ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.
Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup dengan
kassa.
Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat diberi susu.
Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat yang sudah
disediakan.
Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah – Hepatitis
B, C dan HIV.
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya positif terkena
virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus dilakukan :
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin maupun ibu yang
tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk imnunisasi terhadap
bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semua darah menempel
bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna kuning atau
dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein terangkat. Segera setelah prosedur ini
selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu diambil tindakan
pengisolasian.
Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.
b) Prosedur Invasive
Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa pasien dan
sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedur pengendalian infeksi
sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik aseptik
harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan perlu memakai
sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur yang dilakukan tidak
cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter urine, iv kateter yang
mungkin dapat terkontaminasi maka sebaiknya diganti setelah kondisi pasien stabil.
Kanulasi pembuluh darah
Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganisme ke dalam
jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh karena itu staff yang
akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebih dahulu melakukan kebersihan
tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit sebelum
pemasangan kanulasi.
Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik
termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulit yang akan ditusuk
dengan antiseptik dan memasang doek steril pada area yang telah disiapkan. Cari bagian
yang mempunyai risiko yang rendah sepertisubclavicula, internal jugularis.
Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler ( 72 jam).
Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril
menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril.
Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5 – 7 hari.
c) Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan pada semua
perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatan sendiri-sendiri dan
bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.
Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengan saluran
pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari manufakturnya telah
diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang atau didaur ulang.
Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi yang benar
sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan dilakukan melibatkan
bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harus dalam keadaan steril.
Circuit Ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-7 hari atau dapat
diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yang benar, sedangkan
bacterial filter dipakai satu pasien satu bacterial filter.
d) Suplai
Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.Lokasi atau
ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering. Jika
bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasan tersebut dinyatakan
tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh digunakan. Pengecekan item steril pada
stok steril harus dilakukan secara reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan
kemasannya sebelum digunakan (dibuka).
e) Pengelolaan Linen
Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yang signifikan
linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen tidak boleh
dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).
Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah kontaminasi
kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka tidak boleh disimpan di
area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus dikembalikan ke laundry untuk dicuci
ulang.
Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen kotor
dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly
linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak boleh digunakan untuk
membawa linen bersih.
f) Obat-obatan
Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan, obat-obat
parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan
intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang
setelah 24 jam (jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi).
Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien ICU yang tidak memperhatikan pola
sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius
dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika di rumah sakit
akan lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat diterima
secara hukum dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang
pemberiaan antibiotika yang benar.
Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk multi dose
dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan di RS
Prof.Dr.Tabrani oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan oleh satu pasien saja
dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam beberapa spuit
steril, beri tanggal dan jam buka vial pada spuit dan disimpan dalam lemari pendingin
obat untuk selama 24 jam.